Oleh Heryantoro, pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan RI*
Audit secara khusus terhadap aset pemerintah (BMN) memang jarang dilakukan, meskipun ini
juga bagian dari audit laporan keuangan (LKPP) namun dampak yang ditimbulkan sangat luar
biasa. Mulai dari kewajaran nilai perolehan aset tersebut terhadap Rencana Anggaran Biaya
(RAB), pemanfaatan aset secara tepat, potensi penerimaan PNBP, juga untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi. Target yang dicapai untuk saat ini yaitu tertib administrasi pencatatan,
tertib secara hukum, tertib fisik (penguasaan), sebaiknya harus lebih dioptimalkan lagi.
Ada nilai wajar, ada juga nilai pasar wajar yang didefinisikan “Harga di mana suatu item dapat
dijual oleh penjual dan pembeli bersedia, baik yang berada di bawah tekanan apapun untuk
membeli atau menjual Selanjutnya, itu diasumsikan bahwa kedua belah pihak berurusan rasional,
memiliki pengetahuan dari fakta-fakta yang relevan, dan tidak terkait”.2 Namun secara garis besar
bahwa nilai wajar dan nilai pasar wajar mengacu pada suatu kondisi yang normal, yang mana
penjual dan pembeli punya informasi yang cukup, tidak di bawah tekanan, punya waktu yang
cukup untuk masa penawarannya.
Nilai perolehan aset BMN adalah harga pembelian atau seluruh biaya yang dikeluarkan sampai
aset siap untuk digunakan. Sementara itu ada nilai perolehan, ada juga nilai buku yaitu nilai aset
yang tercatat di LKPP setelah dikurangi dengan penyusutan. Nilai buku bisa berubah karena
penyusutan atau adanya perubahan nilai (revaluasi), sehingga nilai buku tidak harus identik atau
sama dengan nilai peolehan. Perlu dipahami bahwa nilai buku dan nilai perolehan tidak sama,
meskipun kadangkala nilai buku dan nilai perolehan angkanya sama di dalam LKPP.
Pada audit nilai perolehan aset ini akan diuji kewajaran nilainya, sehingga nilai pasar wajar aset
BMN seharusnya mendekati Rencana Anggaran dan Biaya (RAB). Meskipun hal ini akan
menimbulkan potensi terjadinya masalah, namun akan diperoleh penyajian aset yang
menggambarkan nilai paling wajar. Audit nilai perolehan aset BMN ini juga salah satu alat kontrol
1
http://kamusbisnis.com/arti/nilai-wajar/
2
http://id.termwiki.com/ID/fair_market_value
pemerintah terhadap pertanggungjawaban keuangan negara. Ini sekaligus akan mengurangi
kebocoran keuangan negara dari sektor pengadaan barang dan jasa.
Jadi pemanfaat aset BMN tidak sekedar pencatatan dan tertib administrasi saja, namun lebih jauh
dari itu bisa dmanfaatkan secara optimal. Rencana pembentukan BLU Aset oleh Kementerian
Keuangan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk dapat mengelola aset BMN secara lebih
profesional dan bermanfaat. Jangkauan peran yang akan diemban harus jauh melampui apa yang
sudah dilakukan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara saat ini.
Hal yang terpenting dari manajemen pemanfaatan aset ini adalah pada kebijakan dan action untuk
melakukan eksekusi pengoptimalan aset bukan pada sisi administrasi saja, suatu misal keputusan
bahwa aset telah idle atau suatu aset belum optimal untuk dimanfaatkan. Peran database aset
dalam pemanfaatan dan pengelolaan aset ini sangat penting untuk pengambilan keputusan.
Database aset BMN adalah datebase permanen yang harus dikelola dan dimanfaatkan dalam
mengambil keputusan untuk pengelolaan yang akan dilakukan.
Selain itu juga masih banyak aset BMN pengelolaannya belum maksimal, sehingga nilai sewanya
tidak sesuai dengan nilai sewa wajar. Bahkan ada uang sewa dari aset BMN yang tidak
sepenuhnya diserahkan ke kas negara. Jika dilakukan audit hal potensi penerimaan PNBP-nya
maka akan diketahui berapa jumlah uang yang bisa menjadi pemasukan ke negara. Bahkan jika
perlu aset BMN yang lokasinya sangat strategis misalnya di kawasan distrik Sudirman Jakarta
Pusat lebih tepat jika disewakan ke pihak swasta, sementara K/L yang bersangkutan bisa
dipindahkan ke tempat lain, hal ini jauh lebih menguntungkan dilihat dari potensi penerimaan
negara.
Rencana pemerintah akan mendirikan BLU aset yang salah satu tugasnya mengoptimalkan
penerimaan PNBP dari pengelolaan aset. Peran ini perlu dipertajam karena aset BMN khususnya
tanah dan bangunan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sehingga sangat rugi jika aset
ekonomis tersebut hanya sebagai benda yang tercatat yang sama sekali tidak memberikan
kontribusi apapun bagi negara. Untuk mengetahui data aset BMN idle juga tidak mudah karena
secara de facto suatu aset mungkin saja idle, tetapi secara de jure aset tersebut ternyata masih
dibutuhkan oleh suatu K/L.
Demikian juga penyediaan sarana yang lain seperti terminal, pasar, rumah susun, dapat ikut serta
mensejahterakan masyarakat dan memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih baik bagi penduduk.
Meskipun bukan faktor yang utama namun faktor pendukung sarana dan prasarana ini bisa
merangsang masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonominya. Dalam hal ini perlu dilakukan
audit seberapa besar dampak pemanfaatan aset BMN ini untuk pertumbuhan ekonomi.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan merupakan sikap instansi dimana
penulis bekerja.