Oleh :
NOVIEN AMALIA
130100192
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan
Sarjana Kedokteran
Oleh :
NOVIEN AMALIA
130100192
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
ABSTRAK
Kata Kunci: Ibu Hamil, Perdarahan Antepartum, Plasenta Previa, RSUP H. Adam
Malik, Solusio Plasenta.
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilaksanakan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran program studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi sangatlah sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Gambaran Perdarahan Antepartum Pada
Ibu Hamil Rawat Inap dan Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Medan Pada
Tahun 2013-2015”. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
2. Dosen pembimbing penulisan skripsi, dr. Letta Sari Lintang M.Ked (OG),
Sp.OG, dan dr. T. Kemala Intan, M.Biomed, M.Pd yang telah memberikan
banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi penelitian ini
dapat terselesaikan dengan baik.
3. Dosen penguji skripsi dr. Tri Widyawati, M.Si, Ph.D dan dr. Fithria Aldy,
M.Ked (Oph), Sp.M untuk setiap kritik dan saran yang membangun dalam
penyempurnaan penulisan skripsi ini.
5. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberi doa,
semangat, dukungan, dan kasih sayang yang tiada terhingga yang
diberikan kepada penulis.
6. Seluruh pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu
penulis saat melakukan survei awal penelitian dan izin pengambilan data
penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun
materil dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
lebih baik kedepannya.
Penulis
Novien Amalia
NIM.130100192
DAFTAR ISI
Halaman
5.2.Pembahasan ……………………………………...…………. 30
5.2.1.Distribusi Frekuensi Perdarahan Antepartum
Pada Ibu Hamil Rawat Inap dan Rawat Jalan
di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2013-2015 ……….. 30
5.2.2.Distribusi Frekuensi Plasenta Previa Sebagai Penyebab
Perdarahan Antepartum ………………………………….. 31
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu menjadi salah satu indikator penting dari derajat
kesehatan masyarakat. World Health Organization memperkirakan 830 ibu
meninggal saat hamil atau bersalin setiap hari di seluruh dunia. Pada akhir tahun
2015, sekitar 303.000 wanita hamil akan meninggal pada saat maupun sesudah
kehamilan dan persalinan. Menurut WHO, 99% dari seluruh kematian maternal
terjadi di negara berkembang. Rasio kematian maternal di negara-negara
berkembang pada tahun 2015 adalah 239 per 100.000 kelahiran hidup versus 12
per 100.000 kelahiran hidup di negara maju. Penyebab utama yang menyumbang
hampir 75% dari semua kematian maternal adalah perdarahan, infeksi, hipertensi
dalam kehamilan (pre-eklampsia dan eklampsia) dan unsafe abortion.1,2
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 AKI
sebesar 328 per 100.000 KH, tahun 2012 AKI 106 per 100.000 KH dan tahun
2013 AKI 95 per 100.000 KH. Hal ini menunjukkan AKI cenderung menurun
tetapi menurut estimasi angka kematian ibu ini tidak mengalami penurunan
hingga tahun 2013.3 Penyebab kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh
penyebab obstetrik langsung yakni perdarahan (32%), disusul oleh hipertensi
dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus lama (5%), abortus (5%) dan sisanya
oleh penyebab lain (32%) termasuk penyebab non-obstetrik.4
Perdarahan obstetrik tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu di
negara-negara berkembang dengan persentase 50% dari estimasi 500.000
kematian maternal yang terjadi secara global setiap tahun. Perdarahan sebagai
penyebab kematian maternal terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada umur
kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III atau setelah
kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum mempersulit 3-5% kehamilan dan
merupakan penyebab utama kematian perinatal dan maternal di seluruh dunia.
Penyebab paling penting dari perdarahan antepartum adalah plasenta previa dan
solusio plasenta.5,6
Provinsi NTB kejadian plasenta previa pada tahun 2011 tercatat 63 kasus (2,68%)
dari 2345 persalinan, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 101 kasus
(3,73%) dari 2706 persalinan.13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.7
2.1.2. Klasifikasi
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim dengan tepi plasenta tidak mencapai ostium internum, namun
terletak berdekatan dengan ostium tersebut.14
2.1.4. Patofisiologi
Plasenta secara normal berimplantasi pada dinding depan atau dinding
belakang rahim di daerah fundus uteri. Implantasi di segmen bawah rahim
penyebabnya adalah kualitas desidua segmen atas rahim buruk. Pada usia
kehamilan lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin lebih awal, oleh
karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, plasenta akan mengalami
pelepasan. Pelebaran isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta
yang berimplantasi di tempat tersebut akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada desidua sebagai plasenta. Pada saat serviks mendatar (effacement) dan
membuka (dilatation) ada bagian plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu
akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Perdarahan diperbanyak oleh karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal. Serat miometrium di segmen bawah uterus tidak
mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh darah yang robek
sehingga pembuluh darah tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless) dan darah yang keluar berwarna
merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Perdarahan lebih mudah mengalir keluar
rahim berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri
internum.6,15
2.1.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan presentasi klinis atau imaging.
Gambaran klinis klasik pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri, merah terang, tidak disertai dengan kontraksi
uterus dan cenderung terjadi dengan tiba-tiba pada akhir trimester kedua ke atas.
Perdarahan hebat dapat terjadi sewaktu persalinan aktif karena segmen bawah
uterus lebih rentan mengalami gangguan kontraksi daripada korpus uterus.
Ultrasonografi transabdominal merupakan metode paling sederhana, tepat, dan
aman untuk mengetahui lokasi plasenta. Namun, hasil positif palsu sering
disebabkan oleh distensi kandung kemih. Setelah kandung kemih dikosongkan,
USG pada kasus yang tampaknya positif harus diulang. Penelitian terbaru
menunjukkan USG transvaginal telah secara nyata menyempurnakan tingkat
ketepatan diagnosis plasenta previa dan telah terbukti aman. Transperineal
sonografi juga telah digunakan untuk memvisualisasikan ostium uteri internum
dan segmen bawah rahim. MRI juga dapat dipergunakan untuk memvisualisasikan
abnormalitas plasenta termasuk plasenta previa.15,19
2.1.6. Penatalaksanaan
Wanita dengan plasenta previa dapat digolongkan ke salah satu kategori
berikut :14
1. Janin kurang bulan dan tidak terdapat indikasi lain untuk pelahiran.
2. Janin cukup matur.
3. Persalinan telah dimulai.
4. Perdarahan sedemikian hebat sehingga harus dilakukan pelahiran tanpa
memperdulikan usia gestasional.
A. Penanganan pasif
Pasien diobservasi dengan teliti terhadap adanya perdarahan aktif. Tata
laksana pada kategori 1 tanpa perdarahan aktif uterus terdiri atas pemantauan
ketat. Golongan darah diperiksa dan siapkan donor transfusi darah. Bila
memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin agar janin terhindar dari
prematuritas. Dalam keadaan janin masih prematur dipertimbangkan memberikan
sulfas magnesium untuk menekan his buat sementara waktu serta memberi steroid
untuk mempercepat pematangan paru janin. 14,15,20
B. Persalinan pervaginam
Kelahiran vaginal dapat menyebabkan perdarahan berkurang karena ada
penekanan pada plasenta. Amniotomi (pemecahan ketuban) adalah cara terpilih
untuk melancarkan persalinan per vaginam. Setelah ketuban dipecahkan berikan
oksitosin drips 2,5-5 satuan dalam 500 cc dektrosa 5%. Bila cara tersebut belum
berhasil, dapat dilakukan pemasangan cunam Willet Gausz dan versi Braxton
Hicks. 20
C. Persalinan perabdominal (seksio sesarea)
Seksio sesarea dianjurkan untuk semua plasenta previa parsialis atau totalis,
janin hidup atau meninggal, perdarahan yang sulit dikontrol, plasenta previa
dengan panggul sempit dan letak lintang. Indikasi histerektomi apabila dipersulit
oleh plasenta akreta.20
2.2.1. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.10
2.2.2. Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta, solusio plasenta diklasifikasikan atas:6
1. Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptur sinus
marginalis).
2. Terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis).
3. Seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis).
Menurut tingkat gejala klinis yang timbul, solusio plasenta terdiri atas:6
1. Solusio Plasenta Ringan.
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan
kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250
ml. Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari
sedikit hingga banyak. Gejala-gejala perdarahan sulit dibedakan dari plasenta
previa, kecuali warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan
janin belum ada.
2.2.4. Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari
suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Kejadian
perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia
dan hipoksia.6
Ada beberapa keadaan yang secara teoritis dapat mengakibatkan kematian sel
karena iskemia dan hipoksia pada desidua, yakni sebagai berikut :22
1. Pada pasien dengan korioamnionitis, lipopolisakarida dan endotoksin lain
yang berasal dari agen infeksius menginduksi akumulasi sitokin,
eikosanoid dan bahan-bahan oksidan lain seperti superoksida. Semua
bahan ini memiliki daya toksisitas yang menyebabkan iskemia dan
hipoksia. Salah satu kerja dari endotoksin adalah pembentukan nitric oxide
synthase (NOS) yang menghasilkan nitric oxide (NO), suatu vasodilator
kuat dan penghambat agregasi trombosit. Metabolisme NO menyebabkan
pembentukan peroksinitrit yaitu suatu oksidan tahan lama yang mampu
menyebabkan iskemia dan hipoksia pada sel-sel endotelium pembuluh
darah.
2. Kelainan genetik berupa defisiensi protein C dan protein S yang keduanya
merupakan antikoagulan alamiah mampu meningkatkan pembentukan
trombosis dan dinyatakan terlibat dalam penyebab pre-eklampsia dan
solusio plasenta.
3. Pada pasien dengan trombofilia di mana ada kecenderungan pembekuan
berakhir dengan pembentukan trombosis di dalam desidua basalis yang
mengakibatkan iskemia dan hipoksia.
4. Keadaan hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan kerusakan pada
endothelium vaskular yang berakhir dengan pembentukan trombosis pada
vena atau menyebabkan kerusakan pada arteri spiralis yang memasok
darah ke plasenta dan menjadi etiologi solusio plasenta. Metionin
mengalami remetilasi oleh enzim metilentetrahidrofolat reduktase
(MTHFR) menjadi homosistein. Mutasi pada gen MTHFR mencegah
2.2.5. Diagnosis
Gambaran yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan
yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), rasa nyeri perut, fundus
uteri tambah naik karena hematoma retroplasenta, uterus teraba tegang dan keras
(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his, serta nyeri tekan di tempat
plasenta terlepas. Gambaran klinis bervariasi sesuai dengan berat ringannya
solusio plasenta. Pada solusio plasenta ultrasonografi tidak memberikan kepastian
diagnosa karena kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal mirip dengan
gambaran perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta sehingga diagnosis
biasanya ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Diagnosis definitif hanya bisa
ditegakkan setelah partus dengan melihat adanya hematoma retroplasenta. Saat
pemeriksaan plasenta biasanya tampak cekung dan tipis di bagian plasenta yang
terlepas dan adanya darah beku di belakang plasenta.19,20
2.2.6. Penatalaksanaan
A. Terapi konservatif
Prinsipnya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus
berlangsung spontan, sambil menunggu dapat diberikan transfusi darah untuk
mengatasi syok dan anemia serta mencegah nekrosis korteks renalis.20
B. Terapi aktif
Amniotomi dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus
spontan. Namun, ada perbedaan pendapat atas tindakan amniotomi. Accouchement
force, yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan cunam
Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks. Bila pembukaan sudah atau hampir
lengkap dan kepala sudah turun sampai Hodge III-IV, maka bila janin masih
hidup lakukan ekstraksi vakum atau forsep, namun jika janin telah meninggal,
lakukan embriotomi. Seksio sesarea dilakukan pada keadaan anak hidup dengan
pembukaan kecil, panggul sempit atau letak lintang. Ligasi arteri hipogastrik bila
perdarahan tidak terkontrol. Histerektomi dilakukan bila afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia dan persediaan darah atau fibrinogen tidak cukup. Ligasi
arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin
dipertahankan. Pada hipofibrinogenemia berikan fresh blood, plasma darah dan
fibrinogen 4-6 gram.20
BAB III
Perdarahan Antepartum
Usia Usia
Gravida Gravida
Riwayat Obstetrik Riwayat Obstetrik
Syok hipovolemik
Kematian
Keterangan :
Perdarahan 1. Usia
Antepartum 2. Gravida
3. Umur Kehamilan
1. Plasenta Previa
4. Riwayat Obstetrik
2. Solusio Plasenta
5. Klasifikasi
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan bagian instalasi rekam medik.
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik ibu hamil
dengan diagnosa plasenta previa dan solusio plasenta sebagai penyebab
perdarahan antepartum yang dirawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan dari Januari 2013 sampai Desember 2015.
4.3.2. Sampel
1) Ibu hamil dengan diagnosa plasenta previa dan solusio plasenta sebagai
penyebab perdarahan antepartum yang terjadi pada Januari 2013 hingga
Desember 2015.
2) Data-data seperti nama, usia, umur kehamilan, gravida, riwayat obstetrik,
dan klasifikasi ibu hamil dengan diagnosa plasenta previa tercatat pada
rekam medik.
3) Data-data seperti nama, usia, umur kehamilan, gravida, dan riwayat
obstetrik ibu hamil dengan diagnosa solusio plasenta tercatat pada rekam
medik.
4.4.1. Bahan
Pada penelitian ini data yang diambil merupakan data sekunder yaitu
rekam medik ibu hamil dengan diagnosa plasenta previa dan solusio plasenta
sebagai penyebab perdarahan antepartum yang berkunjung ke RSUP H. Adam
Malik pada Januari 2013 hingga Desember 2015. Data ini diperoleh dari bagian
instalasi rekam medik RSUP H. Adam Malik.
4.4.2. Alur
Hitung sampel
Kriteria Eksklusi
Pencatatan Data
Analisis Data
Alat
No Variabel Definisi Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Perdarahan Antepartum Pada Ibu Hamil Rawat
Inap dan Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2013-2015
Perdarahan antepartum dalam penelitian ini terdiri atas dua penyebab yaitu
plasenta previa dan solusio plasenta. Berdasarkan tabel 5.1 di atas, pada hasil
penelitian ini diperoleh frekuensi penderita perdarahan antepartum lebih banyak
dengan penyebab plasenta previa yaitu sebanyak 30 orang (90,9%), sementara
solusio plasenta hanya sebanyak 3 orang (9,1%).
Tabel 5.2 Tabulasi Silang Distribusi Frekuensi Perdarahan Antepartum Pada Ibu
Hamil Rawat Inap dan Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Berdasarkan Tahun
kehamilan 28-36 minggu yaitu sebanyak 22 orang (73,3%), umur kehamilan >36
sebanyak 5 orang (16,7%) dan paling sedikit pada umur kehamilan <28 minggu
hanya sebanyak 3 orang (10%).
5.2. Pembahasan
Data hasil penelitian menunjukkan jumlah ibu yang mengalami plasenta
previa dan solusio plasenta sebagai penyebab perdarahan antepartum yang dirawat
inap dan jalan di RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 4 kasus (tahun 2013), 13
kasus (tahun 2014), dan 16 kasus (tahun 2015) sehingga didapat sampel sebesar
33 orang dengan kriteria data rekam medik lengkap sesuai variabel yang diteliti.
DR. R.D Kandou Manado pada tahun 2011 menunjukkan distribusi perdarahan
antepartum berdasarkan penyebab perdarahan, paling banyak adalah plasenta
previa sebesar 98,3%, dan solusio plasenta hanya sebesar 1,7%.31
Hasil penelitian tidak pula berbeda jauh dengan beberapa hasil penelitian
di Indonesia. Penelitian di RSU Dr. Soedarso Pontianak pada tahun 2011
ditemukan lebih banyak ibu yang mengalami plasenta previa dengan proporsi
sebesar 61,2% pada usia maternal <35 tahun.12 Penelitian di RSU Provinsi NTB
pada tahun 2013 menyatakan prevalensi plasenta previa terbanyak adalah kategori
usia antara 20-35 tahun yaitu sebanyak 64%.13 Penelitian di RS Sanglah Denpasar
pada tahun 2012 menyebutkan sebagian besar responden (81,8%) merupakan usia
20-35 tahun. Hal ini disebabkan oleh karena wanita yang berusia 20-35 tahun
mempunyai kesempatan lebih besar untuk hamil dan dalam masa reproduksi
dibandingkan dengan wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau pada wanita
usia lanjut. 13,17 Penelitian di RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara melaporkan
distribusi plasenta previa berdasarkan usia, plasenta previa paling sering terjadi
pada usia ≥ 30 tahun yakni sebesar 52%.23 Begitu pula dengan laporan penelitian
di RSU Dr. Pirngadi Medan yang menunjukkan ibu hamil dengan plasenta previa
terbanyak pada umur 30-34 tahun (30,0%).33
Dari tabel 5.4. diperoleh distribusi penderita plasenta previa paling banyak
pada umur kehamilan 28-36 minggu yaitu sebanyak 22 orang (73,3%).
Kemudian, umur kehamilan >36 minggu sebanyak 5 orang (16,7%) dan umur
kehamilan <28 minggu hanya 3 orang (10%). Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan beberapa penelitian berikut. Penelitian di India oleh Maurya et al,
menunjukkan distribusi plasenta previa tertinggi pada umur kehamilan >36
minggu sebesar 47,89%.26 Penelitian di RS Santa Elisabeth Medan yang
melaporkan ibu hamil dengan plasenta previa memiliki persentase yang sama
pada umur kehamilan 22-37 minggu dan >37 minggu (16,7%).34
Dari tabel 5.5 diperoleh distribusi penderita plasenta previa paling banyak
terdapat pada kelompok ibu multigravida yaitu sebanyak 16 orang (53,3%).
Kelompok ibu primigravida dan secundigravida mempunyai jumlah yang sama
yaitu sebanyak 7 orang (23,3%). Peningkatan risiko plasenta previa pada
multigravida akibat vaskularisasi berkurang, atrofi pada desidua dan adanya
jaringan parut pada uterus setelah kehamilan berulang. Hal ini menyebabkan
aliran darah ke plasenta tidak adekuat sehingga plasenta memperluas
pertumbuhannya untuk mendapatkan bagian dengan suplai darah yang tinggi
sehingga dapat menutupi jalan lahir.12,23
Dari tabel 5.6 diperoleh distribusi penderita plasenta previa paling banyak
terjadi pada ibu yang mempunyai riwayat partus pervaginam yaitu sebanyak 11
orang (36,7%). Kemudian, riwayat partus perabdominal yaitu sebanyak 9 orang
(30%), riwayat belum pernah melahirkan sebanyak 7 orang (23,3%), dan paling
sedikit terdapat pada riwayat abortus hanya 3 orang (10%). Hasil penelitian ini
Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa data penelitian berikut.
Penelitian di RSU Dr. Pirngadi tahun 2006-2010 menyatakan bahwa 48,3% ibu
yang mengalami plasenta previa mempunyai riwayat partus pervaginam.33 Pada
tahun 2010, penelitian yang berbeda di RSUD Dr. Pirngadi melaporkan riwayat
persalinan pada penderita plasenta previa terbanyak yaitu persalinan pervaginam
(56%).38 Distribusi penderita ini perlu diketahui dengan baik mengingat riwayat
seksio sesarea dan abortus dapat menyebabkan kecacatan pada endometrium dan
gangguan sirkulasi di tempat implantasi pada masa mendatang.39
Dari tabel 5.7 diperoleh distribusi penderita plasenta previa paling banyak
terdapat pada klasifikasi plasenta previa totalis yaitu sebanyak 26 orang (86,7%),
plasenta previa marginalis sebanyak 3 orang (9,7%), plasenta previa letak rendah
hanya 1 orang (3,2%), sedangkan pada klasifikasi parsialis tidak ditemukan kasus
plasenta previa. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Ayushma et al
di India yang melaporkan distribusi plasenta previa paling umum pada tipe I atau
letak rendah sekitar 39,1% kasus.25 Penelitian di Mumbai oleh Wasnik et al
memperlihatkan hasil distribusi plasenta previa tertinggi (26%) pada tipe III atau
parsialis.27
Namun, hasil penelitian ini sama dengan beberapa laporan data penelitian
berikut. Penelitian oleh Jain et al di India bersesuaian dengan hasil penelitian ini,
menunjukkan terjadinya plasenta previa paling banyak pada tipe IV atau totalis
(40,7%).28 Penelitian di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2006-2010 berdasarkan
klasifikasi plasenta previa yang terbanyak adalah plasenta previa totalis yaitu
sebanyak 38,3%.33 Penelitian pada tahun 2010 di RSUD Dr. Pirngadi memperoleh
Hal ini sesuai dengan beberapa data penelitian berikut. Penelitian di Ghana
oleh Coleman et al melaporkan sebanyak 56% kasus solusio plasenta termasuk ke
dalam kategori usia 20-29 tahun.10 Penelitian di India menunjukkan kasus solusio
plasenta terbanyak pada usia 21-25 (62,96%).26 Penelitian yang dilaksanakan di
Liaquat University Hospital Hyderabad Pakistan menemukan mayoritas kasus
solusio plasenta sebesar 44,5% pada usia >30.40 Penelitian oleh Hossain et al di
Pakistan menyebutkan mayoritas penderita solusio plasenta berada pada
kelompok usia antara 26-30 tahun sebesar 44%.41 Penelitian yang dilakukan oleh
Choudhary et al di India mendapatkan mayoritas penderita solusio plasenta
berada pada usia 26-35 tahun sebanyak 70,97%.42 Penelitian di India oleh Wills et
al memaparkan 41,7% kasus solusio plasenta termasuk ke dalam usia 26-30 tahun
dan penelitian Jabeen et al di Peshawar yang menunjukkan 44,37% kasus solusio
plasenta didominasi pada usia 36-40 tahun.43,44
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berhubungan dengan
perdarahan antepartum di RSUP H. Adam Malik Medan, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sampel yang diperoleh untuk kasus perdarahan antepartum di RSUP H.
Adam Malik pada tahun 2013-2015 berjumlah 33 kasus.
2. Perdarahan antepartum pada ibu hamil rawat inap dan rawat jalan di RSUP
H. Adam Malik pada tahun 2013-2015 diperoleh paling banyak dengan
penyebab plasenta previa sebesar 90,9%, sementara solusio plasenta hanya
sebesar 9,1%.
3. Kecenderungan kunjungan penderita perdarahan antepartum di RSUP H.
Adam Malik Medan pada tahun 2013-2015 menunjukkan peningkatan
jumlah kasus. Frekuensi tertinggi pada tahun 2015 dengan persentase
sebesar 48,5%.
4. Distribusi frekuensi plasenta previa berdasarkan usia, diperoleh terbanyak
pada usia 31-35 tahun yaitu sebesar 35,5%. Berdasarkan umur kehamilan,
terbanyak pada umur kehamilan 28-36 minggu yaitu sebesar 73,3%.
Berdasarkan gravida, didominasi kategori ibu multigravida yaitu sebesar
53,3%. Berdasarkan riwayat obstetrik, paling banyak terjadi pada ibu yang
mempunyai riwayat partus pervaginam yaitu sebesar 36,7%. Berdasarkan
klasifikasi, paling banyak terdapat pada klasifikasi plasenta previa totalis
yaitu sebesar 86,7%.
5. Distribusi frekuensi solusio plasenta berdasarkan usia, diperoleh usia 20-
25 tahun, 26-30 tahun, dan 36-40 tahun mempunyai jumlah yang sama
yaitu sebesar 33,3%. Berdasarkan umur kehamilan, terbanyak pada umur
kehamilan <28 minggu yaitu sebesar 66,7%. Berdasarkan gravida,
didominasi kategori ibu primigravida yaitu sebesar 66,7%. Berdasarkan
6.2. Saran
Adapun saran yang mungkin bermanfaat pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
6.2.1. Bagi Ibu Hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor-faktor risiko untuk terjadinya
perdarahan antepartum agar waspada dan diharapkan dapat mencegah terjadinya
perdarahan antepartum dengan melakukan pemeriksaan dan pengawasan
kehamilan kepada tenaga ahli secara teratur sehingga dapat diketahui sejak awal
adanya risiko perdarahan antepartum serta komplikasi kehamilan dan persalinan
yang mungkin terjadi sehingga menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu.
DAFTAR PUSTAKA
17. Runiari N, Mayuni IO. Usia dan Paritas dengan Plasenta Previa pada Ibu
Bersalin. Jurnal Poltekkes Denpasar. 2013.
18. Uzma S, Kiani BA, Khan FS. Frequency of Placenta Previa with Previous
Caesarean Section. Ann. Pak. Ins. Med. Sci. 2015; 11(4):202-3.
19. Aiken CEM, Mehasseb MK, Konje JC. Placental Abnormalities. p.227-36.
20. Mochtar R, Sofian A. Sinopsis obstetrik: obstetrik fisiologi, obstetrik
patologi. Edisi 3. Jakarta: ECG; 2012. hal.187-199, 206-7.
21. Ghaheh HS, Feizi A, Hosseini Z. Risk Factors of Placental Abruption. J
Res Med Sci. 2013; 18(5):8.
22. Scott JR, Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF. Danforth’s Obstetrics and
Gynaecology. 9th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers;
2003.
23. Kurniawan H, Maulina M. Hubungan antara Usia Ibu dan Paritas dengan
Plasenta Previa di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2012-2013. Lentera. 2015; 15(13):16-20.
24. Wahyuni AS. Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS).
Jakarta: Bamboedoea Communication; 2011. 8-9.
25. Ayushma J, Anjali K. Study of Obstetric Outcome in Antepartum
Haemorrhage. Panacea Journal of Medical Science. 2015; 5(3):154.
26. Maurya A, Arya S. Study of Antepartum Haemorrhage & Its Maternal &
Perinatal Outcome. International Journal of Scientific and Research
Publications. 2014; 4(2):2-3.
27. Wasnik KS, Naiknaware VS. Antepartum Haemorrhage: Causes & Its
Effects on Mother and Child: An Evaluation. Obstet Gynecol Int J. 2015;
3(1):2-3.
28. Jain S, Jain N, Dahiya P, Rohilla S, Malik R. A Prospective Study of
Maternal Outcome in Antepartum Haemorrhage in Tertiary Care Centre in
Northern India. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016; 5:30.
29. Bangun RF. Karakteristik Penderita Perdarahan Antepartum Rawat Inap di
Badan Pelayanan RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2001-2004: Universitas
Sumatera Utara; 2012.
30. Gultom E. Karakteristik Penderita Perdarahan Antepartum yang Dirawat
Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth.Medan: Universitas Sumatera Utara;
2009.
31. Londok THM, Lengkong RA, Suparman E. Karakteristik Perdarahan
Antepartum dan Perdarahan Postpartum. Jurnal e-Biomedik. 2013;
1(1):617.
32. Abduljabbar SH, Bahkali MN, Al-Basri FS, Al-Hachim E, Shoudhary HI,
Dause RW, Mira YM, Khojah M. Placenta Previa at a Tertiary Care
Center in Western Saudi Arabia. Saudi Med J. 2016; 37(7).
33. Yusad Y. Gambaran Riwayat Obstetri Ibu yang Mengalami Plasenta
Previa di RSU Dr. Pirngadi Medan Periode 2006-2010. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2011.
Perdarahan Antepartum
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Plasenta Previa 30 90.9 90.9 90.9
Valid Solusio Plasenta 3 9.1 9.1 100.0
Total 33 100.0 100.0