Anda di halaman 1dari 89

UJI AKTIVITAS MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli)

TERHADAP PEROKSIDASI LIPID DARAH TIKUS (Rattus


norvegicus) YANG DIINDUKSI ISONIAZID-RIFAMPISIN

ACTIVITY TEST OF CLOVE OIL (Oleum caryophylli)


AGAINST LIPID PEROXIDATION IN RATS (Rattus
norvegicus) BLOOD INDUCED BY ISONIAZID-
RIFAMPICIN

ANDI DIAN ASLIN AGUSTIAH


N111 14 302

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
UJI AKTIVITAS MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli) TERHADAP
PEROKSIDASI LIPID DARAH TIKUS (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI
ISONIAZID-RIFAMPISIN

ACTIVITY TEST OF CLOVE OIL (Oleum caryophylli) AGAINST LIPID


PEROXIDATION IN RATS (Rattus norvegicus) BLOOD INDUCED BY
ISONIAZID-RIFAMPICIN

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi


syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

ANDI DIAN ASLIN AGUSTIAH


N111 14 302

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
UJI AKTIVITAS MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli) TERHADAP
PEROKSIDASI LIPID DARAH TIKUS (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI
ISONIAZID-RIFAMPISIN

Andi Dian Aslin Agustiah


N111 14 302

Disetujui oleh:

Pembimbing utama,

Yulia Y. Djabir, S.Si., MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt.


NIP. 19780728 200212 2 003

Pembimbing pertama, Pembimbing kedua,

Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. Sumarheni, S.Si., M.Sc., Apt.


NIP. 19730309 200112 1 002 NIP. 19811007 200812 2 001

Pada tanggal : 9 Mei 2018


SKRIPSI

UJI AKTIVITAS MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli) TERHADAP


PEROKSIDASI LIPID DARAH TIKUS (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI
ISONIAZID-RIFAMPISIN

ACTIVITY TEST OF CLOVE OIL (Oleum caryophylli) AGAINST LIPID


PEROXIDATION IN RATS (Rattus norvegicus) BLOOD INDUCED BY
ISONIAZID-RIFAMPICIN

Disusun dan diajukan oleh :

ANDI DIAN ASLIN AGUSTIAH


N111 14 302

telah Dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal: 09 Mei 2018
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Panitia Penguji Skripsi


1. Ketua : Subehan, S.Si., M. Pharm.Sc., Ph.D., Apt. ……………..

2. Sekretaris : Rina Agustina, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt. ……………..

3. Ex. Officio : Yulia Yusrini Djabir, S.Si., MBM.Sc., Ph.D., Apt ……………..

4. Ex. Officio : Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. ..……………

5. Ex. Officio : Sumarheni, S.Si., M.Sc., Apt. ……………..

6. Anggota : Drs. Hasyim Bariun, M.Si., Apt. ……………..

Mengetahui:
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt.


NIP. 19641231 199002 1 005
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya saya

sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga

tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,

maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, 9 Mei 2018

Yang menyatakan,

Andi Dian Aslin Agustiah


N111 14 302
UCAPAN TERIMAKASIH

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi robbil alamin segala puji bagi

Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar di program S1 pada program

studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Salawat serta

salam tak henti-hentinya kita panjatkan kepada junjungan kita Rasulullah

Muhammad SAW. Beserta para pengikut beliau.

Penulis juga menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini, banyak

kendala dan masalah yang dihadapi, namun dengan adanya doa dan

dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh

karena itu perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih saya yang

tulus kepada :

1. Ibu Yulia Yusrini Djabir, S.Si., MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt., selaku

pembimbing utama, ibu Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. selaku pembimbing

pertaman dan Ibu Sumarheni, S.Si., M.Sc., Apt. selaku pembimbing kedua

yang dengan ikhlas telah meluangkan banyak waktu, petunjuk, perhatian

dan kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan memberikan

bimbingan kepada penulis baik berupa petunjuk maupun saran selama

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt., ibu Rina Agustina, S.Si.,

M.Pharm.Sc., Apt., dan Bapak Drs. Hasyim Bariun, M.Si., Apt. selaku tim

vi
penguji ujian skripsi yang telah meluangkan waktunya dan memberi kritik,

saran serta masukan-masukan yang sangat membantu dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Kepada kedua orang tua penulis, Bapak Andi Asrul, S.S., dan Ibu Nurlina,

S.ST., M.Kes., yang senantiasa terus mendoakan, membantu dan

memberi saran, dukungan moral maupun batin selama penelitian

berlangsung hingga penyusunan dan penulisan skripsi ini selesai. Kepada

saudara-saudara penulis yang tersayang Andi Tenri Gading Nurul Azizah

dan Andi Tenri Batari Ramadhani serta seluruh keluarga besar penulis

besar yang selalu memberikan semangat, dan dukungan agar penulis bisa

menyelesaikan pendidikan ini.

4. Dekan, Wakil Dekan, serta staf dosen dan pegawai Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin atas bantuan serta motivasi-motivasi yang

diberikan.

5. Dosen pembimbing akademik, bapak Prof. Dr. M. Natsir Djide, MS, Apt.,

yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberikan

nasehat akademik yang membangun kepada penulis selama proses

perkuliahan berlangsung.

6. Seluruh laboran laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Khususnya Bu Adri dan Kak Cia, atas segala bantuan fasilitas selama

penulis mengerjakan penelitian.

7. Teman-teman dan kakak-kakak yang membantu menyukseskan penelitian

penulis, Kak Jaryn Samma, Putri Mandasari Yusuf, Mini Ariska Febrianty,

vii
Khaldun Hidayat, Anwar Sam dan kak Haslinda, yang telah sabar

membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian maupun skripsi,

terimakasih teman-teman.

8. Sahabat-sahabat yang selalu menyemangati penulis, Putri Mandasari

Yusuf, Mini Ariska Febrianty dan Rezki Nabila Pratiwi terima kasih karena

selama ini telah membantu penulis dalam mengerjakan penelitian ini, juga

telah menjadi tempat menyampaikan keluh kesah penulis selama masa

kuliah dan selama penelitian berlangsung.

9. Teman-temanku tersayang HIOS14MIN yang selalu menjadi semangat

tersendiri bagi penulis serta seluruh Keluarga Mahasiswa Fakultas

Farmasi Universitas Hasanuddin dan seluruh pihak yang telah membantu,

yang tak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan bantuan

dan motivasi kepada penulis.

Permohonan maaf penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang

mungkin pernah merasa dirugikan oleh penulis, baik disengaja maupun tidak

disengaja. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah

diberikan dan semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pembangunan

dan pengembangan ilmu pengetahuan. Aamiin.

Makassar, 9 Mei 2018

Andi Dian Aslin Agustiah

viii
ABSTRAK
ANDI DIAN ASLIN AGUSTIAH. Uji Aktivitas Minyak Cengkeh (Oleum
caryophylli) terhadap Peroksidasi Lipid Darah Tikus (Rattus norvegicus) yang
diinduksi Isoniazid-Rifampisin. (dibimbing oleh Yulia Yusrini Djabir, Mufidah
dan Sumarheni).

Isoniazid-rifampisin merupakan salah satu terapi tuberkulosis yang


dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif termasuk peroksidasi lipid
yang dapat merusak membran sel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas minyak cengkeh (Oleum caryophylli) terhadap peroksidasi lipid
darah tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi obat isoniazid-rifampisin
melalui pengukuran kadar malondialdehid (MDA). Penelitian dilakukan
menggunakan 15 ekor tikus jantan putih yang dibagi menjadi 5 kelompok
perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif diberikan minyak pembawa,
kelompok yang diberi minyak cengkeh 10 mg/kgBB tikus, minyak cengkeh 50
mg/kgBB tikus, minyak cengkeh 100 mg/kgBB tikus dan kelompok kontrol
postitif diberi vitamin E. Tiap kelompok perlakuan diinduksi obat isoniazid-
rifampisin secara per oral. Pengukuran kadar MDA dilakukan pada hari ke-0
dan ke-28, yang diukur menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 532 nm. Hasil penelitian setelah 28 hari perlakuan menunjukkan
pada kelompok kontrol negatif, 2 dari 3 tikus mengalami peningkatan kadar
MDA. Kelompok minyak cengkeh 10 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB tikus,
semua tikus mengalami peningkatan kadar MDA. Pada kelompok minyak
cengkeh 50 mg/kgBB tikus dan kelompok kontrol positif vitamin E, 2 dari 3
tikus mengalami penurunan kadar MDA. Oleh karena itu minyak cengkeh
dengan dosis 50 mg/kgBB tikus dan vitamin E dianggap mampu menurunkan
aktivitas peroksidasi lipid pada tikus yang diinduksi isoniazid-rifampisin. Efek
penurunan kadar MDA minyak cengkeh 50 mg/kgBB tikus setara dengan
vitamin E sebagai antioksidan.

Kata kunci : Isoniazid-rifampisin, malondialdehid (MDA), lipid peroksidase,


minyak cengkeh

ix
ABSTRACT
ANDI DIAN ASLIN AGUSTIAH. Activity Test of Clove Oil (Oleum caryophylli)
againts Lipid Peroxidation in Rats (Rattus norvegicus) Blood Induced by
Isonazid-Rifampisin Isoniazid-Rifampisin. (supervised by Yulia Yusrini Djabir,
Mufidah dan Sumarheni).

Isoniazid-rifampicin is one of tuberculosis therapy that can cause


oxidative stress including lipid peroxidation that can damage cell membranes.
The aim of this research is to evaluate the activity of clove oil (Oleum
caryophylli) againts rat blood lipid peroxidation (Rattus norvegicus) induced
by isoniazid-rifampicin through measurement of malondialdehyde (MDA).
The study was conducted using 15 white male rats divided into 5 groups of
treatment i.e. negative control that only given vehicle, clove-oil 10 mg/kgBB
rats, clove oil 50 mg/kg body weight, clove oil 100 mg/kg body weight and
postitive control group given vitamin E. Each of the treatment group was
given isoniazid-rifampicin orally. Measurements of MDA levels were
performed on days 0 and 28, using UV-Vis Spectrophotometry at 532 nm
wavelength. Results of 28 days treatment showed that in the negative control
group, 2 of 3 rats had elevated MDA levels. In clove oil dose 10 mg/kg body
weight and 100 mg/kg body weight groups, all rats had elevated MDA levels.
In clove oil 50 mg/kg body weight and vitamin E, 2 of 3 rats had decreased
MDA levels. Hence, clove oil 50 mg/kg body weight and vitamin E is
assumed effective to decrease lipid peroxidation activity in rats induced by
isoniazid-rifampicin. Decreased MDA levels by clove oil 50 mg/kg body
weight equivalent with vitamin E with dose 250 mg/kg body weight as an
antioxidant.

Keywords: Isoniazid-rifampicin, malondialdehyde (MDA), lipid peroxidase,


clove oil

x
DAFTAR ISI

halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1Pengobatan Tuberkulosis 4

II.2 Isoniazid 5

II.2.1 Mekanisme Kerja 6

II.2.2 Farmakokinetik 6

II.2.3 Penggunaan Klinik 7

II.2.4 Efek Samping 7

II.2.5 Isoniazid dan Pembentukan Radikal Bebas 8

II.3 Rifampisin 8

II.3.1 Mekanisme Kerja 9

xi
Halaman

II.3.2 Farmakokinetik 9

II.3.3 Penggunaan Klinik 10

II.3.4 Efek Samping 11

II.3.5 Rifampisin dan Pembentukan Radikal Bebas 11

II.4 Hubungan Hepatotoksisitas dengan Kombinasi 12


Isoniazid-Rifampisin

II.5 Peroksidasi Lipid 12

II.6 Malondialdehid 13

II.7 Tanaman Cengkeh 14

II.7.1 Klasifikasi Tanaman Cengkeh 14

II.7.2 Minyak Cengkeh 15

II.7.3 Cara Memperoleh Minyak Cengkeh 16

II.7.4. Manfaat Minyak Cengkeh 17

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 18

III.1 Alat dan Bahan 18

III.2 Metode Kerja 18

III.2.1 Penyiapan Hewan Coba 18

III.2.2 Pembuatan Suspensi Isoniazid-Rifampisin 19

III.2.3 Penyiapan Minyak Cengkeh 19

III.2.4 Pemberian Induksi Obat Isoniazid-Rifampisin 20

III.2.5 Penyiapan Vitamin E 20

III.3 Prosedur Percobaan 21

xii
halaman

III.3.1 Pengambilan Darah Tikus 22

III.3.2 Pengukuran Kurva Baku 22

III.3.3 Pengukuran Kadar MDA 23

III.3.4 Analisis Statistik 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24

BAB V PENUTUP 30

V.1 Kesimpulan 30

V.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 34

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Kandungan senyawa kimia minyak cengkeh yang berasal 16


dari Indonesia

2. Kadar malondialdehid serum tikus putih yang diinduksi 25


isoniazid-rifampisin dengan perlakuan tertentu

3. Hasil statistik perbandingan tiap kelompok perlakuan 29


menggunakan metode Mann Whitney U Test

4. Hasil pengujian statistik kadar MDA serum tikus 53


menggunakan metode Kruskal Wallis

5. Hasil pengujuan statistik kadar MDA serum tikus antar 54


kelompok pada hari ke-0 menggunakan metode analisis
One Way ANOVA

6. Hasil pengujian statistik kadar MDA serum tikus antar 56


kelompok pada hari ke-28 menggunakan metode analisis
One Way ANOVA

7. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 58


serum tikus antara kelompok perlakuan kontrol negatif
(minyak pembawa) dengan kelompok perlakuan
minyak cengkeh 0,2% menggunakan metode
Mann-Whitney Test

8. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 59


serum tikus antara kelompok perlakuan kontrol
negatif dengan kelompok perlakuan minyak
cengkeh 1% menggunakan metode Mann-Whitney

9. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 60


serum tikus antara kelompok perlakuan kontrol
negatif dengan kelompok perlakuan minyak
cengkeh 2% menggunakan metode Mann-Whitney

10. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 61


serum tikus antara kelompok perlakuan kontrol
negatif dengan kelompok perlakuan kontrol positif
menggunakan metode Mann-Whitney

xiv
halaman

11. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 62


serum tikus antara kelompok perlakuan minyak
cengkeh 0,2% dengan kelompok perlakuan minyak
cengkeh 1% menggunakan metode Mann-Whitney

12. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 63


serum tikus antara kelompok perlakuan minyak
cengkeh 0,2% dengan kelompok perlakuan minyak
cengkeh 2% menggunakan metode Mann-Whitney

13. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 64


serum tikus antara kelompok perlakuan minyak
cengkeh 0,2% dengan kelompok perlakuan kontrol
positif menggunakan metode Mann-Whitney

14. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 65


serum tikus antara kelompok perlakuan minyak
cengkeh 1% dengan kelompok perlakuan minyak
cengkeh 2% menggunakan metode Mann-Whitney

15. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 66


serum tikus antara kelompok perlakuan minyak
cengkeh 1% dengan kelompok perlakuan kontrol
positif menggunakan metode Mann-Whitney

16. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA 67


serum tikus antara kelompok perlakuan minyak
cengkeh 2% dengan kelompok perlakuan kontrol
positif (vitamin E) menggunakan metode
Mann-Whitney Test

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Rumus struktur isoniazid 5

2. Rumus struktur rifampisin 9

3. Rumus struktur malondialdehid 14

4. Diagram kadar malondialdehid serum tikus putih 26


pada hari ke-0 dan hari ke-28

5. spektrum panjang gelombang larutan baku 46

6. Spektrum absorbansi kurva baku untuk pengukuran 47


hari ke-0

7. Spektrum absorbansi kurva baku untuk pengukuran 48


hari ke-28

8. Spektrum absorbansi kelompok perlakuan hari ke-0 49

9. Spektrum absorbansi kelompok perlakuan hari ke-28 50

10. Grafik kurva baku untuk pengukuran hari ke-0 51

11. Grafik kurva baku untuk pengukuran hari ke-28 52

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Skema kerja 35

2. Penyiapan larutan baku 36

3. Perhitungan dosis dan kadar malondialdehid 37

4. Komposisi reagen 46

5. spektrum panjang gelombang larutan baku 47

6. Spektrum absorbansi kurva baku untuk pengukuran 48


hari ke-0

7. Spektrum absorbansi kurva baku untuk pengukuran 49


hari ke-28

8. Spektrum absorbansi kelompok perlakuan hari ke-0 50

9. Spektrum absorbansi kelompok perlakuan hari ke-28 51

10. Grafik kurva baku 52

11. Hasil pengukuran statistik kadar MDA serum tikus 53


menggunakan metode Kruskal Wallis

12. Hasil pengukuran statistik kadar MDA serum tikus pada 54


hari ke-0 menggunakan metode One Way ANOVA

13. Hasil pengukuran statistik kadar MDA serum tikus pada 56


hari ke-28 menggunakan metode One Way ANOVA

14. Hasil pengukuran statistik kadar MDA serum tikus 58


menggunakan metode Mann Whitney Test

15. Gambar Penelitian 68

xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kombinasi isoniazid-rifampisin merupakan salah satu pilihan terapi

tuberkulosis yang saat ini banyak digunakan. Kombinasi isoniazid-

rifampisin sebagai terapi tuberkulosis digunakan dalam jangka waktu yang

lama, sehingga salah satu efek samping yang ditimbulkan akibat

penggunaan jangka panjang adalah gangguan fungsi hati hingga nekrosis

jaringan hati. Penggunaan kombinasi isoniazid-rifampisin memberikan

resiko efek hepatotoksik yang lebih besar dibanding penggunaan isoniazid

secara tunggal (Adhvaryu dkk. 2008). Hal ini disebabkan karena rifampisin

dapat meningkatkan produksi metabolit toksik yang dihasilkan dari

metabolisme isoniazid di hati yaitu acetylhidrazine dan hydrazin.

Berdasarkan studi in vitro, acetylhidrazine dapat berikatan secara kovalen

dengan sel makromolekul di hati sehingga menyebabkan terjadinya

kerusakan hati (Kalra dkk. 2007 dan Totsmann dkk. 2007).

Isoniazid-rifampisin dapat menginduksi kerusakan hati melalui

peningkatan stress oksidatif, peroksidasi lipid, aktivasi enzim tertentu dan

menurunkan kadar glutation. Isoniazid-rifampisin dimetabolisme di hati

menjadi metabolit aktif. Metabolit aktif obat dapat menjadi radikal bebas

yang merusak sel hati terutama ketika antioksidan endogen lebih rendah

dibanding metabolit aktif obat (Totsmann dkk. 2007). Radikal bebas akan

bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh pada membran sel dan

1
2

membentuk lipid peroksida dengan produk akhir berupa malondialdehid

(MDA). Malondialdehid dapat dideteksi dalam jaringan, darah maupun

urin. Kadar MDA dalam darah dapat menjadi penanda terjadinya

kerusakan sel akibat radikal bebas (Aliahmad dkk. 2012).

Proses oksidasi lipid dapat ditunda ataupun dihambat dengan

adanya antioksidan. Antioksidan bekerja dengan menghambat tahapan

inisiasi atau propagasi dari reaksi rantai oksidasi, sehingga proses

oksidasi tidak terjadi (Gulcin dkk. 2010). Telah banyak hasil penelitian

sebelumnya mengenai bahan alam dari tanaman berpotensi sebagai

antioksidan dan bersifat hepatoprotektif, salah satunya adalah Cengkeh

(Syzygium aromaticum) (El-Hadary, 2015). Cengkeh memiliki kandungan

minyak atsiri dan telah diteliti memiliki aktivitas biologi seperti antibakteri,

antijamur, insektisida, dan antioksidan (Lee dkk. 2001).

Berdasarkan hasil penelitian Sohilait dkk. (2015) menyatakan bahwa

eugenol dan eugenil asetat yang terkandung dalam minyak cengkeh

memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan

sebagai hepatoprotektif serta aktivitas penghambatan lipid peroksidase

eugenol 5 kali lebih besar dibandingkan α-tokoferol (Nagababu dkk. 2010).

Bagaskaran dkk. (2010) melaporkan bahwa eugenol dapat mencegah

terjadinya kerusakan hati pada tikus dengan menurunkan aktivitas enzim

CYP2E1 di hati. Minyak cengkeh dapat menunjukkan adanya aktivitas

antioksidan pada tikus dengan dosis oral yaitu 5-200 mg/kgBB tikus (Al-
3

Okbi dkk. 2014) dengan LD50 oral sebesar 5950 mg/kgBB pada tikus (El-

Hadary dkk. 2015).

I.2. Rumusan Masalah

Apakah pemberian minyak cengkeh (Oleum caryophylli) dapat

mencegah proses peroksidasi lipid darah tikus (Rattus norvegicus) yang

diinduksi dengan obat TB isoniazid-rifampisin?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas minyak

cengkeh (Oleum caryophylli) dalam menghambat proses peroksidasi lipid

darah tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi dengan obat TB Isoniazid-

Rifampisin yang diukur berdasarkan produk akhir peroksidasi lipid yaitu

MDA.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengobatan Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang

ditularkan melalui udara. Sejak tahun 2000, tuberkulosis telah dinyatakan

oleh WHO sebagai remerging disease, karena angka kejadian TB yang

telah dinyatakan menurun pada tahun 1990-an kembali meningkat.

Meskipun demikian, untuk kasus di Indonesia, angka kejadian TB tidak

pernah menurun bahkan cenderung meningkat (Asih dkk. 2003 dan

Muttaqin, 2008). Tuberkulosis menduduki peringkat 3 dari daftar 10

penyebab kematian di Indonesia, yang menyebabkan 146,000 kematian

setiap tahunnya. Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300

orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun (Burhan, 2010).

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-

3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan

terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Pemberian obat ada yang

diberikan secara tunggal, obat dikombinasi tetapi di sajikan secara

terpisah dan obat kombinasi dosis tetap atau disebut FDC (Fixed Dose

Combination), kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam

satu tablet. Terapi lini pertama yaitu obat utama yang diberikan pada

penderita tuberkulosis terdiri dari rifampisin, isoniazid, pirazinamid,

streptomisin dan etambutanol. Obat-obat yang termasuk dalam lini

4
5

pertama dapat diberikan secara tunggal, kombinasi dan kombinasi dosis

tetap. Kombinasi dosis tetap terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet,

untuk kombinasi dosis tetap dengan menggunakan 4 obat antituberkulosis

dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid

400 mg dan etambutol 275 mg dan untuk tiga obat antituberkulosis dalam

satu tablet, terdiri dari rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid

400 mg. Rekomendasi WHO pada tahun 1999 untuk kombinasi dosis

tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif,

sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat

antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan

pedoman pengobatan. Terapi lini kedua atau obat tambahan terdiri dari

kanamisin, amikasin, kuinolon (Kemenkes RI, 2011).

II.2. Isoniazid

lsoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan lNH

merupakan obat yang paling efektif digunakan dalam terapi tuberkulosis,

isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan

KHM (konsentrasi hambatan minimum) sekitar 0,025-0,05 µg/ml. Isoniazid

mudah larut dalam air dan memiliki struktur yang mirip dengan piridoksin

(Ganiswara, 2000).

Gambar 1. Rumus struktur isoniazid


6

II.2.1. Mekanisme Kerja

Isoniazid adalah “prodrug“ yang masuk ke dalam bakteri dengan

cara pasif. Prodrug selanjutnya akan diubah oleh enzim katalase G pada

bakteri menjadi bentuk aktif. Aktivasi menghasilkan berbagai oksigen dan

senyawa reaktif yang menyerang target di dalam sel bakteri, yaitu sintesis

asam mikolat, metabolisme NAD dan mungkin juga merusak DNA.

Akibatnya sel bakteri akan mudah mengalami lisis (Sjahrurachman, 2010)

II.2.2. Farmakokinetik

lsoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun

parenteral. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian

oral. Isoniazid mengalami proses asetilasi oleh enzim N-acetyltransferase

di hati. Waktu paruh pada umumnya berkisar antara 1 sampai 3 jam.

Waktu paruh rata-rata pada asetilator cepat hampir 80 menit, sedangkan

untuk penderita asetilatior lambat yaitu sekitar 3 jam. lsoniazid mudah

berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Kadar dalam cairan

serebrospinal kira-kira 20% dari kadar dalam cairan plasma. Antara 75-

95% isoniazid diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam dalam bentuk

metabolit. Ekskresi terutama dalam bentuk asetil isoniazid yang

merupakan metabolit proses asetilasi, dan asam nikotinat yang

merupakan metabolit proses hidrolisis. Sejumlah kecil diekskresi dalam

bentuk isonikotinil glisin dan isonikotinil hidrazon, dan dalam jumlah yang

kecil berupa N-metil isoniazid (Ganiswara, 2000).


7

II.2.3. Penggunaan Klinik

Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk

mengobati semua tipe tuberkulosis. Efek nonterapi dapat dicegah dengan

pemberian piridoksin dan pengawasan yang cermat pada penderita. Untuk

tujuan terapi, obat ini harus digunakan bersama obat lain, untuk tujuan

pencegahan dapat diberikan tunggal (Ganiswara, 2000).

II.2.4. Efek Samping

Reaksi hipersensitivitas mengakibatkan demam, berbagai kelainan

kulit, reaksi hematologik dapat juga terjadi seperti agranulositosis,

trombositopenia, dan anemia. Gejala artritis seperti sakit sendi juga dapat

terjadi. Kelainan mental dapat juga terjadi selama menggunakan obat ini.

lsoniazid dapat menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal.

Penggunaan pada pasien yang menunjukkan adanya kelainan fungsi hati

akan menyebabkan bertambah parahnya kerusakan hati. Umur

merupakan faktor yang sangat penting untuk memperhitungkan risiko efek

toksik isoniazid pada hati. Kelainan yang paling banyak ditemui ialah

meningkatnya aktivitas enzim transaminase. Peningkatan aktivitas enzim

transaminase di hati sampai 4 dari nilai normal dapat terjadi pada 10%

sampai 20% pasien, tetapi umumnya asimptomatik. Efek samping lain

yang terjadi ialah mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati,

methemoglobinemia, tinitus, dan retensi urin (Ganiswara, 2000).


8

II.2.5. Isoniazid dan Pembentukan Radikal Bebas

Hepatotoksisitas merupakan salah satu efek samping yang paling

parah akibat penggunaan isoniazid. Beberapa penelitian menyatakan

bahwa aktivitas isoniazid dalam menghambat bakteri dipengaruhi oleh

radikal bebas dan senyawa hidrazin yang merupakan hasil metabolisme

isoniazid dapat menghasilkan radikal bebas yaitu ROS (Reactive Oxygen

Species). Diperkirakan bahwa selama proses metabolisme isoniazid

membentuk metabolit hidrazin, monoasetilhidrazin, acetilisoniazid dan

diasetilhidrazin akan menyebabkan terbentuknya radikal organik dan ROS

yang berkontribusi untuk menyebabkan toksisitas (Smith dkk. 1998). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa radikal bebas dari isoniazid dihasilkan

selama proses oksidasi oleh enzim horseradish peroxidase (HRP).

Berdasarkan hasil analisis spektroskpi EPR (Electron Paramagnetic

Resonance) menunjukkan terdapat senyawa radikal antara lain H, OH,

RC-O dan R (R mewakili cincin piridin dari isoniazid). Hasil ini dapat

menjadi dasar adanya keterkaitan antara aktivitas antimikroba isoniazid

dengan kemampuannya untuk membentuk senyawa radikal bebas

(Wengenack dan Rusnak, 2001).

II.3. Rifampisin

Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamimsin B yaitu salah satu

anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok

zat ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Obat ini merupakan ion

zwitter, larut dalam pelarut organik dan air yang pHnya asam. Rifampisin
9

menghambat pertumbuhan berbagai bakteri gram positif dan gram-negatif.

Rifampisin merupakan obat yang aktif terhadap Mycobacterium

tuberculosis yang tumbuh dan juga aktif terhadap Mycobacterium

tuberculosis dalam fase stasioner. (Sjahrurachman A., 2010)

Gambar 2. Rumus struktur rifampisin

II.3.1. Mekanisme Kerja

Rifampisin bekerja dengan menghambat DNA-dependent RNA

polymerase dari mycobacterium dan mikroorganisme dengan menekan

proses pembentukan rantai dalam sintesis RNA. lnti RNA Polymerase dari

berbagai sel eukariotik tidak mengikat rifampisin dan sintesis RNAnya

tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA

mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi daripada

kadar untuk penghambatan pada bakteri (Ganiswara, 2000).

II.3.2. Farmakokinetik

Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak plasma

setelah 2-4 jam dosis tunggal sebesar 600 mg, menghasilkan kadar

sekitar 7 µg/ml. Setelah diserap melalui saluran cerna, obat ini cepat
10

diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi

enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh adanya makanan. Obat ini

cepat mengalami deasetilasi, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua

obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin. Rifampisin

menyebabkan induksi metabolisme, sehingga walaupun

bioavailabilitasnya tinggi, eliminasinya meningkat pada pemberian

berulang. Masa paruh eliminasi rifampisin bervariasi antara 1,5 sampai 5

jam dan akan memanjang bila terdapat kelainan fungsi hati. Pada

pemberian berulang masa paruh ini memendek sampai kira-kira 40%

dalam waktu 14 hari. Pada penderita asetilator lambat masa paruh

memendek bila rifampisin diberikan bersama isoniazid. Sekitar 75%

rifampisin terikat pada protein plasma. Obat ini berdifusi baik ke berbagai

jaringan termasuk ke cairan otak. Luasnya distribusi ini dapat diidentifikasi

dari warna merah pada urin, tinja, sputum, airmata dan keringat penderita.

Ekskresi melalui urin mencapai 30%, setengahnya merupakan rifampisin

utuh sehingga penderita gangguan fungsi ginjal tidak memerlukan

penyesuaian dosis (Ganiswara, 2000).

II.3.3. Penggunaan Klinik

Rifampisin merupakan obat yang sangat efektit untuk pengobatan

tuberkulosis dan sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi

tuberkulosis jangka pendek. Efek sampingnya beraneka ragam, tetapi

insidennya rendah dan jarang sampai perlu menghentikan terapi

(Ganiswara, 2000).
11

II.3.4. Efek Samping

Dengan dosis biasa kurang dari 4% penderita tuberkulosis

mengalami efek toksik. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual

dan muntah. Pada pemberian berselang dengan dosis lebih besar sering

terjadi flu like syndrome, nefritis interstisial, nekrosis tubular akut, dan

trombositopenia. Hepatitis jarang terjadi pada penderita dengan fungsi hati

normal. Pada penderita penyakit hati kronik, alkoholisme, dan usia lanjut

insiden ikterus bertambah. SGOT dan aktivitas fosfatase alkali yang

meningkat akan menurun kembali bila pengobatan dihentikan. Berbagai

keluhan yang berhubungan dengan sistem saraf seperli rasa lelah,

mengantuk, sakit kepala, pening, ataksia, bingung, sukar berkonsentrasi,

sakit pada tangan dan kaki, dan melemahnya otot dapat juga terjadi

(Ganiswara, 2000).

II.3.5. Rifampisin dan Pembentukan Radikal Bebas

Rifampisin berikatan dengan subunit beta RNA polimerase (RpoB)

dari bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada bakteri gram negatif dan

gram positif, telah diketahui bahwa antibiotik bakterisida menginduksi

kematian sel dengan menstimulasi produksi radikal bebas yaitu ROS

(Reactive Oxygen Species). Hasil penelitan melaporkan bahwa rifampisin

menginduksi pembentukan radikal bebas yaitu OH diinduksi oleh

rifampisin, dimana radikal bebas ini terbentuk ketika terjadi penghambatan

pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dibuktikan dengan


12

pengukuran menggunakan spektroskopi menggunakan EPR (Electron

Paramagnetic Resonance) (Piccaro G dkk. 2014).

II.4. Hubungan Hepatotoksisitas dengan Kombinasi Isoniazid-

Rifampisin

Isoniazid dan rifampisin keduanya merupakan terapi lini pertama

pada pengobatan tuberkulosis. Dalam terapi tuberkulosis kedua obat ini

digunakan dalam bentuk kombinasi dengan dosis tertentu. Isoniazid dan

rifampisin masing-masing memiliki efek samping berupa hepatotoksik jika

digunakan dalam jangka waktu yang lama, namun penggunaan kombinasi

kedua obat ini memiliki resiko efek hepatotoksik yang lebih besar

dibanding penggunaan secara tunggal. Hal ini disebabkan karena

rifampisin dapat meningkatkan produksi metabolit toksik yang dihasilkan

dari metabolisme isoniazid, antara lain asetilhidrazin dan hidrazin yang

akan membentuk radikal organik dan ROS yang berkontribusi untuk

menyebabkan toksisitas di hati (Adhvaryu dkk. 2008). Isoniazid-rifampisin

dapat menginduksi kerusakan hati melalui peningkatan stres oksidatif,

peroksidasi lipid, aktivasi enzim tertentu dan menurunkan kadar

antioksidan alami dalam tubuh (Kalra dkk. 2007).

II.5. Peroksidasi Lipid

Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi antara radikal bebas

dengan asam lemak tak jenuh (Polyunsaturated fatty acid, PUFA) yang

sedikitnya memiliki tiga ikatan rangkap. Peroksidasi lipid terjadi melalui

reaksi enzimatik maupun non enzimatik melibatkan spesies kimia aktif


13

yang dikenal sebagai spesies oksigen reaktif yang bertanggung jawab

terhadap efek toksik pada tubuh melalui berbagai kerusakan jaringan.

Terdapat banyak molekul lipid yang mengandung ikatan ganda yang

dapat mengalami peroksidasi pada kondisi tertentu. Mekanisme yang

memicu peroksidasi lipid sangat kompleks, peroksidasi lipid merupakan

suatu rangkaian reaksi yang terjadi dalam 3 fase. Diawali dengan fase

inisiasi, dimana terjadi abstraksi ion H dari ikatan C-H lipid dengan

paparan oksidan dan terbentuk carbon centred lipid radical. Kemudian

diikuti dengan fase propagasi, dimana radikal lipid dengan cepat

mengalami penggabungan dengan O2 dan terbentuk radikal peroksi.

Penggabungan O2 dengan lipid radikal yang baru terbentuk, menambah

jumlah peroksidasi membran lipid. Disamping abstraksi ion H juga terjadi 3

reaksi penting lain yaitu fragmentasi, rearrangement dan cyclizations.

Akhirnya rangkaian peroksidasi lipid berakhir dengan satu atau lebih

reaksi terminasi (Burcham, 1998).

II.6. Malondialdehid

Malondialdehid (MDA) adalah senyawa aldehida hasil produk akhir

dari peroksida lipid di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki tiga rantai

karbon, dengan rumus molekul C3H4O2, MDA juga merupakan produk

dekomposisi dari asam amino, karbohidrat kompleks, pentose dan

heksosa. Selain itu, MDA juga merupakan produk yang dihasilkan oleh

radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk sisa dari
14

biosintesis prostaglandin yang merupakan produk akhir oksidasi lipid

membran.

Gambar 3. Rumus struktur malondialdehid

Selain itu, MDA juga merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan

oleh radikal bebas. Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya

proses oksidasi dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi

biasanya diikuti oleh penurunan kadar MDA (Marnett, 2002).

Uji TBARs (thiobarbituric acid reactive substances), merupakan

salah satu uji yang paling lama dan paling sering digunakan untuk

mengukur proses peroksidasi lipid asam lemak tidak jenuh. Uji TBARs

dapat menilai stress oksidatif berdasarkan reaksi asam tiobarbiturat

dengan malondialdehid (MDA). Supernatan plasma direaksikan dengan

asam tiobarbiturat menghasilkan kromofor berwarna merah muda yang

dibaca pada panjang gelombang 532 nm (Gutteridge dkk. 2000 dan

Siswonoto, 2008).

II.7. Tanaman Cengkeh

II.7.1. Klasifikasi Tanaman Cengkeh

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub kelas : Monochlamydae


15

Bangsa : Caryophylalles

Suku : Caryophillaceae

Famili : Myrtaceae

Spesies : Oleum caryophylli (L.) Meer. & Perry (Syamsuhidayat dkk.

1991)

II.7.2. Minyak Cengkeh

Produk samping dari tanaman cengkeh adalah minyak cengkeh.

Tergantung dari bahan bakunya ada tiga macam minyak cengkeh, yaitu

minyak bunga cengkeh, minyak tangkai cengkeh, dan minyak daun

cengkeh. Rendemen dan mutu dari minyak yang dihasilkan dipengaruhi

oleh asal tanaman, varietas, mutu bahan, penanganan bahan sebelum

penyulingan, metode penyulingan serta penanganan minyak yang

dihasilkan. Bunga cengkeh mengandung minyak sekitar 10–20%, tangkai

cengkeh 5–10% dan daun cengkeh 1–4%. Pemisahan kandungan kimia

dari serbuk bunga, tangkai bunga dan daun cengkeh menunjukan bahwa

serbuk bunga dan daun cengkeh mengandung saponin, tannin, alkaloid,

glikosida dan flavonoid, sedangkan tangkai bunga cengkeh mengandung

saponin, tannin, glikosida dan flavonoid (Nurdjannah, 2004).

Kandungan utama dari minyak cengkeh secara umun adalah

eugenol (49-87%), β-caryophyllene (4–21%), dan eugenil asetat (0.5–

21%). Untuk kandungan senyawa kimia utama minyak cengkeh yang

berasal dari Indonesia tertera pada tabel 1 (Razafimamonjison dkk. 2014).


16

Tabel 1. Kandungan senyawa kimia minyak cengkeh yang berasal dari Indonesia

kandungan senyawa kimia persentase (%)


methyl salicylate 0,04-0,16
chavicol 0,13-0,18
eugenol 77,32-82,36
α-copaene 0,17-0,27
methyl eugenol 0,04-0,08
β-caryophyllene 5,34-8,64
iso-eugenol 0,02-0,24
α-humulene 0,65-1,04
eugenyl acetate 8,61-10,55
caryophyllene oxide 0,06-0,32

II.7.3. Cara Memperoleh Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh diperoleh melalui destilasi tanaman cengkeh,

dimana tanaman tersebut disuling dengan cara uap dan air, atau cara uap

langsung dengan periode waktu yang berlainan antara 8–24 jam

tergantung dari keadaan bahan dan kandungan minyaknya. Bunga dan

tangkai cengkeh membutuhkan waktu yang lebih lama karena kadar

minyaknya yang jauh lebih tinggi daripada daun cengkeh. Kandungan

eugenol dari minyak tergantung dari waktu destilasi. Waktu destilasi yang

singkat menghasilkan minyak dengan kandungan eugenol yang jauh lebih

tinggi daripada yang biasa dilakukan dengan waktu yang lebih lama

(Nurdjannah, 2004).

Penyulingan minyak cengkeh dengan metode air dan uap dengan

alat yang terbuat dari stainless steel, pernah dilakukan dan menghasilkan

rendemen 5-6% dengan kadar eugenol 90-98%. Makin lama waktu


17

penyulingan, makin rendah kadar eugenol dari minyak yang dihasilkan

(Nurdjannah, 2004).

II.7.4. Manfaat Minyak Cengkeh

Selain digunakan dalam industri makanan, minuman dan rokok

kretek, cengkeh sudah sejak lama digunakan dalam pengobatan sehari –

hari karena minyak cengkeh mempunyai efek farmakologi sebagai

stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik, antispasmodik,

dan antioksidan (Nurdjannah, 2004). Ekstrak tanaman cengkeh larut air

dan larut alkohol menunjukkan penghambatan lipid peroksidasi pada

emulsi asam linoleat (Nowak, K. dkk. 2014). Berdasarkan hasil penelitian

Sohilait dkk. (2015) eugenol dan eugenil asetat yang terkandung dalam

minyak cengkeh memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai hepatoprotektif. Eugenol sebagai antioksidan

diperkirakan bekerja dengan menghambat proses peroksidasi lipid, baik

pada tahap inisiasi, propagasi ataupun keduanya (Ogata, M dkk. 2000).

WHO menetapkan nilai asupan eugenol yang dapat diterima yaitu 2,5

mg/kgBB per hari. Pada manusia, dosis letal oral minyak cengkeh yaitu

3,75 g/kgBB sedangkan pada tikus memiliki LD50 oral sebesar 5.950

mg/kgBB tikus (El-Hadari dkk. 2015).


18

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sentrifuge

(Hettich®), mikropipet (Socorex®), labu ukur, aluminium foil, magnetic

strirer, lemari pendingin, spektrofotometer UV-Visible (Agilent®),

waterbath, gelas ukur (Pyrex®), timbangan analitik (Sartorius®), tabung

vakutainer dan tabung effendorf

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak

cengkeh (Happy Green®), tablet isoniazid (Kimia Farma®), kapsul

rifampisin (Kimia Farma®), vitamin E (Natur E®), minyak cengkeh

(Mazola®), dietil eter, thiobarbituric acid (TBA) 0,1%, trichloroacetate acid

(TCA) 10%, alkohol 70%, kapas, TMP (1,1,3,3-tetramethoxypropane),

phosphate buffered saline pH 7,4 dan tikus putih (Rattus norvegicus)

III.2. Metode Kerja

III.2.1. Penyiapan Hewan Coba

Pada penelitian ini digunakan hewan coba tikus jantan putih sehat

sebanyak 15 ekor dengan berat badan rata-rata 150-200 gram. Hewan

coba kemudian diadaptasikan sesuai dengan situasi dan kondisi

lingkungan laboratorium. Hewan coba diberi pakan dan air minum

secukupnya selama 7 hari. Kemudian ditimbang dan dibagi secara acak

menjadi 5 kelompok perlakuan.

18
19

III.2.2. Pembuatan Suspensi Isoniazid-Rifampisin

Pada pembuatan suspensi isoniazid-rifampisin, pensuspensi yang

digunakan yaitu NaCMC dengan konsentrasi 1%. NaCMC 1% dibuat dengan

menimbang sebanyak 1 gram NaCMC kemudian dimasukkan sedikit demi

sedikit ke dalam 50 ml air suling panas (suhu 70 C) sambil diaduk dengan

pengaduk elektrik hingga terbentuk larutan koloidal lalu larutan tersebut

dicukupkan volumenya dengan air suling dalam labu tentukur hingga 100 ml.

Untuk isoniazid dan rifampisin terlebih dahulu ditentukan bobot rata-rata

dengan menimbang 20 tablet kemudian dirata-ratakan. Bobot isoniazid yang

ditimbang sesuai perhitungan keseragaman bobot yaitu 2,437 g. Isoniazid

yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur dan

disuspensikan dengan NaCMC 1% sebanyak 100 ml, dihomogenkan lalu

dipindahkan ke wadah botol coklat. Untuk kapsul rifampisin ditimbang 2,151

g dan dilakukan pengerjaan yang sama seperti isoniazid. Dalam 1 ml

suspensi terdapat 10 mg isoniazid dan 20 mg rifampisin.

III.2.3. Penyiapan Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh yang digunakan diperoleh dari PT. Happy Green.

Berdasarkan penelitian Al-Okbi dkk. (2014), dosis oral minyak cengkeh yang

memiliki aktivitas antioksidan pada tikus yang digunakan adalah 5-200 mg/kg

BB tikus.

Dosis yang dipilih untuk diberikan pada tikus pada penelitian ini adalah

10, 50 dan 100 mg/kgBB. Jadi, dosis minyak cengkeh yang diberikan pada

hewan uji adalah 2 mg, 10 mg dan 20 mg untuk bobot tikus 200 gram.
20

Pembawa yang digunakan untuk mengencerkan minyak cengkeh yaitu

minyak jagung dengan volume pemberian 1 ml, sehingga konsentrasi minyak

cengkeh yang diberikan adalah 0,2%, 1%, 2% 𝑣⁄𝑣 .

III.2.4. Pemberian Induksi Obat Isoniazid-Rifampisin

Tikus putih yang digunakan diberikan induksi obat isoniazid-rifampisin

secara per-oral. Dosis kombinasi Isoniazid-Rifampisin yang diberikan sesuai

dengan hasil penelitian Kalra dkk. (2007) yaitu isoniazid 50 mg/kg dan

rifampisin 100 mg/kg. sehingga untuk tikus dengan bobot 200 g yaitu 10 mg

untuk isoniazid dan 20 mg untuk rifampisin. Dengan volume pemberian 1

ml/200g BB tikus, sehingga untuk tikus dengan bobot 180 gram diberikan

sebanyak 0,9 ml.

Namun, setelah 21 hari penelitian dengan menggunakan dosis

tersebut, tidak terjadi perubahan yang signifikan pada kelompok kontrol

negatif, sehingga dosis isoniazid dan rifampisin yang digunakan dinaikkan

masing-masing sebanyak 2 kali lipat dari dosis sebelumnya, yaitu isoniazid

20 mg/200g BB tikus dan rifampisin 40 mg/200g BB tikus.

III.2.5. Penyiapan Vitamin E (Natur E®)

Vitamin E yang digunakan diperoleh dari produk Natur E ® 100 IU.

Dosis vitamin E yang digunakan pada hewan coba yaitu 250 mg/kg BB, dosis

ini menunjukkan perbaikan nilai MDA pada tikus yang diberi doksorubisin

(Pramitha 2016). Jadi dosis vitamin E yang diberikan untuk hewan uji adalah

50 mg/200gBB setara dengan 74,96 IU. Tiap kapsul Natur E® berisi 0,37 ml

vitamin E setara dengan 66,7 mg vitamin E, sehingga untuk dosis 50 mg


21

vitamin E yang dipipet adalah 27,73 ml. Vitamin E yang telah dipipet

dimasukkan ke dalam labu tentukur dan dicukupkan volumenya dengan

minyak jagung hingga 100 ml lalu dihomogenkan. Volume pemberian yang

diberikan pada tikus secara per-oral adalah 1 ml/200gBB. Tiap 1 ml

mengandung 0,2773 ml vitamin E yang setara dengan 50 mg/200g BB.

III.3. Prosedur Percobaan

Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu :

1) kelompok I sebagai kontrol negatif hanya diberikan minyak pembawa

(minyak jagung) sebagai pembawa + suspensi INH-RIF

2) kelompok II diberikan minyak cengkeh 0,2% setara dengan 2 mg/200g

BB tikus dalam minyak pembawa + suspensi INH-RIF

3) kelompok III diberikan minyak cengkeh 1% setara dengan 10 mg/200g

BB dalam minyak pembawa + suspensi INH-RIF

4) kelompok IV diberikan minyak cengkeh 2% setara dengan 20

mg/200g BB dalam minyak pembawa + suspensi INH-RIF

5) kelompok V sebagai kontrol positif diberikan vitamin E 50 mg/200g BB

dalam minyak pembawa + suspensi INH-RIF

Perlakuan untuk masing-masing kelompok dilakukan selama 28 hari

berturut-turut, minyak cengkeh dan vitamin E diberikan 2 jam sebelum

induksi INH-RIF. Pengambilan darah dilakukan sehari sebelum perlakuan

dan pada hari ke-28 (Ramappa dkk. 2013).


22

III.3.1 Pengambilan Darah Tikus

Pengambilan darah tikus melalui vena ekor (vena lateral), pengambilan

darah dilakukan setelah tikus dianastesi menggunakan dietil eter. Sampel

darah sebanyak 3 ml diambil, kemudian disentrifugasi selama 15 menit

dengan kecepatan 3000 rpm. Diambil bagian serumnya dan disimpan pada

suhu -200C hingga sampel dianalisis.

III.3.2. Pengukuran Kurva Baku

Larutan standar dibuat dari larutan standar 1,1,3,3-

tetrametoksipropana (TMP) 1000 ppm dengan memipet 10 µl larutan standar

kedalam labu tentukur 10 ml dan dilarutkan dengan PBS pH 7,4, TCA 10%

dan TBA 1% dengan perbandingan berturut-turut 0,5 : 1 : 1. Kemudian dibuat

larutan standar 100 ppm dengan memipet 1 ml larutan standar 1000 ppm ke

dalam labu tentukur 10 ml. Dibuat larutan stok 5 ppm dengan memipet 0,5 ml

larutan standar 100 ppm ke dalam labu tentukur 10 ml. Deret standar dibuat

pada konsentrasi 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,30 ppm dengan memipet masing-

masing 100; 150; 200; 250; 300 μl larutan stok 5 ppm ke dalam labu tentukur

5 ml. Semua larutan kemudian dipanaskan selama 20 menit pada suhu 90-

1000C menggunakan waterbath. Kemudian didinginkan pada suhu kamar,

setelah didinginkan larutan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000

rpm selama 10 menit. Supernatan pada lapisan atas diukur absorbansinya

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

532 nm (Samma, 2016).


23

III.3.3. Pengukuran Kadar Malondyaldehid (MDA)

Untuk pengukuran kadar malondialdehid, sampel plasma dipipet

sebanyak 0,5 ml ditambahkan 1,0 ml TCA (Trichloro acetic acid) dan 1,0 ml

TBA (thiobarbituric acid). Campuran dipanaskan 90-1000C selama 20 menit

menggunakan waterbath, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000

rpm selama 10 menit. Supernatan pada lapisan atas diukur absorbansinya

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

532 nm untuk mengetahui kadar MDA (Samma, 2016).

III.3.4. Analisis Statistik

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 20. Data

dibuat dalam bentuk kategori, dimana kategori 1 kadar MDA pada hari ke-28

mengalami peningkatan >20% dari darah awal (hari ke-0), kategori 2 kadar

MDA pada hari ke-28 relatif tidak mengalami penurunan atau peningkatan

≤20% dari darah awal (hari ke-0) dan kategori 3 kadar MDA pada hari ke-28

menurun >20% dari darah awal (hari ke-0). Data kategori peningkatan MDA

diuji dengan metode non-parametrik Kruskal Wallis dan apabila p<0,05

dilanjutkan dengan Mann-Whitney Test untuk melihat perbedaan antar dua

kelompok. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila nilai p<0,05.


24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas peroksidasi secara fisiologis terjadi karena pada umumnya

tubuh kita menghasilkan ROS (Reactive Oxygen Species) atau radikal bebas

melalui metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Radikal bebas ini sangat

mudah bereaksi dengan asam lemak tak jenuh pada membran sel sehingga

membentuk lipid peroksida dengan produk akhir berupa malondialdehid

(MDA). Pada kadar yang rendah, terjadinya peroksidasi lipid secara fisiologis

dapat menstimulasi pemeliharaan sel dan kelangsungan hidup sel melalui

sistem pertahanan dengan adanya antioksidan. Normalnya, peroksidasi lipid

di dalam tubuh masih dapat diatasi oleh antioksidan alami (antioksidan

endogen) seperti katalase, superokside dismutase (SOD) ataupun glutation

peroksidase.

Kadar malondialdehid serum diukur dengan menggunakan alat

spektrofotometri UV-Visible, hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 2.

24
25

Tabel 2. Kadar malondialdehid serum tikus putih yang diinduksi isoniazid-rifampisin


dengan perlakuan tertentu

kadar MDA (µg/ml)


∆ Kadar
Kelompok Kode kategori
MDA
Hari ke-0 Hari ke-28
I 0,295 0,287 -0,008 2
Kontrol Negatif
(Minyak Pembawa) II 0,159 0,288 0,129 1
II 0,053 0,285 0,232 1
Rerata ± SD 0,169 ± 0,121 0,287 ± 0,001 - -
I 0,054 0,359 0,305 1
Minyak Cengkeh
0,2% II 0,117 0,286 0,169 1
III 0,104 0,23 0,126 1
Rerata ± SD 0,092 ± 0,033 0,292 ± 0,065 - -
I 0,067 0,036 -0,031 3
Minyak Cengkeh 1% II 0,057 0,044 -0,013 3
III 0,062 0,042 -0,02 2
Rerata ± SD 0,062 ± 0,005 0,041 ± 0,004 - -
I 0,089 0,399 0,31 1
Minyak Cengkeh 2% II 0,077 0,275 0,198 1
III 0,104 0,393 0,289 1
Rerata ± SD 0,09 ± 0,014 0,355 ± 0,07 - -
I 0,197 0,166 -0,031 2
Kontrol Positif
(Vitamin E) II 0,227 0,045 -0,182 3
III 0,071 0,033 -0,038 3
Rerata ± SD 0,165 ± 0,083 0,081 ± 0,073 - -
Keterangan :
Kategori 1, kadar malondialdehid pada hari ke-28 mengalami peningkatan >20% dari darah
awal (hari ke-0)
Kategori 2, kadar malondialdehid pada hari ke-28 relatif tidak mengalami penurunan atau
peningkatan ≤20% dari darah awal (hari ke-0)
Kategori 3, kadar malondialdehid pada hari ke-28 menurun >20% dari darah awal (hari ke-0)

Tabel 2 menunjukkan kadar MDA sebelum perlakuan (hari ke-0) dan

setelah 28 hari perlakuan (hari ke-28). Data sebelum perlakuan, kadar MDA

tikus sangat bervariasi, dimana untuk kelompok kontrol negatif dan kelompok

vitamin E mempunyai range yang cukup tinggi dibandingkan kelompok yang

diberi minyak cengkeh.


26

0.45 β
0.4
α hari ke-0
0.35
0.3 * hari ke-28
0.25 β
α
0.2
*
0.15 β
0.1 α
*
MDA (µg/ml)

0.05
0
kontrol minyak minyak minyak vitamin e
negatif cengkeh 0,2% cengkeh 1% cengkeh 2%

Keterangan :
* = p<0,05, antara kelompok perlakuan kontrol negatif dengan minyak cengkeh 1%
dan vitamin E
α = p<0,05, antara kelompok perlakuan minyak cengkeh 0,2% dengan minyak
cengkeh 1% dan vitamin E
β = p<0,05, antara kelompok perlakuan minyak cengkeh 2% dan minyak cengkeh
1% dan vitamin E

Gambar 4. Diagram kadar malondialdehid serum tikus putih pada hari ke-0 dan hari
ke-28

Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan kadar MDA antar

kelompok sebelum perlakuan berbeda nyata (p<0,05). Fluktuasi kadar MDA

dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan atau

makanan yang menyebabkan tikus menjadi stres dan kondisi fisiologis tikus

juga dapat mempengaruhi. Oleh karena itu untuk menghindari bias, maka

penilaian perbedaan kadar MDA antar kelompok perlakuan akan dinilai

berdasarkan rentang kategori, yaitu kategori 1 kadar MDA pada hari ke-28

mengalami peningkatan >20% dari darah awal (hari ke-0), kategori 2 kadar

MDA pada hari ke-28 relatif tidak mengalami penurunan atau peningkatan
27

≤20% dari darah awal (hari ke-0), kategori 3 kadar MDA pada hari ke-28

menurun >20% dari darah awal (hari ke-0).

Setelah 28 hari perlakuan, kontrol negatif yang diberi minyak pembawa

(minyak jagung) dan induksi obat isoniazid-rifampisin, mengalami

peningkatan kadar MDA pada dua tikus >20% dari nilai kadar MDA darah

awal (hari ke-0). MDA merupakan produk akhir yang dihasilkan dari proses

peroksidasi lipid. Isoniazid-rifampisin dapat menginduksi kerusakan organ

dengan menghasilkan metabolit reaktif berupa radikal bebas yang dapat

berikatan secara kovalen dengan makromolekul sel sehingga menyebabkan

terjadinya kerusakan sel yang menginduksi stres oksidatif (Kalra dkk. 2017

dan Totsmann dkk.2007). Apabila senyawa radikal bebas ini berikatan

dengan makromolekul sel akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid

yang ditandai dengan peningkatan nilai MDA (Santhosh S, dkk 2011).

Untuk kelompok 2 dengan perlakuan minyak cengkeh 0,2% dan induksi

obat isoniazid-rifampisin, pada hari ke-28 menunjukkan nilai kadar MDA

pada semua tikus meningkat >20% dari nilai kadar MDA awal. Sehingga

dapat dikatan bahwa minyak cengkeh 0,2% tidak dapat menurunkan nilai

kadar MDA tikus. Hal ini dapat terjadi dikarenakan minyak cengkeh dengan

konsentrasi 0,2% diduga memiliki aktivitas penghambatan radikal bebas

yang sangat kecil sehingga menyebabkan nilai kadar MDA tetap meningkat.

Namun, peningkatan kadar MDA >20% juga terjadi pada tikus yang diberi

minyak cengkeh dosis tinggi (2%), dimana semua tikus mengalami

peningkatan kadar MDA pada hari ke-28. Peningkatan nilai kadar MDA untuk
28

kelompok yang diberi minyak cengkeh konsentrasi 2% dikarenakan dosis

minyak cengkeh yang terlalu tinggi. Berdasarkan jurnal penelitian Cortes-

Rojes. dkk. (2014) menyatakan bahwa eugenol dapat berfungsi sebagai

antioksidan pada konsentrasi yang tidak terlalu tinggi namun bersifat

prooksidan pada konsentrasi tinggi. Sehingga dapat disimpulkan minyak

cengkeh konsentrasi 2% tidak mampu menurunkan kadar MDA karena

eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh berperan sebagai

prooksidan, bukan sebagai antioksidan sehingga nilai kadar MDA tidak

menurun namun tetap meningkat. Berdasarkan jurnal penelitian Sohilait dkk.

(2015), menyatakan bahwa dosis oral minyak cengkeh yang memiliki

aktivitas antioksidan yaitu berada pada kisaran 5-200 mg/kgBB tikus.

Berdasarkan perhitungan dosis, untuk konsentrasi 0,2% dosis yang

digunakan adalah 10 mg/kgBB tikus dan untuk konsentrasi 2% yaitu 100

mg/kgBB tikus. Meskipun dosis tersebut berada dalam rentang dosis 5-200

mg/kgBB, namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis minyak

cengkeh sebagai antioksidan harus lebih tinggi dari 10 mg/kgBB dan lebih

rendah dari 100 mg/kgBB tikus.

Pada kelompok 3 yang diberi minyak cengkeh 1% dan induksi obat

isoniazid-rifampisin, menunjukkan pada hari ke-28 dua dari tiga tikus

mengalami penurunan kadar MDA >20% dari nilai kadar MDA awal.

Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan minyak cengkeh dengan

konsentrasi 1% dapat menurunkan kadar MDA serum tikus yang diinduksi

isoniazid-rifampisin. Sehingga minyak cengkeh konsentrasi 1% atau dosis 50


29

mg/kgBB tikus merupakan dosis yang paling baik untuk digunakan sebagai

antioksidan dibandingkan minyak cengkeh konsentrasi 0,2% dan 2% pada

penelitian ini. Minyak cengkeh mengandung senyawa eugenol dan eugenil

asetat dimana keduanya memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, sehingga

dengan konsentrasi tertentu dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan untuk

mencegah terjadinya kerusakan sel akibat radikal bebas (Sohilait dkk.2015).

Untuk kontrol positif menggunakan vitamin E, pada hari ke-28 juga

diperoleh hasil yaitu dua dari tiga tikus mengalami penurunan kadar MDA

>20% dari nilai kadar MDA awal. Vitamin E merupakan salah satu

antioksidan alami yang potensial untuk mengurangi radikal bebas dengan

memproduksi PUFA (Polyusaturated Fatty Acid), dimana PUFA ini yang

merupakan komponen penyusun utama pada membran sel dan lipoprotein

plasma. Terjadinya penurunan kadar MDA menandakan bahwa vitamin E

dapat mengatasi terjadinya kerusakan sel akibat radikal bebas.

Tabel 3. Hasil statistik perbandingan tiap kelompok perlakuan menggunakan metode


Mann Whitney U Test

kontrol Kontrol
minyak minyak minyak
negatif positif
kelompok cengkeh cengkeh cengkeh
(minyak (Vitamin
0,2% 1% 2%
pembawa) E)
kontrol negatif
- 2 2 2 2
(minyak pembawa)
minyak cengkeh
2 - 1 2 1
0,2%
minyak cengkeh 1% 2 1 - 1 2
minyak cengkeh 2% 2 2 1 - 1
kontrol positif
2 1 2 1 -
(vitamin E)
Keterangan :
1, menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05)
2, menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0,05)
30

Berdasarkan hasil statistik menggunakan metode Kruskal Wallis,

diperoleh perbedaan hasil penurunan/peningkatan kadar MDA antar

kelompok (p<0,05), sehingga dilanjutkan dengan metode Mann Whitney U

Test pada masing-masing kelompok.

Hasil analisis statistik Mann Whitney U Test, diperoleh hasil bahwa

pemberian minyak cengkeh 1% secara signifikan menurunkan kadar MDA

dibanding tikus yang diberi minyak cengkeh 0,2 dan 2%. Efek penurunan

MDA minyak cengkeh 1% tidak berbeda nyata dengan kontrol positif yang

diberi vitamin E. Oleh karena itu disimpulkan bahwa untuk mencegah lipid

peroksidasi yang diinduksi isoniazid-rifampisin, pilihan antioksidan yang

terbaik pada penelitian ini adalah minyak cengkeh 1% dan vitamin E. Hasil

penelitian yang diperoleh sejalan dengan penelitian Djabir dkk. (2016) yang

menunjukkan terjadinya penurunan kadar MDA serum pada tikus putih yang

diinduksi doksorubisin untuk kelompok perlakuan vitamin E. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian vitamin E dapat mencegah terjadinya

peroksidasi lipid yang diinduksi doksorubisin.


31

BAB V

KESIMPULAN

V.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu minyak

cengkeh dengan konsentrasi 0,2% dan 2% yang setara dengan dosis 10

mg/kgBB dan 100 mg/kgBB tidak dapat menurunkan kadar MDA darah tikus

yang diinduksi isoniazid-rifampisin sedangkan minyak cengkeh dengan

konsentrasi 1% atau setara dengan dosis 50 mg/kgBB tikus dapat

menurunkan kadar MDA tikus yang diinduksi isoniazid-rifampisin. Efek

penurunan kadar MDA minyak cengkeh 1% setara dengan vitamin E sebagai

antioksidan.

V.2. Saran

1. Melihat tingginya kadar MDA serum yang bersifat sistemik, sebaiknya

dilakukan penelitian MDA lebih lanjut terhadap organ hati maupun ginjal,

karena isoniazid-rifampisin bersifat toksik terhadap hati dan ginjal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis minyak cengkeh

yang paling optimal sebagai antioksidan.

31
32

DAFTAR PUSTAKA

Adhvaryu, M.R., Reddy, N.M., Vakharia, B.C., 2008, ‘Prevention of


hepatotoxicity due to anti tuberculosis treatment: A novel integrative
approach’, World J Gastroenterol, vol. 14, no.30, hh. 4753-4762

Al-Okbi, S.Y., Mohamed, D.A., Hamed, T.E., Edris, A.E. 2014, ‘Protective
Effect of Clove Oil and Eugenol Microemulsions on Fatty Liver and
Dyslipidemia as Component of Metabolic Syndrome’, Journal of
Medicinal Food, vol.7, hh. 764-771.

Aliahmad, N.S., Noor, M.R.M., Yusof, W.J.W., Makpol, S., Ngah, W.Z.W.,
Yusog, Y.A.M., 2012, ‘Antioxidant enzyme activity and
malondialdehyde levels can be modulated by Piper betle, tocotrienol
rich fraction and Chlorella vulgaris in aging C57BL/6 mice’, Clinics, vol.
67, no.12, hh.1447-1454

Asih N., Effendy, C. 2003, Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan


Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Baskaran, Y., Periyasamy, V., Venkatraman, A.C. 2010, ‘Investigation of


antioxidant, anti-inflamatory and DNA-Protective Properties of Eugenol
in Thioacetamide-induced Liver Injury in Rats’ Toxicol, vol, 286, hh.
204-212.

Burcham P.C. 1998, ‘Genotoxic lipid peroxidation products : their DNA


damaging properties and role in formation of endogenous DNA
adducts’, Mutagenesis, Vol. 13, hh. 287 – 305.

Cherubini A., Polidori C., Bedetti C., Ercolani S., Senin U., Mecocci P. 1999,
Assosiation Between Ischemic Stroke and Increased Oxidative Stress.

Cortes-Rojes, D.F., Fernandes de soura, C.R., and Oliveira, W.P., 2014,


'Clove (Syzygium aromaticum): a Precious Spice', Asian Pasific
Journal of Tropical Biomedicine, Vol.4, no.2, hh : 90-96.

Djabir, Y.Y., Usmar., Wahyudin, E., Mamada, S.S., Hamka, I.R.N., Putri,
D.P.S., Amalia, I. 2016. 'Roles of Vitamin C and Vitamin E on
Doxorubicin-Induced Renal and Liver Toxicity in Rats', Nusantara
Medical Science Jurnal, vol. 1, no.2, hh. 16-23

Droge W. 2002, ‘Free Radical In The Physiological Control of Cell Function’,


American Physiological Society, vol. 82, hh. 47 – 95.

32
33

El-Hadary, A.E., Hassanien, M.F.R, 2015, ‘Hepatoprotective peffect of cold-


pressed Oleum caryophylli oil against carbon tetrachloride (CCl4)-
induced hepatotoxicity in rats’, Pharmacetical Biology, vol. 54, no. 8,
hh. 1364-1372.

Ganiswara, S.G. 2000, Farmakologi dan Terapi Edisi IV, Bagian Farmakologi
FKUI. Jakarta.

Gulcin, I., Elmastas, M., Enein, Y.A., 2010,’ Antioxidant Activity of Clove Oil
– A Powerful Antioxidant Source’, Arabian Journal of Chemistry, vol.
5 hh. 489-499

Gutteridge, John. M.C and Halliwell, Barry. 2000, ‘Free Radicals and
Antioxidants in the Year 2000’, Oxygen Chemistry Laboratory, vol.
899, hh.136-47.

Halliwel B., Whiteman M. 2004, ‘Measuring Reactive Species And Oxidative


Damagedin Vivo and in Cell Culture : How Should You Do It And
What Do The Result Mean’, British journal of Pharmacology, vol. 142,
hh. 231 – 55.

Kalra, B.S., Anggarwai, S., Khurana, N., Gupta, U, 2007, ‘Effect of Cimetidine
on Hepatotoxicity Induced by Isoniazid-Rifampisin Combination in
Rabbit’, Indian Society of Gastroenterology, vol.26, hh. 18-21

Lee, K.G., Shibamoto, T. 2001, ‘Antioxidant Property of Aroma Extract


Isolated from Clove Buds (Oleum caryophylli (L.) Merr. Et Perry)’,
Food Chemistry, vol. 74, hh. 443-448

Marnett, L.J. 2002, ‘Oxy radicals, lipid peroxidation and DNA damage’,
Toxicology, vol. 181-182, hh. 219 - 222.

Muttaqin, Arif. 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Pernafasan, Jakarta : Salemba Medika.

Nagababu E., Rifkind, J.M., Sesikeran B., Lakshmaiah, N. 2011, ‘Assesment


of Antioxidant Activities of Eugenol by in vitro and in vivo Methods’,
Methods Mol Bio, vol. 610, hh. 165-180.

Nurdjannah, N. 2004, ‘Diversifikasi Penggunaan Cengkeh’, Persfektif, vol. 2,


no. 2, hh. 61-70

Pramitha, D. 2016, ‘Evaluasi Efek Protektif Vitamin E Dan Vitamin C


Terhadap Toksisitas Akut Doksorubisin Pada Fungsi Hati Tikus Putih
(Rattus norvegicus)’, Skripisi Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.

33
34

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, 2010, ‘Jurnal


Tuberkulosis Indonesia’, vol. 7, hh. 1-19.

Piccaro. G., Pietraforte. D., Giannoni. F., Mustazzolu. A., Fattoroni., L., 2014,
‘Rifampin Induces Hydroxyl Radical Formation in Mycobacterium
tuberculosis’, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, vol. 58, no.
12, hh. 7527-7533

Ramappa, V., Aithal, G.P. 2013, ‘Hepatotoxicity Related to Anti-tubercolosis


Drugs: Mecanisms and Management’, Journal of Clinical and
Experimental Hepatology, vol. 2, no. 1, hh. 37-49.

Samma, J. 2016, ‘Efek Pemberian Adenosin Terhadap Penghambatan


Aktivitas Lipid Peroksidase Akibat Pemakaian Doksorubisin pada
Tikus Putih (Rattus norvegicus)’, Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.

Siswonoto, Susilo. 2008, ‘Correlation of Plasma Malondyaldehide with clinical


outcome acute Ischemic Stroke’, Semarang. Tesis Bagian ilmu bedah
Saraf FKUNDIP.

Sohilait, H.J. 2015, ‘Chemical Composition of the Essential Oils in


Eugeniacaryophylata, Thunb from Amboina Island’, Science Journal of
Chemistry, vol. 3, no. 6, hh. 95-99

Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat


Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Thomas, 2007, Tanaman Obat Tradisional 2, Kanisius, Yogyakarta.

Tostmann, A., Boeree, M.J., Aarnoutse, R.E., de Lange, W.C.M. 2007,


‘Antituberculosis Drug-Induced Hepatotoxicity : Concise Up-to-Date
Review’, Journal of Gastroenterology and Hepatology, vol. 23, hh.
192-202

Wengenack, N. L., Rusnak, F., 2001, ‘Evidence for Isoniazid-Dependent Free


Radical Generation Catalyzed by Mycobacterium tuberculosis KatG
and the Isoniazid-Resistant Mutant KatG (S315T)’, Biochemistry, vol.
40, hh. 8990-8996

Walubo, A., Smith. P., Folb, P. I., 2015, ‘The Role of Oxygen Free Radicals
in Isoniazid-Induced Hepatotoxicity’, Meth Find Exp Clin Pharmacol,
vol. 20, no.8, hh. 649-655

Young I.S., Woodside J.V. 2001, ‘Antioxidant in Health and Disease’, Journal
Clinical Pathology, vol. 54, hh. 176 – 86.

34
35

LAMPIRAN 1

Rekomendasi Persetujuan Etik

35
36

LAMPIRAN 2

Sertifikat Analisis Minyak Cengkeh

36
37

LAMPIRAN 3

Skema Kerja

Tikus Jantan Putih (Rattus novegicus)15 ekor

Penyesuaian Diri Hewan Coba 7 hari

Pengambilan darah awal

Perlakuan pada masing-masing kelompok selama 28 hari

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5


Kontrol Negatif (Minyak Cengkeh (Minyak Cengkeh (Minyak Cengkeh Kontrol positif (vit. E
(INH-RIF) 10 mg/kg + INH- 50 mg/kg+ INH-RIF) 100 mg/kg+ INH- 250mg/kg + INH-RIF)
RIF) RIF)

Spesimen darah (2 ml)

- Disentrifuge selama 15 menit


dengan kecepatan 3000 rpm
Analisis kadar Malondialdehida (MDA)

- Spektrofotometer UV-VIS pada


panjang gelombang 532 nm.

Pembahasan

Kesimpulan

37
38

LAMPIRAN 4

Penyiapan Larutan Baku

Larutan PBS:TCA:TBA
Dengan perbandingan Standar 1,1,3,3-tetrametoksipropana
0,5:1:1 ml
- Dipipet sebanyak 10 μl larutan
- Dicukupkan volumenya dengan
larutan PBS:TCA:TBA dengan
perbandingan 0,5:1:1 hingga 10
ml, dihomogenkan

Larutan Stok 1000 ppm

1 ml 10 ml (100 ppm)
Blanko

0,5 ml 10 ml (100 ppm)

0,1 ppm 0,15 ppm 0,20 ppm 0,25 ppm 0,30 ppm

Dipipet 100 μL Dipipet 150 μL Dipipet 200 μL Dipipet 250 μL Dipipet 300 μL
dan dicukupkan dan dicukupkan dan dicukupkan dan dicukupkan dan dicukupkan
volumenya volumenya volumenya volumenya volumenya
hingga 5 ml hingga 5 ml hingga 5 ml hingga 5 ml hingga 5 ml

Spektrofotometri UV-Vis 532 nm

38
39

LAMPIRAN 5

Perhitungan Dosis dan Kadar Malondialdehid

1. Perhitungan Dosis

a. Isoniazid

Isoniazid yang digunakan pada penelitian ini yaitu isoniazid dalam bentuk

sediaan tablet 100 mg. Isoniazid ditimbang sebanyak 20 tablet untuk

menentukan keseragaman bobot tablet yang akan digunakan, kemudian

dihitung berdasarkan rumus keseragaman bobot yaitu :

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 (𝑚𝑔)


𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 = × 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 (𝑚𝑔)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑡𝑖𝑘𝑒𝑡 (𝑚𝑔)

243,755 𝑚𝑔
𝑥= × 1000 𝑚𝑔
100 𝑚𝑔

𝑥 = 2437,55 𝑚𝑔

𝑥 = 2,44 𝑔𝑟𝑎𝑚

Jadi, isoniazid yang ditimbang sebanyak 2,44 gram. Adapun dosis yang

diberikan pada hewan coba yaitu 100 mg/kg BB, sehingga untuk tikus

dengan berat 200 g (0,2 kg) diperoleh perhitungan :

100 𝑚𝑔
𝑥= 𝑥 200 𝑔 = 20 𝑚𝑔/200𝑔𝐵𝐵
1000 𝑔

b. Rifampisin

Rifampisin yang digunakan yaitu rifampisin dalam bentuk sediaan kapsul 400

mg. Rifampisin ditimbang sebanyak 20 kapsul untuk menentukan

39
40

keseragaman bobot tablet yang akan digunakan, kemudian dihitung

berdasarkan rumus keseragaman bobot yaitu :

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 (𝑚𝑔)


𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 = × 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 (𝑚𝑔)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑡𝑖𝑘𝑒𝑡 (𝑚𝑔)

484,055 𝑚𝑔
𝑥= × 2000 𝑚𝑔
400 𝑚𝑔

𝑥 = 2420,275 𝑚𝑔

𝑥 = 2,42 𝑔𝑟𝑎𝑚

Jadi, rifampisin yang ditimbang sebanyak 2,42 gram. Adapun dosis yang

diberikan pada hewan coba yaitu 100 mg/kg BB, sehingga untuk tikus

dengan berat 200 g (0,2 kg) diperoleh perhitungan :

100 𝑚𝑔
𝑥= 𝑥 200 𝑔 = 20 𝑚𝑔/200𝑔𝐵𝐵
1000 𝑔

Pada penelitian ini, konsentrasi volume pemberian obat yang digunakan

adalah 1% 𝑣/𝑏 artinya 1 ml/100g BB tikus. Jadi, untuk tikus dengan bobot

200 g, volume pemberian yang diberikan yaitu 2 ml, dimana dalam 2 ml

tersebut mengandung 20 mg isoniazid begitu juga dengan rifampisin.

c. Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh yang akan digunakan dibuat dalam 3 konsentrasi

yaitu 0,2%, 1% dan 2% 𝑣/𝑣, yang diencerkan dengan minyak pembawa yaitu

minyak jagung. Jadi, untuk minyak cengkeh dengan konsentrasi 0,2% yaitu

dipipet minyak cengkeh sebanyak 0,2 ml dan dicukupkan dengan minyak

jagung hingga 100 ml. Begitu juga untuk konsentrasi 1% dan 2%, dipipet

40
41

masing-masing 1 ml dan 2 ml minyak cengkeh dan dicukupkan higga 100 ml

menggunakan minyak jagung.

d. Vitamin E

Vitamin E yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Natur E 100 IU.

Dimana tiap satu kapsul mengandung vitamin E 100 IU yang setara dengan

66,7 mg vitamin E. Adapun dosis vitamin E yang digunakan yaitu 250 mg/kg
250 𝑚𝑔
BB, sehingga hewan coba dengan bobot badan 200g adalah ×
1000 𝑚𝑔

200 𝑔 = 50 𝑚𝑔/200𝑔𝐵𝐵. Jadi untuk 50 mg vitamin E yaitu :

1 IU x
=
0,667 mg 50 mg

0,667x = 50

x = 74,96 IU

Jadi, untuk 50 mg vitamin E setara dengan 74,96 IU. Untuk tiap kapsul

berisi 0,37 ml vitamin E atau 66,7 mg, sehingga untuk 50 mg dapat dihitung

sebagai berikut :

66,7 𝑚𝑔 50 𝑚𝑔
=
0,37 𝑚𝑙 𝑥

𝑥 = 0,277 𝑚𝑙 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 1 𝑚𝑙)

𝑥 = 27,73 𝑚𝑙 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 100 𝑚𝑙)

Jadi, vitamin E yang dipipet adalah 27,73 ml dan dicukupkan dengan

minyak jagung hingga 100 ml. Tiap 1 ml mengandung 0,277 ml vitamin E

yang setara dengan 50 mg/200g BB vitamin E. Sehingga volume pemberian

41
42

yang diberikan untuk hewan coba dengan bobot 200 mg yaitu 1 ml yang

setara dengan 50 mg/200g BB vitamin E.

42
43

2. Perhitungan Kadar MDA


𝑥 = 0,053 µ𝑔/𝑚𝑙
a. Hari ke-0 Kelompok B
Persamaan garis kurva baku : Tikus B2
Y = 2,738x + 0,02 0,34131 = 2,738𝑥 + 0,02
Dimana : a = 2,738 dan b = 0,34131 − 0,02
𝑥=
0,02 2,738
Hari Ke-0 0,32131
𝑥=
Kelompok A 2,738
Tikus A2 𝑥 = 0,117 µ𝑔/𝑚𝑙
0,82952 = 2,738𝑥 + 0,02 Tikus B3
0,82952 − 0,02 0,30605 = 2,738𝑥 + 0,02
𝑥=
2,738 0,30605 − 0,02
0,80952 𝑥=
𝑥= 2,738
2,738 0,28605
𝑥 = 0,295 µ𝑔/𝑚𝑙 𝑥=
2,738
Tikus A3 𝑥 = 0,104 µ𝑔/𝑚𝑙
0,40171 = 2,738𝑥 + 0,02 Tikus B4
0,40171 − 0,02 0,16993 = 2,738𝑥 + 0,02
𝑥=
2,738 0,16993 − 0,02
0,38171 𝑥=
𝑥= 2,738
2,738 0,14993
𝑥 = 0,139 µ𝑔/𝑚𝑙 𝑥=
2,738
Tikus A4 𝑥 = 0,054 µ𝑔/𝑚𝑙
0,16684 = 2,738𝑥 + 0,02 Kelompok C
0,16684 − 0,02 Tikus C2
𝑥=
2,738 0,12322 = 2,738𝑥 + 0,02
0,14684 0,14684
𝑥= 𝑥=
2,738 2,738

43
44

0,12322 − 0,02 Tikus D3


𝑥=
2,738 0,23287 = 2,738𝑥 + 0,02
0,10322 0,23287 − 0,02
𝑥= 𝑥=
2,738 2,738
𝑥 = 0,037 µ𝑔/𝑚𝑙 0,21287
𝑥=
Tikus C3 2,738
0,19106 = 2,738𝑥 + 0,02 𝑥 = 0,077 µ𝑔/𝑚𝑙
0,19106 − 0,02 Tikus D4
𝑥=
2,738 0,30548 = 2,738𝑥 + 0,02
0,17106 0,30548 − 0,02
𝑥= 𝑥=
2,738 2,738
𝑥 = 0,062 µ𝑔/𝑚𝑙 0,28548
𝑥=
Tikus C4 2,738
0,20358 = 2,738𝑥 + 0,02 𝑥 = 0,104 µ𝑔/𝑚𝑙
0,20358 − 0,02 Kelompok E
𝑥=
2,738 Tikus E1
0,18358 0,55990 = 2,738𝑥 + 0,02
𝑥=
2,738 0,55990 − 0,02
𝑥=
𝑥 = 0,067 µ𝑔/𝑚𝑙 2,738
Kelompok D 0,5399
𝑥=
Tikus D1 2,738
0,26591 = 2,738𝑥 + 0,02 𝑥 = 0,197 µ𝑔/𝑚𝑙
0,26591 − 0,02 Tikus E3
𝑥=
2,738 0,64277 = 2,738𝑥 + 0,02
0,24591 0,64277 − 0,02
𝑥= 𝑥=
2,738 2,738
𝑥 = 0,089 µ𝑔/𝑚𝑙 0,62277
𝑥=
2,738

44
45

𝑥 = 0,227 µ𝑔/𝑚𝑙 0,52336


𝑥=
Tikus E4 1,819
0,21693 = 2,738𝑥 + 0,02 𝑥 = 0,288 µ𝑔/𝑚𝑙
0,21693 − 0,02 Tikus A4
𝑥=
2,738 0,59707 = 1,819𝑥 + 0,078
0,19693 0,59707 − 0,078
𝑥= 𝑥=
2,738 1,819
𝑥 = 0,071 µ𝑔/𝑚𝑙 0,51907
𝑥=
1,819
b. Hari ke-28 𝑥 = 0,053 µ𝑔/𝑚𝑙
Persamaan garis kurva baku : Kelompok B
Y = 1,819x + 0,078 Tikus B2
Dimana : a = 1,819 dan b = 0,078 0,56551 = 1,819𝑥 + 0,078
Hari Ke-0 0,56551 − 0,078
𝑥=
Kelompok A 1,819
Tikus A2 0,48751
𝑥=
0,60051 = 1,819𝑥 + 0,078 1,819
0,60051 − 0,078 𝑥 = 0,286 µ𝑔/𝑚𝑙
𝑥=
1,819 Tikus B3
0,52251 0,49648 = 1,819𝑥 + 0,078
𝑥= 0,49648 − 0,078
1,819
𝑥=
𝑥 = 0,287 µ𝑔/𝑚𝑙 1,819
Tikus A3 0,41848
𝑥=
0,60136 = 1,819𝑥 + 0,078 1,819
0,60136 − 0,078 𝑥 = 0,230 µ𝑔/𝑚𝑙
𝑥=
1,819 Tikus B4
0,73186 = 1,819𝑥 + 0,078

45
46

0,73186 − 0,078 Kelompok D


𝑥𝑥 =
1,819 ikus D1
0,653863 0,69602 = 1,819𝑥 + 0,078
𝑥= 0,69602 − 0,078
1,819
𝑥=
𝑥 = 0,359 µ𝑔/𝑚𝑙 1,819
Kelompok C 0,61802
𝑥=
Tikus C2 1,819
0,15842 = 1,819𝑥 + 0,078 𝑥 = 0,339 µ𝑔/𝑚𝑙
0,15842 − 0,078 Tikus D3
𝑥=
1,819 0,57894 = 1,819𝑥 + 0,078
0,08042 0,57894 − 0,078
𝑥= 𝑥=
1,819 1,819
𝑥 = 0,044 µ𝑔/𝑚𝑙 0,50094
𝑥=
Tikus C3 1,819
0,15479 = 1,819𝑥 + 0,078 𝑥 = 0,275 µ𝑔/𝑚𝑙
0,15479 − 0,078 Tikus D4
𝑥=
1,819 0,79364 = 1,819𝑥 + 0,078
0,07679 0,79364 − 0,078
𝑥= 𝑥=
1,819 1,819
𝑥 = 0,042 µ𝑔/𝑚𝑙 0,71564
𝑥=
Tikus C4 1,819
0,14478 = 1,819𝑥 + 0,078 𝑥 = 0,393 µ𝑔/𝑚𝑙
0,14478 − 0,078 Kelompok E
𝑥=
1,819 Tikus E1
0,06678 0,38067 = 1,819𝑥 + 0,078
𝑥=
1,819 0,38697 − 0,078
𝑥=
1,819
0,30267
𝑥=
1,819

46
47

𝑥 = 0,166 µ𝑔/𝑚𝑙
Tikus E3
0,16127 = 1,819𝑥 + 0,078
0,16127 − 0,078
𝑥=
1,819
0,08327
𝑥=
1,819
𝑥 = 0,045 µ𝑔/𝑚𝑙
Tikus E4
0,13806 = 1,819𝑥 + 0,078
0,13806 − 0,078
𝑥=
1,819
0,06006
𝑥=
1,819
𝑥 = 0,033 µ𝑔/𝑚𝑙

47
48

LAMPIRAN 6

Komposisi Reagen

PBS (Phospate Buffer Saline) pH 7

8 g NaCl

0,2 g KCl

1,44 g Na2HPO4

0,24 g KH2PO4

Ad dengan aquadest hingga 1000 ml

48
49

LAMPIRAN 7

Spektrum Panjang Gelombang Larutan Baku

Gambar 4. Spektrum panjang gelombang larutan baku

49
50

LAMPIRAN 8

Spektrum Absorbansi Kurva Baku Untuk pengukuran hari ke-0

Gambar 5. Spektrum Absorbansi Kurva Baku Untuk pengukuran hari ke-0

50
51

LAMPIRAN 9

Spektrum Absorbansi Kurva Baku Untuk pengukuran hari ke-28

Gambar 6. Spektrum Absorbansi Kurva Baku Untuk pengukuran hari ke-28

51
52

LAMPIRAN 10

Spektrum Absorbansi Kelompok Perlakuan Hari ke-0

Gambar 7. Spektrum absorbansi kelompok perlakuan hari ke-0

52
53

LAMPIRAN 11

Spektrum Absorbansi Kelompok Perlakuan Hari ke-28

Gambar 8. Spektrum absorbansi kelompok perlakuan hari ke-28

53
54

LAMPIRAN 12

Grafik Kurva Baku

absorbansi
0.9 y = 2.7386x + 0.0022
R² = 0.9876
0.8
0.7
0.6
0.5
absorbansi
0.4
Linear (absorbansi)
0.3
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4

Gambar 8. Grafik kurva baku untuk pengukuran hari ke-0

absorbansi
0.9 y = 1.8195x + 0.0782
R² = 0.9901
0.8
0.7
0.6
0.5
absorbansi
0.4
Linear (absorbansi)
0.3
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Gambar 9. Grafik kurva baku untuk pengukuran hari ke-0

54
55

LAMPIRAN 13

Hasil pengukuran statistik kadar MDA serum tikus menggunakan

metode Kruskal Wallis

Tabel 3. Hasil pengujian statistik kadar MDA serum tikus menggunakan metode
Kruskal Wallis

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank

kontrol negatif 3 6,33

minyak cengkeh 0,2% 3 4,50

minyak cengkeh 1% 3 12,33


kategori
minyak cengkeh 2% 3 4,50

kontrol positif 3 12,33

Total 15

a,b
Test Statistics

kategori

Chi-Square 11,788
df 4
Asymp. Sig. ,019

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable:
perlakuan

55
56

LAMPIRAN 14

Hasil pengukuran statistik kadar MDA serum tikus antar kelompok pada

hari ke-0 menggunakan metode analisis One Way ANOVA

Tabel 4. Hasil pengujian statistik kadar MDA serum tikus antar kelompok pada hari ke-
0 menggunakan metode analisis One Way ANOVA

Descriptives
MDA0

N Mean Std. Std. Error 95% Confidence Minimum Maximum


Deviation Interval for Mean

Lower Upper
Bound Bound

kontrol negatif 3 ,16900 ,121310 ,070038 -,13235 ,47035 ,053 ,295


minyak cengkeh
3 ,09167 ,033262 ,019204 ,00904 ,17429 ,054 ,117
0,2%
minyak cengkeh
3 ,06200 ,005000 ,002887 ,04958 ,07442 ,057 ,067
1%
minyak cengkeh
3 ,09000 ,013528 ,007810 ,05640 ,12360 ,077 ,104
2%
kontrol positif 3 ,16500 ,082777 ,047791 -,04063 ,37063 ,071 ,227
Total 15 ,11553 ,072675 ,018765 ,07529 ,15578 ,053 ,295

Test of Homogeneity of Variances


MDA0

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3,463 4 10 ,051

ANOVA
MDA0

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups ,028 4 ,007 1,539 ,264


Within Groups ,046 10 ,005
Total ,074 14

56
57

Multiple Comparisons
Dependent Variable: MDA0
Tukey HSD

(I) kelompok (J) kelompok Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I- Lower Upper
J) Bound Bound

minyak cengkeh 0,2% ,077333 ,055236 ,641 -,10445 ,25912

minyak cengkeh 1% ,107000 ,055236 ,359 -,07479 ,28879


kontrol negatif
minyak cengkeh 2% ,079000 ,055236 ,624 -,10279 ,26079

kontrol positif ,004000 ,055236 1,000 -,17779 ,18579


kontrol negatif -,077333 ,055236 ,641 -,25912 ,10445
minyak minyak cengkeh 1% ,029667 ,055236 ,981 -,15212 ,21145
cengkeh 0,2% minyak cengkeh 2% ,001667 ,055236 1,000 -,18012 ,18345
kontrol positif -,073333 ,055236 ,682 -,25512 ,10845
kontrol negatif -,107000 ,055236 ,359 -,28879 ,07479
minyak minyak cengkeh 0,2% -,029667 ,055236 ,981 -,21145 ,15212
cengkeh 1% minyak cengkeh 2% -,028000 ,055236 ,985 -,20979 ,15379
kontrol positif -,103000 ,055236 ,392 -,28479 ,07879
kontrol negatif -,079000 ,055236 ,624 -,26079 ,10279
minyak minyak cengkeh 0,2% -,001667 ,055236 1,000 -,18345 ,18012
cengkeh 2% minyak cengkeh 1% ,028000 ,055236 ,985 -,15379 ,20979
kontrol positif -,075000 ,055236 ,665 -,25679 ,10679
kontrol negatif -,004000 ,055236 1,000 -,18579 ,17779

minyak cengkeh 0,2% ,073333 ,055236 ,682 -,10845 ,25512


kontrol positif
minyak cengkeh 1% ,103000 ,055236 ,392 -,07879 ,28479

minyak cengkeh 2% ,075000 ,055236 ,665 -,10679 ,25679

57
58

LAMPIRAN 15

Hasil pengukuran statistik kadar MDA serum tikus antar kelompok pada

hari ke-28 menggunakan metode analisis One Way ANOVA

Tabel 5. Hasil pengujian statistik kadar MDA serum tikus antar kelompok pada hari ke-
28 menggunakan metode analisis One Way ANOVA

Descriptives

MDA28

N Mean Std. Std. 95% Confidence Minimum Maximum


Deviation Error Interval for Mean

Lower Upper
Bound Bound

kontrol negatif 3 ,28667 ,001528 ,000882 ,28287 ,29046 ,285 ,288


minyak cengkeh
3 ,29167 ,064686 ,037347 ,13098 ,45236 ,230 ,359
0,2%
minyak cengkeh
3 ,04067 ,004163 ,002404 ,03032 ,05101 ,036 ,044
1%
minyak cengkeh
3 ,35567 ,069924 ,040371 ,18197 ,52937 ,275 ,399
2%
kontrol positif 3 ,08133 ,073569 ,042475 -,10142 ,26409 ,033 ,166
Total 15 ,21120 ,137834 ,035589 ,13487 ,28753 ,033 ,399

Test of Homogeneity of Variances


MDA28

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4,830 4 10 ,020

ANOVA
MDA28

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups ,237 4 ,059 20,420 ,000
Within Groups ,029 10 ,003
Total ,266 14

58
59

Multiple Comparisons
Dependent Variable: MDA28
Tukey HSD

(I) kelompok (J) kelompok Mean Std. Error Sig. 95% Confidence
Difference Interval
(I-J) Lower Upper
Bound Bound

minyak cengkeh 0,2% -,005000 ,043978 1,000 -,14974 ,13974


*
minyak cengkeh 1% ,246000 ,043978 ,002 ,10126 ,39074
kontrol negatif
minyak cengkeh 2% -,069000 ,043978 ,546 -,21374 ,07574
*
kontrol positif ,205333 ,043978 ,006 ,06060 ,35007
kontrol negatif ,005000 ,043978 1,000 -,13974 ,14974
*
minyak cengkeh minyak cengkeh 1% ,251000 ,043978 ,001 ,10626 ,39574
0,2% minyak cengkeh 2% -,064000 ,043978 ,610 -,20874 ,08074
*
kontrol positif ,210333 ,043978 ,005 ,06560 ,35507
*
kontrol negatif -,246000 ,043978 ,002 -,39074 -,10126
*
minyak cengkeh minyak cengkeh 0,2% -,251000 ,043978 ,001 -,39574 -,10626
*
1% minyak cengkeh 2% -,315000 ,043978 ,000 -,45974 -,17026
kontrol positif -,040667 ,043978 ,881 -,18540 ,10407
kontrol negatif ,069000 ,043978 ,546 -,07574 ,21374
minyak cengkeh minyak cengkeh 0,2% ,064000 ,043978 ,610 -,08074 ,20874
*
2% minyak cengkeh 1% ,315000 ,043978 ,000 ,17026 ,45974
*
kontrol positif ,274333 ,043978 ,001 ,12960 ,41907
*
kontrol negatif -,205333 ,043978 ,006 -,35007 -,06060
*
minyak cengkeh 0,2% -,210333 ,043978 ,005 -,35507 -,06560
kontrol positif
minyak cengkeh 1% ,040667 ,043978 ,881 -,10407 ,18540
*
minyak cengkeh 2% -,274333 ,043978 ,001 -,41907 -,12960

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

59
60

LAMPIRAN 16

Hasil pengukuran statistik kadar MDA serum tikus menggunakan

metode Mann-Whitney Test

Tabel 6. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan kontrol negatif (minyak pembawa) dengan kelompok perlakuan
minyak cengkeh 0,2% menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

kontrol negatif 3 4,00 12,00

kategori minyak cengkeh 0,2% 3 3,00 9,00

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U 3,000
Wilcoxon W 9,000
Z -1,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,317
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

60
61

Tabel 7. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan kontrol negatif (minyak pembawa) dengan kelompok perlakuan
minyak cengkeh 1% menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

kontrol negatif 3 2,17 6,50

kategori minyak cengkeh 1% 3 4,83 14,50

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U ,500
Wilcoxon W 6,500
Z -1,826
Asymp. Sig. (2-tailed) ,068
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

61
62

Tabel 8. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan kontrol negatif (minyak pembawa) dengan kelompok perlakuan
minyak cengkeh 2% menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

kontrol negatif 3 4,00 12,00

kategori minyak cengkeh 2% 3 3,00 9,00

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U 3,000
Wilcoxon W 9,000
Z -1,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,317
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

62
63

Tabel 9. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan kontrol negatif (minyak pembawa) dengan kelompok perlakuan
kontrol positif (vitamin E) menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

kontrol negatif 3 2,17 6,50

kategori kontrol positif 3 4,83 14,50

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U ,500
Wilcoxon W 6,500
Z -1,826
Asymp. Sig. (2-tailed) ,068
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

63
64

Tabel 10. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan minyak cengkeh 0,2% dengan kelompok perlakuan minyak
cengkeh 1% menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

minyak cengkeh 0,2% 3 2,00 6,00

kategori minyak cengkeh 1% 3 5,00 15,00

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 6,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

64
65

Tabel 11. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan minyak cengkeh 0,2% dengan kelompok perlakuan minyak
cengkeh 2% menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

minyak cengkeh 0,2% 3 3,50 10,50

kategori minyak cengkeh 2% 3 3,50 10,50

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U 4,500
Wilcoxon W 10,500
Z ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1,000
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

65
66

Tabel 12. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan minyak cengkeh 0,2% dengan kelompok perlakuan kontrol positif
(vitamin E) menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

minyak cengkeh 0,2% 3 2,00 6,00

kategori kontrol positif 3 5,00 15,00

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 6,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

66
67

Tabel 13. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan minyak cengkeh 1% dengan kelompok perlakuan minyak
cengkeh 2% menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

minyak cengkeh 1% 3 5,00 15,00

kategori minyak cengkeh 2% 3 2,00 6,00

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 6,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

67
68

Tabel 14. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan minyak cengkeh 1% dengan kelompok perlakuan kontrol positif
(vitamin E) menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

minyak cengkeh 1% 3 3,50 10,50

kategori kontrol positif 3 3,50 10,50

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U 4,500
Wilcoxon W 10,500
Z ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1,000
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

68
69

Tabel 15. Hasil pengujian statistik perbandingan kadar MDA serum tikus antara
kelompok perlakuan minyak cengkeh 2% dengan kelompok perlakuan kontrol positif
(vitamin E) menggunakan metode Mann-Whitney Test

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

kategori 15 1,73 ,884 1 3


perlakuan 15 3,00 1,464 1 5

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

minyak cengkeh 2% 3 2,00 6,00

kategori kontrol positif 3 5,00 15,00

Total 6

a
Test Statistics

kategori

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 6,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100

a. Grouping Variable: perlakuan


b. Not corrected for ties.

69
70

LAMPIRAN 17

Gambar Penelitian

Gambar 10. Tikus jantan putih (Rattus Gambar 11. Tikus diberikan perlakuan
Novergicus) secara per oral

Gambar 12. Pembiusan hewan coba Gambar 13. Pengambilan darah melalui
Menggunakan dietil eter ekor

Gambar 14. Sampel darah yang akan Gambar 15. Sampel serum yang telah
disentrifuge disentrifuge

70
71

Gambar 16. Sampel serum 0,5 ml + 1,0 ml Gambar 17. Sampel serum 0,5 ml + 1,0
TCA + 1,0 ml TBA sebelum dipanaskan ml TCA + 1,0 ml TBA setelah dipanaskan

Gambar 18. Sampel serum 0,5 ml + 1,0 ml Gambar 19. Alat sentrifuge
TCA + 1,0 ml TBA setelah dipanaskan
akan diukur di Spektrofotometri UV-Vis

Gambar 20. Waterbath Gambar 21. Alat spektrofotometri UV-VIs

71
72

72

Anda mungkin juga menyukai