Anda di halaman 1dari 94

KARYA ILMIAH AKHIR

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


PADA AN “F” DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT EPILEPSI
DIRUANGAN INSTALASI UNIT GAWAT DARURAT (UGD) ANAK
RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

Disusun Oleh :

JUNI RATNA SARI,S.Kep


18.04.019

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MAKASSAR
2020
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA AN “F” DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT EPILEPSI
DIRUANGAN INSTALASI UNIT GAWAT DARURAT (UGD) ANAK
RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan


Pada Program Studi Ners STIKes Panakkukang Makassar

Disusun Oleh :

JUNI RATNA SARI,S.Kep


18.04.019

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MAKASSAR
2020

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan

kepada penulis sehingga menyelesaikan karya ilmiah akhir ini dengan

baik dan tepat pada waktunya.Karya ilmiah akhir ini berjudul “Managemen

Asuhan Keperawatan kegawatdaruratan pada An.F Dengan

Diagnosa Penyakit Epilepsi di Ruangan IGD Anak RSUP Dr.Wahidin

Sudirohusodo Makassar “, Karya Ilmiah Akhir ini disusun guna

memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan program studi Profesi

Ners STIKES Panakkukang Makassar. Sholawat serta salam penulis

haturkan kepada junjungan Nabiyullah Muhammad SAW, Keluarganya,

para sahabatnya dan seluruh Pengikutnya, karena beliaulah yang telah

membawa dunia ini dari Alam kegelapan menuju alam yang terang.

Penulis menyadari,bahwa usaha penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini

mengalami banyak kesulitan, akan tetapi berkat ketekunan dan bantuan

berbagai pihak hinggah akhirnya Karya Ilmiah Akhir ini dapat

terselesaikan, oleh karena itu pada kesempatan yang berharga ini

disampaikan penghargaan dan ucapan terimah kasihyang sedalam-

dalamnya, terutama kepada :

1. Ayahanda dan ibunda tercinta (H.Marsipan dan Hj.Nuryam), dan

juga saudara-saudara ku yang senantiasa tidak henti-hentinya

memberikan do’a dan dukungannya baik secara moril maupun

iv
material sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan gelar

Ners.

2. H.Sumardin Makka, SKM., M.Kes selaku Ketua Yayasan Stikes

Panakkukang Makassar.

3. Ibu Sitti Syamsiah, Skp.,M.kes selaku Ketua Stikes Panakkukang

Makassar.

4. Bapak Kens Napolion, Skp., M.Kes., Sp.Kep.J , selaku Ketua

Prodi Profesi Ners Stikes Panakkukang Makassar yang telah

memberikan saran dan pengertian selama saya mengikuti Program

Studi Ners.

5. Ns.Muhammad Zukri Malik, S.Kep selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk ,bimbingan dan

kesabaran dalam proses penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.

6. Semua Dosen di Prodi Profesi Ners yang telah dengan sabar

membimbing saya selama melaksanakan Praktek Program Ners.

7. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar yang telah

membantu selama ini.

8. Pihak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar terkhusus

ruang Instalasi Gawat Darurat IGD ANAK sebagai tempat

pengambilan kasus untuk penyusunan karya ilmiah ini.

9. Pasien dan keluarga yang telah bekerjasama meluangkan waktu

dan kesempatannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.

10. Teman-teman mahasiswa profesi Ners angkatan 2018/2019 yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu, kebersamaan dengan kalian

v
semua adalah kenangan terindah dalam hidup saya yang tak

pernah terlupakan.

11. Teman dan Sahabat (Unie cantik, Ashar, Aco alias Takim,Chika

Harjulan, Novi, K leha, pokoknya semua yang sudah membantu

saya dalam kuliah ini) Yang telah memberikan motivasi,semangat

setiap harinya dalam menyelesaikan Karya Ilmia Akhir ini.

12. Teman - teman RS.Awal Bros Makassar ruangan Sapphire

Terima Kasih atas pengertian , dukungan serta motivasi dalam

menyelesaikan Progam kuliah sambil kerja ini, dan Alhamdulillah

saya bisa melewatinya.

Dalam kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam

melakukan penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu masukan yang berupa saran dan

kritik yang membangun dari para pembaca akan sangat membantu.

Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan

pihak-pihak terkait terutama pembaca.

Makassar 17 Desember 2019

Juni Ratna Sari, S.Kep

vi
i

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

DAFTAR ISI ..........................................................................................vii

DAFTAR TABEL .................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan .................................................................. 4

C. Manfaat penulisan ................................................................ 6

D. Sistematika penulisan .......................................................... 7

BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAN

A. TINJAUAN TEORI .............................................................. 8

1. Konsep Dasar Medis Penyakit ......................................... 8

a. Pengertian ............................................................... 8

b. Anatomi fisiologi ....................................................... 9

c. Etiologi .....................................................................15

d. Klasifikasi ............................................................... 16

e. Manifestasi Klinis ......................................................21

f. Patofisiologi ..............................................................23

vii
ii

g. Pemeriksaan penunjang ........................................ 27

h. Penatalaksanaan …………………………………….. 28

2. Konsep Asuhan Keperawatan …………………………….. 32


1. Pengkajian ................................................................ 32

2. Diagnosa Keperawatan ……………………………….. 36

3. Intervensi Keperawatan ............................................ 38

4. Implementasi Keperawatan .......................................44

5. Evaluasi Keperawatan ..............................................44

B. TINJAUAN KASUS ........................................................... 45

1. Pengkajian ................................................................... 45

2. Diagnosa Keperawatan ................................................ 57

3. Intervensi Keperawatan ................................................58

4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan .................... 61

BAB III PEMBAHASAN

A. Pengkajian ....................................................................... 66

B. Diagnosa keperawatan .................................................... 68

C. Intervensi keperawatan ................................................... 69

D. Implementasi keperawatan .............................................. 69

E. Evaluasi keperawatan ...................................................... 70

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 74
B. Saran ............................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... ..80

RIWAYAT HIDUP PENULIS .............................................................. 83

viii
iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Etiologi Epilepsi ...................................................................15

Tabel 2.2 Klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE 2017 ..........................17

Tabel 2.3 Daftar OAE yang umum digunakan dan indikasinya ………. 30

Tabel 2.4 Pemeriksaan Fisik pada Penderita Epilepsi ...……………….35

Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan.. ………………………………………38

Tabel 2.6 Hasil laboratorium ...............................................................52

Tabel 2.7 Pengobatan ……………………………..................................54

Tabel 2.8 Analisa Data ........................................................................55

Tabel 2.9 Diagnosa Keperawatan ........................................................57

Tabel 2.10 Intervensi Keperawatan………………………………………….58

Tabel 2.11Implementasi dan Evaluasi keperawatan……………………61

ix
iv

DAFTAR GAMBAR
Hal

Gambar 2.1 Anatomi sistem saraf ................................................... 9

x
v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kartu Kontrol

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam konteks pelayanan kegawatdaruratan, aspek asuhan

keperawatan

Pada tahap pelaksanaan/implementasi harus mengacu pada

doktrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu time saving time is

life saving (waktu adalah nyawa),dengan ukuran keberhasilan

adalah respon time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu

defininit ≤ 2 jam dengan lingkup pelayanan kegawatdaruratan

yaitu melakukan primery survey, tanpa dukungan alat diagnostik

kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan

tahapan ABCD yaitu A : Airway management, B : Breathing

management ,C : Circulation management, D : Disability, dan E

: Exposure (Krisanty dkk, 2016).

Keperawatan gawat darurat (Emergeny Nursing) merupakan

pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada

pasien dengan injury akut atau sakit yang mengancam

kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan

keahlihan dalam pengkajian pasien, setting prioritas,intervensi

krisis , dan pendidikan kesehatan masyarakat (Burrel at al 1997

dalam Taufik ismail, 2016).

1
2

Epilepsi terjadi karena dipicu oleh adanya abnormalitas

aktivitas listrik di

otak yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan spontan

pada gerakan

tubuh,f ungsi, sensasi, kesadaran serta perilaku yang ditandai

dengan kejang

berulang (WHO, 2013).

Data word health organization (WHO) pada tahun 2018

penyakit Epilepsi berjumlah sebanyak 50 juta penduduk

diseluruh dunia. Dari pendataan yang dilakukan secara global

ditemukan 3,5 juta kasus barupertahun diantaranya 40% adalah

anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya

ditemukan pada usia lanjut (Riskesdes, 2018).

Di Indonesia epilepsi secara pasti tidak diketahui kerena

tidak ada data epdemiologi, namun hingga saat ini diperkirakan

ada 900.000 sampai 1.800.000 kasus. Penyakit epilepsi selain

merupakan masalah kesehatan yang sangat rumit juga

merupakan suatu penyakit yang menimbulkan dampak/stigma

sosial yang sangat berat bagi penderita dan keluarganya.

Adanya pemahaman yang salah tentang penyakit epilepsi yang

menyebabkan sulitnya mendeteksi jumlah kasus ini

dimasyarakat karena biasanya keluarga sering

menyembunyikan keluarganya yang menderita penyakit ini.

Sedangkan disurabaya sendiri angka kejadian epilepsy pada


3

anak terjadi jumlah kasus epilepsy aktif 5-10/1.000 penduduk

(Faradila , 2014)

Kejadian epilepsi disulawesi selatan khususnya di kota

Makassar menurut badan pusat statistic Makassar pada tahun

2011 kejadian kasus epilepsi sebanyak 4115 kasus, pada tahun

2012 kejadian kasus epilepsy menurun sebanyak 2467 kasus,

dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 3657 kasus

yang terbesar dirumah sakit dan puskesmas(Muhamad N, 2014)

Berdasarkan data yang kami dapatkan di RSUP Dr.Wahidin

Sudirohusodo,dalam pemberian pelayanan keperawatan gawat

darurat yaitu 67 orang, berdasarkan umur yang paling sering

mengalami epilepsi yaitu umur 1 tahun sampai 5 tahun.Dan

berdasarkan jenis kelamin jumlah kejadian epilepsi lebih banyak

terjadi pada anak laki-laki (53,7%) dibandingkan perempuan

(46,3%).

Pada penelitian yang ditulis oleh Putri (2015 : 54) tentang prevelensi

epilepsi di poliklinik saraf dr. Soertomo mengatakan bahwa frekuensi

maupun persentase kasus baru epilepsi berdasarkan usia selama lima

tahun. Dari jumlah keseluruhan pasien epilepsi selama lima tahun yaitu

sebasar 1959, kasus terbesar pada usia 5-14 tahun dengan frekuensi

sebanyak 588 dan urutan kedua terbanyak adalah pada umur 15-24

tahun dengan frekuensi sebanyak 517 (Putri, 2015).

Status epileptikus tipe konvulsif atau motorik dapat menimbulkan

gejala seperti terjadi penurunan kesadaran, otot kaku di seluruh atau


4

sebagian tubuh, kejang otot di sebagian atau seluruh tubuh, rahang

kaku, pipi atau lidah tergigit, henti napas mendadak, dan kulit berwarna

kebiruan. Hal ini merupakan kedaruratan medis yang memerlukan

pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang

tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah,

yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga

perawat dituntut berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut

serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan

keluarga. Prioritas asuhan keperawatan pada kasus epilepsi adalah :

mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari

trauma, mempertahankan jalan napas, prognosis dan kebutuhan

penanganannya (Doengos, 2011).

Dari latar belakang dan pengalaman praktek yang ditemukan di

Rumah Sakit, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan

judul “Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada An. F Dengan

Diagnosa Medis Epilepsi di Ruangan UGD Anak RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

mengaplikasikan teori asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada

pasien epilepsi.
5

2. Tujuan khusus

a. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan pengkajian keperawatan kegawatdaruratan pada An.

F dengan epilepsi di Ruangan UGD Anak RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

b. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan perumusan diagnosa keperawatan

kegawatdaruratan pada An. F dengan epilepsi di Ruangan UGD

Anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

c. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan penyusunan intervensi keperawatan

kegawatdaruratan pada An. F dengan epilepsi di Ruangan UGD

Anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

d. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan implementasi keperawatan kegawatdaruratan pada

An. F dengan epilepsi di Ruangan UGD Anak RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

e. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan evaluasi keperawatan kegawatdaruratan pada An. F

dengan epilepsi di Ruangan UGD Anak RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.
6

C. Manfaat Penulisan

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini di harapkan dapat

memberi manfaat :

1. Manfaat praktis

a. Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan

bagi pelayanan di rumah sakit agar dapat melakukan asuhan

keperawatan klien epilepsi.

b. Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan

memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan

keperwatan pada klien epilepsi.

2. Manfaat akademis

a. Hasil karya tulis ilmiah ini merupakan sumbangan bagi ilmu

pengetahuan khususnya dalam dalam hal asuhan keperawatan

pada klien epilepsi.

b. Sebagai bahan referensi dan menambah wawasan penerapan

ilmu tentang epilepsi.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti

berikutnya, yang akan melakukan asuhan keperawatan pada klien

epilepsi.
7

D. Sistematika Penulisan

1. Tempat, waktu pelaksanaan pengambilan kasus

Adapun tempat pengambilan kasus dilakukan pada ruang

pelayanan UGD anak RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo pada

tanggal 08 Oktober 2019

2. Teknik pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

a. Wawancara

Data diambil dan diperoleh melalui percakapan baik dengan

keluarga klien maupun tim kesehatan lain.

b. Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan pada keadaan umum

pasien. .

c. Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi yang

dapat menunjang, menegakkan diagnosa dan penanganan

selanjutnya.
8

BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Dasar Medis

a. Pengertian Epilepsi

Epilepsi adalah golongan penyakit saraf yang gejala-gejalanya

timbul mendadak dalam serangan-serangan berulang, pada

sebagian besar disertai penurunan kesadaran, dan dapat disertai

atau tidak disertai kejang (Markam, Soemarmo, 2013).

Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang

tampak sehat sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis

sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat dimanifestasikan

sebagai fenomena motoric, sensorik, otonomik, atau psikis yang

abnormal. Epilepsy merupakan akibat dari gangguan otak kronis

dengan serangan kejang spontan yang berulang (Satyanegara,

2010) dalam Nurarif & Kusuma, 2016, hal.193).

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang

dicirikan oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan

berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak

yang bersifat mendadak dan sepintas yang berasal dari

sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan berirama

(Sukarmin, dan Riyadi, 2012).

8
9

Epilepsi adalah sekelopok sindrom yang ditandai dengan

gangguan otak sementara yang bersifat paroksimal yang

dimanifestasikan beruba gangguan atau penurunan kesadaran

yang episodik, fenomena motorik yang abnormal, gangguan

psikis, sensorik, dan sistem otonom : gejala-gejalanya disebabkan

oleh aktivitas listrik otak (Fransisca, 2013).

b. Anatomi Fisiologi

Anatomi fisiologi sistem saraf (Mutaqqin, 2011)

Gambar 2.1 Anatomi sistem saraf

a. Otak

Otak terdiri dari otak besar yaitu disebut cerebrum, otak kecil

disebut cerebellum dan batang otak disebut

brainstem.Beberapa karakteristik khas otak orang anak yaitu

mempunyai berat lebih kurang 2% dari berat badan dan


10

mendapat sirkulasi darah sebanyak 20 % dari cardiac output

dan membutuhkan kalori sebesar 400 kkal setiap hari.

Otak mempunyai jaringan yang paling banyak menggunakan

energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi

glukosa.Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal

ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan proses

yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti.Bila

kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka

metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan

mengalami kerusakan. Secara struktural,cerebrum terbagi

menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub

korteks yang disebut struktural subkortikal.Korteks cerebri terdiri

atas korteks sensorik yang berfungsi untuk

mengenal,interpretasi inpuls sensorik yang diterima sehingga

individu merasakan,menyadari adanya suatu sensasi

rasa/indera tertentu.Korteks sensorik juga menyimpan sangat

banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik selama

manusia hidup.Korteks motorik berfungsi untuk memberi

jawaban atas rangsangan yang diterimanya.

1) Cerebrum (otak besar)

Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut

hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura

longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi hemisper kanan


11

dan kiri.Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh

bangunan yang disebut corpus callosum.Hemisper cerebri

dibagi menjadi lobus - lobus yang diberi nama sesuai

dengan tulang diatasnya,yaitu:

a) Lobus Frontalis,bagian cerebrum yang berada dibawah

tulang frontalis

b) Lonbus Parietalis,bagian cerebrum yang berada dibawah

tulang parietalis

c) Lobus Occipitalis,bagian cerebrum yang berada dibawah

tulang occipitalis

d) Lobus Temporalis,bagian cerebrum yang berada di

bawah tulang temporalis.

2) Cerebelum (otak kecil)

Cerebelum (otak kecil) terletak di bagian belakang

cranium menempati fosa cerebri posterior dibawah lapisan

durameter tentorium cerebelli.Dibagian depannya terletak

batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gr atau 88 % dari

berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi

menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan

oleh Vermis. Fungsi cerebellum pada umumnya adalah

mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan

dapat terlaksana dengan sempurna


12

3) Batang otak atau brainstern

Batang otak terdiri atas diencephalon, midbrain, pons dan

medulla oblongata merupakan tempat berbagai macam

pusat vital seperti pusat pernapasan, pusat vasomotor, pusat

pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah. Menurut

syaifuddi (2012) batang otak terdiri dari :

a) Dianzefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di

antara cerebellum dengan dengan meansefalon.

Kumpilan dari sel-sel yang terdapat di bagian lobus

temporal terdapat kapsula interna dengan sudut

menghadap ke samping.

b) Meansefalon, terdiri dari 4 bagian yang menonjol ke atas,

2 disebelah atas disebut korpus kudrigeminus inferior

serat saraf okulomotorius berjalan ke ventrikel bagian

medial, serat nervus troklearis berjalan kea rah dorsal

garis tengah ke sisi lain.

c) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan

meansefalon dengan pons varoli

d) Medulla oblongata, merupakan bagian dari batang otak

yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli

dengan medulla spinalis.


13

b. Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan perpanjangan modulla oblongata

ke arah kaudal di dalam kanalis vertebralis cervikalis I

memanjang hingga setinggi cornu vertebralus lumbalias I-II.

Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmenya terdiri dari satu

pasang saraf spinal. Dari medulla spinallis bagian cervical

keluar 8 pasang, dari bagian thorakal 12 pasang, dari bagian

lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari

coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya

otak,medula spinalis pun terbungkus oleh selaput meningen

yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau

cedera.

Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat

adalah sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan

oleh substansi grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban

individu terhadap rangsang melindung tubuh terhadap berbagai

perubahan yang terjadi baik di lingkungan eksternal. Kegiatan

refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung

refleks.

Fungsi medula spinalis:

1) Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik

atau kornu ventralis.

2) Mengurus kegiatan refleks spinalis dan reflek tungkai


14

3) Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi

menuju cerebellum

4) Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua

bagian tubuh.

Fungsi Lengkung Reflek:

1) Reseptor : penerima rangsang

2) Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke

system saraf pusat (ke pusat refleks)

3) Pusat Refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis

substansia grisea ) tempat terjadinya sinap(hubungan antara

neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan

/penerusan impuls)

4) Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke

sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot,maka eferen

disebut juga neuron motorik (sel saraf/penggerak)

5) Efektor : sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir

sebagai jawaban refleks.Dapat berupa sel otot (otot jantung,

otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.

c. Sistem Saraf Tepi

Kumpulan neuron di luar jaringan otak dan medula spinalis

membentuk sistem saraf tepi (SST). Secara anatomik di

golongkan ke dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan


15

31 pasang saraf spinal. Secara fungsional, SST di golongkan ke

dalam :

1) Saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari

kulit, otot rangka dan sistem saraf pusat

2) Saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari

sistem saraf pusat ke otot rangka

3) Saraf sensorik (aferen) viseral : membawa informasi dari

dinding visera ke sistem saraf pusat

4) Saraf motorik (aferen) viseral : membawa informasi dari

sistem saraf pusat ke otot polos, otot jantung dan kelenjar.

5) Saraf eferen viseral di sebut juga sistem saraf otonom.

c. Etiologi

Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari

kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau

yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan idiopatik.2 Terdapat

dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum.

Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :

Tabel 2.1 : Etiologi Epilepsi

Kejang Fokal Kejang Umum


a. Trauma kepala a. Penyakit metabolic
b. Stroke b. Reaksi obat
c. Infeksi c. Idiopatik
d. Malformasi vaskuler d. Faktor genetic
e. Tumor (Neoplasma) e. Kejang fotosensitif
f. Displasia
16

g. Mesial Temporal Sclerosis

d. Klasifikasi

Pada tahun 1981 International Laegue Against Epilepsi (ILAE)

membagi kejang menjadi kejang umum dan kejang fokal/ parsial.

Berdasarkan tipe bangkitan (diobservasi secara klinis maupun hasil

pemeriksaan elektrofisiologi), apakah aktivitas kejang dimulai dari 1

bagian otak, melibatkan banyak area atau melibatkan kedua

hemisfer otak. ILAE membagi kejang menjadi kejang umum dan

kejang pasial dengan definisi sebagai berikut, Kejang umum adalah

gejala awal kejang dan/ atau gambaran EEG menunjukkan

keterlibatan kedua hemisfer; Kejang parsial (fokal) adalah gejala

awal kejang dan/atau gambaran EEG menunjukkan aktivitas pada

neuron terbatas pada satu hemisfer saja. Klasifikasi epilepsi terus

berkembang sejak tahun 1960 ILAE telah mengeluarkan beberapa

kali klasifikasi epilepsi. Klasifikasi epilepsi yang saat ini dianut

adalah klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE 2017. Klasifikasi ini

terdiri dari 3 tingkatan (tabel 2.1) dimana tingkatan ini dirancang

untuk melayani pengelompokan epilepsi dilingkungan klinis yang

berbeda. Klasifikasi ini memungkinan penentuan etiologi penyebab

epilepsi sudah mulai dipikirkan pada saat pertama kali kejang

epilepsi didiagnosis.
17

Tabel 2.2 Klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE 2017

a. Klasifikasi tipe kejang (dipergunakan bila tidak terdapat EEG,


Imaging, video)

1) Onset Fokal

2) Onset General

3) Unknown Onset

b. Berdasarkan tipe epilepsi (dipergunakan pada fasilitas dengan


akses pemeriksaan penunjang diagnostik epilepsi)

1) Onset Fokal

2) Onset General

3) Combine focal and general onset

4) Unknown Onset

c. Berdasarkan sindrom epilepsi

Ditegakkan saat ditemukan secara bersamaan jenis kejang


dengan gambaran EEG atau imaging tertentu, bahkan sering
diikuti dengan gambaran usia, variasi diurnal, trigger tertentu,
dan terkadang prognosis.
Sumber : Scheffer, dkk. Classification of the epilepsies, 2017

Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League

Against Epilepsi (2017):

a. Bangkitan parsial

1) Bangkitan parsial sederhana

a) Motorik

b) Sensorik
18

c) Otonom

d) Psikis

2) Bangkitan parsial kompleks

a) Bangkitan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran

b) Bangkitan parsial disertai gangguan kesadaran saat awal

bangkitan

3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

a) Parsial sederhana menjadi umum tonik-klonik

b) Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik

c) Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian

menjadi umum tonik-klonik

b. Bangkitan umum

1) Absans (lena)

2) Mioklonik

3) Klonik

4) Tonik

5) Tonik-klonik

6) Atonik

c. Tak tergolongkan

Klasifikasi sindroma epilepsi menurut ILAE 1989 (Rudzinski dan

Shih, 2011):

a. Berkaitan dengan letak fokus a.

1) Idiopatik (primer)
19

a) Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di

sentrotemporal (Rolandik benigna)

b) Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

c) Primary reading epilepsy

2) Simtomatik (sekunder)

a) Epilepsi kronik progresif parsialis kontinua pada anak

(Sindrom Kojewnikow)

b) Epilepsi lobus temporalis

c) Epilepsi lobus frontalis

d) Epilepsi lobus parietalis

e) Epilepsi lobus oksipitalis

3) Kriptogenik

b. Umum

1) Idiopatik (primer)

a) Kejang neonatus familial benigna

b) Kejang neonatus benigna

c) Epilepsi mioklonik benigna pada bayi

d) Epilepsi absans pada anak

e) Epilepsi absans pada remaja

f) Epilepsi mioklonik pada remaja

g) Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga

h) Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak


20

2) Kriptogenik atau simtomatik

a) Sindroma West (spasme infantil dan hipsaritmia)

b) Sindroma Lennox Gastaut

c) Epilepsi dengan kejang mioklonik astatik

d) Epilepsi dengan absans mioklonik

3) Simtomatik

a) Etiologi non spesifik

(1) Ensefalopati mioklonik neonatal

(2) Sindrom Ohtahara

b) Etiologi atau sindroma spesifik

(1) Malformasi serebral

(2) Gangguan metabolisme

c. Epilepsi dan sindroma yang tidak dapat ditentukan

1) Serangan umum fokal

a) Kejang neonatal

b) Epilepsi mioklonik berat pada bayi

c) Sindroma Taissinare

d) Sindroma Landau Kleffner

2) Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

d. Epilepsi berkaitan dengan situasi

1) Kejang demam

2) Berkaitan dengan alcohol

3) Berkaitan dengan obat-obatan


21

4) Eklamsi

5) Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek

epilepsi)

e. Manifestasi klinis

Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari

epilepsi, yaitu :

a. Kejang parsial

Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian

kecil dari otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada

satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran penderita

umumnya masih baik.

1) Kejang parsial sederhana

Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal,

femnomena halusinatorik, psikoilusi, atau emosional

kompleks. Pada kejang parsial sederhana, kesadaran

penderita masih baik.

2) Kejang parsial kompleks

Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial

sederhana, tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan

kesadaran dan otomatisme.


22

b. Kejang umum

Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian

besar dari otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi

pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya

menurun.

1) Kejang Absans

Hilangnya kesadaran sesaat (beberapa detik) dan

mendadak disertai amnesia. Serangan tersebut tanpa

disertai peringatan seperti aura atau halusinasi, sehingga

sering tidak terdeteksi.

2) Kejang Atonik

Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot

anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bias sangat

singkat atau lebih lama.

3) Kejang Mioklonik

Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang

cepat dan singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau

berulang.

4) Kejang Tonik-Klonik

Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran

hilang dengan cepat dan total disertai kontraksi menetap dan

masif di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase

tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik


23

yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik,

tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi

pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.

5) Kejang Klonik

Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang

mioklonik, tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih lama,

biasanya sampai 2 menit.

6) Kejang Tonik

Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita

sering mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan

f. Patofisiologi

Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal

ini terjadi karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat

di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini

menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron

yang lebih negatif. Neuron bersinaps dengan neuron lain melalui

akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang bersifat

eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang

berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan

hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi

kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim


24

sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron

lain.

Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang

terlibat dalam munculnya kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme

yang terlibat dalam perubahan otak yang normal menjadi otak yang

mudah-kejang (epileptogenesis).

a. Mekanisme iktogenesis

Hipereksitasi adalah faktor utama terjadinya iktogenesis.

Eksitasi yang berlebihan dapat berasal dari neuron itu sendiri,

lingkungan neuron, atau jaringan neuron.

1) Sifat eksitasi dari neuron sendiri dapat timbul akibat adanya

perubahan fungsional dan struktural pada membran

postsinaptik; perubahan pada tipe, jumlah, dan distribusi

kanal ion gerbang-voltase dan gerbang-ligan; atau

perubahan biokimiawi pada reseptor yang meningkatkan

permeabilitas terhadap Ca2+, mendukung perkembangan

depolarisasi berkepanjangan yang mengawali kejang.

2) Sifat eksitasi yang timbul dari lingkungan neuron dapat

berasal dari perubahan fisiologis dan struktural. Perubahan

fisiologis meliputi perubahan konsentrasi ion, perubahan

metabolik, dan kadar neurotransmitter. Perubahan struktural

dapat terjadi pada neuron dan sel glia. Konsentrasi Ca2+

ekstraseluler menurun sebanyak 85% selama kejang, yang


25

mendahului perubahan pada konsentasi K2+.

Bagaimanapun, kadar Ca2+ lebih cepat kembali normal

daripada kadar K2+.

3) Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat

eksitasi di sepanjang sel granul akson pada girus dentata;

kehilangan neuron inhibisi; atau kehilangan neuron eksitasi

yang diperlukan untuk aktivasi neuron inhibisi.

b. Mekanisme epileptogenesis

1) Mekanisme nonsinaptik

Perubahan konsentrasi ion terlihat selama hipereksitasi,

peningkatan kadar K2+ ekstrasel atau penurunan kadar

Ca2+ ekstrasel. Kegagalan pompa Na+-K+ akibat hipoksia

atau iskemia diketahui menyebabkan epileptogenesis, dan

keikutsertaan angkutan Cl--K+, yang mengatur kadar Cl-

intrasel dan aliran Cl- inhibisi yang diaktivasi oleh GABA,

dapat menimbulkan peningkatan eksitasi. Sifat eksitasi dari

ujung sinaps bergantung pada lamanya depolarisasi dan

jumlah neurotransmitter yang dilepaskan. Keselarasan

rentetan ujung runcing abnormal pada cabang akson di sel

penggantian talamokortikal memainkan peran penting pada

epileptogenesis.
26

2) Mekanisme sinaptik

Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan

penurunan inhibisi GABAergik dan peningkatan eksitasi

glutamatergik.

a) GABA

Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS

(cairan serebrospinal) pasien dengan jenis epilepsi

tertentu, dan pada potongan jaringan epileptik dari pasien

dengan epilepsi yang resisten terhadap obat,

memperkirakan bahwa pasien ini mengalami penurunan

inhibisi.

b) Glutamat

Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar

menunjukkan peningkatan kadar glutamat ekstrasel yang

terus-menerus selama dan mendahului kejang. Kadar

GABA tetap rendah pada hipokampus yang

epileptogenetik, tapi selama kejang, konsentrasi GABA

meningkat, meskipun pada kebanyakan hipokampus

yang non-epileptogenetik. Hal ini mengarah pada

peningkatan toksik di glutamat ekstrasel akibat

penurunan inhibisi di daerah yang epileptogenetik (Eisai,

2012).
27

g. Pemeriksaan penunjang

a. Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang

paling sering dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien

epilepsi untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Terdapat dua

bentuk kelaianan pada EEG, kelainan fokal pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak.

Sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan

kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal bila :

1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang

sama di kedua hemisfer otak

2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih

lambat dibanding seharusnya

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak

normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-

ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul

secara paroksimal

Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan

prognosis dan penentuan perlu atau tidaknya pengobatan

dengan obat anti epilepsi (OAE).


28

b. Neuroimaging

Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai

pemeriksaan radiologis bertujuan untuk melihat struktur otak

dengan melengkapi data EEG. Dua pemeriksaan yang sering

digunakan Computer Tomography Scan (CT Scan) dan

Magnetic Resonance Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan

CT Scan maka MRI lebih sensitive dan secara anatomik akan

tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan

hippocampus kiri dan kanan (Consensus Guidelines on the

Management of Epilepsy, 2014).

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal

menurut (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy,

2014) yaitu :

a. Tatalaksana fase akut (saat kejang)

Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan

oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera

mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor

penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan

berhenti sendiri.

Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat diberikan

diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan anak <

10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang


29

masih belum berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5

menit dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua kali

pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka

penderita dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit

b. Pengobatan epilepsy

Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat orang

dengan epilepsi (ODE) terbebas dari serangan epilepsinya,

terutama terbebas dari serangan kejang sedini mungkin. Setiap

kali terjadi serangan kejang yang berlangsung sampai beberapa

menit maka akan menimbulkan kerusakan sampai kematian

sejumlah sel-sel otak. Apabila hal ini terus-menerus terjadi,

maka dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan

intelegensi penderita. Pengobatan epilepsi dinilai berhasil dan

ODE dikatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat

dicegah atau penyakit ini menjadi terkontrol dengan obat-

obatan.

Penatalaksanaan untuk semua jenis epilepsi dapat dibagi

menjadi 4 bagian: penggunaan obat antiepilepsi (OAE),

pembedahan fokus epilepsi, penghilangan faktor penyebab dan

faktor pencetus, serta pengaturan aktivitas fisik dan mental. Tapi

secara umum, penatalaksanaan epilepsi dibagi menjadi dua,

yaitu:

1) Terapi medikamentosa
30

Terapi medikamentosa adalah terapi lini pertama yang

dipilih dalam menangani penderita epilepsi yang baru

terdiagnosa. Ketika memulai pengobatan, pendekatan yang

“mulai dengan rendah, lanjutkan dengan lambat (start low,

go slow)” akan mengurangi risiko intoleransi obat.

Penatalaksanaan epilepsi sering membutuhkan pengobatan

jangka panjang. Monoterapi lebih dipilih ketika mengobati

pasien epilepsi, memberikan keberhasilan yang sama dan

tolerabilitas yang unggul dibandingkan politerapi (Louis,

Rosenfeld, Bramley, 2012). Pemilihan OAE yang dapat

diberikan dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.3 : Daftar OAE yang umum digunakan dan


indikasinya

Tipe kejang Lini pertama Lini kedua


Kejang parsial
Parsial sederhana, Carbamazepine Acetazolamide
Parsial kompleks, Lamotrigine Clonazepam
Umum sekunder Levetiracetam Gabapentin
Oxcarbazepine Phenobarbitone
Topiramate Phenytoin
Valproate
Kejang umum
Tonik-klonik, Carbamazepine Acetazolamide
Klonik Lamotrigine Levetiracetam
Topiramate Phenobarbitone
31

Valproate Phenytoin

Absans Ethosuximide Acetazolamide


Lamotrigine Clonazepam
Valproate
Absans atipikal, Valproate Acetazolamide
Atonik, Clonazepam
Tonik Lamotrigine
Phenytoin
Topiramate
Mioklonik Valproate Acetazolamide
Clonazepam
Lamotrigine
Levetiracetam
Sumber: (Consensus Guidelines on the Management of
Epilepsy, 2014)

2) Terapi bedah epilepsi

Tujuan terapi bedah epilepsi adalah mengendalikan

kejang dan meningkatkan kualitas hidup pasien epilepsi

yang refrakter. Pasien epilepsi dikatakan refrakter apabila

kejang menetap meskipun telah diterapi selama 2 tahun

dengan sedikitnya 2 OAE yang paling sesuai untuk jenis

kejangnya atau jika terapi medikamentosa menghasilkan

efek samping yang tidak dapat diterima. Terapi bedah

epilepsi dilakukan dengan membuang atau memisahkan

seluruh daerah epileptogenik tanpa mengakibatkan risiko


32

kerusakan jaringan otak normal didekatnya (Consensus

Guidelines on the Management of Epilepsy, 2014).

2. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian kegawatdaruratan pada pasien epilespi menurut

Soemarmo, 2015).

a. Pengkajian kondisi/kesan umum

Kondisi umum Klien nampak sakit berat

b. Pengkajian kesadaran

Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status

mental pasien dengan berbicara padanya. Kenalkan diri, dan

tanya nama pasien. Perhatikan respon pasien. Bila terjadi

penurunan kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya.

Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :

1) Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan

sekelilingnya.

2) Velbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan

perawat.

3) Nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.

4) Tidak berespon (U) : klien tidak berespon terhadap

stimulus verbal dan nyeri ketika dicubit dan

ditepuk wajahnya
33

c. Pengkajian Primer

Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk

mengidentifikasi dengan segera masalah aktual dari kondisi

life treatening (mengancam kehidupan). Pengkajian

berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

jika hal memugkinkan.

Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :

1) Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal

Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian

dan gangguan servikal :

a) Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas

b) Distres pernafasan

c) Adanya kemungkinan fraktur cervical

Pada fase ini, biasanya ditemukan klien mengatupkan

giginya sehingga menghalangi jalan napas, klien menggigit

lidah, mulut berbusa, dan pada fase posiktal, biasanya

ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat gigitan

tersebut

2) Breathing

Pada fase ini, pernapasan klien menurun/cepat,

peningkatan sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan

sianosis. Pada fase post iktal, klien mengalami apneu.


34

3) Circulation

Terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya

dalam keadaan tidak sadar.

4) Disability

Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis

serangan atau karakteristik dari epilepsi yang diderita.

Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak teringat

kejadian saat kejang

5) Exposure

Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan

thoraks, apakah ada cedera tambahan akibat kejang

d. Pengkajian sekunder

1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,

suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor

register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.

2) Keluhan utama: Klien masuk dengan kejang, dan disertai

penurunan kesadaran

3) Riwayat penyakit: Klien yang berhubungan dengan faktor

resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai serangan,

pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor

presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi

yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang

disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi


35

otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat

penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi

alcohol. Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang

lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak

berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu

waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.

a) Riwayat kesehatan

b) Riwayat keluarga dengan kejang

c) Riwayat kejang demam

d) Tumor intracranial

e) Trauma kepala terbuka, stroke

4) Riwayat kejang :

a) Bagaimana frekwensi kejang.

b) Gambaran kejang seperti apa

c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.

d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan

e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.

f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke

lantai.

5) Pemeriksaan fisik

Tabel 2.4 : Pemeriksaan Fisik pada Penderita Epilepsi

Pemeriksaan Gejala klinis


Kepala dan leher Sakit kepala, leher terasa kaku
36

Thoraks Pada klien dengan sesak,


biasanya menggunakan otot
bantu napas
Ekstermitas Keletihan,, kelemahan umum,
keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan
involunter/kontraksi otot
Eliminasi Peningkatan tekanan kandung
kemih dan tonus sfingter. Pada
post iktal terjadi inkontinensia
(urine/fekal) akibat otot relaksasi
Sistem pencernaan Sensitivitas terhadap makanan,
mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang,
kerusakan jaringan lunak

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien

dengan epilepsi adalah (Nanda 2015-2017) :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan sekresi mucus

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan

neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus

c. Ketidakefekifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan hipoksia

e. Hipertermi berhubungan dengan infeksi mikroorganisme


37

f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat

kesadaran sekunder terhadap kejang

g. Resiko trauma pada saat serangan berhubungan dengan

penurunan tingkat kesadaran dan kejang


38

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan

No Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1 Ketidakefektifan bersihan NOC : Airway Management


jalan napas berhubungan Respiratory status: airway patency a. Auskultasi bunyi nafas tambahan;
dengan peningkatan sekresi Setelah diberikan askep selama ……jam, ronchi, wheezing.
mucus diharapkan bersihan jalan nafas klien b. Berikan posisi yang nyaman untuk
kembali efektif dengan kriteria hasil: mengurangi dispnea.
a. Frekuensi pernapasan dalam batas c. Bersihkan sekret dari mulut dan
normal (16-20x/mnt) trakea; lakukan penghisapan sesuai
b. Irama pernapasn normal keperluan.
c. Kedalaman pernapasan normal d. Anjurkan asupan cairan adekuat.
d. Klien mampu mengeluarkan sputum e. Ajarkan batuk efektif
secara efektif f. Kolaborasi pemberian oksigen
e. Tidak ada akumulasi sputum g. Kolaborasi pemberian broncodilator
sesuai indikasi.
Airway suctioning
a. Auskultasi sura nafas sebelum dan
39

sesudah suction
b. Informasikan kepada keluarga
mengenai tindakan suction
c. Gunakan universal precaution, sarung
tangan, goggle, masker sesuai
kebutuhan
d. Gunakan aliran rendah untuk
menghilangkan sekret (80-100 mmHg
pada dewasa)
e. Monitor status oksigen pasien (SaO2
dan SvO2) dan status hemodinamik
(MAP dan irama jantung) sebelum,
saat, dan setelah suction
2 Pola napas tidak efektif NOC : Respiratory monitoring
berhubungan dengan a. Respiratory status : Ventilation a. Pantau rate, irama, kedalaman, dan
kerusakan neuromuskuler, b. Respiratory status : Airway patency usaha respirasi
peningkatan sekresi mucus c. Vital sign Status b. Perhatikan gerakan dada, amati
Kriteria Hasil : simetris, penggunaan otot aksesori,
- a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan retraksi otot supraclavicular dan
40

suara nafas yang bersih, tidak ada intercostal


sianosis dan dyspneu (mampu c. Monitor suara napas tambahan
mengeluarkan sputum, mampu d. Monitor pola napas : bradypnea,
bernafas dengan mudah, tidak ada tachypnea, hyperventilasi, napas
pursed lips) kussmaul, napas cheyne-stokes,
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten apnea, napas biot’s dan pola ataxic
(klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
3 Ketidakefekifan perfusi NOC Peripheral Sensation Management
jaringan perifer berhubungan a. Circulation status (Manajemen sensasi perifer)
dengan b. Tissue Perfusion : cerebral a. Monitor adanya daerah tertentu yang
Kriteria Hasil : hanya peka terhadap
Mendemonstrasikan status sirkulasi panas/dingin/tajam/tumpul
yang ditandai dengan : b. Monitor adanya paretese
41

a. Tekanan systole dan diastole dalam c. lnstruksikan keluarga untuk


rentang yang diharapkan mengobservasi kulit jika ada isi atau
b. Tidak ada ortostatik hipertensi laserasi
c. Tidak ada tanda tanda peningkatan d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
tekanan intrakranial (tidak lebih dari e. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
15 mmHg) punggung
f. Kolaborasi pemberian analgetik
4 Ketidakefektifan perfusi NOC a. Monitor TTV
jaringan serebral a. Circulation status b. Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman,
berhubungan dengan b. Neurologic status kesimetrisandan reaksi
hipoksia c. Tissue Prefusion : cerebral c. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur,
Setelah dilakukan asuhan selama……… nyerikepala
ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral d. Monitor level kebingungan dan orientasi
teratasi dengan kriteria hasil : e. Monitor tonus otot pergerakan
a. Tekanan systole dan diastoledalam rentang f. Monitor tekanan intrkranial dan respon
yang diharapkan nerologis
b. Tidak ada ortostatikhipertensi g. Catat perubahan pasien dalam merespon
c. Komunikasi jelas stimulus
d. Menunjukkan konsentrasi danorientasi h. Monitor status cairan
42

e. Pupil seimbang dan reaktif i. Tinggikan kepala 0-45 tergantung pada


f. Bebas dari aktivitas kejang konsisi pasiendan order medis
g. Tidak mengalami nyeri kepala
5 Hipertermi berhubungan NOC : Fever treatment
dengan infeksi Thermoregulation a. Monitor suhu sesering mungkin
mikroorganisme Kriteria Hasil: b. Monitor warna dan suhu kulit
a. Suhu tubuh dalam rentang normal c. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
b. Nadi dan RR dalam rentang normal d. Monitor penurunan tingkat kesadaran
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan e. Monitor WBC, Hb, dan Hct
tidak ada pusing f. Monitor intake dan output
g. Berikan anti piretik
h. Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
i. Selimuti pasien
j. Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila

6 Resiko trauma pada saat Tujuan: Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi faktor lingkungan yang
serangan berhubungan keperawatan selama ….. jam diharapkan memungkinkan resiko terjadinya
43

dengan penurunan tingkat klien terbebas dari cidera cedera


kesadaran dan kejang Kriteria hasil: Tidak terjadi cedera fisik, b. Jauhkan benda-benda yang dapat
pasien dalam kondisi aman mengakibatkan terjadinya cedera.
c. Pasang penghalang tempat tidur
pasien.
d. Berikan informasi pada keluarga
tentang tindakan yang harus dilakukan
selama pasien kejang.
44

1. Implementasi

Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan

yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana keperawatan yang

telah ditetapkan tergantung pada situasi dan kondisi klien saat itu.

2. Evaluasi

Suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan

atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin

dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah

tercapai atau belum, dapat juga timbul masalah baru.


45

B. Tinjauan Kasus

1) Identitas pasien

Nama : An “ F”

No. Rekam Medis : 892097

Jenis Kelamin : Perempuan

Tgl/ Umur : 23 November 2016 / 2 tahun

Alamat : Makassar

Diagnosa : Epilepsi

Nama keluarga yang bisa dihubungi : Ny “M”

Transportasi waktu datang : Mobil

Alasan masuk : Pasien diantar oleh Ibunya karena

pasien mengalami kejang-kejang 1 hari sebelum masuk RS, dan

sesudah kejang pasien tertidur. Pasien batuk berlendir selama 1

minggu

Primary survey

A) Airway

1. Pengkajian jalan napas

 Bebas  Tersumbat  Sputum/lendir

Trachea di tengah :  Ya  Tidak

a. Resusitasi :-

b. Re evaluasi : -

2. Masalah keperawatan : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

B) Breathing

1. Fungsi pernapasan :
46

a. Dada simetris :  Ya  Tidak

b. Sesak napas :  Ya  Tidak

c. Respiras : 24x/menit

d. Krepitasi :  Ya  Tidak

e. Suara napas : Teratur (vesicular)

f. Saturasi 02 : 97 %

g. Assesment : -

h. Resusitasi : -

i. Re evaluasi : -

2. Masalah Keperawatan : -

C) Circulation

1. Keadaan sirkulasi :

a. Tekanan darah : 90/60 mmHg

b. Nadi : 110 x/menit Kuat , Regular

c. Suhu axila : 36,9oC

d. Pernapasan : 24 x / menit

e. Temperatur kulit : Hangat

f. Gambaran kulit : Warna sawo matang dan kulit elastic

g. CRT < 2 detik

h. Assesment : -

i. Resusitasi : -

j. Re evaluasi : -

2. Masalah keperawatan : -
47

D) Disability

1. Penilaian fungsi neurologis

Kesadaran Apatis dengan GCS 14 (E4V5M5)

2. Ada kejang 1 kali

3. Masalah keperawatan : Penurunan kapasitas adaptif intrakranial

E) Exposure

1. Penilaian Hipotermia/hipertermia

Suhu tubuh : 36,9oC

2. Masalah keperawatan :-

3. Intervensi/Implementasi : -

4. Evaluasi : -

TRAUMA SCORE

A. Frekuensi pernapasan

 10 - 25 4

25 - 38 3

> 35 2

< 10 1

0 0

B. Usaha napas

 Normal 1

 Dangkal 0

C. Tekanan darah

 > 89mmHg 4

 70 -89 3
48

 50 -69 2

 1- 49 1

 0 0

D. Pengisian kapiler

 < 2 dtk 2

> 2 dtk 1

0 0

E. Glasgow Coma Score (GCS)

 14 -15 5

 11- 13 4

8 – 10 3

5- 7 2

3- 4 1

Total trauma score : 16

PENILAIAN NYERI :

Nyeri :  Tidak  Ya, lokasi:

Jenis :  Akut  Kronis

2) PENGKAJIAN SEKUNDER

A) Riwayat kesehatan

1. S : Sign/Symtom (tanda dan gejala) :

Kejang dan batuk berlendir

2. A . alergi:

Ibu pasien mengatakan tidak ada alergi makanan dan obat-obatan.

3. M: pengobatan:
49

1) IFVD dextrose 5% 15 lpm

2) Oksigen nasal kanul 2 liter

3) Ambroxol 5 ml/8 jam oral

4) Fenobarbital 10mg/kgbb/I,v

4. P : Riwayat penyakit:

Riwayat Penyakit jantung bawaan

5. E : Kejadian sebelum injury/sakit:

Sejak 1 hari sebelum masuk RS

2) Tanda – Tanda Vital

1. Tekanan darah : 90/60 mmHg

2. Nadi : 110 x/menit

3. Suhu tubuh : 36,8 oC

4. Pernapasan : 36 x / menit

3) PEMERIKSAAN FISIK

1. Kepala

a. Kulit kepala :

1) Inspeksi : Rambut dan kepala tampak bersih

2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri tekan

b. Mata

1) Inspeksi : Tidak ada perdarahan sub konjungtiva, tidak anemis,

,dan pupil

isokor

c. Telinga

1) Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak tampak adanya serumen.


50

2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri tekan

d. Hidung

1) Inspeksi : Tampak bersih, posisi septum berada ditengah, tidak

ada

benjolan pada hidung

2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa

e. Mulut dan gigi

Inspeksi : Mukosa mulut tampak kering ,gigi tampak bersih,

f. Wajah

Inspeksi : Ekspresi wajah gelisah .

2. Leher

Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil.

3. Dada/thoraks

a. Paru-paru ;

1) Inspeksi : Simetris antar kedua lapang paru, frekuensi napas :

36x/menit.

2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

3) Perkusi : Terdengar bunyi sonor

b. Auskultasi : Suara napas teratur (vesicular),

c. Jantung

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

2) Perkusi :-

3) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising tidak ada.


51

4. Abdomen

a. Inspeksi : Tidak ada ascites.

b. Auskultasi : Peristaltic usus 8 kali/menit

c. Palpasi : Hiper tidak teraba dan tidak ada nyeri tekan

d. Perkusi : Bunyi tympani

5. Genitalia

a. Inspeksi : -

b. Palpasi : Tidak dikaji.

6. Ekstremitas

- Status sirkulasi : Pengisian kapiler pada ektermitas atas dan bawah


<2 detik. Terpasang infus pada ektermitas atas (tangan kanan)dengan

cairan dextrose 5 % 15 tpm

- Ekstremita bawah cenderung kaku dan kejang

- Keadaan injury :-

7. Neurologis

Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan stimulus berupa sentuhan

pada

anggota tubuh

Fungsi Motorik : Pasien dapat mengangkat kedua tangannya dan kedua

kaki

lemah

5 5

4 4
52

4) HASIL LABORATORIUM :

1. Darah Rutin Tanggal, 09 - 10 - 2019

Tabel 2.6 hasil laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hematologi

Hematologi

rutin 16,6 4.00-10.00 10ˆ3/ul

WBC 5,16 4.00-6.00 10ˆ6/ul

RBC 14,1 12.0-16.0 gr/dl

HGB 42 37.0 – 48.0 %

HCT 82 80.0 – 97.0 Fl

MCV 27 26.5 – 33.5 Pg

MCH 34 31.5 -35.0 gr/dl

MCHC 465 150-400 10ˆ3/ul

PLT 8.8 2.00- 8.00 10ˆ3/ul

MONO 1.0 1.00-3.00 10ˆ3/ul

EO 0.5 0.00-0.10 10ˆ3/ul

BASO

Kimia darah 126 140 mg/dl

GDS

Fungsi hati 41 <38 U/L

SGOT 40 <41 U/L

SGPT

Elektrolit 143 136-145 mmol/l


53

Natrium 3.9 3.5-5.1 mmol/l

Kalium 105 97-111 mmol/l

Klorida

5) HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI :

a) Hasil pemeriksaan CT Kepala (Tanpa kontras) ( 09-10-2019)

Kesan : - Tidak tampak lesi hipodens/hiperdens patologik intracran

- Brain edema

b) Telah dilakukan pemeriksaan CT Scan Kepala tanpa Kontras irisan

axial dengan hasil sebagai berikut :

1) Differensiasi grey dan white matter dalam batas normal

2) Tidak tampak lesi hipodens/hiperdens patologik intracranial

3) Sulci dan gyri obliterasi dengan ventrikel lateralis yang menyempit

4) Midline tidak shift

5) Ruang subarachnoid dan system ventrikel lainnya dalam batas

normal

6) CPA ,Pons dan Cerebellum dalam batas normal

7) Sinus paranasalis dan aircell mastoid yang terscan dalam batas

normal

8) Kedua bulbus oculidan struktur retrobulber yang terscan

dalambatas normal

9) Tulang-tulang yang terscan intak


54

6) PENGOBATAN :

Tabel 2.7 Pengobatan

a) Terapi medikasi

No Nama Obat Golongan Dosis Indikasi

1. Terapi yang

digunakan sebagai

Preparat batuk obat batuk yang


Ambroxol syr 5 ml/8 jam oral
dan pilek disebabkan oleh

adanya dahak pada

tenggorokan

2. Fenobarbital Untuk mencegah


Fenobarbital
Antiepilepsi 10mg/kgbb/I,v terjadinya kejang

b) Emergency Treatment Intrahospital

- Pemasangan infus cairan Dextrose 5 %/ 15 tetes/menit

(Intravena)

- Pemasangan nasal canul (2 liter/menit)

7) ANALISA DATA

Inisial Pasien : An “F”

No. RM : 892097

Ruang Rawat : UGD ANAK RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo

Tabel 2.8 Analisa Data


55

DATA MASALAH KEPERAWATAN

Diangnosa Primer

DS :

a. Keluarga pasien mengatakan Ketidakefektifan Bersihan Jalan

pasien ada batuk berlendir sejak 1 Napas

minggu lalu Domain 11 : Keamanan/

DO : Perlindungan

a. Pasien batuk tapi tidak efektif Kelas 2 : Cedera Fisik

b. Bunyi napas vesikuler Kode : 00031

c. Lendir sulit dikelurakan

DS :

- Ibu pasien mengatakan anaknya

ada

kejang 1 kali
Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
DO :
Domain 9 : Koping toleransi/stres
a. Penurunan kesadaran
Kelas 3 : Stres Neurobehavioral
b. GCS 14 : E4 V5 M5
Kode : 00049
c. Pasien riwayat kejang 1 kali

d. Jangka kejang dari kejang 1 jam

pertama ke jangka 5 jam kemudian

ada kejang sekali

e. Kekuatan otot

5 5

4 4
56

f. Pemeriksaan CT Kepala (Tanpa

kontras) Hasil : Brain edema

Diagnosa Sekunder

DS : Ketidakefektifan pola napas

Ibu pasien mengatakan bahwa

pasien sesak napas Domain 4 : Aktivitas/ istirahat

DO : Kelas 4 : Respon Kardiovaskuler

a. Pasien nampak sesak /Pulmonal

b. Respirasi 36 x/menit (Takipneu) Kode : 00032

c. Terdapat retraksi dada

Faktor resiko :

a. Pertahanan tubuh primer yang

tidak adekuat : Adanya dilakukan

prosedur invasive yaitu Resiko infeksi

pemasangan infus Domain 11 : Keamanan/Perlindungan

b. Ketidakadekuatan pertahanan Kelas 1 : Infeksi

sekunder : Peningkatan Kode : 00004

- WBC : 16,6 10ˆ3/ul


-
MONO : 8.8 10ˆ3/ul

- EO : 1.0 10ˆ3/ul

- BASO : 0.5 10ˆ3/ul


57

8) DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tabel 2.9 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Tanggal ditemukan

NANDA 2015 – 2017

Diagnosa Primer

Ketidakefektifan Bersihan Jalan 08-10-2019

Napas (00031)

Penurunan kapasitas adaptif 09-10-2019

Intrakranial (00049)

Diagnosa Sekunder

Ketidakefektifan pola napas 09-10-2019

(00032)

Resiko infeksi (00004) 09-10-2019


58

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : An “F”

No. RM : 892097

Kamar/Bed : IGD ANAK

TABEL 2.10 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

(NANDA) (NOC) (NIC)

1. Ketidakefektifan Bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Mengkaji kepatenan jalan napas

Jalan Napas (00031) selama 1x 6 jam, diharpakan : Pasien 2. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan

akan menunjukkan jalan napas pasien kesulitan bernafas

paten , dengan kriteria hasil : 3. Mengauskultasi suara nafas

- Suara napas tambahan dengan deviasi 4. Kolaborasi pemberian obat dan oksigenasi

ringan dari kisaran normal

- Akumulasi sputum tidak ada


59

Penurunan kapasitas adaptif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Neurologis


2.
selama 4 jam, diharapkan tidak terjadi a. Pantau tingkat kesadaran
Intrakranial (00049)
penurunan kapasitas adaptif intrakranial b. Pantau TTV
yang dibuktikan dengan indikator: c. Jelaskan prosedur pemantauan
a. Tidak ada penurunan tingkat kesadaran
berulang
b. Ttv dalam batas normal
c. Kejang tidak terjadi

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pementauan pernapasan


3.
selama 1 x 4 jam diharapkan Status 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan
napas (00032)
Pernapasan: Ventilasi ,Kriteria hasil: 2. Auskultasi suara napas dan adanya suara-suara
a. Frekuensi Pernapasan dalam rentang tambahan yang tidak normal
normal (16-20 kali/menit) 3. Pertahankan ketinggian bagian kepala tempat
b. Kedalam inspirasi normal tidur dengan posii semifowler
c. Penggunaan otot bantu napas tidak ada 4. Monitor aliran oksigen
d. Retraksi dinding dada tidak ada
60

Resiko infeksi (0004) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik
4.
selama 1 x 4 jam tidak terjadi resiko : lokal

a. Status imunitas meningkat 1. Cuci tangan dengan prinsip five moments

b. Pengendalian resiko;proses infeksius 2. Ajar pasien dan keluarga tentang tanda dan

Kriteria hasil : gejala infeksi

1. Jumlah sel darah putih dalam batas 3. Pantau tanda-tanda infeksi (demam, udem,

normal (4-10 10^3/uL) kemerahan)

2. Tidak terjadi tanda-tanda infeksi


61

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Hari/tangg Jam Implementasi Evaluasi

al

Ketidakefektifan Selasa , 22.30 1. Mengkaji kepatenan jalan napas Rabu, 09/10/2019 jam 07.15

Bersihan Jalan 08/10/2019 Hasil : ada sumbatan(sputum) S : Ibu pasien mengatakan anaknya masih

Napas (00031) pada jalan napas batuk

22.35 2. Monitor kecepatan, irama, dan sesekali

kesulitan bernafas O:

Hasil : Frekuensi nafas : 36x/menit, 1. Frekuensi Nafas 28x/menit

Irama nafas : Teratur, 2. Irama nafas : Teratur

pasien 3. Pasien nampak batuk sesekali

22.40 Memberikan oksigen nasal A : Masalah ketidakefektifan

3. Penatalaksanaan pemberian obat : bersihan jalan napas belum

22.45 Hasil : Ambroxol 5 ml/8 jam/oral teratasi

4. Memberikan pasien posisi nyaman1. P : Lanjutkan intervensi :

Hasil : Pasien nyaman posisi 1. Mengkaji kepatenan jalan napas


62

fowler. 2. Monitor kecepatan, irama,

kedalaman dan kesulitan bernafas

3. Kolaborasi pemberian obat

4. Berikan posisi nyaman

Penurunan Selasa , 22.00 a. Memantau tingkat kesadaran Rabu, 09/10/2019 jam 07.20
Hasil: Pasien mengalami
kapasitas adaptif 08/10/2019 S
penurunan kesadaran dengan
Ibu pasien mengatakan anaknya kejang
Intrakranial
GCS 14
1 kali
(00049) 22.45 b. Memantau TTV
O:
Hasil:
- Pasien ada kejang 1 kali
Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Pasien mengalami penurunan
Nadi : 112 x/mnt
kesadaran
o
Suhu tubuh : 36.7 C
GCS 14
Pernapasan : 36 x/mnt
23.00 - TTV : TD : 90/60 mmHg
c. Menjelaskan kepada keluarga
Nadi : 110 kali/menit
pasien tujuan dilakukannya
Pernapasan : 28 kali/menit
pemantauan
Suhu tubuh : 36.8 0C
Hasil: Keluarga mampu memahami
A : Penurunan kapasitas adaptif
dan mengerti mengenai
Intracranial belum teratasi
pemantuan bila kejang timbul
P : Pertahankan intervensi
63

Pemantauan Neurologis
1. Pantau tingkat kesadaran
2. Pantau TTV

Ketidakefektifan Rabu 23.05 1. Memantau frekuensi, irama, Rabu, 09-10-2019, Pukul 07.25
pola napas kedalaman pernapasan S:
09/10/2019
(00032) Hasil : Pernapasan 34 x/menit, Ibu Pasien mengatakan sesak anaknya
irama regular, terdapat retraksi sudah mulai berkurang dan merasa
23.10 otot dada nyaman dengan posisi head up 15o
2. Mengauskultasi suara napas dan O :
adanya suara-suara tambahan a. Pasien nampak rileks
yang tidak normal b. Sesak berkurang dengan frekuensi
Hasil : Tidak terdengar suara napas 28 x/menit
napas tambahan c. Tidak terdapat retraksi dada
23.15
3. Mempertahankan ketinggian A : Setelah diberikan tindakan
bagian kepala tempat tidur keperawatan
Hasil : Head up 15O, Pasien selama 30 menit tujuan tercapai dan
merasa nyaman dengan posisi masalah ketidakefektifan pola napas
yang diberikan dan nampak rileks. teratasi
Usaha bernapas berkurang P : Lanjutkan Intervensi :
23.20 dengan frekuensi napas 34
x/menit 1. Pantau frekuensi, irama,
64

4. Memberikan oksigen nasal canula kedalaman pernapasan


2 liter/menit 2. Auskultasi suara napas dan adanya
Hasil : keluarga pasien suara-suara tambahan yang tidak
normal
mengatakan sesak agak
3. Pertahankan ketinggian bagian
berkurang, frekuensi napas 30 x
kepala tempat tidur engan posii
/menit, tidak terdapat retraksi otot semifowler
4. Monitor aliran oksigen
dada

Resiko Infeksi Rabu 23.50 1. Mencuci tangan dengan prinsip Rabu , 09/10/2019 Jam 07.35
S :-
(00004) 09/102019 five moments
O:
Hasil : orangtua klien cuci tangan
a. Suhu tubuh 36,6oC.
kedua tangan menjadi bersih dan
b. Hasil laboraorium peningkatan WBC
terhindar dari kuman serta
16,6 103/mm3
mencegah infeksi pada pasien
A : Setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 30 menit resiko infeksi belum


23.55 2. Memonitor adanya tanda dan
teratasi
gejala infeksi sistemik local
P: Pertahankan intervensi :
Hasil : secara sistemik terjadi
65

peningkatan suhu (36,9 0C) dan 1. Mencuci tangan dengan prinsip five
secara lokal tidak terjadi
moments
pembengkakan
2. Ajar pasien dan keluarga tentang tanda

dan gejala infeksi

Pantau hasil laboratorium dan tanda-


tanda infeksi (demam, udem,
kemerahan)
66

BAB III

PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

Dalam bab ini akan membahas masalah kesenjangan teori dengan data

yang ditemukan selama melaksanakan “Asuhan Keperawatan

kegawatdaruratan pada An.F dengan epilepsi di ruang UGD Anak RSUP dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar”. Adapun masalah tersebut ditemukan berupa

kesenjangan antara teori dan pelaksanaan praktek secara langsung. Masalah

yang penulis temukan selama melaksanakan asuhan keperawatan

kegawatdaruratan adalah sebagai berikut :

A. Pengkajian

1. Airway

Berdasarkan teori adapun gejala-gejala yang ditemukan pada

pengkajian primer menurut Soemarmo (2011) sebagai berikut :

a. Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas

b. Distres pernafasan

c. Adanya kemungkinan fraktur cervical

Biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga

menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan

pada fase posiktal, biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi

akibat gigitan tersebut

Sedangkan data yang ditemukan berdasarkan kasus An. F yaitu

terjadinya penyumbatan jalan napas disebabkan adanya sputum/lendir,

dan tidak di dapatkan mulut berbusa ketika kejang.

66
67

Analisa : pada pengkajian airway ditemukan tidak adanya kesenjangan

data antara teori dan kasus,Karena tanda dan gejala berdasarkan teori

yaitu dijelaskan pada pasien epilepsi umumnya akan terjadi sumbatan

jalan napas, pada kasus An.F didapatkan penyumbatan jalan napas

yang ditemukan pasien ada batuk berlendir.

2. Breathing

Berdasarkan teori pada pengkajian breathing mengatakan bahwa

pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi mukus, dan kulit

tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal, klien mengalami

apneu.

Sedangkan berdasarkan kasus An. F ditemukan data bahwa An. F

mengalami sesak napas dengan frekuensi napas 36x/menit, pola napas

cepat dan dangkal, terdapat penggunaan otot bantu napas.

Analisa : pada pengkajian breathing tidak ditemukan kesenjangan

antara teori dan kasus. Karena tanda dan gejala berdasarkan teori yaitu

pernapasan klien meningkat. Pada kasus An. F juga terjadi peningkatan

pernapasan.
68

3. Circulation

Berdasarkan teori pada pengkajian circulasi didapatkan data bahwa

terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam keadaan

tidak sadar.

Sedangkan berdasarkan kasus pada An. F ditemukan data TD : 90/60

mmHg, tidak terjadi peningkatan nadi (110x/menit), temperature kulit

hangat, tidak terjadi sianosis.

Analisa : pada pengkajian circulation ditemukan kesenjangan antara

teori dan kasus, karena ada beberapa gejala yang muncul pada teori

tetapi tidak ditemukan pada kasus An. F. Dimana jika dikaji berdasarkan

teori mengatakan pada pasien epilepsi terjadi peningkatan nadi,

sementara saat dilakukan pengkajian pada An.F tidak mengalami

peningkatan denyut nadi.

4. Disability

Berdasarkan teori pada pengkajian disability ditemukan data bahwa

klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau

karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa

bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang

Sedangkan pada kasus An.F ditemukan hasil bahwa pada pengkajian

disability kesadaran pasien composmentis, dan pasien mengalami

paralisi ektermitas bawah dengan nilai kekuatan otot 4/4

Analisa : pada pengkajian disability terdapat kesenjangan antara teori

dan kasus An.F, dimana pada teori tidak membahas tentang kekuatan

otot pada pasien epilepsi sedangkan pada format pengkajian kasus An.F
69

terdapat gangguan kekuatan otot. Hal ini disebabkan karena An. F ada

riwayat kejang sejak 5 bulan lalu sebelum masuk Rumah sakit dan

kejadian ini sudah berulang sehingga mempengaruhi pertumbuhan otot

pada An.F.

5. Exposure

Pada pengkajian exposure berdasarkan teori yaitu terjadi peningkatan

suhu tubuh. Sedangkan berdasarkan data pada kasus An. F tidak terjadi

peningkatan suhu tubuh pada anak.

Analisa : pada pengkajian exposure ditemukan kesenjangan data

antara teori dan kasus An.F. Menurut teori pada kasus epilepsi akan

terjadi peningkatan suhu tubuh sedangkan pada kasus tidak didapatkan

peningkatan suhu tubuh pada saat penkajian exposure pada An.F.

B. Diagnosa

Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada

klien dengan epilepsi adalah (Nanda 2015-2017) :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan

sekresi mucus

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,

peningkatan sekresi mucus

3. Ketidakefekifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia

5. Hipertermi berhubungan dengan infeksi mikroorganisme

6. Resiko trauma pada saat serangan berhubungan dengan penurunan

tingkat kesadaran dan kejang


70

Sedangkan berdasarkan kasus An.F terdapat 4 masalah keperawatan

yang didapatkan yaitu :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya

secret

2. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial

3. Ketidakefektifan pola napas

4. Resiko Infeksi

Analisa : dari perumusan diagnosa keperawatan terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus, dimana diagnosa resiko trauma tidak diangkat pada

kasus An.F karena pada pengkajian kegawatdaruratan diprioritaskan

diagnosa primer yang mengancam nyawa. Diagnosa resiko trauma tersebut

bisa saja di angkat pada pengkajian sekunder tetapi resiko itu bisa dicegah

dengan memberikan pelayanan yang aman pada pasien.

C. Intervensi keperawatan

1. Intervensi pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas

berhubungan dengan adanya secret intervesi yang disusun berdasarkan

teori yaitu 1). Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi, wheezing. 2).

Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dyspnea, 3). Bersihkan

sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai keperluan. 4).

Anjurkan asupan cairan adekuat. 5). Ajarkan batuk efektif, 6). Kolaborasi

pemberian oksigen, 7). Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai

indikasi.

Sedangkan intervensi yang dirumuskan pada kasus An.F yaitu 1).

Berikan posisi fowler. 2).Kolaborasi dalam pemberian therapy.


71

Analisa : dari hasil intervensi yang disusun terdapat kesenjangan antara

teori dan kasus. Seperti ajarkan batuk efektif tidak dilakukan karena

pasien tidak kooperatif melakukan tehnik batuk efektif , dilakukan

kolaborasi dalam pemberian therapy .

2. Intervensi pada diagnosa penurunan kapasitas adaptif intracranial yaitu

1). Pantau tingkat kesadaran , 2). Pantau TTV, 3) . Jelaskan prosedur

pemantuan.

Analisa : dari hasil intervensi yang disusun terdapat ada kesenjagan

antar teori dan kasus.Karena intervensi yang di kasus tidak terdapat di

teori.

3. Intervensi pada diagnosa ketidakefektifan pola napas berhubungan

dengan hiperventilasi berdasarkan teorti yaitu : 1). Pantau rate, irama,

kedalaman, dan usaha respirasi, 2) Perhatikan gerakan dada, amati

simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot supraclavicular dan

intercostal, 3). Monitor suara napas tambahan. d. Monitor pola napas :

bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas cheyne-

stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic

Sedangkan intervensi berdasarkan kasus An. F yaitu : 1) . Pantau

frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, 2). Auskultasi suara napas dan

adanya suara-suara tambahan yang tidak normal, 3) . Pertahankan

ketinggian bagian kepala tempat tidur engan posii semifowler, 4) .

Monitor aliran oksigen


72

Analisa : dari hasil intervensi diatas tidak ada kesenjangan antara teori

dan kasus, dimana intervensi berdasarkan teori juga dijadikan intervensi

untuk mengatasi masalah keperawatan pada kasus An.S.

4. Intervensi pada diagnosa resiko infeksi yaitu : 1). Cuci tangan dengan

prinsip five moment, 2). Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala

infeksi, 3). Pantau tanda-tanda infeksi (demam, udema, dan kemerahan)

Analisa : dari hasil intervensi yang disusun terdapat ada kesenjagan

antar teori dan kasus.Karena intervensi yang di kasus tidak terdapat di

teori.

D. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien

merupakan rangkaian dari seluruh rencana tindakan yang dibuat

berdasarkan teori dan kasus.

Tindakan keperawatan yang penulis lakukan yaitu :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan dilakukan tindakan keperawatan selama 8

menit dengan tindakan :

a. Mengkaji kepatenan jalan napas

b. Monitor kecepatan, irama, dan kesulitan bernapas

c. Penatalaksanaan kolaborasi

d. Memberikan posisi nyaman (head up 150)

2. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial dilakukan tindakan keperawatan

selama 8 menit dengan tindakan :

a. Pantau tingkat kesadaran

b. Pantau TTV
73

c. Jelaskan prosedur pemantuan

3. Ketidakefektifan pola napas dilakukan tindakan keperawatan selama 10

menit dengan tindakan :

a. Memantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan

b. Mengauskultasi suara napas dan adanya suara-suara tambahan

yang tidak normal

c. Mempertahankan ketinggian bagian kepala tempat tidur

d. Memberikan oksigen nasal canula 2 liter/menit

4. Resiko infeksi dilakukan tindakan keperawatan selama 10 menit dengan

tindakan :

f. Cuci tangan dengan prinsip five moment

g. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi

h. Pantau tanda-tanda infeksi (demam, udema, dan kemerahan)

Analisa : dari implementasi dilakukan tidak bisa dibandingkan dengan

teori karena implementasi dilakukan pada kasus sesuai dengan intervensi

yang disusun berdasarkan masalah yang muncul pada pasien An.F

E. Evaluasi

Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dilaksanakan karena kasus semu,

sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat dilaksanakan karena dapat

diketahui keadaan pasien dan masalahnya secara langsung.

1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 8 menit tujuan belum

tercapai semua dan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas

belum teratasi karena pasien masih mengalami batuk berlendir


74

2. Setelah dilakukan keperawatan selama 8 menit tujuan belum tercapai

semua dan masalah penurunan kapasitas adaptif intracranial belum

teratasi karena pasien masih mengalami kejang tiba-tiba.

3. Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 10 menit tujuan tercapai

dan masalah ketidakefektifan pola napas teratasi

4. Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien selama 10 menit tujuan

tercapai dan masalah resiko infeksi tidak terjadi.


75

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengkajian

Pada tahap pengumpulan data penulis tidak mengalami kesulitan

karena penulis telah mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud

penulis yaitu untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada anak

dengan diagnosa medis epilepsi sehingga keluarga terbuka dan

mengerti serta kooperatif.

Pada kasus An.F didapatkan data fokus kejang dan batuk berlendir

dengan hasil observasi pasien tekanan darah : 90/60 mmHg,

suhu tubuh : 36,9ºC, nadi : 110 x/menit, RR : 24 x/menit.

2. Masalah keperawatan

Berdasarkan kasus An.A terdapat 3 masalah keperawatan yang

didapatkan yaitu :

a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

b. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial

c. Ketidakefektifan pola napas

d. Resiko infeksi

3. Intervensi keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas intervesi yang disusun pada

kasus An.F yaitu (1) Kaji kepatenan jalan napas, (2) Monitor

kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas , (3) Auskultasi

suara nafas, (4) Kolaborasi pemberian obat dan oksigenasi.

75
76

b. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial , intervensi yang disusun

berdasarkan kasus An.F yaitu : (1) Pantau tingkat kesadaran , (2)

Pantau TTV, (3) Jelaskan prosedur pemantuan.

c. Ketidakefektifan pola napas , intervensi yang disusun berdasarkan

kasus An.F yaitu : (1) Pantau frekuensi, irama , dan kedalaman

pernapasan,(2) Auskultasi suara napas dan adanya suara-suara

tambahan yang tidak normal (3) Pertahankan ketinggian bagian

kepala tempat dengan posisi semifowler, (4) Monitor aliran oksigen.

d. Resiko infeksi , intervensi yang disusun berdasarkan kasus An. F

yaitu : (1) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik local, (2)

Cuci tangan dengan prinsip five moments , (3) Ajar pasien dan

keluarga tentang tanda dan gejala infeksi , (4) Pantau tanda-tanda

infeksi (demam, udem, kemerahan).

4.Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien

merupakan rangkaian dari seluruh rencana tindakan yang dibuat

berdasarkan kasus.

Tindakan keperawatan yang penulis lakukan yaitu :

e. Ketidakefektifan bersihan jalan dilakukan tindakan keperawatan

selama 8 menit dengan tindakan : 1) Mengkaji kepatenan jalan

napas, 2) Memonitor kecepatan, irama, dan kesulitan bernapas, 3)

Penatalaksanaan kolaborasi 4). Memberikan posisi nyaman (head

up 150)
77

f. Penurunan kapasitas adaptif intracranial dilakukan dengan tindakan

keperawatan dengan tindakan :1) Memantau tingkat kesadaran , 2)

Memantau TTV, 3) Menjelaskan prosedur pemantuan.

g. Ketidakefektifan pola napas dilakukan tindakan keperawatan selama

10 menit dengan tindakan : 1) Memantau frekuensi, irama,

kedalaman pernapasan , 2) Mengauskultasi suara napas dan adanya

suara-suara tambahan yang tidak normal, 3) Mempertahankan

ketinggian bagian kepala tempat tidur, 4) Memberikan oksigen nasal

canula 2 liter/menit

h. Resiko infeksi dilakukan tindakan keperawatan selama 10 menit

dengan tindakan : 1) Mencuci tangan dengan prinsip five moment, 2)

Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi, 3) Memantau

tanda-tanda infeksi (demam, udema, dan kemerahan)

5. Evaluasi keperawatan

Dari 4 masalah keperawatan yang diangkat pada kasus An.F

terdapat dua masalah keperawatan yang teratasi yaitu ketidakefektifan

pola napas dan Resiko Infeksi. Sedangkan masalah yang belum teratasi

masih ada dua yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas dan

Penurunan kapasitas adaptif intracranial.


78

B. Saran

Dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan

hubungan baik dan keterlibatan pasien, keluarga dan tim kesehatan

sehingga timbul rasa saling percaya yang akan menimbulkan kerjasama

dalam pemberian asuhan keperawatan

2. Rumah sakit hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

terutama dala menerapkan asuhan keperawatan diagnosis Epilepsi.

Perawat hendaknya melakukan observasi secara teliti pada keadaan

umum terutama pada klien dengan diagnosis Epilepsi.

3. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai

pengetahuan, keterampilan yang cukup serta dapat bekerjasama dengan

tim kesehatan yang lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada

klien Epilepsi karena pada klien tersebut memerlukan penanganan yang

cepat dan tepat supaya tidak jatuh dalam kondisi yang lebih buruk

seperti terjadinya kejang berulang.

4. Dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang profesional

alangkah baiknya diadakan seminar atau symposium dalam bidang

keperawatan.

5. Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu

ditingkatkan baik secara formal dan informal khussunya pengetahuan

yang berhubungan dengan perawatan klien, dengan harapan perawat

mampu memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai standart

asuhan keperawatan dan kode etik.


79

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca,Fransisca. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Doenges, M E., et al. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC

Jhon. 2013. Emergency Departement Design Guidelines. Third Edition.

Australian College for Emergency

Kartika, Unoviana. 2015. Penyakit Epilepsi Makin Banyak Terdeteksi.

http://health.kompas.com/read/2013/06/27/1730364/Penyakit.Epilepsi.Ma

kin.Banyak.Terdeteksi. Diakses pada tanggal 21 Januari 2019.

Markam, Sumarmo. 2013. Penuntun Neurologi. Tangerang Selatan : Binarupa

Aksara

Muttaqin, A. 2011. Buku Ajar Asuha Keperawatan Klien Dengan Gangguang

Sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Nanda. 2015. Diagnosa keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta :

EGC

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta : EGC

Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2015. Penegakan Diagnosis

Pada Pasien Epilepsi. Jakarta : PERDOSSI

79
80

Putri, Mustika Anggiane. 2015. Prevalensi Epilepsi di Poliklinik Saraf RSUP

Fatmawati Jakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan.

Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Profil Kesehatan Kota makassar. 2015. Prevalensi Epilepsi. Makassar

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta

Riyadi,S.& Sukarmin. 2012. Asuhan keperawatan pada anak. Edisi I.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

World Health Organization. 2013. Epilepsy : Fact Sheet.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs99/en. Diakses pada tangga

21 Januari 2019
81
82

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Juni Ratna Sari. S.Kep

Tempat Dan Tanggal Lahir : Ujung pandang, 21 Juni 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl.Tamalate 2 blok XIII N0.5

No Hp : 085 345 559 979

Alamat E-Mail : hijrah210688@gmail.com

Pendidikan :

SD : SD Negeri Inpres Perumnas Tahun 1995 - 2000

SLTP : SMP Mitrasyah Makassar Tahun 2000 - 2003

SLTA : SMA YP PGRI 03 Makassar Tahun 2003 - 2006

D3 Keperawatan : STIKES Panakkukang Makassar Tahun 2006 - 2009

S1 Keperawatan : UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR Tahun 2013 - 2014

Anda mungkin juga menyukai