Anda di halaman 1dari 9

1TUGAS ILMU TEKNOLOGI PANGAN

Penggorengan Ayam

Dosen Pengampu : 1. Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP., M.Si.

2. Dr. Diana Nur Afifah,S.TP., M.Si.

3. Gemala Anjani, S.P., M.Si., Ph.D

Disusun oleh:

Kelompok 17 - Kelas B

Salsabila Mega Kencono (Ketua) 22030119140135

Hana Muthia 22030119130103

Gabriel Dwi Ranti 22030119140123

Yasmin Azzahra Fadjar 22030119140151

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
JENIS BAHAN

Ayam merupakan hewan ternak jenis unggas yang umum untuk dikonsumsi.
Sementara itu, di Indonesia terdapat berbagai jenis ayam, salah satunya adalah ayam
lokal. Ayam lokal dapat digolongkan sebagai tipe pedaging (pelung, nagrak, gaok, dan
sedayu), petelur (kedu hitam, kedu putih, nusa penida, nunukan, merawang, wareng, dan
ayam sumatera), dwiguna (ayam sentul, bangkalan, olagan, kampung, ayunai, melayu,
dan ayam siem), dan petarung (ayam banten, ciparage, tolaki, dan bangkok) (1). Namun,
jenis ayam yang sering digunakan pada industri makanan adalah ayam broiler atau ayam
pedaging karena pertumbuhannya yang cepat (2).
Hampir semua dari bagian tubuh ayam dapat dikonsumsi, mulai dari kulit,
daging, kepala, kaki, sayap, bahkan bagian dalam tubuh ayam seperti usus, hati, dan
ampela pun dapat dikonsumsi. Supaya dapat dikonsumsi, perlu dilakukannya proses
pengolahan pada bagian-bagian tubuh ayam. Salah satu metode yang dapat digunakan
untuk memproses ayam sehingga menjadi layak untuk dikonsumsi atau menjadi siap
santap adalah dengan melakukan proses penggorengan. Proses penggorengan sangat
umum digunakan dalam proses pengolahan ayam karena caranya yang mudah. Bahkan
pada saat ini, sudah terdapat banyak perusahaan makanan, restoran cepat saji, bahkan
industri tingkat rumah tangga yang mengolah ayam dengan cara menggorengnya.
Tingkat konsumsi daging unggas terutama ayam di seluruh dunia selalu
mengalami peningkatan selama beberapa dekade terakhir teutama pada Asia, dengan
China sebagai produser dan konsumen terbesar kedua setelah Amerika Serikat (3). Hal
ini dapat ditunjukkan oleh data yang didapat dari USDA 2018 bahwa di Amerika
Serikat terdapat 8,6 juta ayam yang dapat diolah setiap tahunnya (4). Tingginya tingkat
konsumsi ayam, terutama ayam goreng dapat dikarenakan oleh rasa daging dan kulit
ayam yang gurih, warna yang menarik, dan teksturnya yang renyah (4). Selain itu, harga
ayam goreng yang cenderung murah dengan protein hewani yang tinggi pun dapat
menjadi salah satu faktor tingginya konsumsi ayam goreng.
PENGARUH TEKNIK PENGGORENGAN PADA KUALITAS AYAM
GORENG
Penyusutan
Penyusutan daging ayam terjadi pada setiap jenis metode penggorengan yang
digunakan. Hal ini terjadi karena hilangnya kadar air dan denaturasi protein. Penyusutan
yang lebih besar terjadi pada daging bagian paha dibandingkan dengan daging bagian
dada. Hal ini dikarenakan daging bagian paha lebih banyak kehilangan kadar air
dibandingkan dengan daging bagian dada (5).

Retensi Kadar Air


Retensi kadar air lebih tinggi terjadi pada sampel daging yang digoreng dengan
metode vacuum dibandingkan dengan metode konvensional karena peningkatan tekanan
yang diterapkan selama proses penggorengan meningkatkan retensi kadar air dalam
produk. Retensi kadar air juga terjadi lebih tinggi pada daging bagian dada
dibandingkan daging bagian paha, hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan susunan
struktur otot dan derajat perubahan sifat protein pada daging ayam dalam kondisi
penggorengan (5).

Juiciness
Juiciness merupakan salah satu ciri fisik yang menjadi parameter kualitas.
Juiciness mengukur jumlah cairan yang tertahan di dalam produk. Daging ayam yang
digoreng dengan metode vacuum terasa lebih juicy dibandingkan dengan daging ayam
yang digoreng dengan metode konvensional. Hal ini disebabkan oleh metode vacuum
yang lebih memberikan peningkatan yang signifikan pada inti daging ayam
dibandingkan dengan penggorengan konvensional. Sifat retensi kadar air yang lebih
rendah dan lebih banyak penyusutan pada daging bagian paha menjelaskan persentase
juiciness yang lebih rendah dibandingkan dengan daging bagian dada (5,6).

Komposisi Proksimat
Komposisi proksimat/komposisi kimia berupa kadar air, lebih banyak ditemukan
pada produk gorengan metode vacuum dibandingkan dengan produk gorengan metode
konvensional, terlepas dari jenis daging ayamnya. Selain itu, kadar air daging bagian
dada lebih banyak dibandingkan daging bagian paha. Kadar air yang lebih tinggi pada
produk gorengan vacuum dapat disebabkan oleh waktu memasak yang lebih sedikit. Hal
ini dipengaruhi oleh suhu minyak dan kondisi tekanan yang dipertahankan selama
menggoreng. Sedangkan untuk kadar abu dan protein pada daging ayam tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan perbedaan metode penggorengan (5).

Kandungan Lemak Total


Kandungan lemak total menunjukkan perbedaan yang signifikan antara metode
vacuum dengan konvensional. Metode vacuum memiliki kadar lemak yang lebih rendah
dibandingkan dengan metode konvensional. Lebih banyak kandungan lemak terlihat
pada daging bagian dada dibandingkan pada daging bagian paha. Perbedaan kandungan
lemak ini bisa jadi karena proses penggorengan menekan kadar air makanan dan sari-
sari alami di dalam produk, sehingga mencegah masuknya minyak goreng ke dalam
produk (5,7).

Sifat Warna
Sifat warna diperoleh bahwa daging goreng dengan metode vacuum tampak lebih
gelap dan lebih merah dibandingkan dengan daging goreng konvensional. Waktu dan
suhu memasak memengaruhi warna lapisan (5).

Tekstur
Tekstur produk daging yang digoreng melibatkan karakteristik utama, yaitu
kekerasan yang menggambarkan atribut tekstur substrat, dan kerenyahan yang
menggambarkan crust. Daging ayam goreng metode vacuum memiliki tekstur yang
lebih keras dibandingkan dengan daging ayam goreng konvensional. Selain itu, daging
goreng bagian dada lebih keras daripada daging goreng bagian paha. Hal ini bisa jadi
karena adanya perbedaan susunan histologis serat daging pada daging paha dengan
daging dada. Kekerasan juga dapat diakibatkan oleh peningkatan suhu penggorengan
dan laju perpindahan panas yang mengakibatkan permukaan mengeras karena
pembentukan crust (5,8).
PENGARUH PARAMETER TERHADAP KUALITAS AYAM GORENG

Suhu
Dalam penggorengan ayam dapat diketahui bahwa adanya pengaruh parameter
terhadap kualitas ayam, yaitu pengaruh suhu, waktu, dan tekanan. Umumnya,
menggoreng melibatkan perpindahan panas yang lebih cepat dibandingkan dengan
metode memasak lainnya. Suhu terendah yang digunakan untuk menggoreng adalah
140ºC, meskipun gorengan biasanya dimasak pada suhu antara 175ºC dan 195ºC. Suhu
tinggi meningkatkan dehidrasi kerak, asupan minyak, dan reaksi kimia dari berbagai
unsur makanan seperti denaturasi protein dan karamelisasi karbohidrat (9).
Pada proses penggorengan ayam dengan suhu tinggi selama proses dapat
merangsang oksidasi minyak. Setiap kenaikan suhu, meningkat dua kali lipat lebih
tinggi. Laju oksidasi lemak akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu dan
menurun pada suhu rendah (10). Suhu penggorengan tertentu umumnya didasarkan
pada ukuran produk, karena laju penetrasi panas lebih lambat jika potongan makanan
besar, suhu penggorengan lebih rendah digunakan sedemikian rupa sehingga produk
mencapai kematangan sekitar waktu yang sama dengan mencapai keadaan kecoklatan
yang diinginkan.

Waktu
Pada umumnya selain suhu, waktu juga mempengaruhi dalam proses
penggorengan daging ayam, ada peneliti yang menyarankan bahwa waktu yang
disarankan untuk menggoreng yaitu 12-15 menit (11). Apabila dalam proses
penggorengan melebihi waktu yang ditentukan produk akan memiliki perubahan pada
karakteristik warna yang berubah menjadi kecoklatan, serta umumnya waktu
penggorengan berkurang dengan menurunnya waktu ukuran potongan dan
meningkatkan suhu penggorengan (12).

Tekanan
Dalam penggorengan daging ayam, Umumnya, menggoreng di bawah tekanan
diketahui menghasilkan produk goreng yang lebih juicy dan empuk, daging ayam
goreng bertekanan juga ternyata lebih renyah dibandingkan daging goreng terbuka.
Tekanan yang lebih rendah selama penggorengan menghasilkan jaringan pati-protein
yang lebih terbuka, lebih banyak porositas di kerak dan lebih banyak peningkatan
kontinuitas butiran pati, mengakibatkan lebih sedikit kelembapan di bagian kerak,
tekstur rapuh dan penampilan berpori. Selain itu penggorengan tekan merupakan salah
satu cara untuk menggoreng daging, ikan dan unggas karena mempercepat waktu
pemasakan. Semakin sedikit waktu daging terkena suhu tinggi, lebih banyak
kelembapan yang dipertahankan dan menghasilkan daging yang berair. Hal ini serupa
dengan penggorengan terbuka konvensional dimana daging digoreng lebih lama dalam
wajan yang diisi minyak goreng, kecuali dalam penggorengan bertekanan makanan
dimasak dengan tekanan terkontrol dalam tempat tertutup. Penggorengan bertekanan
juga dikenal menghasilkan produk yang lebih empuk dan lebih segar, perbedaan yang
nyata dapat dirasakan dibandingkan dengan makanan yang digoreng terbuka, yang
sering kali berminyak di bagian luar dan kering di bagian dalam (5).
Dengan memilih suhu dan tekanan yang tepat dalam penggorengan lemak dalam,
karakteristik yang diinginkan konsumen dapat diperoleh pada produk akhir. Terdapat
peneliti yang menyatakan bahwa peningkatan suhu penggorengan umumnya
menurunkan serapan minyak dalam kisaran suhu tertentu, jika durasi penggorengan
pendek. Para peneliti juga telah mempelajari bahwa adanya hubungan antara kadar air
dan waktu penggorengan (5).

KESIMPULAN
Ayam adalah hewan unggas yang umum dikonsumsi di Indonesia. Hampir semua
bagian tubuh ayam dapat dikonsumsi, mulai dari kulit, daging, kepala, kaki, sayap,
bahkan bagian dalam tubuh ayam seperti usus, hati, dan ampela. Penggorengan ayam
adalah metode yang sangat umum digunakan masyarakat karena caranya yang mudah.
Terdapat beberapa metode penggorengan ayam seperti vacuum frying dan
penggorengan metode konvensional. Metode yang berbeda pada penggorengan ayam
dapat menghasilkan ayam goreng dengan karakteristik yang berbeda. Karakteristik
tersebut antara lain penyusutan, retensi kadar air, juiciness, komposisi proksimat,
kandungan lemak total, sifat warna, dan tekstur. Retensi kadar air, juiciness, dan
komposisi proksimat lebih tinggi pada metode vacuum frying. Sedangkan kadar lemak
total lebih tinggi pada metode penggorengan konvensional. Sifat warna pada vacuum
frying lebih gelap dan tekstur pada metode vacuum frying lebih keras karena adanya
crust. Selain itu juga terdapat pengaruh parameter terhadap kualitas ayam goreng, di
antaranya suhu, waktu, dan tekanan. Suhu optimal untuk penggorengan ayam adalah
140ºC - 195ºC dengan waktu optimal 12-15 menit. Serta tekanan pada penggorengan
dapat menghasilkan ayam yang lebih juicy dan renyah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nataamijaya AG (2010) Pengembangan Potensi Ayam Lokal untuk Menunjang
Peningkatan Kesejahteraan Petani. Jurnal Litbang Pertanian. 29(4): 131-138.
DOI: 10.21082/jp3.v29n4.2010.p131-138
2. Jeremiah A, Amben S, Roberts A, Besari F, Janet P, Kohun PJ, and Glatz PC
(2015) Feed Conversion and Growth of Broiler Chickens feed Cassava Blended
With a Universal Concentrate Diet During The Finishing-phase: an On-farm
study in Jiwaka Province, Papua New Guinea. Journal of South Pacific
Agriculture. 18(2): 19-26.
3. Wideman N, O’Bryan CA, Crandall PG (2016) Factors Affecting Poultry Meat
Colour and Consumer Preferences - A review. World's Poultry Science Journal.
1(2): 353 - 366. DOI: 10.1017/S0043933916000015
4. Ananey-Obiri D, Matthews L, Tahergorabi R (2020) Chicken Processing By-
product: A source of protein for fat uptake reduction in deep-fried chicken. Food
Hydrocoll. 101: 1–8. DOI: 10.1016/j.foodhyd.2019.105500
5. Das R, Pawar DP, Modi VK (2013) Quality characteristics of battered and fried
chicken: Comparison of pressure frying and conventional frying. J Food Sci
Technol. 50(2): 284–92. DOI: 10.1007/s13197-011-0350-z
6. Singh T, Chatli MK, Kumar P, Mehta N, Malav OP (2015) Effect of Different
Cooking Methods on the Quality Attributes of Chicken Meat Cutlets. J Anim
Res. 5(3): 547 - 554. DOI: 10.5958/2277-940X.2015.00092.3
7. Vélez-Ruiz JF, Vergara-Balderas FT, Sosa-Morales ME, Xique-Hernández J
(2002) Effect of temperature on the physical properties of chicken strips during
deep-fat frying. Int J Food Prop. 5(1): 127–44. DOI: 10.1081/JFP-120015596
8. Oke EK, Idowu MA, Sobukola OP, Adeyeye SAO, Akinsola AO (2018) Frying
of Food: A Critical Review. J Culin Sci Technol. 16(2): 107–27. DOI:
10.1080/15428052.2017.1333936
9. Lee JS, Han JW, Jung M, Lee KW, and Chung MS (2020) Effects of Thawing
and Frying Methods on the Formation of Acrylamide and Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons in Chicken Meat. 9(573):1-13. DOI: 10.3390/foods9050573
10. Mariana RR, Kirana TM, dan Hidayati L (2014) Analysis on the Quality Change
of Tempeh, Catfish and Fried Chicken as the Effect of the Repetitive Used
Cooking Oil. Journal of Food Research. 3(1). DOI: 10.5539/jfr.v3n1p96
11. C. Waimaleongora-EK and Chen TC (1981) Effect of Shortening Color, Frying,
Temperature, and Coating Ingredients on Color of Fried Chicken Parts. 5363:
793 - 797.
12. Lane RH, Muir WM, and Mullins SG (1979) The Influence of Fryer
Temperature and Raw Weight on Fry Time of Deep-Fat Fried Chicken Thighs.
Journal Poultry Science.

Anda mungkin juga menyukai