Anda di halaman 1dari 2

CONTOH KASUS ALIRAN DEPENDENCIA

Hilangkan Ketergantungan Impor, Indonesia Butuh Tambahan Lahan Tembakau


Seluas 128.975 Hektar

Isi berita :
Produksi tembakau Indonesia dalam kurun waktu enam tahun terakhir berfluktuasi dengan
rata-rata produksi sekitar 170.000 ton per tahun. Salah satu persoalan adalah terjadinya
penurunan luas tanaman tembakau. Dari hasil pengamatan lapangan oleh Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada (UGM) tampak bahwa penurunan luas tanaman tembakau
disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan untuk komoditas lain, utamanya adalah untuk
tanaman pangan, dan ada beberapa lahan yang menjadi perumahan. Penurunan luas tanaman
tembakau tersebut terjadi di Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Selatan, serta Sumatera Barat. Saat ini hanya Nusa Tenggara Barat (NTB) yang
konsisten menghasilkan produksi tembakau rata-rata 1 ton per hektar. Jika dibandingkan
dengan beberapa negara ASEAN, Indonesia memiliki produktivitas tembakau yang relatif
lebih rendah.
Beberapa faktor yang menyebabkan produktivitas tembakau Indonesia masih rendah, antara
lain, budidaya tembakau yang masih sangat tradisional dan juga adanya perubahan cuaca
yang ekstrem. Hal ini diperburuk dengan adanya sentimen negatif terhadap petani tembakau
dari kelompok-kelompok tertentu. Dari sisi tata niaga tembakau, Wahyu menyatakan bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor daun tembakau karena masih kurangnya
pasokan tembakau bagi industri rokok dalam negeri.
Indonesia hingga saat ini masih memerlukan impor tembakau (China yang merupakan paling
banyak volume impornya, hingga semester I-2017 mencapai 24,3 ribu atau US$ 101,8 juta),
karena selisih permintaan dan pasokan tembakau dalam negeri masih cukup besar. Mengacu
data tahun 2014, permintaan tembakau dalam negeri adalah sebesar 321.500 ton sedangkan
produksi tembakau nasional 163.100 ton. "Saat ini luas lahan tembakau adalah 192.525
hektar.
Untuk mengurangi ketergantungan pada tembakau impor, maka luas lahan harus bertambah
sebesar 128.975 hektar atau 40,12 persen. Jika pemerintah berupaya untuk menambah lahan
tembakau seluas 10.000 hektar per tahun, maka diperlukan kurang lebih 12 tahun untuk
mencapai target tersebut, dengan catatan produktivitas lahan tembakau dapat konsisten di
angka 1 ton per hektar. Selain kendala dalam hal produktivitas dan kualitas, tata niaga
tembakau Indonesia juga terbilang cukup kompleks dengan melibatkan banyak perantara
sehingga keuntungan petani tembakau tergerus.
UGM dalam studi tersebut merekomendasikan adanya kemitraan antara petani dan mitra,
baik itu dengan pemasok maupun dengan pabrikan produk tembakau. Hal ini guna memotong
rantai penjualan daun tembakau yang cukup panjang dengan menjamin penyerapan produksi
dan kepastian harga sesuai kualitas, sekaligus mampu meningkatkan produktivitas dan
kualitas tembakau karena adanya bimbingan dan fasilitas dari pihak mitra. Produktivitas dan
kualitas tembakau nasional harus ditingkatkan serta harus ada pembenahan dalam tata niaga
tembakau sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasional. Pemerintah juga perlu mendorong
adanya kemitraan antara petani tembakau dan pelaku usaha dengan tujuan untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas tembakau, serta menjamin akses pasar bagi para
petani.

Anda mungkin juga menyukai