Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Tubuh


Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan suatu bagian
dari fisiologi homeostasis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan
yang terdiri dari pelarut dan zat tertentu (zat terlarut) sedangkan elektrolit adalah
zat kimia yang menghasilkan partikel- partikel bermuatan listrik yang disebut ion
jika berada dalam larutan (Tamsuri, 2009).
Cairan terdapat dibagian dua kompartemen utama, yaitu di dalam sel (Cairan
Intra Sel/CIS) presentase jumlah pada orang dewasa sekitar 40% dari berat badan
atau 70% dari jumlah keseluruhan cairan tubuh, sedangkan cairan yang berada di
luar sel (Cairan Ekstra Sel/CES) presentase sekitar 20% dari berat badan atau
30% dari seluruh cairan tubuh. Cairan Interstitial (cairan diantara sel) dan Cairan
Intra Vaskuler merupakan bagian dari Cairan Ekstra Sel (CES), Cairan Interstitial
terdapat sekitar 15% dari berat tubuh, dan Cairan Intra Vaskuler terdiri dari
plasma (cairan limfe) dan darah menyusun 5% berat tubuh (Kusnanto, 2016).

2.2 Pergerakan Cairan Tubuh


Terdapat empat proses mekanisme pergerakan cairan tubuh (Kusnanto, 2016),
yaitu:

1. Difusi

Perpindahan partikel melewati memberan permeabel dari daerah


berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah.
2. Osmosis

Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel


dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat yang
terlarut, maka terjadi perpindahan air/ zat pelarut dari larutan dengan
konsentrasi zat terlarut yang rendah ke larutan dengan konsentrasi zat terlarut
lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.

3. Filtrasi

Merupakan perpindahan cairan melewati membran permeabel dari tempat


yang tekanan hidrostatiknya tinggi ke tempat yang tekanan hidrostatiknya
lebih rendah. Filtrasi dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik arteri dan
kapiler yang lebih tinggi dari ruang intertisial.

4. Transpor Aktif

Merupakan proses pemindahan molekul atau ion yang memiliki gradien


elektrokimia dari area berkonsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih
tinggi. Pada proses ini memerlukan molekul ATP untuk melintasi membran
sel. Contoh: Pompa Na-K.

2.3 Pengaturan Cairan Tubuh

2.3.1 Asupan Cairan

Secara umum, asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada


orang dewasa adalah 2500 cc/hari. 2200 cc didapat melalui makanan dan
minuman dan 300 cc merupakan air metabolisme/oksidasi sel yang ada
didalam tubuh.

a. Pemasukan melalui ingesti


Jumlah kebutuhan cairan pada setiap orang memiliki suatu
perbedaan tergantung dari usia, berat badan, suhu tubuh, lingkungan
dan aktivitas seseorang.

Kebutuhan cairan berdasarkan usia dan berat badan:


Kebutuhan cairan dalam keadaan normal berdasarkan usia dan berat
badan seseorang dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 1

Kebutuhan cairan dalam keadaan normal berdasarkan usia

dan berat badan

Umur Jumlah Cairan Jumlah cairan


ml/24jam ml/kgBB

Hari 3 250-300 80-100

10 400-500 125-150

Bulan 3 750-850 140-160

6 950-1100 130-135

9 1100-1250 125-145

Tahun 1 1150-1300 120-135

2 1350-1500 115-125

4 1600-1800 100-110

6 1800-2000 90-100

10 2000-2500 70-85

14 2200-2700 50-60
18/> 2200-2700 40-50

b. Oksidasi Sel
Oksidasi sel merupakan sumber pemasukan airan, walaupun
jumlahnya kurang bermakna. Cairan ini merupakan sisa hasil
metabolism di dalam sel, di samping CO2 dan energy yang
jumlahnya diperkirakan 10 ml dari setiap 100 kalori zat makanan
yang dibakar. Jadi pada orang dewasa sekitar 250 ml saja.

2.3.2 Pengeluaran Cairan


Cairan keluar dari tubuh melalui ginjal dalam bentuk urine, melalui
system pencernaan dalam bentuk feses, dari kulit melalui penguapan dan
dalam bentuk keringat, serta melalui paru-paru saat bernafas dalam bentuk
uap air. Pengeluaran cairan melalui paru dan penguapan dari kulit disebut
insensible water loss atau kehilangan air secara tidak disadari.

a. Urine
Jumlah urine yang dibentuk ginjal tergantung dari jumlah cairan
tubuh, tahap perkembangan, dan berat badan seseorang. Dalam
keadaan cairan tubuh yang normal ginjal orang dewasa akan
menghasilkan urine sekitar 1-2 ml/ kgBB/jam atau sekitar 1500 ml
dalam 24 jam. Pada bayi jumlah urine yang dihasilkan ginjal lebih
banyak karena sampai dengan usia 2 tahun kemampuan ginjal untuk
mengonsentrasikan urine masih terbatas dan jumlah urine yang
dihasilkan menjadi sekitar 3-4 ml/kgBB.
b. Insensible water loss (IWL)
Kehilangan cairan melalui paru-paru tergantung dari kecepatan
respirasi, makin cepat pernafasan seseorang makin banyak uap air
yang dikeluarkan. Penguapan melalui kulit tergantung dari luas
permukaan tubuh, suhu tubuh, dan kelembapan lingkungan
(humidity). Diperkirakan kehilangan cairan melalui mekanisme ini
sekitar 10-15 ml/kgBB. Pada bayi permukaan tubuhnya relative lebih
luas dari orang dewasa, begitu pula dengan frekuensi pernafasannya
lebih cepat sehingga penguapannya lebih banyak dari orang dewasa.
Dengan demikian diperkirakan IWL pada bayi lebih banyak yaitu
sekitar 30 ml/kgBB.
c. Feses
Diperkirakan selama proses pencernaan makanan dalam 24 jam,
disekresikan cairan dari saluran cerna sekitar 7000 ml, ditambah
dengan makanan dan minuman sekitar 2000 ml. Selanjutnya di
jejenum, ilium, dan colon, cairan ini diresorpsi kembali sekitar 8800
ml, dan sisanya sekitar 200 ml di buang dalam feses. Oleh karena itu
sat terjadi gangguan absorpsi dan menyebabkan diare, akan
menimbulkan kehilangan cairan.
d. Keringat
Produksi keringat oleh kelenjar keringat merupakan salah satu
mekanisme pengeluaran cairan tubuh. Jumlah cairan yang
dikeluarkan melalui keringat dipengaruhi oleh suhu tubuh, aktivitas
fisik, dan kondisi atmosfir. Pada suhu lingkungan sekitar 20 derajat
celcius akan dikeluarkan keringat sekitar 100 ml.

2.3.3 Hormon
Hormon utama yang memengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit adalah ADH dan aldosteron. ADH menurunkan produksi urine
dengan cara meningkatkan reabsorbsi air oleh tubulus ginjal dan air akan
dikembalikan ke dalam volume darah sirkulasi. Aldosteron mengatur
keseimbangan natrium dan kalium, menyebabkan tubulus ginjal
mengekskresi kalium dan mengabsorbsi natrium, akibatnya air akan
direabsorbsi dan dikembalikan ke volume darah. Glukokortikotiroid
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.

2.4 Pengaturan Elektrolit

1. Kation

Kation utama yaitu natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), dan
masgnesium (Mg2+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Kerja ion ini
memengaruhi transmisi neurokimia dan neuromuskular, yang memengaruhi
fungsi otot, irama dan kontraktilitas jantung, perasaan dan perilaku,fungsi saluran
pencernaan, dan proses lain.

2. Anion
Anion utama adalah klorida yang dapat ditemukan di dalam cairan
ekstrasel dan intrasel. Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di
dalam tubuh, ditemukan dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Fosfat merupakan
anion bufer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Konsentrasi fosfat diatur oleh
ginjal, hormonparatiroid dan vitamin D teraktivasi.

2.5 Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh


Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau
kekurangan cairan yang mengakibatkan perubahan volume.
a. Hipervolemik
Kelebihan atau intoksikasi cairan dalam tubuh, sering terjadi akibat
adanya kekeliruan dalam tindakan terapi cairan. Kejadian tersebut
seharusnya tidak perlu sampai terjadi. Penyebab hipervolemik meliputi,
adanya gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air
yang berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan
reseksi prostat transuretra, dan korban tenggelam. Gejala Hipervolemik
meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular, edema paru
akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi dalam
plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretic (bila fungsi ginjal baik),
ultrafiltrasi atau dialysis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi pada kondisi
yang darurat.
Pada umumnya edema berarti meningkatnya volume cairan ekstraseluler
dan ekstravaskuler disertai dengan penimbunan cairan ini dalam sela-sela
jaringan dan rongga serosa. Edema biasanya lebih nyata pada jaringan lunak
atau jaringan ikat yang renggang, misalnya jaringan subcutis dan paru-paru.
Edema pada jaringan subcutis menimbulkan pembengkakan dan tampak
paling nyata pada jaringan lunak yang tekanan jaringannya rendah, seperti
sekitar mata dan alat kelamin luar (genitalia sexterna). Kulit di atasnya
biasanya menjadi renggang.

b. Hipovolemik (Dehidrasi)
Merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang
kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3
bentuk, yaitu: isotonic (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut,
overdosis diuretik), hipotonik (Secara   garis besar terjadi kehilangan
natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar
natrium serum rendah, air di kompartemen intravascular berpindah ke
ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular),
hipertonik (Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak
dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di
kompartemen ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular,
sehingga penurunan volume intravaskular minimal).
Tabel 2.
Derajat Dehidrasi

DERAJAT % KEHILANGAN AIR GEJALA


Ringan 2-4% dari BB Rasa haus, mukosa kulit
kering, mata cowong
Sedang 4-8% dari BB Sda, disertai delirium,
oligouri, suhu tubuh
meningkat
Berat 8-14%dari BB Sda, disertai koma,
hipernatremi, viskositas
plasma meningkat

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan peningkatan


hematokrit. Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam
yang hilang. Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat
dan jenis dehidrasi dan elektrolit yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi
dehidrasi adalah cairan jenis kristaloid RL atau NaCl.

2.6 Gangguan Keseimbangan Elektrolit


a. Hiponatremia
Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L.
Jika kadar < 118 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia
ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik),
hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses,
diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Koreksi hiponatremia yang sudah
berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk
hiponatremia akut lebih agresif. Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung
melalui rumus berikut:
NaCl = 0,6( N-n) x BB
N = Kadar Na yang diinginkan
n = Kadar Na sekarang
BB = berat badan dalam kg
Tabel 3.
Gradasi Hiponatremia
Gradasi Gejala Tanda
Ringan ( Na 105-118) Haus Mukosa kering
Sedang (Na 90-104) Sakit kepala, mual, vertigo Takikardi, hipotensi
Berat (Na <90) Apatis, koma Hipotermi

b. Hipernatremia
Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare, muntah, diuresis, diabetes
insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan.
Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air.
c. Hipokalemia
Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia
apabila kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis
kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa perasaan
lemah, otot-otot lemas,gangguan irama jantung. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi secara oral dengan memberikan masukan makanan yang kaya
dengan kalium, seperti buah-buahan, ikan, sayur-sayuran, dan kaldu.
Sedangkan terapi untuk gawat darurat dapat di koreksi secara parenteral tetes
kontinyu, tidak boleh memberikan preparat K langsung intravenous karena
bisa mengakibatkan henti jantung. Preparat yang diberikan bisa dalam bentuk
K-Bikarbonat atau Kcl. Selama pemberian, kadar K plasma harus dipantau
setiap jam. Rumus yang digunakan untuk koreksi: Defisit K = K (normal) – K
(hasil pemeriksaan) x 0,4 x BB
d. Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering
terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium
(NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama
melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG).

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Perubahan volume dan osmolalitas cairan dapat terjadi pada beberapa


keadaan. Sebagai contoh faktor-faktor lain yang memengaruhi keseimbangan
cairan dan elektrolit diantaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan
penyakit.
1. Umur
Kebutuhan asupan cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant
dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan
dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembapan
udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit
melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktivitas di lingkungan yang
panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap asupan cairan dan elektrolit. Ketika
asupan nutrisi tidak adekuat, maka tubuh akan membakar protein dan lemak
sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal
keduanya sangat dibutuhkan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal
ini akan menyebabkan edema.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glykogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan
retensi air sehingga apabila berkepanjangan dapat meningkatkan volume
darah.
5. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat mempengaruhi kondisi dari keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh. misalnya :
1) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui
IWL.
2) Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat memengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
3) Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk
memenuhinya secara mandiri.
6. Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang dapat mempengaruhi pada keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
7. Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat mempengaruhi
kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
8. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki risiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan
darah selama pembedahan
2.8 konsep asuhan keperawatan dengan pemenuhan kebutuhan keseimbangan
cairan dan elektrolit.

2.8.1 Pengkajian Keperawatan

Untuk mengetahui kebutuhan cairan dan elektrolit pada klien perlu


diketahui keadaan cairan dan elektrolit dalam tubuhnya melalui pengkajian
yang seksama pada klien. Pengkajian tersebut meliputi:
Riwayat Keperawatan:
 Riwayat intake cairan dan makanan 24 jam yang lalu
 Berat badan sebelum sakit
 Riwayat kehilangan cairan: diare, muntah-muntah
 Keluhan yang berhubungan dengan </> caran, elektrolit
 Adanya penyakit kronis/ pengobatan yang mengganggu keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Pemeriksaan Tanda-tanda Klinis:
 Berat badan saat ini; kenaikan/ penurunan BB 1 kg menggambarkan
kelebihan/ kehilangan cairan 1000 ml
 Tanda-tanda vital
 Jumlah intake dan output dalam 24 jam
Pemeriksaan fisik
 Kulit : suhu, kelembapan, warna dan turgor
 Rongga mulut : membrane mukosa, lidah, saliva
 Mata : penglihatan, edema pada kelopak mata, tekanan
bola mata
 Cardiovaskuler : vena jugularis, capillary refillingtime
 Paru-paru : suara nafas, perkusi paru, pengembangan paru,
kecepatan dan kedalaman nafas
 Neurologis : tingkat kesadaran, eksitabilitas neuromuscular, tanda
trousseau, tanda chvostek
Test Laboratorium:
 Serum elektrolit
 Anion Gap; (Na+K–(Cl+HCO3) : normal 11–17mEq/l
 Hematocrit : laki-laki 40 – 54%
Wanita 37 – 47%
Anak-anak 34 – 47%
 Osmolalitas serum
Osmolalitas serum = 2 Na + Glukosa darah (18) + BUN (28)
Normal = 275 – 295 mOsm/kg air
 Analisis Gas darah arteri
 Pemeriksaan urine :
Osmolalitas urine : Laki-laki 390-1090 mOsm/kg air
Wanita 300-1090 mOsm/kg air
Bayi 213 mOsm/kg air
 pH normal = 6 (4.6 – 8)

2.8.2 Diagnosa Keperawatan

A. Hipovolemia (D. 0023) berhubungan dengan:

 Kehilangan cairan aktif

 Kegagalan mekanisme regulasi

 Peningkatan permeabilitas kapiler

 Kekurangan intake cairan

 Evaporasi

B. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan:


 Gangguan mekanisme regulasi

 Kelebihan asupan cairan

 Kelebihan asupan natrium

 Gangguan aliran balik vena

 Efek agen farmakologis chlorpropamide, tolbutamide,


tryptilinescarbamazepine).

2.8.3 Intervensi Keperawatan

A. Manajemen Hipovolemia (I.03116)

1) Observasi :

 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (frekuensi nadi


meningkat, nadi teraba lemah, Tekanan Darah menurun, turgor
kulit menurun, membran mukosa kering, volume urine
menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)

  Monitor intake dan output cairan.

2) Terapeutik :

 Hitung kebutuhan cairan

 Berikan posisi modified trendelenburg

 Berikan asupan cairan oral

3) Edukasi

 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

4) Kolaborasi

  Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (NaCl,RL)

 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (Glukosa 2,5%, NaCl


0,4%).

 Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)

 Kolaborasi pemberian produk darah

B. Manejemen Hipervolemia (I.03114)

1) Observasi:

  Periksa tanda dan gejala hipervolemia (ortopnea, dispnea,


edema, JVP/CVP meningkat, suara napas tambahan)

  Identifikasi penyebab hipervolemia

  Monitor status hemodinamik

  Monitor intake dan output cairan

 Monitor tanda hemokonsentrasi (kadar


natrium,BUN,hematokrit, BJ urine)

 Monitor peningkatan tekanan onkotik plasma (kadar protein dan


albumin meningkat)

  Monitor kecepatan infus secara ketat

  Monitor efek samping diuretik (hipotensi ortostatik,


hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia).
2) Terapeutik:

  Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama

  Batasi asupan cairan dan garam

 Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat

3) Edukasi:

 Anjurkan melapor jika haluaran urine < 0,5 ml/kg/jam dalam 6


jam

 Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1kg dalam sehari

 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran


cairan

 Ajarkan cara membatasi cairan.

4) Kolaborasi:

  Kolaborasi pemberian diuretik

 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik

  Kolaborasi pemberian continous renal replacement therapy


(CRRT) jika perlu.

Anda mungkin juga menyukai