Anda di halaman 1dari 3

Buletin Kaffah No.

214 - 08 Rabiul Awwal 1443 H/15 Oktober 2021 M

PESAN PENTING
MAULID NABI MUHAMMAD SAW.
Mayoritas umat Islam meyakini bahwa mengenang momentum Hari Kelahiran (Maulid) Nabi
Muhammad saw. sangatlah penting. Tidak lain agar kita mampu menjadikan beliau sebagai satu-
satunya sosok pegangan, model perilaku dan suri teladan (uswah) dalam semua aspek kehidupan.
Sungguh dalam diri Rasulullah saw. terdapat suri teladan dalam berkeluarga, bermasyarakat dan
bernegara.
Mengenang kelahiran Nabi saw. juga agar kita bisa merealisasikan teladan beliau dalam
menjalani hidup dan menata kehidupan. Dengan itu kita bisa sukses dunia dan akhirat. Semua
teladan itu bisa kita dapati pada diri Rasul saw. Allah SWT berfirman:
َ ‫ْوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َك‬
‫ان يَ ْر ُجو اللَّهَ َوالَْي ْو َم اآْل ِخ َر َوذَ َك َر اللَّهَ َكثِ ًريا‬ ِ َّ ِ ‫يِف‬
َ ‫لَ َق ْد َكا َن لَ ُك ْم َر ُسول الله أُس‬
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir serta banyak menyebut Allah (TQS
al-Ahzab [33]: 21).

Nabi saw. adalah orang yang paling keras mujâhadah-nya dalam beribadah. Padahal beliau
adalah sosok yang maksum (terbebas dari dosa) dan dijamin pasti masuk surga. Mujâhadah beliau
dalam beribadah itu agar beliau menjadi hamba yang bersyukur.
Beliau juga adalah pribadi yang paling mulia akhlaknya. Aisyah ra. menyebut akhlak
beliau adalah al-Quran. Aisyah ra. berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling mulia
akhlaknya. Tidak pernah berlaku keji. Tidak mengucapkan kata-kata kotor. Tidak berbuat gaduh
di pasar. Tidak pernah membalas dengan kejelekan serupa. Akan tetapi, beliau pemaaf dan
pengampun.” (HR Ahmad).
Beliau pun paling baik terhadap wanita. Beliau juga teladan terbaik dalam bertetangga,
bergaul, berteman, berkawan dan bermuamalah. Dalam semua itu kita diperintahkan untuk
menjadikan beliau sebagai teladan dan model panutan.
Kehadiran Rasulullah saw. dengan Islamnya di tengah-tengah umat manusia adalah untuk
mengatur seluruh aspek kehidupan mereka. Baik dalam lingkup akidah, ibadah, muamalah hingga
siyasah (politik). Jelas, Islam datang untuk mengatur kehidupan manusia, bukan untuk diatur oleh
manusia sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang sekular liberal.
Teladan Rasul saw. bukan hanya dalam aspek akidah, spiritual, moral dan sosial saja.
Tidak boleh keteladanan beliau hanya dibatasi pada aspek-aspek itu saja. Sebab jika demikian, hal
itu sama saja mengerdilkan sosok beliau. Beliau juga memberikan teladan kepemimpinan dalam
bernegara, berpolitik dalam dan luar negeri, menjalankan pemerintahan, menerapkan hukum dan
menyelesaikan persengketaan.
Teladan Rasul saw. dalam semua aspek itu harus kita contoh. Kita harus berusaha
merealisasikan keteladanan beliau di dalam menjalani hidup dan mengelola kehidupan. Hal itu
sebagaimana yang Allah SWT perintahkan kepada kita:
ُ ‫انت ُهوا َو َّات ُقوا اللَّهَ إِ َّن اللَّهَ َش ِد‬
ِ ‫يد الْعِ َق‬
‫اب‬ َ َ‫ول فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَ َها ُك ْم َع ْنهُ ف‬
ُ ‫الر ُس‬
َّ ‫َو َما آتَا ُك ُم‬
Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang dia larang atas kalian,
tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah amat keras hukuman-Nya (TQS
al-Hasyr [59]: 7).

Topik pembicaraan ayat ini memang berkenaan dengan harta ghanîmah dan fay’ (harta
rampasan perang). Namun demikian, makna ayat ini bersifat umum; meliputi segala yang Rasul
saw. berikan dan segala yang beliau larang, termasuk di dalamnya perkara fay’. (Az-
Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, 4/503).
Maka dari itu, kita harus totalitas menjadikan Rasulullah saw. sebagai panutan dan suri
teladan dalam segala aspek, baik dalam aspek individu, keluarga maupun negara; kecuali tentu saja
hal-hal yang menjadi kekhususan bagi beliau saja (khawâsh ar-Rasûl) sebagaimana diterangkan
oleh para ulama ushul.
Salah satu aspek teladan Rasul saw. yang saat ini penting untuk diaktualisasikan adalah
teladan kepemimpinan Rasul saw. Teladan kepemimpinan Rasul saw. itu, ketika diaktualisasikan
di tengah kehidupan, akan bisa menyelesaikan problem-problem yang mendera masyarakat modern
ini, sekaligus membawa pada kehidupan yang dipenuhi ketenteraman dan berkah. Bagi kita, kaum
Muslim, hal itu tentu kita yakini seiring dengan keyakinan kita terhadap Islam yang Rasul saw.
bawa kepada kita.
Rasulullah Muhammad saw. bukan hanya pemimpin spiritual (za’îm rûhi), tetapi juga
pemimpin politik (za’îm siyâsi). Dalam konteks saat ini, beliau dapat disebut sebagai pemimpin
negara (ra’îs ad-dawlah). Allah SWT berfirman:
‫اع بِِإ ْذ ِن اللَّ ِه‬ ِ ٍ ‫وما أَرس ْلنا ِم ْن رس‬
َ َ‫ول إِاَّل ليُط‬ َُ َ َ ْ ََ
Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk ditaati dengan izin Allah (TQS an-
Nisâ` [4]: 64).

Ayat ini menegaskan bahwa kehadiran Rasulullah saw. tidak sebatas penyampai risalah
semata. Beliau sekaligus juga pemimpin yang wajib ditaati setiap perintah dan larangannya. Hal
ini ditegaskan dalam ayat selanjutnya, bahwa di antara bukti kesempurnaan iman adalah
menjadikan Rasul saw. sebagai hakim dan menerima apapun keputusan beliau tanpa ada keberatan
sedikitpun. Sepeninggal Rasul saw., hal itu adalah dengan menjadikan syariah sebagai hukum
untuk memutuskan segala perkara (lihat: QS an-Nisâ` [4]: 65).
Rasul saw. juga memberikan teladan bagaimana menjalankan sistem pemerintahan Islam.
Beliau membangun struktur Negara. Beliau menunjuk dan mengangkat para penguasa baik
mu’awin, wali maupun ‘amil. Beliau menunjuk dan mengangkat para panglima dan komandan
pasukan. Beliau membentuk kepolisian dan mengangkat kepala polisinya. Beliau mengangkat
qâdhi (hakim) untuk berbagai wilayah. Beliau juga mengangkat para pegawai administratif yang
disebut kâtib untuk berbagai urusan. Semua itu merupakan penjelasan atas kewajiban menerapkan
hukum-hukum Islam.
Sebagai kepala negara di Madinah, Rasul saw. menerapkan syariah Islam secara
menyeluruh sejak awal Negara Islam berdiri. Hal itu tertuang nyata di dalam Shahîfah atau
Watsîqah al-Madînah (Piagam Madinah): “Jika kalian berselisih dalam suatu perkara, tempat
kembali (keputusan)-nya adalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kepada Muhammad saw…
Apapun yang terjadi di antara pihak-pihak yang menyepakati piagam ini, berupa suatu kasus atau
persengketaan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, tempat kembali (keputusan)-nya
adalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kepada Muhammad Rasulullah saw.” (Ibnu Hisyam, As-
Sîrah an-Nabawiyyah, I/503-504).
Dalam menerapkan syariah Islam itu, Rasul saw. sangat konsisten. Misalnya, beliau
menolak permintaan untuk meringankan hukuman terhadap wanita terpandang yang mencuri,
meski permintaan itu disampaikan oleh orang yang sangat dekat dengan beliau. Bahkan ketika itu
beliau bersabda, “Wahai manusia, sungguh orang-orang sebelum kalian itu binasa karena bila
yang melakukan pencurian itu orang terpandang, mereka biarkan. Namun, bila yang mencuri itu
kalangan rakyat jelata, mereka menerapkan hukuman atasnya. Demi Allah, kalau saja Fathimah
putri Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya.” (HR Muslim).
Rasul saw. juga menyatukan dan melebur masyarakat yang beliau pimpin menjadi satu
kesatuan umat dengan ikatan yang kokoh, yakni ikatan akidah Islam. Beliau sekaligus
melenyapkan ikatan-ikatan ‘ashabiyyah jâhiliyah, seperti ikatan kesukuan dan kebangsaan. KH
Hasyim Asy’ari rahimahulLâh melukiskan, “Lalu hilanglah perbedaan-perbedaan kebangsaan,
kesukuan, bahasa, mazhab dan nasionalisme yang selama ini menjadi penyebab permusuhan,
kebencian dan kezaliman. Masyarakat pun–atas nikmat Allah–berubah menjadi bersaudara.
Jadilah orang Arab, orang Persia, orang Romawi, orang India, orang Turki, orang Eropa dan
orang Indonesia semuanya berperan saling menopang satu sama lain sebagai saudara yang
saling mencintai karena Allah. Tujuan mereka semua hanya satu, yaitu menjadikan kalimat Allah
menjadi unggul dan kalimat setan menjadi hina. Mereka mengabdi demi Islam dengan ikhlas.
Semoga Allah mengganjar mereka dengan sebaik-baik balasan. Inilah Salman al-Farisi, Shuhaib
ar-Rumi, Bilal al-Habasyi, dan yang lainnya. Mereka adalah di antara yang beriman kepada
Allah dengan ikhlas, memperjuangkan dan menolong Islam dengan segala kekuatan yang mereka
miliki, memprioritaskan kepentingan Islam di atas kepentingan bangsa dan kaum mereka. Ini
karena mereka memandang bahwa ketaatan kepada Allah adalah di atas segalanya dan bahwa
kebaikan atas kemanusiaan ada pada pengabdian mereka pada Islam.” (KH Hasyim Asy’ari,
Irsyâd al-Mu`minîn ilâ Sîrah Sayyid al-Mursalîn, hlm 44).
Rasul saw. juga memimpin umat untuk menjalankan misi agung menyebarkan Islam ke
seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Islam dan penerapannya secara totalitas akhirnya
merambah ke berbagai negeri menebarkan rahmat di setiap jengkalnya.
Ketika Rasul saw. wafat pada 12 Rabiul Awwal 11 H, kepemimpinan beliau itu dilanjutkan
oleh para sahabat dalam sistem Khilafah selama era Khulafaur Rasyidin. Kepemimpinan itu
merupakan sunnah Khulafaur Rasyidin yang juga Rasul saw. perintahkan untuk kita pegangi.
Alhasil, semua keteladanan Nabi saw. itu harus diteladani secara totalitas, termasuk
keteladanan dalam kepemimpinan. Meneladani kepemimpinan Nabi saw. bukan hanya meneladani
beliau sebagai sosok pemimpin, tetapi juga meneladani dan merealisasikan sistem yang beliau
gariskan dan contohkan, yaitu sistem Islam, melalui penerapan syariah Islam secara menyeluruh.
Termasuk syariah Islam tentang Khilafah. []

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

»…‫َّو ِاج ِذ‬ ِ ِ ‫الر ِاش ِدين الْمه‬


ُّ ‫ْديِّنْي َ َفتَ َم َّس ُك ْوا هِبَا َو َع‬ ِ ِ ِ
َ ‫ض ْوا َعلَْي َها بالن‬ َ َ ْ َّ ‫«… َف َعلَْي ُك ْم ب ُسنَّيِت َو ُسنَّة اخْلُلَ َفاء‬
“…Oleh karena itu kalian wajib berpegang pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang
mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah pada sunnah itu dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi
geraham….”
(HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi). []

Anda mungkin juga menyukai