Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH KLIMATOLOGI

PANCARAN SURYA DAN INSOLASI

NAMA : FAISAL MANDALAY PUTRA

KELAS : C KEHUTANAN

STAMBUK : M1A120093

JURUSAN : FHIL

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................5
1.3 Tujuan dan Manfaat.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
2.1 Pengenalan Tentang Radiasi Surya......................................................................................6
2.2 Neraca Radiasi.....................................................................................................................9
2.3 Ekosistem Hutan................................................................................................................11
2.4 Hubungan Ekosistem Hutan dengan Neraca Radiasi.........................................................12
2.5. Radiasi Matahari.......................................................................................................................16
2.6 Distribusi Radiasi Matahari.......................................................................................................17
2.7. Bumi.........................................................................................................................................19
2.7.1 Pengaruh Revolusi Bumi....................................................................................................20
2.7.2 Pengaruh Rotasi Bumi........................................................................................................21
2.7.3 Pengaruh Posisi Modul Surya (Photovoltaic) Terhadap Pergerakan Arah Matahari...........21
2.7.4 Pengaruh Pola Lintasan Matahari Terhadap Intensitas Radiasinya.....................................23
2.8. Photovoltaic (PV).....................................................................................................................23
2.8.1. Prinsip Kerja Dari Modul Surya (Photovoltaic).................................................................25
2.8.2 Perancangan dan Pendayagunaan Sel Surya Silikon Crystalline.........................................28
2.8.3 Jenis Solar Cell...................................................................................................................29
2.8.4 Sifat-sifat Elektrik pada Photovoltaic.................................................................................31
2.8.5 Karakteristik Dari photovoltaic...........................................................................................36
2.9 Efek Perubahan Intensitas Cahaya Matahari..............................................................................37
2.10 Efek Perubahan Temperatur Pada photovoltaic.......................................................................37
2.11 Karakteristik Tegangan-Arus Pada photovoltaic......................................................................38
2.12 Daya Dan Efisiensi Pada Photovoltaic.....................................................................................38
2.13 Lensa Fresnel...........................................................................................................................40
2.14 Sejarah Singkat Mesin Stirling................................................................................................43
2.15 Laju Penurunan Temperatur Fluida.........................................................................................50
III. PENUTUP....................................................................................................................................51
Kesimpulan......................................................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................52
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Saya sadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
kekurangan , dimulai dari penyusunannya yang belum rapi dan masih banyak kekurangan-
kekurangan lainya, tapi ini bagi kami merupkan bahan pembelajaran untuk kami dalam
membuat-makalah-makalah selanjutnya.dan kami sangat menghargai dan mengharapkan
saran dan kritik dari teman-teman. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
menambah pengetahuan kita semua.
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebenarnyna radiasi matahari merupakan unsur yang sangat penting dalam bidang
kehutanan. Pertama, cahaya merupakan sumber energi bagi tanaman hijau yang memalui
proses fotosintesa diubah menjadi tenaga kimia. Kedua, radiasi memegang peranan penting
sebagai sumber energi dalam proses evaporasi yang menentukan kebutuhan air tanaman.

Intensitas radiasi matahari akan berkurang oleh penyerapan dan pemantulan oleh
atmosfer saat sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi
dengan panjang gelombang pendek (ultraviolet) sedangkan karbondioksida dan uap air
menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (infra merah).
Selain pengurangan radiasi bumi langsung (sorotan) oleh penyerapan tersebut, masih ada
radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu, dan uap air dalam atmosfer.

Energi surya adalah energi yang dapat dengan mengubah energi panas surya (matahari)
melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi
salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap, angin, biogas, batubara, dan minyak bumi.
Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C.
Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun
sampai pada tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan.

Pada tahun 1946 dilakukan perekaman spektrum radiasi matahari untuk yang pertama
kali dari ketinggian di atas lapisan ozon. Pada tahun 1949 perekaman dilanjutkan untuk
daerah panjang gelombang yang lebih pendek dari ketinggian 100 km. dari eksperimen-
eksperimen tersebut diperoleh bahwa untuk daerah panjang gelombang di atas 2900
Angstrom suhu radiasi matahari antara 5500 sampai 6000 oK. Untuk daerah panjang
gelombang hingga mencapai sekitar 5000oK.

Daerah yang menjadi lokasi reaksi nuklir kuat yang menghasilkan keluaran energi
maha besar adalah matahari. Di tengahnya berada suatu daerah yang disebut zona radiasi, di
mana energi ditransfer oleh radiasi dibanding oleh pemindahan gas/panas. Istilah bagian
dalam matahari sering digunakan untuk meliputi keduanya zona pemindahan gas/panas dan
radiasi.

Penyinaran atau isolasi adalah penerimaan energi matahari oleh permukaan bumi,
bentuknya adalah sinar-sinar bergelombang pendek yang menerobos atmosfer. Sebelum
mencapai permukaan bumi sebagian hilang karena absorbsi. Adapun yang berhasil sampai ke
bumi kemudian dilepaskan pula melalui refleksi; ini terutama terjadi di kedua daerah kutub
bumi dan di dataran-dataran salju serta perairan.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud radiasi surya?


2. Seperti apa neraca radiasi itu?
3. Seperti apa ekosistem hutan?
4. Hubungan apa yang terkait pada ekosistem hutan dengan neraca radiasi?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang radiasi surya, mengetahui tentang neraca
radiasi, dan mengetahui hubungan ekosistem hutan yang terkait dengan neraca radiasi.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengenalan Tentang Radiasi Surya

Pada prinsipnya unsur-unsur iklim seperti suhu udara dan curah hujan dikendalikan
oleh keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Rata-rata jumlah radiasi yang diterima
bumi seimbang dengan jumlah yang dipancarkan kembali ke atmosfer setelah digunakan
untuk menguapkan air, memanaskan udara dan memanaskan permukaan tanah.
Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh keberadaan gas-gas karbon dioksida
(CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O).

Gas-gas tersebut memiliki kemampuan menyerap radiasi balik atau radiasi gelombang
panjang dari permukaan bumi, sehingga suhu atmosfer atau udara bumi meningkat. Karena
kondisi ini sama dengan kondisi di dalam rumah kaca maka gas-gas tersebut disebut gas
rumah kaca (GRK) dan akibat yang ditimbulkan disebut efek rumah kaca. Tanpa GRK yang
memiliki waktu tinggal (life time) yang panjang, suhu bumi diperkirakan mencapai 34 oC
lebih dingin dari yang kita alami sekarang.

Masalahnya adalah bahwa konsentrasi GRK saat ini sudah mencapai tingkat yang
membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh adanya
peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer sebagai akibat kegiatan manusia (anthropogenic)
dalam hal konsumsi bahan bakar fosil (BBF) sejak revolusi industri pada pertengahan tahun
1880an dan aligguna lahan. Walaupun pada dekade terakhir ini emisi CH4 mengalami
penurunan hingga 22 juta Mg th-1 dari 37 juta Mg th-1 pada dekade terdahulu, dan emisi
N2O juga menurun sedikit dari 3,9 menjadi 3,8 juta Mg th-1, tetapi emisi CO2 meningkat
lebih dari dua kali lipat dari 1400 juta Mg th-1 menjadi 2900 juta Mg th-1 dalam dekade yang
sama.

Radiasi Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang
terjadi di Matahari. Energi radiasi Matahari berbentuk sinar dan gelombang elektromagnetik.
Spektrum radiasi Matahari sendiri terdiri dari dua yaitu, sinar bergelombang pendek dan sinar
bergelombang panjang. Sinar yang termasuk gelombang pendek adalah sinar x, sinar gamma,
sinar ultra violet, sedangkan sinar gelombang panjang adalah sinar infra merah.

Jumlah total radiasi yang diterima di permukaan bumi tergantung 4 (empat) faktor,
yaitu:

1. Jarak Matahari

Setiap perubahan jarak bumi dan Matahari menimbulkan variasi terhadap penerimaan
energi Matahari.

2. Intensitas radiasi

Matahari yaitu besar kecilnya sudut datang sinar Matahari pada permukaan bumi.
Jumlah yang diterima berbanding lurus dengan sudut besarnya sudut datang. Sinar dengan
sudut datang yang miring kurang memberikan energi pada permukaan bumi disebabkan
karena energinya tersebar pada permukaan yang luas dan juga karena sinar tersebut harus
menempuh lapisan atmosphir yang lebih jauh ketimbang jika sinar dengan sudut datang yang
tegak lurus.

3. Panjang hari (sun duration), yaitu jarak dan lamanya antara Matahari terbit
dan Matahari terbenam.

4. Pengaruh atmosfer

Sinar yang melalui atmosfer sebagian akan diadsorbsi oleh gas-gas, debu dan uap air,
dipantulkan kembali, dipancarkan dan sisanya diteruskan ke permukaan bumi.selain itu,
radiasi matahari bisa menangkal black hole yang bisa memerangkap cahaya.

Radiasi juga merupakan suatu istilah yang berlaku untuk banyak proses yang
melibatkan pindahan tenaga oleh gejala gelombang elektromagnetik. Gaya radiatif
pemindahan kalor dalam dua pengakuan penting dari yang memimpin dan konvektif gaya (1)
tidak ada medium diperlukan dan (2) pindahan tenaga adalah sebanding kepada kuasa ke lima
atau keempat dari temperatur menyangkut badan melibatkan (Pitts and Sissom, 2001).

Ketika kita menyebut iklim dan cuaca sebagian besar ditentukan oleh rejim embun dan
temperatur. Sehingga untuk memahami bagaimana rejim ini dibagi-bagikan di atas muka
bumi diperlukan untuk menguji anggaran embun dan panas di bawah yang mana sistem
atmosfer bumi harus beroperasi (Petterssen, 1997). Hukum penyinaran dasar menekankan
bahwa ketika mempertimbangkan radiasi dalam sistem iklim adalah menguntungkan untuk
menggunakan dua rejim radiasi yang beda: radiasi gelombang pendek (matahari) yang
dipancarkan oleh bumi dan atmosfernya.

Penyinaran yang berasal dari sumber yang ada diluar tubuh dan tidak melekat kita sebut
sebagai penyinaran-luar. Apabila sumber penyinaran ada di dalam tubuh, tersebar dalam
jaringan, penyinaran kita sebut sebagai penyinaran-dalam. Dengan demikian teknik proteksi
radiasi juga akan kita bagi menjadi dua, yaitu teknik proteksi radiasi penyinaran-luar dan
teknik proteksi radiasi penyinaran-dalam. (Wiryosimin, 1998).

Ada tiga macam cara radiasi matahari/surya sampai ke permukaan bumi yaitu:

a. Radiasi langsung (Bearn/Direct Radiation)

Adalah radiasi yang mencapai bumi tanpa perubahan arah atau radiasi yang diterima
oleh bumi dalam arah sejajar sinar datang.

b. Radiasi hambur (Diffuse Radiation)

Adalah radiasi yang mengalami perubahan akibat pemantulan dan penghamburan.

c. Radiasi total (Global Radiation)

Adalah penjumlahan radiasi langsung dan radiasi hambur. (wikipedia, 2011).


Cahaya difusi semakin penting bilamana cahaya matahari berkurang baik oleh
penghalang yang nyata (awan, daun, dan lain-lain) atau oleh karena penghamburan partikel-
partikel atau molekul-molekul di atmosfer. Penghamburan cahaya dipengaruhi oleh kerapatan
partikel-partikel tersebut, dan juuga oleh panjang celah cahaya matahari langsung yang
melalui atmosfer, keduanya meningkatkan kemungkinan terjadinya penghamburan. Partikel-
partikel seperti partikel debu dan asap, dan molekul-molekul seperti uap air, menyebabkan
penghamburan yang berbanding terbalik dengan panjang gelombang;fungsi tenaga dari
hubungan ini tergantung pada ukuran partikel, tetapi pengaruh netonya mengurangi
kandungan cahaya difusi (Fitter dan Hay, 1991).

Distribusi radiasi surya yang tidak merata di muka bumi adalah penyebab utama
timbulnya cuaca dan iklim. Tidak saja distribusi energi surya itu yang mengandalkan iklim,
tetapi energi surya itu sendiri merupakan suatu unsur vital iklim. Energi itu secara langsung
bertanggung jawab atas berlangsungnya proses fotosintesis; periode siang dan malam yang
panjangnya bervariasi mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman. Energi
surya juga penting pengaruhnya dalam evapotranspirasi (pelepasan air) dan terhadap jumlah
kebutuhan tanaman akan air (Trewartha dan Horn, 1999).

Permukaan yang bersifat seperti benda hitam tidak akan memantulkan cahaya radiasi
yang diterimanya, oleh karena itu kita sebut sebagai penyerap paling baik atau permukaan
hitam. Jadi permukaan yang tidak memantulkan radiasi akan akan terlihat hitam oleh kita
karena tidak ada sinar radiasi yang dipantulkan mengenai mata kita (Koestoer, 2003).

Pengaruh sinar matahari terhadap tanah dan tanaman menurut Kartasapoetra (1988)
adalah:

· Terhadap tanah: menaikkan suhu permukaan dan mendorong terjadinya penguapan-


penguapan
· Terhadap tanaman: mengatur fotosintesis dan mendorong terjadinya penguapan-
penguapan.

Alat ukur radiasi memegang peranan yang sangat penting dalam setiap kegiatan yang
memanfaatkan radiasi. Dengan alat ini setiap pekerja dapat mengetahui tingkat radiasi di
tempat kerja dan dapat mengambil tindakan yang paling tepat untuk menghindari terjadinya
penerimaan dosis yang berlebihan. Meskipun dalam setiap pengukuran radiasi hanya
mengandalkan pada hasil pembacaan alat, namun sebagai pekerja radiasi tidak boleh begitu
saja percaya terhadap informasi hasil pengukuran yang diberikan oleh alat ukur (Akhadi,
1997).

2.2 Neraca Radiasi

Kembali ke atmosfer dalam bentuk radiasi gelombang pendek maupun gelombang


panjang. Jumlah radiasi netto yang diterima/diserap oleh permukaan kemudian digunakan
sebagai energi untuk memindahkan panas dari permukaan ke dalam tanah (soil heat flux) (G),
energi untuk memindahkan panas dari permukaan ke udara (sensible heat flux) (H), energi
untuk evapotranspirasi (LE), dan sisanya digunakan untuk metabolisme mahluk hidup. Hal
inilah yang sering disebut sebagai konsep neraca energi permukaan.

Terkait dengan kekeringan, konsep neraca energi sering digunakan untuk identifikasi
kekeringan suatu wilayah dengan menggunakan indek bowen ratio maupun evaporative
fraction (EF). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi neraca energi di beberapa
penggunaan lahan, sehingga dapat diketahui di penggunaan lahan mana yang memiliki
potensi kekeringan lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data LANDSAT TM bulan September tahun 2002.
Metode yang digunakan adalah menurunkan parameter-parameter yang digunakan dalam
perhitungan neraca energi seperti suhu permukaan dan albedo permukaan dengan data
LANDSAT TM, sedang unsur-unsur lainnya seperti suhu udara dan radiasi surya digunakan
pendugaan. Ekstraksi komponen neraca energi, bowen ratio, dan evaporative fraction di
beberapa penggunaan lahan juga dilakukan dan kemudian dibuat analisa boxplot dan uji beda
nilai tengah untuk melihat perbedaan setiap komponen di beberapa penggunaan lahan. Dalam
penelitian ini dihasilkan model pendugaan suhu udara dengan data satelit, konstanta tahanan
aerodinamik untuk penggunaan lahan dengan dominasi air, vegetasi, dan tanah, perbedaan
setiap komponen neraca energi, bowen ratio, dan evaporative fraction di beberapa
penggunaan lahan.

Nilai energi untuk memindahkan panas dari permukaan ke udara (sensible heat flux)(H)
di perkotaan dan industri memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan
lainnya. Hal ini menggungkapkan bahwa energi panas terasa di wilayah tersebut lebih tinggi
dan menyebabkan suhu udara akan tinggi, sehingga tingkat kenyamanan akan rendah.
Berdasarkan bowen ratio dan evaporative fraction di penggunaan lahan perkotaan, sawah fase
bera, dan industri memiliki potensi kekeringan lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penggunaan lahan lainnya.

Neraca radiasi secara global dibagi 2, yaitu:

1. Radiasi gelombang pendek (Neraca Radiasi Matahari)

Neraca Radiasi Matahari: 100% (insolasi: incoming solar radiation) hanya 46% yang
sampai secara langsung ke permukaan bumi, 6% dipantulkan permukaan, 19% diserap udara
(uap air, debu dan ozon), 4% diserap awan, 17% dipantulkan awan dan 8% dipantulkan oleh
udara (bagian kiri gambar)

2. Radiasi gelombang panjang (Neraca Radiasi Bumi)

Neraca Radiasi Bumi, bumi memancarkan radiasi dalam bentuk gelombang panjang
115% radiasi yang keluar dari bumi (outgoing radiation) diserap 106% oleh awan, uap air,
CO2 dan O3 dan dikembalikan ke bumi 100%, hilang ke angkasa 9% secara langsung, emisi
dari uap air, CO2 dan O3 sebesar 40%, emisi dari awan 20%.
Dari penjelasan neraca radiasi MTH DAN BUMI, permukaan mengalami surplus
sebanyak 31% dari energi radiasi (+46–115+100) sedangkan atmosfer defisit sebesar 31%
(+23+106-100-60). Bumi mentransfer surplus 31% energi radiasi ke atmosfer dalam dua
bentuk:

1. Panas terasa (sensible heat) sebesar 7%

2. Panas tersembunyi (latent heat) sebesar 24%

Sumber energi utama untuk semua proses fisik di permukaan adalah radiasi matahari.
Neraca radiasi tidak lain adalah pernyataan dari hukum kekekalan energi. Dalam hal ini
radiasi neto, tidak lain adalah merupakan energi yang tersedia untuk semua proses-proses
fisik yang berlangsung di permukaan. Proses-proses itu adalah: pemanasan udara, penguapan
air, pemanasan permukaan (tanah), dan pemanfaatan energi oleh organisme melalui proses
fisiologis.

Fenomena penyusutan radiasi sinar matahari, atau lebih dikenal dengan sebut Global
Dimming, telah menjadi perbincangan hangat kalangan ilmuwan dunia dewasa ini, akibat
dampaknya yang sangat luas terhadap perubahan iklim global. Ratusan alat ukur radiometer
yang dipasang di benua Antartika (kutub selatan) dan Artika (kutub utara) mencatat
penurunan intensitas radiasi matahari yang diterima bumi sebesar 10% dari akhir tahun 1950
sampai dengan awal 1990, atau sekitar 2 – 3% untuk setiap dekade. Bahkan untuk beberapa
wilayah Asia, Amerika Serikat dan Eropa, dimana industri berkembang sangat pesat, terjadi
penurunan dalam jumlah yang lebih besar, seperti halnya Hongkong: 37%. (The New York
Time, 13 Mei, 2004).

Fenomena ini telah menjadi perhatian publik dunia, meskipun pada awalnya tidak ada
peneliti yang percaya akan hal tersebut, ketika pertama kali dilaporkan Atsumu Ohmura dari
Institut Teknologi Federal Swiss pada tahun 1985 (Science: 15 November 2002, 298, 1410-
1411; The Guardian, 18 Desember 2003).

Berbeda dengan isu pemanasan global (global warming) yang telah diketahui
penyebabnya, yaitu meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO2) di atmosfer sebagai
akibat tingginya konsumsi bahan bakar minyak, batubara dan gas alam lainnya yang menahan
radiasi matahari dan menyebabkan pemanasan temperatur bumi, maka fenomena global
dimming masih dalam tahap awal studi dan belum banyak dipahami para ahli.

Teori yang berkembang menjelaskan sinar matahari dapat membawa jelaga partikel
(dalam bentuk aerosol dan sejenisnya) kembali ke angkasa. Polusi yang terjadi di atmosfer
menyebabkan peningkatan proses kondensasi pada tetes air (droplet) di udara, menjadi awan
tebal yang lebih gelap dan dapat menahan serta mengurangi intensitas transmisi sinar
matahari (dimming)mencapai permukaan bumi.

Hasil penelitian melihat pengaruh awan terhadap keseimbangan neraca energi global
menunjukkan terjadi peningkatan albedo (perbedaan radiasi matahari yang dipantulkan dan
yang diterima bumi) dari 15% menjadi 30%. Kuantitas yang sama dengan energi hilang
sebesar 50 W/m2. Awan mengurangi emisi sinar infra merah sebesar 30 W/m2, sehingga
pengaruh awan dalam sistem neraca keseimbangan global telah menyebabkan kehilangan
energi sebesar 20 W/m2. Bandingkan kuantitas tersebut dengan pengaruh efek rumah kaca
(green house effect) yang memicu pemanasan global sebesar 4 W/m2, meskipun diberikan
penambahan kandungan CO2 di atmosfer dua kali lebih besar dari kondisi saat ini
(Intergovernmental Panel on Climate Change, 2001).

Neraca Energi pada Permukaan Bumi Neraca energi pada suatu permukaan bumi ; Qn =
Qs + Ql - Qs’ – Ql’ Qn : radiasi neto (Wm-2) Qs dan Qs; : radiasi matahari yang datang dan
ke luar (Wm-2) Ql dan Ql’ : radiasi gelombang panjang yang datang dan ke luar n(Wm-2).
Albedo merupakan nisbah antara radiasi gelombang pendek (radiasi matahari) yang
dipantulkan dengan yang datang pada suatu permukaan.

Neraca Energi nQn = H + λ E + G + P Malam hari; Radiasi matahari (Qs) = 0, Radiasi


neto (Qn) < n0. Qn < 0 maka akan terjadi pendinginan (- H dan n– G) Siang hari; Qs > Ql
dan Qn > n0 Qn > 0 digunakan untuk (1) memanaskan udara (+H), (2) penguapan (λ E ),
pemanasan lautan/tanah (+G) dan < 5% untuk fotosintesis.

2.3 Ekosistem Hutan

Ekosistem adalah suatu sistem di alam yang mengandung komponen hayati


(organisme} dan komponen non-hayati (abiotik), dimana antara kedua komponen tersebut
terjadi hubungan timbal balik untuk mempertukarkan zat-zat yang perlu untuk
mempertahankan kehidupan.

Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan


mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Didalam suatu
hutan, hubungan antara tumbuh-tumbuhan, margasatwa, dan alam lingkungannya
demikianeratnya, sehingga hutan dipandang sebagaisuatu sistem ekologi atau ekosistem.
Ekologi Hutan adalah cabang ekologi yang khusus mempelajari masyarakat atau ekosistem
hutan, keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi, struktur dan produktivitas hutan.

Ekologi adalah kajian mengenai interaksi timbal-balik jasad individu, di antara dan di
dalam populasi spesies yang sama, atau di antara komunitas populasi yag berbeda-beda dan
berbagai faktor non hidup (abiotik) yang banyak jumlahnya yang merupakan lingkungan
yang efektif tempat hidup jasad, populasi atau komunitas itu. Lingkungan efektif itu
mencakup kesemberautan pada interaksi antara jasad hidup itu sendiri. Kaji ekologi itu
memungkinkan kita memahami komunitas itu secara keseluruhan. Guna memastikan
kenyataan ini, perlu kiranya diadakan berbagai percobaan di lapangan, di laboratorium atau di
kedua lingkungan itu sekaligus (Ewusie, 1990).

Dalam ekologi hutan baik pengetahuan autekologi maupun sinekologi bersama-sama


diperlukan, karena kita memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat berbagai jenis pohon
yang membentuk hutan dan pengetahuan tentang hutan sebagai suatu ekosistem.
Makhluk hidup dalam perkembangan dan pertumbuhannya tidak dapat hidup sendiri,
selalu memerlukan makhluk lainnya dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Antara
makhluk yang satu dengan makhluk yang lain selalu berhubungan dan mengadakan kontak
yang saling menguntungkan. Tetapi ada juga sebagian kecil mahkluk hidup yang selalu
merugikan makhluk lain, biasanya makhluk ini disebut dengan parasit.

Adapun ekologi sendiri mencakup suatu keterkaitan antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling mempengaruhi, sepeti tumbuhan dan sinar matahari, tanah dengan air,
yang pada umumnya dikatakan sebagai hukum alam yang berimbang dan biasa disebut
ekosisitem. Komponen-komponen dalam ekosistem telah dikelolah oleh alam dan mereka
saling berinteraksi. Ada komponen yang bersifat netral, bekerjasama, menyesuaikan diri,
bertentangan bahkan saling menguasai. Akan tetapi pada akhirnya antara kekuatan-kekuatan
tersebut terjadi keseimbangan (Arief, 1994).

Satu ciri mendasar pada ekosistem adalah bahwa ekosistem itu bukahlah suatu sistem
yang tertutup, tetapi terbuka dan daripadanya energi dan zat terus-menerus keluar dan
digantikan agar sistem itu terus berjalan. Sejauh yang berkenaan dengan struktur, ekosistem
secara khas mempunyai tiga komponen biologi, yaitu; produsen (jasad autotrof) atau
tumbuhan hijau yang mampu menambat energi cahaya; hewan (jasad heterotrof) atau
kosumen makro yang menggunakan bahan organik; dan pengurai, yang terdiri dari jasad
renik yang menguraikan bahan organik dan membebaskan zat hara terlarut (Ewusie, 1990).

*Disarikan dari Laporan Praktikum Ekologi Hutan

Perubahan ekosistem ada yang sifatnya lokal, regional maupun global. Bila bio-
indikator dan bio-monitoring menunjukan perubahan ekosistem secara global, para ahli
secara lintas disiplin bisa saling memperingatkan adanya ancaman bahaya. Setelah itu bisa
dirundingkan langkah-langkah pencegahannya. Bahkan rekomendasi para pakar, bisa
dijadikan acuan bagi tindakan internasional. Kini semakin disadari, perubahan lingkungan
sekecil apapun, pasti menimbulkan dampak terhadap makhluk hidup di habitat tsb. Berbagai
parameter atau faktor penyebab perubahan dapat dilacak, dengan memperhatikan bio-
indikator lokal maupun global. Akan tetapi walaupun alam sudah memberikan peringatan,
seringkali manusia tidak memperdulikannya. Sebab seringkali perubahan yang merugikan,
adalah produk sampingan dari aktifitas manusia juga.

2.4 Hubungan Ekosistem Hutan dengan Neraca Radiasi

Hutan merupakan sumber daya alam yang merupakan suatu ekosistem, di dalam
ekosisitem ini, terjadi hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungannya.
Lingkungan tempat tumbuh dari tumbuhan merupakan suatu sistem yang kompleks, dimana
berbagai faktor saling beinteraksi dan saling berpengaruh terhadap masyarakat tumbuh-
tumbuhan. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu respon tumbuhan terhadap
faktor lingkungan dimana tumbuhan tersebut akan memberikan respon menurut batas
toleransi yang dimilikinya terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut (Indriyanto, 2006).
Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominansi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan. Hutan merupakan penyanggah ekosistem di muka bumi ini, hal ini sangat
erat kaitannya dengan Pemanasan global yang sedang menjadi isu sentral di wacana
lingkungan dunia. Kurangnya hutan menyebabkan peningkatan suhu permukaan beberapa
derajat per tahun sebagai dampak naiknya permukaan air laut beberapa centimeter. Kenaikan
ini dipicu oleh mencairnya es di kutub utara dan selatan, yang diakibatkan oleh pemanasan
global.

Perubahan iklim global pada dekade terakhir ini terjadi karena terganggunya
keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah
kaca (GRK), terutama karbondioksida (CO2). Indonesia sebagai negara penyumbang CO
terbesar ketiga di dunia dengan emisi CO rata-rata per tahun 3000 Mt atau berarti telah
menyumbangkan sekitar 10% dari total emisi CO di dunia (Seputar Indonesia, 24 Maret
2007). Meningkatnya konsentrasi CO disebabkan oleh pengelolaan lahan yang kurang tepat,
antara lain pembakaran hutan dalam skala luas secara bersamaan dan pengeringan lahan
gambut untuk pembukaan lahan-lahan(Hairiah dan Rahayu, 2007). Pemanasan global adalah
salah satu isu lingkungan penting yang saat ini menjadi perhatian berbagai pihak. Akibat
yang ditimbulkan pemanasan global antara lain meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer,
laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh kegiatan industri dan semakin berkurangnya
penutupan lahan khususnya hutan akibat laju degradasi akhir-akhir ini.

Poerwowidodo (1990) mengatakan bahwa Hutan Tanaman Industri bertujuan untuk


menanggulangi masalah seperti: (a) Menurunnya kondisi kelestarian sumberdaya hutan
khususnya hutan produksi; (b) Menciutnya hutan produksi akibat kebutuhan lahan hutan oleh
sektor lain makin tinggi; (c) Kekurangan bahan baku akibat semakin berkembangnya
industri; serta (d) Kenaikan total kebutuhan hasil hutan, akibat pertumbuhan penduduk.

Sementara menurut Departemen Kehutanan (2009), tujuan pembangunan Hutan


Tanaman Industri adalah meningkatkan produktifitas hutan/lahan dalam pemenuhan
kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan penyediaan lapangan usaha (pertumbuhan
ekonomi/pro-growth), penyediaan lapangan kerja (pro-job) terutama tenaga kerja yang tidak
terampil (labo intensive), pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan/lahan (pro-poor),
perbaikan kualitas lingkungan hidup (pro-enviroment) dan juga membuka isolasi daerah-
daerah pedalaman yang sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi indonesia.

Eukaliptus (Eukaliptus hybrid) Menurut tatanannya taksonomi dari E. hybrid


mempunyai sistematika sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Sub Divisio :
Angiospermae Class : Dycotyledone Ordo : Myrtiflorae Famili : Myrtaceae Genus :
Eucalyptus Species : Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla (Eucalyptus hybrid)
Eukaliptus merupakan salah satu jenis tanaman yang dikembangkan dalam pembangunan
hutan tanaman Industri. Kayu Eukaliptus digunakan antara lain untuk bangunan di bawah
atap, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus korek api, pulp dan kayu bakar.
Daun dan cabang beberapa eukaliptus menghasilkan minyak atsiri yang merupakan produk
penting untuk farmasi, misalnya untuk obat gosok atau obat batuk, farfum, sabun, detergen,
disinfektan dan pestisida. Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi (Sutisna dkk,
1998).

Tumbuhan Bawah dan Serasah

Vegetasi merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luasnya. Pada umumnya,


tumbuhan terdiri dari beberapa golongan antara lain pohon yaitu berupa tegakan dengan ciri-
ciri tertentu. Kemudian dapat diketemukan semak belukar dan lain-lain tergantung dari
ekosistem yang diamati. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan yang termasuk bukan
tegakan atau pohon namun berada di bawah tegakan atau pohon (Odum, 1993).

Menurut Sutaryo (2009) menyatakan bahwa tumbuhan bawah merupakan tumbuhan


bukan pohon yang tumbuh di lantai hutan, misalnya rumput, herba dan semak belukar atau
liana. Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga
proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Di sini,
siklus hara dapat berlangsung sempurna, guguran yang jatuh sebagai serasah akan
dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang seperti diketahui akan diuraiakan
oleh bakteri. Serasah adalah kumpulan bahan organik di lantai hutan yang belum atau sedikit
terdekomposisi. Bentuk asalnya masih bias dikenali atau masih bias mempertahankan bentuk
aslinya (belum hancur). Serasah memiliki peran penting karena merupakan sumber humus,
yaitu lapisan tanah teratas yang subur.

Serasah merupakan bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-
rantingnya yang terletak dipermukaan tanah serta tumbuhan yang telah mati. Serasah juga
menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikroorganisme lain. Uniknya, para penghuni
justru memakan serasah, rumah mereka itu; menghancurkannya dengan bantuan air dan suhu
udara sehingga tanah humus terbentuk. Di bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua
tetumbuhan, baik besar maupun kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman tertentu,
kita juga dapat menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang, seperti serangga, ular,
kelinci, dan binatang pengerat lain (Sutaryo, 2009).

Karbon Hutan Carbon sink adalah istilah yang kerap digunakan di bidang perubahan
iklim. Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan penyimpan
(reservoir) karbon. Emisi karbon ini umumnya dihasilkan dari kegiatan pembakaran bahan
bakar fosil pada sektor industri, transportasi dan rumah tangga (Junaidi, 2009). Pada
ekosistem daratan, C tersimpan dalam 3 komponen pokok menurut Hairiah, et al., 2001 yaitu:

· Biomasa: masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon,
tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim

· Nekromasa: masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak
di lahan (batang atau tunggul pohon), atau telah tumbang/tergeletak di permukaan tanah,
tonggak atau ranting dan daun- daun gugur (seresah) yang belum terlapuk.
· Bahan organik tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia)
yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian
dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen C tersebut dapat dibedakan


menjadi 2 kelompok yaitu:

· Karbon di atas permukaan tanah, meliputi: Biomasa pohon. Proporsi terbesar


penyimpanan C di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi
tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan
menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang.
Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter
batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa
tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).
Nekromasa, Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di
permukaan tanah, yang merupakan kompone penting dari C dan harus diukur pula agar
diperoleh estimasi penyimpanan C yang akurat. Seresah, Seresah meliputi bagian tanaman
yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

· Karbon di dalam tanah, meliputi: Biomasa akar. Akar mentransfer C dalam


jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama.
Pada tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2 mm),
sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek
daur hidupnya.

Siklus Karbon merupakan proses penyerapan dan emisi karbon, yang hasil akhirnya
adalah akumulasi atau stok karbon di tegakan atau hutan. Neraca Karbon akan
menggambarkan perubahan stok karbon dari waktu ke waktu di dalam ekosistem hutan
tersebut di dalam suatu ruang (Bahruni, 2010).

Siklus karbon pada ekosistem hutan menyangkut proses penyerapan dan emisi karbon
ke atmosfer. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor atau kondisi yaitu :

1. Kondisi vegetasi yang meliputi jenis atau tipe vegetasi atau hutan;

2. Kondisi tempat tumbuh dan lingkungan yang meliputi faktor edafis, klimatis
dan faktor hayati lainnya;

3. Kondisi pengelolaan yang meliputi pengaturan ruang (tata ruang), penentuan


peruntukan/penggunaan lahan dan hutan;

4. Kondisi gangguan seperti perubahan lingkungan, kemarau, ledakan gangguan


hama dan penyakit, gangguan perbuatan manusia seperti pembakaran, eksploitasi tidak
terkelola dengan baik dan lain-lain (Bahruni, 2010).

Pembahasan tentang stok atau neraca karbon ekosistem hutan tidak terlepas dari
pemahaman tentang siklus atau aliran karbon itu. Ekosistem memiliki empat komponen dasar
yaitu a) substansi abiotik, b) produser (autotrophic), c) konsumer, d) dekomposer. Di dalam
ekosistem (termasuk ekosistem hutan) terjadi proses pertukaran materi seperti air, unsur-
unsur hara, ataupun bahan kimia, polutan dll, dan perubahan energi secara terus menerus,
yang mempengaruhi kelangsungan ekosistem seperti tingkat produktivitas, integritas dan
kelestariannya (Bahruni, 2010).

Siklus karbon pada ekosistem hutan menyangkut proses penyerapan dan emisi karbon
ke atmosfer. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida
(CO2) dari udara dan mengubah zat ini menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.
Berbeda dengan hewan, tumbuhan membuat makanannya sendiri yang disebut dengan
produktivitas primer yang terbagi atas produktivitas primer bersih dan produktivitas primer
kotor (Heddy, dkk., 1986).

Neraca Sumber Daya Hutan adalah suatu informasi yang dapat menggambarkan
cadangan sumber daya hutan, kehilangan dan penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada
waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit jika
dibandingkan dengan waktu sebelumnya.

2.5. Radiasi Matahari

Jarak eksentrisnya dari lintasan bumi adalah jarak antara matahari dan bumi dengan
variasi 1,7%. Dari hasil pengukuran astronomi didapat jarak rata-rata bumi-matahari adalah
1,495 x 1011 m dengan sudut kecenderungan matahari 320. Radiasi yang diemisikan oleh
matahari dan ruang angkasa yang berhubungan dengannya ke bumi menghasilkan intensitas
radiasi matahari yang hampir konstan di luar atmosfer bumi. Konstanta matahari (Gsc) adalah
energi dari matahari per unit waktu yang diterima pada satu unit luasan permukaan yang
tegak lurus arah radiasi matahari pada jarak rata-rata matahari-bumi di luar atmosfer. World
Radiation Center (WRC) mengambil nilai konstanta matahari (Gsc) sebesar 1367 W/m2
dengan ketidakpastian sebesar 1% [1].

Selain itu, ada juga yang disebut dengan konstanta radiasi ekstraterestrial (Gon) yaitu
radiasi di luar atmosfer bumi yang diukur pada bidang normal terhadap radiasi pada hari ke-
n pada satu tahun, hal ini dikarenakan orbit bumi sebenarnya berbentuk elips sehingga perlu
sedikit koreksi terhadap konstanta matahari di atas. Jadi sebenarnya ada dua penyebab
adanya variasi radiasi ekstraterestrial yaitu variasi radiasi yang diemisikan matahari dan
variasi jarak matahari-bumi[1]. Setiap tahunnya ada sekitar 3,9 x 1024 Joule = 1,08 x 1018
kWh dari energi matahari yang mencapai permukaan bumi, hal ini kira-kira 10000 kali lebih
banyak dari permintaan energi primer secara global tiap tahunnya dan lebih banyak dari
cadangan ketersediaan keseluruhan energi yang ada di bumi. Dengan kata lain,
menggunakan 10000 kali energi yang dihasilkan dari cahaya matahari yang datang secara
optimal, dapat mencukupi seluruh kebutuhan energi di masa yang akan datang.

2.6 Distribusi Radiasi Matahari

Intensitas radiasi matahari di luar atmosfer bumi bergantung pada jarak antara matahari
dengan bumi. Tiap tahun, jarak ini bervariasi antara 1,47 x 108 km dan 1,52 x 108 km dan
hasilnya besar pancaran E0 naik turun antara 1325 W/m2 sampai 1412 W/m2. Nilai rata-
ratanya disebut sebagai konstanta matahari dengan nilai E0 = 1367 W/m2 [3].

Pancaran ini tidak dapat mencapai ke permukaan bumi. Atmosfer bumi mengurangi
insolation yang melewati pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen, dan karbon
dioksida), serta penyebaran (disebabkan oleh molekul udara, partikel debu atau polusi). Di
cuaca yang bagus pada siang hari, pancaran bisa mencapai 1000 W/m2 di permukaan bumi.
Insolation terbesar terjadi pada sebagian hari-hari yang berawan dan cerah. Sebagai hasil dari
pancaran matahari yang memantul melewati awan, maka insolation dapat mencapai hingga
1400 W/m2 untuk jangka pendek[3].

Radiasi Matahari Pada Permukaan Bumi

Ada tiga macam cara radiasi matahari sampai ke permukaan bumi, yaitu [4]:

a. Radiasi langsung (Beam/Direct Radiation)

Adalah radiasi yang mencapai bumi tanpa perubahan arah atau radiasi yang diterima
oleh bumi dalam arah sejajar sinar datang.

b. Radiasi hambur (Diffuse Radiation)

Adalah radiasi yang mengalami perubahan akibat pemantulan dan penghamburan.


C. Radiasi total (Global Radiation)

Adalah penjumlahan radiasi langsung (direct radiation) dan radiasi hambur (diffuse
radiation).

Cahaya matahari pada permukaan bumi terdiri dari bagian yang langsung dan bagian
yang baur. Radiasi langsung datang dari arah matahari dan memberikan bayangan yang kuat
pada benda. Sebaliknya radiasi baur yang tersebar dari atas awan tidak memiliki arah yang
jelas tergantung pada keadan awan dan hari tersebut (ketinggian matahari), baik daya pancar
maupun perbandingan antara radiasi langsung dan baur[3].

Energi matahari yang ditransmisikan mempunyai panjang gelombang dengan range


0,25 mikrometer sampai 3 mikrometer (untuk di luar atmosfer bumi atau extraterrestrial),
sedangkan untuk di atmosfer bumi berkisar antara 0,32 mikrometer sampai 2,53 mikrometer.
Hanya 7% energi tersebut terdiri dari ultraviolet (AM 0), 47% adalah cahaya tampak (cahaya
tampak memiliki panjang gelombang 0,4 mikrometer sampai 0,75 mikrometer), 46%
merupakan cahaya inframerah[4].

Gambar 2.4 Spektrum Cahaya Matahari [3]


Beberapa hal dapat mempengaruhi pengurangan intensitas irradiance pada atmosfer
bumi [2]. Pengaruh tersebut dapat berupa: Pengurangan intensitas karena refleksi
(pemantulan) oleh atmosfer bumi Pengurangan intensitas oleh karena penyerapan zat-zat di
dalam atmosfer (terutama oleh O3, H2O, O2, dan CO2) Pengurangan intensitas oleh karena
Rayleigh scattering Pengurangan intensitas oleh karena Mie scattering Sedangkan radiasi
yang jatuh pada permukaan material pada umumnya akan mengalami refleksi, absorbs, dan
transmisi. Dari tiga proses ini maka material akan memiliki refleksivitas (ρ), adsorbsivitas
(ά), dan transmisivitas (τ)[2]. Refleksi adalah pemantulan dari sebagian radiasi tergantung
pada harga indeks bias dan sudut datang radiasi. Refleksi spektakuler terjadi pantulan sinar
pada sebuah cermin datar dimana sudut datang sama dengan sudut pantul. sedangkan refleksi
difusi terjadi berupa pantulan kesegala arah[2].

Transmisi memberikan nilai besar radiasi yang dapat diteruskan oleh suatu lapisan
permukaan.Kemampuan penyerapan (absorbsivitas) dari suatu permukaan merupakan hal
yang penting dalam pemanfaatan radiasi seperti pada pemanfaatan radiasi surya.Harga
absorbsivitas berlainan untuk sudut datang radiasi yang berlainan. Menurut British Building
Research untuk sudut datang dibawah 75o, harga absorbsivitas terletak antara 0,8 sampai 0,9
dari absorbsivitas yang dimiliki oleh suatu benda[2].

Absorbsivitas memberikan nilai besarnya radiasi yang dapat diserap.Misalnya pada


bagian absorber pada sebuah pengumpul radiasi surya. Ketiga proses tersebut diatas yaitu,
absorbsi, refleksi, dan transmisi adalah hal yang penting dalam proses pemanfaatan radiasi
surya, karena ini menyangkut efektifitas pemanfaatan pada sebuah pengumpul radiasi
surya[2].

2.7. Bumi

Bukti yang paling mutakhir ialah bentuk bumi sebagaimana yang dilihat dari satelit dan
kapal ruang angkasa pada abad ke-20 ini, pengukuran yang lebih teliti menunjukkan bahwa
bumi tidak bulat seperti bola. Bentuk sebenarnya ialah pepat pada kedua kutub dan agak
gembung di sekitar khatulistiwa. Dengan bentuk demikian, panjang diameter khatulistiwa
adalah 12.757 kilometer dan diameter kutub hanya 12.714 kilometer[4].

Oleh karena orbit bumi berbentuk elips dengan matahari terletak pada salah satu
fokusnya, maka dalam setiap kali revolusi bumi itu kadang-kadang dekat dan kadang-kadang
jauh dari matahari. Titik terjauh disebut aphelium, dan titik terdekat disebut perihelium.Bumi
terletak pada apheliumnya pada tanggal 1 Juli dan jaraknya dari matahari adalah 152.000.000
kilometer. Titik periheliumnya dicapai pada 1 Januari, yang jaraknya dari matahari adalah
147.000.000 kilometer. Apabila bumi terletak pada periheliumnya, maka bumi akan bergerak
dengan cepat. Sebaliknya jika jauh dari matahari, maka gerakan bumi menjadi lambat[4].
2.7.1 Pengaruh Revolusi Bumi

Gambar 2.5 Pergerakan Bumi Mengelilingi Matahari[4]

Selama mengelilingi matahari, sumbu bumi miring dengan arah yang sama.
Kemiringan itu membentuk sudut sebesar 23,50 terhadap garis tegak lurus pada bidang
ekliptika, sebagaimana dilihat pada bola dunia dan penyangganya. Didalam perjalanan bumi
mengelilingi matahari sejak tanggal 21 Maret sampai dengan tanggal 21 Juni, kutub utara
seakan-akan makin condong kearah matahari. Sebaliknya kutub selatan seakan-akan semakin
menjauhi matahari. Selama jangka waktu itu, belahan bumi utara mengalami musim semi dan
belahan bumi selatan mengalami musim gugur[4].

Pada tanggal 21 Juni, matahari seakan-akan berada pada 23,50 LU (Lintang Utara).
Dari tanggal 21 Juni sampai dengan tanggal 23 September kecondongan kutub utara kearah
matahari semakin berkurang. Sebaliknya kecondongan kutub selatan kearah matahari
semakin bertambah. Selama jangka waktu itu, belahan bumi utara mengalami musim panas
dan belahan bumi selatan mengalami musim dingin. Pada tanggal 23 September matahari
seakan-akan berada dikhatulistiwa. Dari tanggal 21 Maret sampai dengan tanggal 23
September siang lebih panjang dibandingkan malam

di belahan bumi utara, sedangkan malam lebih panjang dibandingkan siang di belahan
bumi selatan. Dari tanggal 23 September sampai dengan tanggal 22 Desember kutub selatan
seakan-akan makin condong kearah matahari, sebaliknya kutub utara seakan-akan makin
menjauhi matahari. Selama jangka waktu itu, belahan bumi selatan mengalami musim semi
dan belahan bumi utara mengalami musim gugur. Pada tanggal 22 Desember matahari
seakan-akan berada pada 23,50 LS (Lintang Selatan)[4].

Dari tanggal 22 Desember sampai dengan tanggal 21 Maret kecondongan kutub selatan
kearah matahari makin berkurang sedangkan kecondongan kutub utara kearah matahari
semakin bertambah. Selama jangka waktu itu, belahan bumi bagian selatan mengalami
musim panas dan belahan bumi bagian utara mengalami musim dingin. Pada tanggal 21
maret matahari kembali berada diatas katulistiwa. Beberapa panel surya mengikuti matahari
dengan bergerak dengan cara melakukan sesuatu dalam waktu yang telah ditentukan untuk
meminimalisasi sudut datang radiasi beam pada permukaan sehingga sudut datangnya bisa
maksimal. Sudut datang dan sudut azimuth permukaan dibutuhkan untuk panel surya-panel
surya. Tracking system diklasifikasikan oleh pergerakannya. Rotasi dapat terjadi pada single
axis atau sumbu tunggal (yang biasanya dapat merupakan beberapa arah, namun untuk
praktisnya biasanya timur-barat horisontal, utara-selatan horisontal, vertikal atau paralel
terhadap sumbu bumi)[4].

2.7.2 Pengaruh Rotasi Bumi

Bersamaan dengan revolusi bumi, bumi pun berputar mengelilingi sumbunya yang
dapat disebut dengan rotasi. Arah rotasi sama dengan arah revolusi, yaitu dari barat ke timur.
Itulah sebabnya matahari lebih dahulu terbit di papua dari pada di pulau jawa. Setelah satu
kali rotasi, tempat-tempat di bumi telah menjalani 3600 bujur. Oleh karena ke-3600 ditempuh
selama 24 jam, maka tiap satu derajat ditempuh selama empat menit. Dengan demikian,
perbedaan waktu antara dua tempat yang perbedaan bujurnya 150 adalah satu jam. Oleh
karena itu, disepakatilah untuk membagi permukaan bumi menjadi 24 daerah waktu yang
masing-masing 150 besarnya dengan Perbedaan waktu di antara dua daerah waktu yang
berdampingan adalah satu jam[4].

Waktu pangkal yang ditetapkan adalah waktu yang berlaku untuk garis bujur yang
melewati daerah Greenwich. Bujur ini ditetapkan sebagai bujur 00dengan setiap

14garis bujur yang jauhnya 150 atau kelipatan 150 ke arah timur dan ke arah barat
bujur nol dipakai sebagai bujur standar. Waktu pada bujur standar disebut waktu standar atau
waktu lokal. Indonesia misalnya, mempunyai tiga bujur standar, yaitu 1050, 1200, dan 1350
bujur timur. Dengan demikian, waktu lokal masing-masing ialah waktu Greenwich ditambah
dengan 7, 8, dan 9 jam. Jika letak bujur standar itu di sebelah barat (bujur barat) bujur nol,
maka waktunya dikurangi[4].

2.7.3 Pengaruh Posisi Modul Surya (Photovoltaic) Terhadap Pergerakan Arah


Matahari

Beberapa macam cara yang dapat mendapatkan radiasi matahari yang lebih banyak
yaitu dengan mengatur kedudukan modul surya, dimana kedudukan modul surya dapat diatur
mengikuti pergerakan arah matahari dengan menentukan posisi sudut kemiringan, sudut
deklinasi, bujur lintang, sudut zenith, sudut datang matahari, sudut permukaan azimuth, serta
sudut jam matahari terhadap pergerakan arah matahari. Cara kedua adalah dengan
menggunakan cermin pantul[4].

Posisi relatif matahari terhadap modul surya (photovoltaic) di bumi bisa dijelaskan
dalam beberapa sudut. Beberapa diantaranya bisa dilihat pada gambar 2.5 Sudut-sudut itu
adalah[1] :

 Latitude (garis lintang)

Adalah sudut lokasi di sebelah utara atau selatan dari equator (khatulistiwa), utara
positif ; --900 900.hal ini pengujian solar cell dilakukan ditempat kampus undip semarang
dengan letak geografisnya berada pada 7°LS – 110° BT.

 Deklinasi (δ)
Adalah sudut posisi matahari terhadap bidang khatulistiwa, utara positif -23,450
23,450. deklinasi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :

δ = 23,450 sin (260 ) , dimana n = hari dalam bulan (2.1)

 Kemiringan (β)

Adalah sudut antara permukaan bidang yang ditanyakan dengan permukaan horizontal.
Slope (kemiringan) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :

 β = Tan-1 (Tan θz x cos γs) (2.2) Sudut permukaan azimuth (γ)

Adalah proyeksi ke bidang horizontal normal terhadap permukaan dari lokasi bujur,
dengan nol menghadap selatan, timur negatif, barat positif ; -1800 1800.

 Sudut jam matahari (

Adalah sudut penyimpangan matahari di sebelah timur atau barat garis bujur lokal
karena rotasi pada porosnya sebesar 150 per jam ; sebelum jam 12.00 negatif, setelah jam
12.00 positif.

 ω = (ts – 12) x , ts = waktu jam (2.3) Sudut datang (θ)

Adalah sudut antara permukaan radiasi langsung normal vertikal terhadap radiasi
langsung vertikal kolektor. Sudut datang dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :

 θ = cos-1 (1-cos2 δ x sin2 ω)1/2 (2.4) Sudut zenith (z)

Adalah sudut antara garis vertikal bidang normal dan garis datang sinar matahari.Sudut
zenith dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :

 θz = cos-1 (cos φ x cos δ x cos ω + sin φ x sin δ) (2.5) Sudut ketinggian


matahari (s)

Adalah Sudut antara garis horisontal dengan garis matahari datang pada modul surya
(photovoltaic).

 Sudut azimuth matahari (γs)

Adalah sudut penyimpangan dari selatan dengan proyeksi radiasi langsung pada bidang
horisontal. Penyimpangan ke sebelah timur adalah negatif dan ke sebelah barat adalah positif.
Sudut zenith dapat diperoleh dengan menggunakan

persamaan :

γs = sin-1( ) (2.6)
Gambar 2.6 Beberapa Sudut Penting Energi Surya[1]

2.7.4 Pengaruh Pola Lintasan Matahari Terhadap Intensitas Radiasinya

Intensitas radiasi matahari juga dipengaruhi oleh pola peredaran matahari tersebut
dengan ukuran AM nya. AM adalah faktor jalur lintasan sinar (radiation path), dimana
daerah-daerah yang berada di tepat khatulistiwa bumi mempunyai AM sama dengan satu.
Semakin jauh letaknya dari khatulistiwa menuju ke kutub bumi, maka AM-nya semakin besar
dan nilai radiasi matahari yang terbesar bila nilai AM nya sama dengan satu[5].

2.8. Photovoltaic (PV)

Kata „photovoltaic‟ terdiri dari dua kata yaitu photo dan volta. Photo yang berarti
cahaya (dari bahasa Yunani yaitu phos, photos: cahaya) dan Volta (berasal dari nama seorang
fisikawan italia yang hidup antara tahun 1745-1827 yang bernama Alessandro Volta) yang
berarti unit tegangan listrik. Dengan kata lain, arti photovoltaic yaitu proses konversi cahaya
matahari secara langsung untuk diubah menjadi listrik. Oleh karena itu, kata photovoltaic
biasa disingkat dengan PV. Nama lain untuk sel photovoltaic adalah solar cell, solar panel,
solar array, dan photovoltaic panel. Solar array adalah kelompok dari solar panel, dan solar
panel adalah kelompok dari solar

cell. Solar cell merupakan elemen aktif (semikonduktor) yang memanfaatkan efek
photovoltaic untuk mengubah energi surya menjadi energi listrik tanpa penggunaan dari
bagian-bagian mekanis yang bergerak dan tanpa penggunaan bahan bakar, contoh sel
photovoltaic bisa dilihat pada gambar 2.8 PV Module atau Solar cell terbuat dari potongan
silikon yang sangat kecil dengan dilapisi bahan kimia khusus untuk membentuk dasar dari
solar cell. Solar cell pada umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm yang terbuat dari
irisan bahan semikonduktor dengan kutub positif dan negatif. Semikonduktor adalah suatu
bahan yang mempunyai sifat konduktor dan isolator yang baik. Contoh semikonduktor yang
sering digunakan adalah silikon dan germanium. Silikon berperan sebagai isolator pada
temperatur rendah dan sebagai konduktor bila ada energi dan panas. Dapat diperkirakan kita
tidak akan kekurangan silikon karena kira-kira 25% dari kerak bumi adalah silikon. Tiap
solar cell biasanya menghasilkan tegangan 0,5 Volt. Pada solar cell terdapat sambungan
(junction) antara dua lapisan tipis yang terbuat dari bahan semikonduktor yang masing-
masing diketahui sebagai semikonduktor jenis “P” (positif) dan semikonduktor jenis “N”
(negatif). Semikonduktor jenis N dibuat dari kristal silikon dan terdapat juga sejumlah
material lain (umumnya phosfor) dalam batasan bahwa material tersebut dapat memberikan
suatu kelebihan elektron bebas[2].

Elektron adalah partikel sub atom yang bermuatan negatif, sehingga silikon paduan
dalam hal ini disebut sebagai semikonduktor jenis N (negatif). Semikonduktor jenis P juga
terbuat dari kristal silikon yang didalamnya terdapat sejumlah kecil material lain (umumnya
boron) yang mana menyebabkan material tersebut kekurangan satu elektron bebas.
Kekurangan atau hilangnya elektron ini disebut lubang (hole).Karena tidak ada atau
kurangnya elektron yang bermuatan listrik negatif, maka silikon paduan dalam hal ini sebagai
semikonduktor jenis P (positif)[5].

Bahan sel surya sendiri terdiri dari kaca pelindung dan material adhesive transparan
yang melindungi bahan sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk
menyerap lebih banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semi-
konduktor P-type dan N-type (terbuat dari campuran silikon) untuk menghasilkan medan
listrik, saluran awal dan saluran akhir (terbuat dari logam tipis) untuk mengirim electron ke
perabot listrik[5].

Unjuk kerja dari solar cell ditunjukkan dengan memperhatikan parameter efisiensi.
Untuk menunjukkan unjuk kerja solar cell, efisiensi tergantung pada spektrum dan intensitas
pancaran cahaya matahari dan suhu solar cell. Oleh karena itu kondisi tersebut harus
diperhatikan, jika ingin membandingkan unjuk kerja dari satu solar cell dengan solar cell
lainnya. Solar cell yang digunakan untuk aplikasi terrestrial, diukur berdasarkan kondisi pada
spektrum AM 1,5 pada suhu 250C[6]. Cara kerja sel surya sendiri sebenarnya identik dengan
piranti semikonduktor diode. Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh
bahan semikonduktor terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh
perjalanan menuju bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan
sigma gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor menyebabkan aliran
medan listrik. Dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal dan akhir untuk
digunakan pada perabot listrik[6].
Gambar 2.7 Contoh Sel Photovoltaic[6]

Gambar 2.8 Diagram dari Sebuah Potongan Sel Surya (PV)[5]

2.8.1. Prinsip Kerja Dari Modul Surya (Photovoltaic)

Silikon kemurnian tinggi dengan kualitas kristal yang tinggi pula, diperlukan untuk
membuat sel surya. Atom-atom silikon tersebut membentuk suatu kisi kristal yang stabil.
Tiap atom silikon memiliki empat ikatan elektron (elektron valensi) di kulit terluarnya.
Untuk membentuk konfigurasi elektron yang stabil di dalam kisi kristal, dua elektron dengan
atom yang saling berdekatan membentuk suatu ikatan pasangan elektron. Dengan
membentuk ikatan pasangan elektron dengan empat atom yang berdekatan, silikon mencapai
konfigurasi gas mulianya yang stabil dengan delapan elektron di kulit terluarnya. Suatu
ikatan elektron bisa dipisahkan dengan pemberian cahaya atau panas. Elektron tersebut
kemudian bebas bergerak dan menuju suatu rongga di dalam kisi kristalnya yang dikenal
sebagai konduktivitas intrinsik[3].

Gambar 2.9 Struktur Kristal Silikon dan Konduktivitas Intrinsik [3]

Konduktivitas intrinsik tidak bisa digunakan dulu untuk menghasilkan listrik. Maka
material silikon dapat digunakan untuk menghasilkan energi, pengotornya dengan bebas
masuk ke dalam kisi kristal. Hal ini disebut sebagai atom doping (dopingatoms), lihat
(Gambar 2.9). Atom-atom ini memiliki satu elektron lebih banyak (fosfor)dan satu elektron
lebih sedikit (boron) daripada silikon di kulit elektron terluarnya.Sehingga, doping atoms
menghasilkan atom pengotor (impurity atom) di dalam kisikristal [3].

Gambar 2.10 Konduksi Ekstrinsik pada Silikon n-doped dan p-doped [3]

Pada fosfor doping (phosphorus doping, n-doped), terdapat kelebihan elektron untuk
setiap atom fosfor di dalam kisi. Elektron ini dapat bergerak bebas di dalam kristal dan dapat
membawa muatan listrik. Pada boron doping (p-doped), terdapat suatu rongga (ikatan
elektron yang hilang) untuk setiap atom boron pada kisi. Elektronelektron dari atom silikon
yang berdekatan dapat mengisi rongga ini, membentuk sebuah rongga baru di tempat lain.
Metode konduksi yang berdasarkan pada doping atoms ini dinamakan konduksi pengotor
(impurity conduction) atau konduksi ekstrinsik. Pada material n-doped atau p-doped,
muatan-muatan bebas tidak memiliki arah yang ditentukan untuk pergerakannya [3]. Jika
lapisan semikonduktor n dan p-doped secara bersamaan, akan membentuk suatu sambungan
positif negatif (p-n junction). Pada sambungan ini, kelebihan elektron dari semikonduktor n
terdifusi ke dalam lapisan semikonduktor p. Hal ini akan membentuk sebuah daerah (region)
dengan sedikit pembawa (carrier) muatan bebas(lihat Gambar 2.11). Daerah ini dikenal
sebagai daerah muatan ruang (space chargeregion) yang secara positif mengisi muatan pada
doping atoms yang tersisa di dalamdaerah transisi n dan secara negatif mengisi muatan pada
doping atoms yang tersisa didalam daerah transisi p [3].

Gambar 2.11 Pembentukan Daerah Muatan Ruang pada Sambungan p-n

melalui Difusi Elektron dan Lubang [3]. Jika semikonduktor p-n (sel surya) sekarang
diarahkan menghadap cahaya, maka foton akan diserap oleh elektron. Energi masukan ini
akan memecah ikatan elektron. Elektron yang terlepas akan tertarik melewati medan listrik,
menjadi daerah n (n-region). Rongga yang terbentuk akan berpindah ke arah berlawanan
menjadi daerah p. Proses ini secara keseluruhan disebut sebagai efek photovoltaic. Difusi
pembawa muatan ke hubungan listrik akan menyebabkan timbulnya tegangan yang ada pada
sel surya. Pada keadaan tak berbeban timbul tegangan rangkaian terbuka (open circuit
voltage) pada sel surya. Jika rangkaian listriknya ditutup, arus akan mengalir[3]. Jika lapisan
P dan lapisan N dihubungkan dengan beban, maka akan mengalir arus dari lapisan N menuju
lapisan

Beberapa elektron tidak mampu mencapai kontak dan akan menyatu ulang (recombine)
pada ikatan elektron bebas dengan atom yang kekurangan elektron terluar (rongga). Panjang
difusi dalam hal ini adalah jarak rata-rata elektron pada kisi

kristalnya selama waktu hidupnya hingga menyatu dengan atom yang kehilangan
elektron serta terikat dengannya. Panjang difusi tergantung pada jumlah atom pengotornya
didalam kristal dan harus cukup besar sehingga cukup untuk sejumlah pembawa muatan
mencapai kontak dengan Panjang difusi tergantung pada materialnya. Pada satu atom
pengotor kristal (doping) ke 10 milyar atom silicon jaraknya 0,5 mm [3].

Gambar 2.12 Proses Pembangkit Energi Listrik Pada Sebuah Photovoltaic [4]

2.8.2 Perancangan dan Pendayagunaan Sel Surya Silikon Crystalline

Sel surya silikon crystalline klasik, terdiri dari dua lapisan doped silicon yang berbeda.
Lapisan yang menghadap cahaya matahari secara negatif di-dope dengan fosfor dan lapisan
di bawahnya secara positif di-dope dengan boron. Pada lapisan batasnya terjadi pemisahan
muatan (elektron dan rongga), yang akan terjadi medan listrik jika terkena cahaya matahari.
Agar dapat mengambil daya dari sel surya, kontak logam perlu dipaskan pada bagian depan
dan belakang sel. Pada bagian belakang sel surya, lapisan kontak di seluruh permukaannya
menggunakan material aluminium atau pasta perak. Pada bagian depan, dirancang agar
membiarkan cahaya masuk sebanyak

mungkin, biasanya menggunakkan material silikon nitrida atau titanium oksida sebagai

lapisan anti pantul yang mengurangi pemantulan cahaya[3].


Notes:

1. charge separation;

2. recombination;

3. unused photon energi (e.g. transmission);

4. reflection and shading caused by front contacts.

Gambar 2.13 Desain dan Prinsip Kerja Sel Photovoltaic [3]

Seperti telah dijelaskan di atas, ketika cahaya mengenai sel surya pembawa muatan
akan memisahkannya dan jika suatu beban dihubungkan maka arus akan mengalir. Kerugian
terjadi pada sel surya akibat dari penyatuan ulang, pemantulan, dan bayangan yang
disebabkan oleh kontak bagian depan. Di samping itu, adanya radiasi gelombang panjang
dan pendek yang tidak dapat digunakan. Kerugian pada transmisi

ditunjukkan pada Gambar 2.13. Bagian energi yang tidak digunakan kemudian diserap
dan diubah menjadi panas. Masing-masing komponen yang hilang pada sel surya silikon
crystalline ditunjukkan pada kesetimbangan energi berikut ini[3].

Kesetimbangan energi pada sel surya crystalline 100% energi pancaran matahari : 3%
pemantulan dan bayangan yang disebabkan oleh kontak bagian depan 23% energi foton yang
terlalu rendah pada radiasi panjang gelombang yang panjang 32% energi foton yang terlalu
tinggi pada radiasi panjang gelombang yang pendek 8,5% hilang akibat penyatuan ulang 20%
perbedaan potensial pada sel, terutama pada daerah muatan ruang 0,5% tahanan seri (rugi
secara ohm) 13% energi listrik yang dapat dimanfaatkan.

2.8.3 Jenis Solar Cell

Solar cell memiliki jenis yang berbeda tergantung dari bahan yang dipakai, ada kira-
kira tiga jenis yang cukup banyak terdapat di pasaran saat ini. Bahan yang dipakai solar cell
membedakan kualitas dari solar cell yaitu kualitas tegangan dan arus. Beberapa jenis solar
cell antara lain : [3]
Silikon Crystalline

Material terpenting dalam sel surya crystalline yaitu silikon. Setelah oksigen, silikon
adalah elemen terbanyak kedua di bumi, sehingga tersedia dalam jumlah yang hampir tak
terbatas. Silikon tersedia tidak dalam bentuk murni, tapi dalam bentuk senyawa kimia dengan
oksigen dalam bentuk kuarsa atau pasir [3]. Sel Silikon Monocrystalline

Proses Czochralski (crucible drawing process) telah ditetapkan dalam produksi silikon
kristal tunggal untuk penggunaan peralatan yang berhubungan dengan bumi (terrestrial). Pada
proses ini, material awal dari polycrystalline (polysilicon) dilelehkan di dalam suatu wadah
kuarsa, dengan suhu sekitar 14200C. Sebuah biji kristal dicelupkan ke dalam lelehan silikon
tadi dan perlahan-lahan akan tertarik ke atas, keluar dari lelehan. Selama proses ini, kristal
akan berubah menjadi bentuk silinder

dengan monocrystal dan diameter mencapai 30 cm. Kristal tunggal silinder ini
dipotong untuk membentuk batangan semi bulat atau persegi yang kemudian dipotong lagi
dengan menggunakan gergaji kawat menjadi lempeng-lempeng tipis dengan tebal sekitar 0,3
mm. Lapisan berbentuk wafer itu lalu dibersihkan dengan pembasahan secara kimia, dengan
pengetsaan dan pembilasan untuk menghilangkan sisa-sisa pemotongan dan bekas
pemotongan. Dimulai dari lapisan mentah (raw wafers) yang telah menjadi p-doped dengan
boron, lapisan tipis n-doped dibuat dengan melalui difusi fosfor. Gas fosfor terdifusi ke
dalam ruang pembakaran difusi pada suhu antara 8000 C dan 9000 C [3]. Sel ini
mempunyai efisiensi antara 15% sampai 18% [3].

Gambar 2.14 Sel Surya Monocrystalline [3]

Sel Silikon Polycrystalline

Material silikon mula-mula dilelehkan didalam wadah kuarsa. Pada metode balok
tuang (block cast method), balok silikon berukuran besar atau ingot akan terbentuk. Ingot
biasanya dipotong-potong menjadi batangan-batangan dengan menggunakan gergaji pita
(band saw) dan kemudian dipotong lagi menjadi lempenganlempengan dengan ketebalan
sekitar 0,3 mm dengan menggunakan gergaji kawat. Setelah pembersihan dan penambahan
fosfor, lapisan anti pantul digunakan. Sel ini mempunyai efisiensi antara 13% hingga 16%
(dengan AR) [3].
Gambar 2.15 (a) Lapisan Polycristalline tanpa Pelapisan AR,

(b) Lapisan Polycristalline dengan Pelapisan AR [3]

Teknologi Sel Film Tipis

Sejak tahun 1990-an, telah terjadi peningkatan pada perkembangan proses film tipis
untuk pembuatan sel-sel surya. Dalam hal ini, semi konduktor peka cahaya dipakai sebagai
lapisan tipis untuk substrat yang biayanya rendah (kebanyakan kaca) [3]. Salah satu contoh
sel film tipis adalah:

Silikon Amorphous

Amorphous berarti tidak memakai kristal struktur atau non kristal, bahan yang
digunakan berupa proses film yang tipis dengan efisiensi sekitar 4-6 %. Murni silikon tetapi
tanpa kristal dan tidak mahal karena pembuatannya tidak melalui sesuatu yang khusus, juga
sangat tidak efisien. Sel surya jenis ini banyak dipakai pada mainan anakanak, jam dan
kalkulator

Gambar 2.16 Struktur Lapisan Sel Amorphous [3]

2.8.4 Sifat-sifat Elektrik pada Photovoltaic


Sifat elektrik dari sel surya dalam menghasilkan energi listrik dapat diamati dari
karakteristik listrik sel tersebut, yaitu berdasarkan arus dan tegangan yang dihasilkan sel
surya pada kondisi cahaya dan beban yang berbeda-beda. Karakteristik ini biasanya
digambarkan oleh kurva arus-tegangan terminalnya (kurva I-V). Kurva I-V sel surya
mempunyai 3 titik utama yaitu arus hubung singkat (Isc), tegangan rangkaian tebuka (Voc),
dan titik daya maksimum P [7]. 2.5.4.1 Efek Perubahan Pancaran Iradiasi Matahari Apabila
jumlah energi cahaya matahari yang diperoleh sel surya berkurang atau intensitas cahayanya
melemah, maka besar tegangan dan arus listrik yang dihasilkan juga akan menurun.
Penurunan tegangan relatif lebih kecil dibandingkan penurunan arus listriknya [4]. Gambar
2.17 di bawah ini menunjukkan pengaruh dari iradiasi pada karakteristik I-V dari sel surya.
Gambar 2.17 Pengaruh Iradiasi, E pada Karakteristik I-V dari Sel Surya [2]

Efek Perubahan Temperatur pada Photovoltaic

Temperatur juga mempengaruhi kinerja sel dan efisiensi. Jika sel mendapat lebih
dingin, maka menghasilkan lebih daya. Hubungannya bervariasi untuk produkproduk yang
berbeda. Pada umumnya, ketika penyinaran pada sel adalah 1 kw/m2, temperatur sel kira-
kira 300C lebih tinggi dari udara sekitar [7]. Tegangan yang dihasilkan dari sel surya
bergantung dari temperatur sel surya, makin besar temperatur sel surya, tegangan berkurang
sekitar 0,0023 Volt/0C untuk teknologi silikon crystalline atau sekitar 0,0028 Volt/0C untuk
teknologi film tipis. Daya listrik juga mengalami penurunan sampai 0,5%/0C untuk
teknologi silikon crystalline atau sekitar 0,3%/0C untuk teknologi film tipis. Sementara
tegangan mengalami penurunan, sebaliknya arus listrik menunjukkan peningkatan dengan
adanya penambahan temperatur. Karakteristik perubahan temperatur pada sel surya
diperlihatkan pada gambar 2.18 di bawah ini[7].

Gambar 2.18 Kemampuan Photovoltaic pada beberapa Variasi Temperatur dengan


Irradiance 1000 Watt/m2 [4]
Parameter-Parameter Sel dan Kurva Karakteristik I-V pada Photovoltaic

Penggunaan tegangan dari sel surya bergantung dari bahan semi konduktor yang
dipakai. Jika menggunakan bahan silikon, maka tegangan yang dihasilkan dari setiap sel
surya berkisar 0,5 V. Tegangan yang dihasilkan dari sel surya bergantung dari pancaran
matahari. Untuk arus yang dihasilkan dari sel surya bergantung dari luminasi (kuat cahaya)
matahari seperti pada saat cuaca cerah atau mendung. Sebagai contohnya, setiap 100 cm2 sel
silikon dapat meningkatkan intensitas arus maksimum berkisar 2 A pada waktu intensitas
radiasi matahari 1000 W/m2 [4]. Gambar 2.19 Kurva Karakteristik I-V untuk Sel Surya
Silikon Crystalline [3] Untuk dapat membandingkan sel yang berbeda-beda, atau modul PV
yang satu dengan yang lainnya, kondisi yang sama ditetapkan untuk menentukan data
elektriknya dimana kurva karakteristik I-V pada sel surya dapat dihitung. Pada dasarnya,
kurva I-V digolongkan menjadi 3 antara lain :

1. Harga titik daya maksimum (MPP) adalah titik pada kurva I-V dimana sel surya

bekerja dengan daya maksimum. Untuk titik ini daya (Pmpp), arus (Impp), dan
tegangan (Vmpp), dapat ditentukan. Daya MPP ini merupakan satuan peak watt (WP).

2. Arus hubung singkat (Isc), besarnya mendekati 5% hingga 15% lebih tinggi dari
arus MPP. Pada sel-sel standar crystalline (10 cm x 10 cm) di bawah STC, maka arus
hubung singkat ini (Isc) berada di sekitar angka 3 A.

3. Tegangan rangkaian terbuka (Voc) untuk sel-sel crystalline, menunjukkan angka


mendekati 0,5 V hingga 0,6 V dan untuk sel-sel tak berbentuk, mendekati 0,6 V hingga 0,9
V. Parameter-parameter sel dan kurva karakteristik I-V pada sel-sel film tipis berbeda jauh
dengan sel-sel silikon crystalline. Pada sel-sel tak berbentuk, titik MPP berada pada 0,4 V
(lihat Gambar 2.20). Untuk mendapat daya keluaran yang sama dengan sel-sel crystalline,
dibutuhkan sebuah permukaan sel yang lebih luas[3].

Gambar 2.20 Perbandingan Kurva Karakteristik I-V dari Sel Surya Crystalline dan
Amorphous pada Luas Permukaan Sel 5 cm x 5 cm dan Suhu 280C [3]
Arus pada hubung singkat secara linear bergantung pada besar pancaran matahari. Jika
besar pancaran mataharinya dua kali lipat maka arus juga akan meningkat dua kali lipat, hal
ini ditunjukkan pada Gambar 2.21. Tegangan rangkaian terbuka (Voc) secara relatif tetap
konstan seiring dengan perubahan besar pancaran matahari. Tetapi ketika nilai besar
pancaran matahari menurun mendekati 100 W/m2, menyebabkan tegangan menurun drastis.
Secara matematis, ada dependensi logaritmik antara tegangan dan pancaran matahari pada
sel surya crystalline[3].

Gambar 2.21 Tegangan Rangkaian Terbuka dan Arus Hubung Singkat tergantung

pada Pancaran Matahari [3]

Keluaran dari sel surya yang berupa arus dan tegangan juga bergantung dari temperatur
yang dihasilkan dari sel surya itu sendiri. Temperatur tinggi menyebabkan nilai arus
hubungan singkat (Isc) meningkat, sedangkan nilai tegangan rangkaian terbuka (Voc)
menurun (tetapi penurunannya tidak signifikan). Besar dari arus hubungan singkat (Isc ) juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain[4]:

• Pancaran matahari yang mencapai sel surya

• Jumlah sel surya yang ada di dalam sebuah PV module

• Luas area dari tiap sel surya

• Tipe silikon yang digunakan

• Efek rugi-rugi yang ada pada sistem

Faktor Pengoperasian Modul Surya (Photovoltaic)

Pengoperasian maximum modul surya sangat tergantung pada [5]:

 Temperatur udara lingkungan

Sebuah modul surya dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur modul tetap
normal (pada 250C) dan kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada PV
modul akan melemahkan tegangan (Voc). Setiap kenaikan temperatur modul surya 10 C
(dari 250C) akan berkurang sekitar 0,4% pada total tenaga yang dihasilkan atau akan
melemah 2 kali lipat untuk kenaikan temperatur modul per 100C[5].

Gambar 2.22 Efek Temperatur Modul pada Tegangan[5]

Koefisien temperatur untuk perubahan tegangan dan arus juga biasanya ditetapkan
pada lembar kerja modul PV dalam persentase mV atau mA per 0C, hal ini memungkinkan
parameter-parameter elektriknya dihitung pada berbagai kondisi temperatur. Jika lembar
kerjanya tidak memberikan banyak informasi pada koefisien temperaturnya, maka grafik
modul silikon crystalline yang digambarkan pada gambar 2.20 juga bisa digunakan untuk
menentukan parameter-parameter perubahan temperatur [3].

 Radiasi matahari (insolation)

Radiasi matahari di bumi dan diberbagai lokasi bervariasi dan sangat tergantung
keadaan spektrum matahari ke bumi. Insolation matahari akan banyak berpengaruh pada arus
(I) tetapi sedikit pada tegangan (V)[5].

Gambar 2.23 Kurva I-V dari Modul Surya untuk beberapa Iradiasi dan Temperatur
konstan[3].
  Kecepatan angin bertiup
Kecepatan angin disekitar lokasi modul PV dapat membantu mendinginkan
permukaan temperatur kaca-kaca modul PV [5].  Keadaan atmosfir bumi Jenis
partikel debu udara, asap, uap air udara (RH), kabut dan polusi sangat menentukan
hasil maksimum arus listrik dari modul PV[5].
  Orientasi modul surya (photovoltaic)
Orientasi modul PV ke arah matahari secara optimum penting agar modul PV dapat
menghasilkan energi maksimum. Untuk lokasi yang terletak di belahan utara maka
modul PV sebaiknya diorientasikan ke selatan[5].
  Posisi letak modul surya terhadap matahari (tilt angle)
Mempertahankan sinar matahari jatuh ke sebuah permukaan modul PV secara tegak
lurus akan mendapatkan energi maksimum ± 1000 W/m2 atau 1 kw/m2. Kalau tidak
dapat mempertahankan ketegaklurusan antara sinar matahari dengan PV, maka
tambahan luasan bidang modul PV dibutuhkan[5].

Gambar 2.24 Extra Luasan Modul PV dalam Posisi Datar[5]

Pada gambar 2.25 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan (kurva I-V) dan
kurva tegangan daya untuk modul berdaya 50 W. Kurva I-V ini dihasilkan dari merangkai 36
sel surya secara seri[3].

Gambar 2.25 Kurva I-V untuk Modul Mono-crystalline 50 W[3]

2.8.5 Karakteristik Dari photovoltaic


Beberapa karakteristik penting photovoltaic terdiri dari tegangan open circuit (Voc),
arus hubung singkat (Isc), efek perubahan intensitas cahaya matahari, efek perubahan
temperatur pada solar cell (Tsc) dan karakteristik tegangan-arus (V-I characteristic) pada
photovoltaic[6].

Tegangan Open Circuit (Voc)

Voc adalah tegangan yang dibaca pada saat arus tidak mengalir atau dengan kata lain
tegangan maksimum solar cell yang terjadi ketika arus hubung singkat sama dengan nol.
Cara untuk mencapai tegangan open circuit (Voc) yaitu dengan cara menghubungkan kutub
positif dan kutub negatif PV module pada multimeter maka akan terlihat pembacaan nilai
tegangan open circuit sel surya pada multimeter[4].

Arus Short Circuit (Isc)

Isc merupakan arus maksimal yang dapat dihasilkan oleh modul sel surya. Cara untuk
mendapatkan nilai Isc yaitu dengan cara menge-short-kan kutub positif dengan kutub negatif
pada PV module, kemudian nilai Isc dibaca pada multimeter sebagai pembaca arus sehingga
didapatkan nilai pengukuran arus maksimum pada sel surya[4].

Gambar 2.26 Karakteristik Tegangan Arus dan Kurva Daya[8]

2.9 Efek Perubahan Intensitas Cahaya Matahari

Apabila jumlah energi cahaya matahari yang diperoleh sel surya (photovoltaic)
berkurang atau intensitas cahayanya melemah, maka besar tegangan dan arus listrik yang
dihasilkan juga akan menurun. Penurunan tegangan relatif lebih kecil

dibandingkan penurunan arus listriknya. Gambar 2.27 di bawah ini memperlihatkan


perubahan arus dan tegangan dari sel surya (photovoltaic) apabila intensitas cahaya matahari
yang diperoleh berubah-ubah nilainya[4].
Gambar.2.27 Kurva I-V Terhadap Tingkat Irradiance dan Temperatur yang Tetap[2]

2.10 Efek Perubahan Temperatur Pada photovoltaic

Temperatur juga mempengaruhi kinerja sel dan efisiensi photovoltaic, Jika sel surya
berada pada kondisi dingin maka akan menghasilkan daya yang lebih besar. Pada umumnya
ketika penyinaran pada sel adalah 1 kW/m2 temperatur sel kira-kira 300C lebih tinggi dari
udara sekitar. Makin besar temperatur sel surya maka tegangan berkurang sekitar 0,0023
Volt/0C untuk teknologi crystalline silikon atau sekitar 0,0028 Volt/0C untuk teknologi film
tipis (thin film). Daya listrik juga mengalami penurunan sampai 0,5%/0C untuk teknologi
crystalline silikon atau sekitar 0,3%/0C untuk teknologi film tipis (thin film). Karakteristik
perubahan temperatur pada sel surya diperlihatkan pada gambar 2.28.

Gambar 2.28 Kemampuan Sel Surya pada Beberapa Variasi Temperatur[2]

2.11 Karakteristik Tegangan-Arus Pada photovoltaic

Penggunaan tegangan dari photovoltaic bergantung dari bahan semikonduktor yang


dipakai. Jika menggunakan bahan silikon maka tegangan yang dihasilkan dari setiap sel surya
berkisar 0,5 V. Tegangan yang dihasilkan dari photovoltaic bergantung dari radiasi cahaya
matahari. Untuk arus yang dihasilkan dari photovoltaic bergantung dari luminasi (kuat
cahaya) matahari, seperti pada saat cuaca cerah atau mendung. Sebagai contohnya suatu
kristal silikon tunggal photovoltaic dengan luas permukaan 100 cm2 akan menghasilkan
sekitar 1,5 Watt dengan tegangan sekitar 0,5 Volt tegangan searah dan arus sekitar 2 Ampere
di bawah cahaya matahari dengan panas penuh (intensitas sekitar 1000W/m2). Karakteristik
perubahan tegangan-arus pada photovoltaic diperlihatkan pada gambar 2.29[4].

Gambar2.29 Karakteristik Tegangan-Arus pada Silikon Photovoltaic[4]

Kinerja photovoltaic dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor
dalam meliputi bahan semikonduktor, kemurnian material, efek dari proses manufakturnya,
serta faktor luar meliputi intensitas matahari dan temperatur sel. Pada umumnya faktor
internal hanya dapat diubah dengan pembuatnya. Oleh karena itu, kita hanya dapat
mengoptimalkan kinerja sel dengan mengatur faktor external[4].

2.12 Daya Dan Efisiensi Pada Photovoltaic

Untuk mengetahui berapa nilai daya sesaat yang dihasilkan, kita harus terlebih dulu
mengetahui daya yang diterima (daya input), dimana daya tersebut adalah perkalian antara
intensitas radiasi matahari yang diterima dengan luas area modul PV dengan persamaan[4] :
(2.7)

Dimana:

P = Daya input akibat irradiance matahari (Watt)

E = Intensitas radiasi matahari (Watt/m2)

A = Luas area permukaan photovoltaic module (m2)

Sedangkan untuk besarnya daya pada solar cell (Pout) yaitu perkalian tegangan
rangkaian terbuka (Voc), dengan arus hubung singkat (Isc), dan Fill Factor (FF) yang
dihasilkan oleh sel Photovoltaic dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut [4]: (2.8)

Dimana:

Pout = Daya yang dibangkitkan oleh photovoltaic (Watt)

Voc = Tegangan rangkaian terbuka pada photovoltaic (Volt)

Isc = Arus hubung singkat pada photovoltaic (Ampere)

FF = Fill Factor
2.10 Fill Factor (FF)

merupakan parameter yang menentukan daya maksimum dari photovoltaic dalam


kaitannya dengan Isc dan Voc. Fill factor didefinisikan sebagai rasio daya maksimum
photovoltaic terhadap hasil kali Voc dan Isc. Fill factor juga merupakan ukuran besarnya
deviasi karakteristik I-V terhadap kurva ideal dioda. Nilai Fill faktor ini umumnya sebesar
0,75-0,85. Selain itu Fill factor merupakan indikator dari kualitas metalisasi kontak yang
bergantung pada resistansi total pada sebuah photovoltaic. Resistansi total tersebut meliputi
resistansi seri (Rs) dan resistensi parallel (Rp). Besarnya Fill factor dapat dihitung dengan
menggunakan rumus[4].

Gambar2.30 Faktor pengisian dari Modul Surya[3]

Sedangkan untuk menentukan efisensi panel surya dengan membagikan daya masukan
dengan daya keluaran dikali 100 % yaitu dengan menggunakan rumus :

Efisiensi = (pout/pin) x 100% (2.10)

Efisiensi yang terjadi pada photovoltaic merupakan perbandingan daya yang dapat
dibandinkan oleh photovoltaic dengan energi input yang diperoleh dari irradiance matahari.
efisiensi yang digunakan adalah efisensi sesaat pada pengambilan data[4].

η = x 100% (2.11)

Sehingga efisiensi yang dihasilkan :

η = x 100% (2.12)

Dimana :

η = Efisiensi photovoltaic (%)

Ir = Intensitas radiasi matahari (Watt/m2)

P = Daya output yang dibangkitkan oleh photovoltaic (Watt)

A = Luasan Permukaan modul surya atau photovoltaic (m2)


2.13 Lensa Fresnel

Lensa Fresnel adalah sebuah lensa yang dikembangkan oleh seorang fisikawan
berkebangsaan Perancis, Augustin Jean Fresnel untuk aplikasi pada mercusuar. Konstruksi
lensa didesain dengan panjang fokus yang pendek, jarak fokus tak terhingga dan tebal lensa
yang sangat tipis jika dibandingkan dengan lensa konvensional, agar dapat melewatkan lebih
banyak cahaya sehingga lampu mercusuar dapat terlihat dari jarak yang lebih jauh.

Menurut majalah Smithsonian, lensa Fresnel yang pertama digunakan pada tahun
1823 pada mercusuar Cordouan di tanjung muara Gironde, sinar cahaya yang dipancarkan
mampu terlihat dari jarak 20 mil (32 km).[5] Seorang fisikawan Skotlandia, Sir David
Brewster, memperkenalkan lensa ini untuk digunakan pada seluruh mercusuar di daratan
Inggris.

Lensa atau sering disebut kanta adalah sebuah alat untuk mengumpulkan atau
menyebarkan cahaya, biasanya dibentuk dari sepotong gelas yang dibentuk. Alat sejenis
digunakan dengan jenis lain dari radiasi elektromagnetik juga disebut lensa, misalnya,
sebuah lensa gelombang mikro dapat dibuat dari "paraffin wax".

Lensa paling awal tercatat di Yunani Kuno, dengan sandiwara Aristophanes The
Clouds (424 SM) menyebutkan sebuah gelas-pembakar (sebuah lensa cembung digunakan
untuk memfokuskan cahaya matahari untuk menciptakan api). Tulisan Pliny the Elder (23-
79) juga menunjukan bahwa gelas-pembakar juga dikenal Kekaisaran Roma, dan disebut
juga apa yang kemungkinan adalah sebuah penggunaan pertama dari lensa pembetul: Nero
juga diketahui menonton gladiator melalui sebuah emerald berbentuk cekung (kemungkinan
untuk memperbaiki myopia).

Seneca the Younger (3 SM - 65) menjelaskan efek pembesaran dari sebuah gelas bulat
yang diisi oleh air. Matematikawan muslim berkebangsaan Arab Alhazen (Abu Ali al-Hasan
Ibn Al-Haitham), (965-1038) menulis teori optikal pertama dan utama yang menjelaskan
bahwa lensa di mata manusia membentuk sebuah gambar di retina. Penyebaran penggunaan
lensa tidak terjadi sampai penemuan kaca mata, mungkin di Italia pada 1280-an. Sebelum
lensa Fresnel ditemukan, ide untuk membuat lensa yang lebih tipis dan ringan yang tersusun
dari beberapa bagian terpisah dalam sebuah bingkai, sering disebut sebagai ide dari Georges
Louis Leclerc dan Comte de Buffon.

Fresnel menyempurnakan penyusunan lensa-lensa konsentrik tersebut berdasarkan


perhitungan zona Fresnel. Lensa Fresnel terbagi menjadi 6 kategori berdasarkan panjang
fokusnya. Kategori yang pertama merupakan lensa yang terbesar dengan panjang fokus 920
mm (36 inci). Kategori yang terakhir dengan lensa terkecil mempunyai panjang fokus 150
mm (5,9 inci). Pengembangan lensa Fresnel lebih lanjut menambahkan dua kategori lensa
yang baru yaitu lensa Fresnel mesoradial dan hyper radial. Pemanfaatan energi termal surya
dengan konsentrator lensa fresnel untuk aplikasi stirling engine.

Prinsip kerja kolektor terkonsentrasi


Beberapa aplikasi termal dibutuhkan energi dalam bentuk temperatur tinggi. Intensitas
radiasi surya yang ditransfer menjadi panas dapat dinaikkan dengan cara mengurangi area
dimana kerugian radiasi dan panas terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menempatkan perangkat optik antara sumber radiasi dengan permukaan penyerap (absorber)
energi.

Menurut Kalogirou (2004), pada concentrating collector energi surya


dikonsentrasikan/difokuskan secara optikal sebelum ditransfer menjadi panas. Mekanisme
konsentrasi ini dapat diperoleh dengan cara pemantulan (reflection) atau pembiasan
(refraction) radiasi surya dengan menggunakan cermin atau lensa. Cahaya yang dipantulkan
atau dibiaskan akan terkonsentrasi pada daerah fokus, selanjutnya akan menaikan flux energi
pada target penerima (receiver/absorber). Untuk menghitung jumlah radiasi matahari yang
masuk melalui konsentrator harus diketahui luasan bukaan/penangkapan (aperture area) dari
konsentrator tersebut.

Radiasi surya pada area ini dapat diperoleh dengan pengukuran langsung dan tidak
termasuk pengurangan beberapa area akibat pengaruh sudut datang matahari atau efek
bayangan. Intensitas radiasi matahari (insolation) yang melalui luasan konsentrator akan
difokuskan dan diserap seperti pada kasus flat-plat collector. Menurut Stine & Geyer (2001),
laju energi surya pada bukaan (aperture) kolektor, disebut aperture irradiance. Dimana
aperture irradiance tersebut terdiri dari beam/ dirrect/normal dan diffuse aperture irradiance.
Sudut datang matahari antara aperture normal dan pusat dari sinar matahari tergantung dari
waktu dalam hari, hari dalam tahun, lokasi dan orientasi aperture dan tergantung tipe serta
akurasi alat penjejak surya (solar tracker). Untuk kolektor surya tipe konsentrasi, intensitasi
radiasi surya yang diperhitungkan adalah direct/beam/normal irradiance dimana dapat
diperoleh dengan pengukuran langsung dengan alat

Sejarah singkat lensa fresnel

Konsep yang ditemukanFresnel pada mulanya adalah seoranga yang belajar dalam
bidang teknik (enginering), namun kembali menekuni bidang optik. Banyak hal yang telah ia
kemukakan namun hal tersebut merupakan hasil kerjasama dengan orang lain. Adapun salah
satu penemuan dari Fresnel yang saat ini terkenal adalah sebuah bentuk lensa cembung yang
bentuknya berbeda dengan dari lensa cembung pada umumnya dan lensa ini kemudian
dikenal dengan lensa fresnel .

Dalam keadaan tertentu, lensa cembung dibutuhkan untuk membentuk bayangan


sehingga berkas cahaya akan tampak mengumpul pada sebuah titik tertentu dan memiliki
suatu intensitas yang ukup kuat. Namun ada kalanya apabila sumber cahaya berjarak amat
dekat dengan lensa maka pengkonsentrasian berkas cahaya tidak akan terjadi. Padahal hal ini
sangat dibutuhkan oleh alat-alat yang menggunakan prinsip pembiasan dengan menggunakan
lensa cembung. Sebagai contoh adalah lampu penerangan, sistem proteksi pada alat-alat
Proyektor kemudian pencahayaan pad lampu depan mobil atau pada suatu lampu sinyal.
Bagian zone plate lensa fresnel Perkembangan Konsep optika sebagai satu cabang dalam
ilmu fisika, memang telah menyusuri riwayat yang panjang..
Penglihatan manusia sendiri telah menjadi suatu kajian yang tidak ada habis-habisnya.
Sekilas di atas telah dikemukakan riwayat perkembangan riset optika, Kalau dizaman kuno
ada nama seperti Aristophanes, di abad pertengahan ada Galileo dan Newton, berikutnya
juga ada Huygens dan van Leeuwenhoek dalam bidang mikroskop, dan fresnel dan Dopper
dalam Optika Gelombang. Agustin Fresnel menyadari bahwa pengurangan dari berat dan
ketebalan dari lensa itu dapat dibuat dengan memindahkan “bagian silindris” dari lensa
seperti mengubah bentuk dari lensa ini namun tanpa mengubah cahaya dari hasil
pembiasannya. Suatu ketika ide ini muncul dari sebuah lampu mercusuar. Ketika ini ia
mengamati bahwa ada semacam bagian prisma bersusun yang mengelilingi lampu tersebut.
hal inilah yang membuat mengapa lampu mercusuar dapat memanarkan cahaya begitu kuat
meskipun dilihat dari jarak yag sangat jauh.

Namun hal ini oleh Fresnel lebih disempurnakan lagi (sebenarnya pada mulanya yang
ditemukan adalah sistem penerminan tersebut) hingga lahirlah pembiasan dengan lensa
Fresnel. Sifat gelombang cahaya dapat digambarkan dengan baik dengan menggunakan lensa
Fresnel. Sifat gelombang cahaya dapat digambarkan dengan baik dengan menggunakan
percobaan yang berhubungan dengan sifat cahaya seperti pada percobaan pembiasan
misalnya. Adalah Thomas Young seorang penemu versi modern dari model gelombang
cahaya yang telah menemukan interferensi pada cahaya sebelum Fresnel kembali
melukiskan hal tersebut pada tahun 1815.

Pada tahun 1818 Fresnel terus berupaya untuk mengembangkan suatu bentuk
matematik untuk gelombang optik dan bersifat lebih mandiri dari apa yang pernah
dikemukakan oleh Thomas Young dan hal ini memberikan sumbangan yang besar pada
perkembangan dunia optik pada umumnya. suatu contoh dalam pemahaman yang diberikan
oleh Fresnel akan efek gelombang cahaya adalah yang dinamakan ”zone plate”. Hal ini
menjadi dasar perhitungan dari lensa Presnel tersebut. Sebuah sumber cahaya kecil dapat
dipertimbangkan sebagai suatu titik yang memancarkan cahaya ke segala arah. Muka
gelombang ada posisi manapun dapat dilukiskan sebagai suatu bagian daerah bundar denga
pusat tertentu dan daerah-daerah bundar yang berurutan menjadi makin membesar jaraknya
terhadap pusat tertentu tadi. Hal inilah yang dipakai untuk menentukan tiap posisi dari
daerah-daerah bundar selanjutnya, tentu dengan menggunakan perhitungan yang akurat.
Dewasa ini lensa Fresnel (dan cermin Fresnel) menjadi sangat banyak digunakan dalam
berbagai peralatan optik. Sebab lensa ini memiliki kelebihan tertentu yaitu bentuknya yang
relatif jauh lebih tipis dan lebih ringan dibandingkan dengan lensa cembung konvensional
yang ada.

Georges Louis Leclerc (1748) menciptakan lensa yang lebih lebih tipis dan lebih
ringan dengan membuat bagian lensa terpisah yang dipasang dalam suatu bingkai.
Selanjutnya Marquis de Condorcet (1743-1794) membuat lensa bergerigi dari sepotong kaca
tipis tunggal. Namun demikian, istilah lensa fresnel diambil dari nama seorang
matematikawan dan fisikawan Perancis Augustin-Jean Fresnel (1822), dengan
mengembangan lensa yang dipakai untuk lensa pembakar dan digunakan untuk mercusuar
(Madhugiri & Karale,2012). Perjalanan sejarah penggunaan lensa fresnel hampir selama dua
abad lebih. Pada awalnya lensa fresnel hanya digunakan untuk lampu penerangan namun
sekarang sudah banyak diaplikasikan dalam teknologi energi surya. Demikian juga bahan
fresnel yang awalnya dari kaca/glass sekarang sudah dikembangkan dari bahan-bahan yang
lain, terutama plastik. Pertama kali penggunaan lensa fresnel dari bahan plastik polymethyl-
methacrylate (PMMA) dimulai pada tahun 1950-an (Leutz & Suzuki, 2001) 2.2.4 Tipe lensa
fresnel Menurut Menghani, et.al (2012), ada dua tipe fresnel yaitu lensa bias (refractive
lens) dan cermin pantul (reflective mirrors).

Lensa fresnel bias sebagian besar digunakan dalam aplikasi fotovoltaik sedangkan
cermin reflektif banyak diaplikasikan dalam solar thermal power. Disain optikal lensa fresnel
lebih fleksibel dan menghasilkan kerapatan fluks yang seragam pada absorber.Gbr
2.menunjukan gambar skematikdari tipe fresnel (a) (b) Gambar 2.(a) Reflective Mirror
Fresnel, (b) Refrac-tive Lens Fresnel (Sumber: Menghani, et al, 2012) 12 Fresnel juga
diklasifikasi menjadi imaginglens (3D-lens) dan non-imaging lens (2D-lens).Perbe-daan dari
kedua tipe ini adalah bentuk bidang fokusnya. Lensa imaging berupa fokus titik (focalpoint)
sedangkan tipe non-imaging berupa garis(line/linear focus) di sepanjang sumbu dari reflektor
cylindrical parabolic.

2.14 Sejarah Singkat Mesin Stirling

Penemu dari mesin stirling adalah Robert Stirling (1790 – 1878), beliau adalah
preacher (pendeta) dan penemu. Beliau juga merupakan menteri gereja negara Skotlandia
pada saat itu yang tertarik pada kesehatan fisik dan keselamatan dari jemaah gerejanya dalam
rangka untuk kebaikan jiwanya.

Penemuan Mesin Stirling

Beliau menemukan mesin stirling (yang beliau sebut “air engine”) karena mesin uap
pada masa itu seringkali meledak, membunuh dan melukai orang-orang yang berada didekat
mesin uap tersebut pada saat meledak. Mesin yang dibuat Robert Stirling lebih aman dengan
alasan tidak akan meledak, dan mesin-mesin tersebut memproduksi daya yang lebih besar
daripada mesin uap pada saat itu.

Pada tahun 1816, stirling menerima hak paten pertama dari tipe baru “air engine”
mesin yang ia bangun, dan mesin-mesin selanjutnya yang mengikuti, pada saat ini menjadi
dikenal sebagai “hot air engine”. Mesin-mesin tersebut terus disebut sebagai “hot air engine”
sampai tahun 1940-an, ketika gas lain seperti helium dan hydrogen digunakan sebagai fluida
kerja. Saudara laki-laki dari Robert, James Stirling, juga mempunyai peran penting dalam
pengembangan dari mesin stirling/ Stirling Engine. 13 Gambar 3. Sketsa penemuan Robert
Stirling (sumber: Leonida, 2008)

Tetapi, seiring dengan ditemukannya motor bakar pembakaran dalam pada akhir abad
-19 dan banyaknya penggunaan motor listrik, maka motor stirling inipun semakin dilupakan.

Pengembangan Mesin Stirling

Sejak awalnya mesin stirling memiliki reputasi kerja yang baik dan masa kerja yang
lama (diatas 20 tahun), antara lain digunakan sebagai mesin pompa air dengan kapasitas
rendah, yaitu pada pertengahan abad ke sembilan belas sampai sekitar tahun 1920, yaitu
ketika mesin pembakaran internal dan motor listrik mulai menggantikannya. Mesin dengan
udara panas (hot air engine) dikenal karena cara kerjanya yang mudah. Kemampuannya
menggunakan berbagai jenis bahan bakar, selain itu operasinya aman, tidak berisik, efisiensi
memadai (moderate), stabil dan rendah biaya perawatannya. Kekurangannya adalah
ukurannya yang sangat besar namun daya keluarannya (output) kecil dengan harga
investasinya tinggi/mahal (untuk ukuran saat itu)

Lepas daripada itu, karena operasi biaya operasinya rendah, maka mesin stirling
dipilih aplikasinya untuk mesin dengan tenaga uap pilihan satu-satunya pada saat itu yang
boros bahan bakar untuk mesin dengan daya yang sama, dan memerlukan perhatian khusus
untuk mencegah terjadinya bahaya ledakan atau kerusakan lainnya.

Kekurangan utama lainnya untuk mesin udara panas adalah kecenderungannya gagal
operasi apabila heater head terlalu panas, walaupun hal itu kemudian dapat diatasi setelah
dilakukan rekayasa ulang heater head nya, yang dapat mencegah panas lebih, serta aman
pada mesin dengan daya rendah.

Namun tetap saja penyempurnaan ini tidak mampu meningkatkan daya saing mesin ini
terhadap mesin-mesin pembakaran internal lainnya yang bermunculan dipasaran pada waktu
itu yang harganya jauh lebih murah.

Penemuan baru baja tahan karat (stainless steel) dan berkembangnya pengetahuan pada
proses mesin termodinamik yang kompleks, mengawali temuan mesin-mesin baru,
menjelang dan sesudah perang Dunia ke II. Desain mesin udara panas yang disempurnakan ,
dengan bobot dan harga yang lebih murah, konstruksi dan operasinya yang mudah, dan yang
lebih penting lagi adalah variasi bahan bakarnya yang tetap tidak berubah (bisa dengan udara
ataupun gas). Ironisnya, beberapa negara maju justru tidak tertarik menggunakan sistem
mesin yang “sangat sederhana” ini untuk umpamanya pada mesin otomotif yang canggih,
sistem pembangkit daya (listrik,dll, bukan untuk daya dorong primer) pada pesawat ruang
angkasa dll.

Situasi ini kemudian berubah tahun 1980, setelah USAID ( Agen AS untuk bantuan
pengembangan internasional) mendanai pengembangan pembuatan mesin Stirling untuk
negara-negara berkembang , dan itu dimulai dari Bangladesh. Dari sinilah berawal prospek
pengembangan dan pemanfaatan mesin Stirling untuk negara-negara berkembang lainnya , di
Afrika, Asia dan Amerika Latin, sebagai salah satu solusi mesin yang murah dan hemat
energi dengan menggunakan udara atau gas ( helium, hydrogen, nitrogen, methanol dsb)
sebagai fluida kerjanya.

Mesin Stirling generasi baru ini jauh lebih kuat, lebih efisien, tidak berisik, mudah
penggunaannya, dan memiliki daya tahan yang lebih tinggi, serta mudah diproduksi secara
massal. Digunakan antara lain untuk mesin pembangkit listrik, mesin pendingin, mesin
pompa dll. Setelah itu mesin stirling diteliti secara luas di seluruh dunia. Kebijakan
penghematan energi pun meningkatkan pengembangannya. Beberapa mesin dengan efisiensi
tinggi dikembangkan. Saat ini, mesin stirling dengan berbagai sumber energi dikembangkan
para peneliti di dunia. Pada masa datang, kita bisa melihat mesin stirling yang berkebisingan
rendah, tahan lama, andal, operasi multibahan bakar, gas buang bersih, dan lain-lain.
Beberapa perusahaan juga mendesain mesin stirling dengan helium sebagai gas kerja
(konduktivitas lebih baik daripada udara).

Mesin Stirling tenaga surya

Sebagaimana yang terlihat pada gambar di bawah ini, mesin Stirling Tenaga Surya
(Free-Piston Alternator Engine) menggunakan tenaga surya sebagai pembangkit energi /
“bahan bakarnya”. Sebagaimana telah disebutkan di atas, prinsip kerjanya adalah
berdasarkan prinsip peredaran termodinamika (motor udara panas). Jadi pada mesin Stirling,
gas hanya disusutkan dan kemudian dikembangkan dengan pemanasan dari luar.
Sebagaimana kita ketahui, tenaga surya adalah termasuk salah satu sumber daya terbarukan
(tidak pernah habis, sampai bermilyar-milyar tahun ke depan) yang paling ekonomis dan
mudah didapatkan, gratis lagi. Dan hal ini merupakan nilai lebih dari mesin Stirling tenaga
surya, ekonomis dan mudah pengoperasiannya. Mesin Stirling tenaga surya adalah termasuk
salah satu dari jenis mesin hemat energi.

Mungkin yang agak mengganggu (dari segi konstruksi dan biaya) adalah sistem
parabola sebagai reflektor sinar surya yang terfokus ke mesin stirling, yang terkopel dengan
suatu generator listrik (selanjutnya kita sebut generator Stirling). Yang lazim kita ketahui
adalah, piringan reflektor sinar pada parabola biasanya dibuat dari bahan yang memantulkan
sinar seperti kaca, ataupun pelat logam dengan permukaan mengkilat . Untuk ukuran
parabola yang kecil, tentunya tidak banyak masalah yang timbul, dan mungkin masih bisa
ditekan biaya pembuatannya. Namun bagaimana bila diperlukan suatu ukuran yang lebih
besar, katakan lebih dari 2-3 meter ? Sudah pasti akan menelan biaya produksi yang lebih
mahal dan tidak ekonomis.

Ternyata seorang ilmuwan dari Jerman Barat, Prof. dr.Hans Kleinwachter (direktur
Bomin Solar GmbH di Lorrach) menemukan ide membuat reflektor sinar surya yang tidak
berat, tahan terhadap angin dan perubahan cuaca (hujan dsb). Dia 16 dengan tim yang terdiri
atas beberapa insinyur dan konstruktor membuat reflektor ringan dari lembaran semacam
plastik yang dilapisi dengan logam , yang ringan dan mampu memantulkan 80% sinar surya
yang datang. Untuk melindungi dari terpaan hujan dan angin, ia membuat sebuah kubah
tembus pandang yang bias melewatkan sinar. Dari 100% sinar surya yang datang, setidaknya
72% akan sampai ke titik baker reflector.

Siklus Stirling

Gambar 4 memperlihatkan siklus stirling ideal. Siklus ini terdiri dari 4 (empat) proses
yang dikombinasikan menjadi sebuah siklus tertutup yaitu dua proses isothermal dan dua
proses isokhorik. Proses-proses tersebut ditunjukkan pada diagram tekanan-volume (P-v)
dan diagram temperatur-entropi (T-s). Luas area didalam diagram siklus stirling tersebut
adalah kerja indikator yang dihasilkan dari proses isothermalnya saja. Untuk memfasilitasi
kontinuitas kerja dari dan menuju sistem, sebuah flywheel harus diintegrasikan dalam
rancangan mesin stirling. Flywheel berguna sebagai storage device untuk energi. Dalam
siklus ini, panas harus ditransmisikan dalam seluruh prosesnya.

Kerja yang dihasilkan dari siklus stirling tertutup ideal dipresentasikan oleh luas area
1-2-3-4 pada diagram P-V. Dari hukum pertama termodinamika, kerja output harus sama
dengan panas input yang direpresentasikan pada area 1-2- 3-4 didiagram T-S. Regenerator
dapat digunakan untuk mengambil panas dari fluida kerja diproses 4-1 dan mengembalikan
lagi panas dalam proses 2-3. Siklus Carnot memperlihatkan efisiensi teoritik dari sebuah
siklus termodinamika.

Proses siklus stirling ideal :

  Proses 1-2 : Kompresi Isothermal Piston pada silinder panas memberikan kerja
pada fluida kerja dan mengompresikannya secara isothermal pada temperatur dingin.
Pada saat hal yang sama terjadi juga pembuangan kalor ke lingkungan. Karena fluida
kerja bertekanan rendah pada saat itu, diperlukan kerja yang lebih sedikit untuk
mengompresikan daripada kerja yang dihasilkan pada proses ekspansi.
- Pembuangan panas ke silinder dingin
- Q12 = area 1 – 2 – b – a pada diagram T-s
- Fluida kerja dikenai kerja, (pertukaran energi dari flywheel)
- W12 = area 1 – 2 – b – a pada diagram P-v
  Proses 2-3 : Kompresi Isokhorik Piston mentransfer fluida kerja secara isochoric
melewati regenerator menuju silinder panas. Kalor dihantarkan ke fluida kerja ketika
gas melewati regenerator, mengakibatkan naiknya temperatur fluida kerja ketika
masuk ke silinder panas. - Pemasukan panas (pertukaran energi dari regenerator) -
Q23 = area 2 – 3 – c – b pada diagram T-s - W23 = 0
  Proses 3-4 : Ekspansi Isothermal 18 Fluida kerja dengan tekanan tinggi menyerap
panas dari area panas dan mengekspansikannya secara isothermal, hal ini
mengakibatkan kerja pada piston.
- Panas ditransferkan dari sumber panas
- Q34 = area 3 – 4 – d – c pada diagram T-s
- Kerja dilakukan oleh fluida kerja (pertukaran energi ke flywheel)
- W34 = area 3 – 4 – a – b pada diagram P-v
  Proses 4-1 : Kompresi Isokhorik
 Piston ekspansi mentransfer fluida kerja secara isokhorik melewati regenerator ke sisi
dingin (silinder dingin) dari mesin. Kalor diserap dari fluida kerja ketika fluida kerja
melewati regenerator, hal ini juga membuat temperatur fluida kerja menurun pada
saat menuju silinder dingin.
- Pelepasan kalor (pertukaran energi ke regenerator)
- Q41 = area 1 – 4 – d – a
- W41 = 0

Atau dengan kata lain, siklus stirling mempunyai kemungkinan efisiensi maksimum
seperti halnya dengan efisiensi Carnot sesuai dengan hukum kedua termodinamika. Tetapi
bagaimanapun, harus diingat bahwa motor stirling adalah mesin yang secara praktek dimana
banyak faktor lain yang mempengaruhi perhitungan secara matematisnya.

Jenis - Jenis Mesin Striling

Mesin Stirling memiliki dua jenis yang dibedakan oleh cara mereka memindahkan
udara antara sisi panas dan dingin dari silinder:

1. Tipe Alpha

Dua piston “alpha” desain jenis memiliki piston dalam silinder terpisah, dan gas
didorong antara ruang panas dan dingin. mesin Stirling alfa berisi kekuatan dua piston dalam
silinder yang terpisah, satu berada didingin dan satunya berada dipanas. Silinder panas
terletak di dalam suhu tinggi penghantar panas (silinder yang dibakar) dan silinder dingin
terletak di dalam displacer suhu rendah. Jenis mesin ini memiliki rasio power-to-volume
tinggi, namun memiliki masalah teknis karena apabila suhu piston tinggi biasanya panas
akan merambat ke pipa pemisah silinder . Dalam prakteknya, piston ini biasanya membawa
isolasi yang cukup besar untuk bergerak jauh dari zona panas dengan mengorbankan
beberapa ruang mati tambahan

Sebagian besar gas berkerja dalam silinder panas, yang telah dipanaskan melalui
diding silinder panas dan mendorong piston panas ke bagian bawah (menarik udara). Dengan
menarik udara dari bagian piston dingin. Pada titik 90 ° adalah titik balik dimana piston
panas akan menjadi sebuah siklus mesin striling. Gas sekarang pada volume maksimal.
Piston didalam silinder panas mulai bergerak, dan sebagian besar gas panas masuk ke dalam
silinder dingin, di mana mendingi dan terjadi penurunan tekanan. Hampir semua gas
sekarang berada di silinder dingin dan pendinginan berlanjut. Piston dingin, didukung oleh
momentum roda gila ( pasangan piston lain pada poros yang sama) kompresi bagian gas
yang tersisa. Gas pada silinder dingin mencapai volume minimum, dan sekarang akan masuk
kedalam silinder panas di mana ia akan dipanaskan sekali lagi, dan memberikan lagi
kekuatan pada piston untuk mendorong piston panas

2. Tipe Beta

Jenis mesin Stirling yang dikenal sebagai tipe “beta dan gamma”, menggunakan
displacer (pemindah panas) mekanis yang telah terisolasi untuk mendorong gas kerja antara
sisi panas dan dingin dari silinder. Displacer, cukup besar untuk mengisolasi sisi panas dan
dingin dari silinder untuk menggantikan sejumlah besar gas. Jenis Ini harus memiliki jarak
yang cukup antara displacer dan dinding silinder, untuk memungkinkan gas mengalir di
sekitar displacer dengan mudah.

Mesin Stirling beta memiliki piston daya tunggal yang diatur dalam silinder yang
sama pada poros yang sama sebagai displacer piston. Silinder Piston displacer yang cukup
longgar hanya berfungsi untuk antar jemput gas panas dari silinder panas ke silinder dingin.
Ketika silinder dipanaskan gas mendorong dan memberikan piston kekuatan. Ketika piston
terdorong ke dingin (titik bawah) silinder mendapat momentum dari mesin, dan ditingkatkan
dengan roda gila. Tidak seperti jenis alfa, jenis beta tidak akan menyebabkan isolator (pipa
pemisah jika dalam bentuk alfa) menjadi panas. Piston tenaga (abu-abu atas) telah
mengkompresi gas, piston displacer ( abu-abu bawah) telah bergerak sehingga sebagian
besar gas panas masuk kedalam silinder panas. Gas yang dipanaskan meningkatkan tekanan
dan mendorong Piston tenaga ke batas terjauh (titik bawah). Piston displacer sekarang
bergerak ke titik puncak, dan mengirim gas panas ke silinder dingin. Gas didinginkan dan
sekarang dikompresi oleh pinton tenaga dengan momentum dari roda gila. Langkah Ini
membutuhkan energi yang lebih sedikit, karena tekanannya turun ketika didinginkan

3. Tipe Gamma

Jenis mesin Stirling yang dikenal sebagai tipe “beta dan gamma”, menggunakan
displacer (pemindah panas) mekanis yang telah terisolasi untuk mendorong gas kerja antara
sisi panas dan dingin dari silinder. Displacer, cukup besar untuk mengisolasi sisi panas dan
dingin dari silinder untuk menggantikan sejumlah besar gas. Jenis Ini harus memiliki jarak
yang cukup antara displacer dan dinding silinder, untuk memungkinkan gas mengalir di
sekitar displacer dengan mudah.

Mesin Stirling gamma hanyalah sebuah mesin Stirling beta, di mana piston tenaga
sudah terpasang di dalam silinder yang terpisah samping silinder piston displacer, tapi masih
terhubung ke roda gila sama. Gas dalam dua silinder dapat mengalir bebas karena mereka
berada dalam satu tubuh. Konfigurasi ini menghasilkan rasio kompresi lebih rendah, tetapi
mekanis ini cukup sederhana dan sering digunakan didalam mesin Stirling multi-silinder.

Tergantung kepada penggunaannya, mesin Stirling kemudian berkembang menjadi beberapa


jenis , antara lain :

1. 1. Crank-drive Stirling Engine. Mesin jenis ini pembuatan dan operasinya mudah, tidak
menggunakan pelumas (oli) pada crankcase nya. Untuk mencegah masuknya oli ke
crankcase, digunakan jenis bantalan : sealed roller bearings, ball bearings atau bushing
dari bahan teflon yang tidak dilubrikasi. Daya (energi) diperoleh dari gerakan maju-
mundurnya piston ( system linier). Untuk operasinya diperlukan bahan bakar.
2. Simple Free-Piston Engine. Bekerja dengan udara atmosfir sebagai bahan bakar
kerjanya, dan putarannya sangat rendah. Kelebihan jenis mesin ini adalah daya angkat
dan efisiensinya sangat tinggi . Digunakan biasanya untuk pompa (displacement pump).
Mesin dengan displacer berdiameter 60 cm, dengan putaran 1 rotasi per detik (cycle per
second), mampu menghasilkan daya sekitar 500 watt (50 liter-meter/sec)
3. Free-Cylinder Engine. Mesin jenis resiprokal (berputar), antara lain untuk pompa .
4. Duplex Stirling Engine, untuk mesin freezer penyimpan bahan makanan yang portable.
5. Free-Piston Alternator Engine. Digunakan antara lain dalam pengembangan mesin
Stirling pembangkit listrik yang digerakkan dengan bantuan panas surya (matahari).
Kapasitas daya sampai 20 kw. Dalam beberapa tahun ke depan diharapkan akan lebih
besar lagi kapasitasnya.

Kelebihan dan Kekurangan Mesin Stirling


Ada beberapa kelebihan dan kekurangan digunakannya mesin stirling pada pembangkit ini.
(Urieli dan Berchowitz, 1984) Kelebihan :

1. Potensi Maksimal efisiensinya karena hampir mendekati efisiensi mesin carnot.


2. Fleksibilitas bahan bakar yang digunakan, bisa biomass, panas matahari, geothermal dan
bahan bakar fosil.
3. Rendahnya oksidasi Nitrogen dibandingkan mesin pembakaran lainnya (Rendahnya
Emisi atau pencemaran udara)
4. Tidak berisik dan tidak banyak getaran sewaktu bekerja
5. Pistonnya memiliki kehandalan tinggi
6. Stirling engine bisa menggunakan dua proses sistem termodinamika

7. Tingginya usaha kerja yang dihasilkan Mesin Stirling dapat bekerja pada sembarang
sumber energi panas, termasuk bahan kimia, sinar surya (solar), limbah pertanian (sekam,
tempurung kelapa dsb), kayu bakar, berbagai produk minyak bakar (biomassa, biofuel dsb),.
panas bumi dan nuklir. Kemungkinan implementasi mesin Stirling banyak sekali, namun
sebagian besar masuk pada kategori mesin piston resiprokal. Perbedaan yang menyolok
dengan mesin pembakaran internal adalah potensi untuk menggunakan sumber panas
terbarukan pada mesin Stirling lebih mudah, suara mesin lebih lembut (tenang), tidak
berisik / bising dan biaya perawatannya lebih rendah. Biaya kapital per unit daya ($/kW)
dapat ditekan lebih rendah . Dibandingkan dengan mesin pembakaran internal untuk daya
yang sama , maka biaya investasi mesin Stirling untuk saat ini umumya masih lebih besar
dan lebih berat, namun perawatannya jauh lebih mudah dan ekonomis. Sehingga secara
menyeluruh biaya energinya masih dapat bersaing ketat. Efisiensi panasnya juga berimbang
(untuk mesin-mesin yang kecil) berkisar antara 15% – 30%. Dengan basis biaya investasi per
unit daya di atas, untuk unit generator dengan kapasitas s/d 100 kW., mesin Stirling masih
kompetitif harganya.

Kekurangan :

1. Responnya lambat ketika ada penambahan dan pengurangan beban


2. Rendahnya daya listrik keluarannya

Penggunaan mesin Stirling Antara lain :

1. Mesin pompa untuk irigasi (pengairan) dengan menggunakan Biomasa


2. Mesin pembangkit listrik (generator) , ukuran kecil dan pemukiman (daya besar)
3. Mesin pemecah padi, gandum dsb, memakai sekam sebagai bahan bakarnya
4. Mesin untuk pendingin / freezer portable.
5. Mesin-mesin dengan tenaga surya (matahari) sebagai pembangkit dayanya.
Aplikasinya luas, bisa mesin pompa, generator listrik dll

2.15 Laju Penurunan Temperatur Fluida

Pada Fluida Penyimpan panas terdapat resistansi waktu atau dapat dikatakan laju
penurunan temperatur yaitu ketahanan fluida dalam menyimpan panas. Masing-masing
bahan cair memiliki kalor jenis yang berbeda-beda. Kalor jenis ini akan berpengaruh
terhadap kecepatan perubahan suhu dari suatu fluida (Çengel dan Turner 2001). Dapat
diketahui bahwa setiap jenis bahan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
menghantarkan panas dan menerima panas sehingga perubahan suhu setiap jenis zat juga
berbeda-beda. Secara umum proses pindah panas pada suatu bahan, bergantung dari jenis zat
dan nilai konduktivitasnya. Bahan cair lebih cepat meneruskan atau menerima panas
dibandingkan benda padat. Selain itu pada bahan cair proses yang terjadi adalah konveksi
sehingga proses perpindahan panas lebih cepat. Nilai massa jenis pun ikut mempengaruhi
kecepatan atau laju pindah panas (Dewitt 2002).

Dalam penelitian ini menggunakan fluida penyimpan panas yaitu, parafin, lubricant oil
dan vegetable oil. Pada fluida ini umumnya akan mengalami penurunan temperatur.
Penyebab turunnya temperatur ini adalah berkurangnya energi matahari yang diterima oleh
kolektor sehingga tidak mampu mengimbangi rugi-rugi energi ke lingkungan. Intensitas
radiasi yang besar menyebabkan tingginya temperatur fluida keluar dari kolektor sehingga
selisih temperatur dengan fluida didalam thermal storage adalah besar. Hal ini
mengakibatkan perpindahan kalornya juga besar. Semakin lama temperatur fluida
penyimpan panas semakin naik secara lambat dan berfluktuasi. Semakin lama waktu
berjalan, semakin besar energi thermal yang diserap dari energi matahari yang dan dipindah
ke thermal storage fluid. Bertambah besarnya temperatur thermal storage mengakibatkan
terjadinya terjadinya proses perpindahan kalor dari matahari ke dalam thermal storage.
Lambatnya kenaikan temperatur fluida penyimpan panas disebabkan oleh rendahnya
konduktivitas termal dari fluida tersebut. Dan juga disebabkan oleh berubah-ubahnya
intesnitas radiasi matahari. Intensitas radiasi yang tinggi menyebabkan kecepatan kenaikan
temperatur fluida penyimpanan lebih besar yang akhirnya meningkatkan kecepatan
temperatur fluida didalam tempat penyimpan panas. Kehilangan energi termal pada thermal
storage disebabkan oleh adanya perpindahan kalor konduksi dan konveksi.
III. PENUTUP

Kesimpulan

Radiasi Matahari adalah pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang
terjadi di Matahari. Energi radiasi Matahari berbentuk sinar dan gelombang elektromagnetik.
Spektrum radiasi Matahari sendiri terdiri dari dua yaitu, sinar bergelombang pendek dan sinar
bergelombang panjang. Sinar yang termasuk gelombang pendek adalah sinar x, sinar gamma,
sinar ultra violet, sedangkan sinar gelombang panjang adalah sinar infra merah. Jumlah total
radiasi yang diterima di permukaan bumi tergantung 4 (empat) faktor, yaitu : Jarak Matahari,
Intensitas radiasi Matahari, Panjang hari, dan Pengaruh atmosfer.

Neraca Energi pada Permukaan Bumi Neraca energi pada suatu permukaan bumi ; Qn =
Qs + Ql - Qs’ – Ql’ Qn : radiasi neto (Wm-2) Qs dan Qs; : radiasi matahari yang datang dan
ke luar (Wm-2) Ql dan Ql’ : radiasi gelombang panjang yang datang dan ke luar n(Wm-2).

Kesetimbangan energi pada sel surya crystalline 100% energi pancaran matahari : 3%
pemantulan dan bayangan yang disebabkan oleh kontak bagian depan 23% energi foton yang
terlalu rendah pada radiasi panjang gelombang yang panjang 32% energi foton yang terlalu
tinggi pada radiasi panjang gelombang yang pendek 8,5% hilang akibat penyatuan ulang 20%
perbedaan potensial pada sel, terutama pada daerah muatan ruang 0,5% tahanan seri (rugi
secara ohm) 13% energi listrik yang dapat dimanfaatkan.

Besar dari arus hubungan singkat (Isc ) juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
lain[4]: • Pancaran matahari yang mencapai sel surya • Jumlah sel surya yang ada di dalam
sebuah PV module • Luas area dari tiap sel surya • Tipe silikon yang digunakan • Efek rugi-
rugi yang ada pada sistem 2.5.5 Faktor Pengoperasian Modul Surya (Photovoltaic)
Pengoperasian maximum modul surya sangat tergantung pada [5]:  Temperatur udara
lingkungan Sebuah modul surya dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur modul
tetap normal (pada 250C) dan kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada
PV modul akan melemahkan tegangan (Voc).

Daya Dan Efisiensi Pada Photovoltaic Untuk mengetahui berapa nilai daya sesaat yang
dihasilkan, kita harus terlebih dulu mengetahui daya yang diterima (daya input), dimana daya
tersebut adalah perkalian antara intensitas radiasi matahari yang diterima dengan luas area
modul PV dengan persamaan[4] : (2.7) Dimana: P = Daya input akibat irradiance matahari
(Watt) E = Intensitas radiasi matahari (Watt/m2) A = Luas area permukaan photovoltaic
module (m2) Sedangkan untuk besarnya daya pada solar cell (Pout) yaitu perkalian tegangan
rangkaian terbuka (Voc), dengan arus hubung singkat (Isc), dan Fill Factor (FF) yang
dihasilkan oleh sel Photovoltaic dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut [4]: (2.8)
Dimana: Pout = Daya yang dibangkitkan oleh photovoltaic (Watt) Voc = Tegangan rangkaian
terbuka pada photovoltaic (Volt) Isc = Arus hubung singkat pada photovoltaic (Ampere) FF =
Fill Factor 2.10 Fill Factor (FF) merupakan parameter yang menentukan daya maksimum dari
photovoltaic dalam kaitannya dengan Isc dan Voc.
DAFTAR PUSTAKA

http://library.usu.ac.id/download/fp/132259563%282%29.pdf

Diakses pada tanggal 08 November 2012

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20743/3/Chapter%20II.pdf

Diakses pada tanggal 08 November 2012

Wikipedia.com, 2011. Radiasi Matahari. Dikutip dari


http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi_Matahari

Diakses pada tanggal 08 November 2012

http://arenlovesu.blogspot.com/2009/10/radiasi-surya.html

Diakses pada tanggal 08 November 2012

http://rimbaraya.blogspot.com/2005/01/pengenalan-ekosistem-hutan.html

Diakses pada tanggal 08 November 2012

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-
KUSNADI/BUKU_SAKU_BIOLOGI_SMA,KUSNADI_dkk/Kelas_X/EKOLOGI_D
AN_KONSEP_EKOSISTEM.pdf

Diakses pada tanggal 08 November 2012

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29128/4/Chapter%20II.pdf

Diakses pada tanggal 08 November 2012

http://www.kelas-mikrokontrol.com/jurnal/iptek/bagian-1/tanaman-sebagai-bio-
indikator.html

Diakses pada tanggal 08 November 2012

http://bang-ron.blogspot.com/2011/01/mikroklimatologi-atmosfer-cuaca-iklim.html

Diakses pada tanggal 08 November 2012


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai