Anda di halaman 1dari 10

UJIAN TENGAH SEMESTER

KEUANGAN PUBLIK ISLAM

APLIKASI FUNGSI ALOKASI PEMERINTAH DI DALAM SEKTOR PUBLIK


DITINJAU PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

RHEZA HERMAWAN
I2G020005

MAGISTER ILMU EKONOMI


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2021
APLIKASI FUNGSI ALOKASI PEMERINTAH DI DALAM SEKTOR PUBLIK
DITINJAU PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

ABSTRAK
Pemerintah memiliki peran penting terhadap penduduknya dengan berbagai bentuk dan
dengan berbagai sarana dengan tujuan untuk mensejahterakan penduduknya. Pemerintah yang
menerapkan demokrasi seperti saat ini mengelola keuangan Negara dari APBN dengan berbagai
fungsi, seperti fungsi alokasi. Namun, jauh sebelum itu, pemerintah atau ngera Islam berabad-abad
sebelumnya telah mengelola keuangan Negara yang diperuntukan untuk kepentingan dan
kemaslahatan umatnya. Islam sejak dahulu memberi perhatian terhadap fungsi alokasi keuangan
Negara agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan baik seperti dengan membangun kota sebagai
pusat kontrol dan aktivitas masyarakat, membangun pasar, jalan darat dan laut, mengawasi pelaku
pasar, melarang penimbunan barang hingga bagaimana merespon ketika terjadinya kenaikan harga
barang (inflasi).
Kata kuci: kesejahteraan, fungsi alokasi, Islam
LATAR BELAKANG
Kesejahteraan telah menjadi tujuan dan target utama dalam pengelolaan keuangan suatu
Negara. Masyarakat yang berada pada tingkat kesejahteraan yang tinggi dapat memberikan
ketenangan dan keamanaan dari suatu masyarakat. Salah satu pihak yang memiliki pengaruh besar
terhadap sejahteran atau tidaknya suatu masyarakat adalah pemerintah.
Pemerintah memiliki peran penting terhadap penduduknya dengan berbagai bentuk dan
dengan berbagai sarana dengan tujuan untuk mensejahterakan penduduknya. Dalam mensejahterakan
penduduknya, sumber keuangan diambil dari keuangan Negara yang kemudian dikelola sesuai dengan
peruntungan serta sesuai dengan hak dan kewajiban Negara kepada masyarakatnya.
Pemerintah sebagai pemilik kekuasaan pengelolaan keuangan Negara, yang dikuasakan
kepada menteri keuangan dirancang setiap tahun untuk didiskusikan dan disetujui bersama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rancangan keuangan Negara tiap tahun ini kemudian dijabarkan
dan dijekaskan ke dalam Anggaran dan Belanja Negara (APBN).
Di dalam APBN dijelaskan berbagai sumber keuangan Negara yang dapat berasal dari
berbagai sumber dan bentuk seperti seperti pajak, hutang Negara, maupun pendapatan dari BUMN
serta pendapatan lain yang sah. Pendapatan Negara inilah yang kemudian digunakan untuk membiayai
berbagai pengeluaran atau belanja Negara dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya. Sedangkan
belanja Negara diperuntukan untuk membiayai berbagai belanja Negara seperti transfer ke daerah,
gaji pegawai hibah dan sebagainya.
Berabad-abad yang lalu, Islam telah menaruh perhatian yang besar terhadap kesajahteraan
masyarakatnya. Kesejahteraan di dunia menjadi salah satu yang dapat menunjang seseorang untuk
dapat beribadah dengan lebih aman dan tenang. Di saat berbagai kebutuhan jasmani telah terpenuhi,
akan dapat membantu seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan rohaninya yang sekaligus menjadi
tujuan diciptakannya manusia, yaitu beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala semata.
Di dalam Islam, dalam memenuhi kesejahteraan dan kebutuhan, seorang muslim sangat
dibebaskan dalam melakukan sebab-sebab yang dapat mendatangkannya. Bahkan dalam kaidah
disebutkan bahwa “hukum asal muamalah adalah mubah dan halal, sampai ada dalil yang
melarangnya”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa seorang muslim sangat diberi keluasan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya dan dibatasi jika terdapat dalil
yang melarang dari muamalah yang dilakukannya.
Selain seorang muslim diberikan keleluasaan berikhtiar memenuhi kebutuhannya, pemerintah
yang berkuasa juga memiliki peran yang penting dalam memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat
dan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pemerintah atau amirul mukimun memiliki
peran yang besar terhadap penyediaan barang-barang publik untuk kebutuhan masyarakat.
Maka dari itu, makalah ini akan sedikit menjelaskan bagaimana peran atau fungsi pemerintah
dalam alokasi di sektor publik dalam perspektif ekonomi Islam.
KAJIAN PUSTAKA
Keuangan Negara
Keuangan negara sebagaimana yang dijelaskan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dalam pasal 1 ayat 1, ialah semua hak dan kewajiban negara

2
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sehingga
dari pengertian jelas bahwa pemerintah memiliki hak dan kewajiban sebagai penyelenggara dan
pengelola Negara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai hak pemerintah seperti yang dijelaskan di atas sebagaimana yang diartikan sebagai
pendapatan Negara untuk membiayai berbagai tujuan dalam penyelenggaraan kekuasaan. Sedangkan
kewajiban dari keuangan Negara yang dikeloa oleh pemerintah tersebut ialah dijabarkan ke dalam
berbagai bentuk pengeluaran negara yang diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat.
Keuangan negara garus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. Pemerintah yang diberi amanat dan kekuasaan dalam pengelolaan keuangan Negara jangan
sampai menyelewengkan amant tersebut sehingga menimbulkan ketidakadilah dan bencana bagi
masyarakat.
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan yang kemudian dikuasakan kepada Menteri Keuangan
yang menjadi pengelola fiscal Negara dan wakil pemerintah lainnya.
Adapun secara lengkap dalam pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang keuangan Negara, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut :
a) Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b) Menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
c) Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d) Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e) Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
f) Melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g) Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
h) Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-
undang.
Selain itu, menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya sebagaimanan yang dijelaskan di dalam pasal 9
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, mempunyai
tugas sebagai berikut:
a) Menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
b) Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c) Melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
d) Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas
Negara;
e) Mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara
/lembaga yang dipimpinnya;
f) Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian
negara /lembaga yang dipimpinnya;
g) Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang
dipimpinnya;
h) Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan
undang-undang.
Dengan demikian, keuangan Negara yang dikuasi oleh pemerintah kemudian akan dikuasi
kepada menteri keuangan dan menteri atau lembag lain untuk merancang dan membiaya berbagai
target dan tujuan pemerintah sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat dari kehadiran
pemerintah.
Anggaran Pendapata dan Belanja Negara (APBN)
APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-
undang. APBN dirancang oleh pemerintah (eksektuf) yang kemudian dibahas bersama dan disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN dibentuk untuk merencanakan keuangan Negara dalam
satu tahun tertentu yang terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
Pendapatan negara sebagaimana yang dapat dilihat dalam struktur APBN setiap tahun terdiri
atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Belanja negara dipergunakan untuk

3
keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat. Adapaun belanja negara dirinci menurut
organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan yaitu
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara pada tahun sebelumnya serta berpedoman kepada
rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
Fungsi APBN
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
Musgrave dalam Kurniati (2013) dijelaskan fungsi dan tujuan kebijaksanaan anggaran belanja
dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
1) Fungsi alokasi, merupakan fungsi pemenuhan terhadap keinginan dan kebutuhan publik.
Dalam mekanisme pasar dan pembentukan keseimbangan peran pemerintah sangatlah besar.
Berbagai kekurangan dari system mekanisme pasar di lapangan dapat disedikan oleh
pemerintah dengan anggaran yang dimiliki. Pemerintah akan menyediakan berbagai
pelayanan barang-barang publik yang dibutuhkan agar mekanisme pasar dapat berjalan
dengan baik untuk kepentingan semua orang.
2) Fungsi distribusi, merupakan fungsi anggaran yang ditujukan untuk pemerataan sosial
ekonomi masyarakat. Ketika seseorang atau berbagai pihak berada pada posisi yang sulit
memenuhi berbagai kebutuhan pokoknya dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, maka
pemerintah dapat menyalurkan berbagai bentuk bantuan sebagai bagian dari kehadiran
pemerintah yakni penjamin kesejahteraan masyarakat. Sehingga dalam struktur APBN
dimasukan berbagai bantuan untuk masyarakat yang membutuhkan sehingga pemerataan
kesejahteraan dapat ditingkatkan.
3) Fungsi stabilisasi, menyangkut hubungan antara swasta atau pribadi dengan pemerintah atau
publik, sehingga cabang stabilisasi ini menyangkut usaha untuk mempertahankan tingkat
penggunaan faktor-faktor produksi yang tinggi dengan kestabilan nilai uangvv. Jadi fungsi
stabilisasi memiliki keterkaitan erat dengan fungsi mengatur variabel ekonomi makro dengan
sasaran untuk stabilitas ekonomi secara nasional.
PEMBAHASAN: APLIKASI FUNGSI ALOKASI PEMERINTAH DI DALAM SEKTOR
PUBLIK DITINJAU PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Pengelolaan keuangan Negara yang baik, transparan, adil, amanah dan bertanggung jawab juga telah
lama dipraktikan dan diterapakan dalam Islam. Pada zaman Rasulullah Shallahu ‘alahi wasallam,
berbagai sumber pemasukan keuangan Negara dikelola dalamm sebuah lembaga yang bernama
baitulmal. Berbagai isntrumen keuangan sebagai pemasukan dan berbagai pengeluaran untuk
kepentingan umat dikelola pada lembaga ini.
Untuk memenuhi berbagai kebutuhan Negara dan masyarakat, terdapat berbagai sumber keuangan
yang dimiliki dalam Islam, di antaranya:
1) Zakat
Islam telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya sebagai salah satu
rukunnya serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Karena dalam pelaksanaan dan
penerapannya mengandung tujuan-tujuan syar’i (maqshid syari’at) yang agung yang mendatangkan
kebaikan dunia dan akhirat, baik bagi si kaya maupun si miskin.
Zakat diwajibkan atas setiap orang Islam yang telah memenuhi syarat. Selain melaksanakan
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, tujuan pensyariatan zakat ialah untuk membantu umat Islam
yang membutuhkan bantuan dan pertolongan. Oleh karena itu, syariat Islam memberikan perhatian
besar dan memberikan kedudukan tinggi pada ibadah zakat ini
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Juga dalam ayat lain,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)

4
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.
At-Taubah: 103)
Adapun pihak-pihak yang berhak mendapatkan zakat tersebut atau penyalurannya dijelaskan dalam
firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang
miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan)
budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan.” (QS. At Taubah: 60).
2) Sedekah
Kata sedekah dalam banyak dalil memiliki makan yang sama dengan zakat, sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah Ta’al di bawah yang artinya,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.
At-Taubah: 103)
Dalam hadis yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
“Bila anak Adam meninggal dunia maka seluruh pahala amalannya terputus, kecuali pahala
tiga amalan: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa
mendoakan kebakan untuknya.” (HR. at-Tirmidzi dan lainnya)
Berdasarkan ini semua, Imam Mawardi menyimpulkan: Sedekah adalah zakat dan zakat adalah
sedekah. Dua kata yang berbeda teksnya namun memiliki arti yang sama. (al-Ahkam as-Sulthaniyyah,
Hal. 145). Dengan demikian sedekah mencakup yang wajib dan mencakup pula yang sunah, asalkan
bertujuan untuk mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla semata. Walau demikian, dalam beberapa
dalil, kata sedekah memiliki makna yang lebih luas dari sekedar membayarkan sejumlah harta kepada
orang lain. Sedekah dalam beberapa dalil digunakan untuk menyebut segala bentuk amal baik yang
berguna bagi orang lain atau bahkan bagi diri sendiri.
3) Infak
Kata infak dalam dalil-dalil Alquran, hadis dan juga budaya ulama memiliki makna yang
cukup luas, karena mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan. Allah Ta’ala berfirman,
yang artinya:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
(QS. Al-Furqan: 67).
Hal serupa juga nampak dengan jelas pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
“Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser dari hadapan Allah
hingga ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa
ia lewatkan, harta kekayaannya dari mana ia peroleh dan kemana ia infakkan (belanjakan)
dan apa yang ia lakukan dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi)
Kemanapun dan untuk tujuan apapun, baik tujuan yang dibenarkan secara syariat ataupun
diharamkan, semuanya disebut dengan infak. Dalam sejarah diceritakan bahwa orang-orang munafik
yang merencanakan kejahatan kepada Rasulullah dan para sahabatnya, Allah ceritakan, yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi
mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir
itu dikumpulkan.”  (QS. Al-Anfal: 36)
Oleh karena itu pada banyak dalil perintah untuk berinfak disertai dengan penjelasan infak di jalan
Allah, sebagaimana pada ayat berikut, yang artinya,
“Dan infakkanlah/belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah.” (QS. Al-Baqarah: 195).
4) Wakaf
Wakaf secara bahasa yaitu menahan. Wakaf dapat berarti menahah sesuatu benda untuk
diambil manfaatnya untuk kepentingan umum. Berwakaf dianjurkan oleh Islam dalam rangka untuk
memberikan manfaat kepada masyarakat Islam, misalnya wakaf untuk tempat-tempat ibadah, lembaga
pendidikan, panti asuhan yatim piatu dan sebagainya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

5
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu):
sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no.
1631)
Hadist di atas disebutkan oleh Imam Muslim dalam bab wakaf karea para ulama menafsirkan sedekah
jariyah dengan wakaf. Adapun wakaf pertama kali dalam Islam adalah wakafnya Umar Radhiallahu
‘anhu, sebagaimana riwayat Ibnu Abi Syaibah yang menyatakan bajwa orang-orang Muhajirin
berkata, “wkaf pertama kali dalam Islam adalah wakafnya Umar”.
5) Ghanimah.
Ghanimah artinya harta rampasan perang, disebut juga Anfaal (bentuk jama’ dari kata nafl
yang artinya tambahan), karena ghanimah menambah harta kaum muslimin (Musa, 2013). Ghanimah
mencakup harta yang dapat dipindahkan, para tawanan dan tanah.
Dasar disyariatkan membagikan harta ghanimah adalah firman Allah Ta’ala:
“Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai
makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Anfaal: 69)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan ghanimah untuk umat Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam saja; tidak umat-umat terdahulu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dihalalkan ghanimah untukku, dan dia tidak dihalalkan untuk seorang pun sebelumku.”
(HR. Muslim)
6) Fai’
Fai’ diambil dari kata faa-a artinya kembali, secara syar’i fai’ adalah apa saja yang diambil
dari orang-orang kafir tanpa peperangan, seperti harta yang mereka tinggalkan karena takut terhadap
kaum muslimin, jizyah, pajak, dan harta yang ditinggalkan oleh ahli dzimmah yang meninggal dan
tidak mempunyai ahli waris (almanhaj, 2007).
7) Usyur
Usyur adalah apa yang diambil oleh petugas Negara dari harta yang dipersiapkan untuk dagang
ketika melintasi daerah Islam. Sehingga usyur ini lebih serupa dengan apa yang dikenal pada masa
sekarng ini dengan istilah bea cukai. Penetapan usyur ini tidak terdapat dalil dalam Al-Qur’an ataupun
Assunnah, namun merupakan ijtihad Umar Radhiallahu ‘anhu di hadapan para sahabat dan tidak
terdapat seorang pun yang menyanggahnya, sehingga merupakan ijma’ (Ibnu Qudamah, Al-Haritsi,
2014).
8) Jizyah
Jizyah, adalah harta/upeti yang diambil dari orang-orang kafir yang diizinkan tinggal di negeri Islam
sebagai jaminan keamanannya.
9) Kharaj
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitabnya Al-Mughni (4/186-121) menjelaskan
bahwa bumi/tanah kaum muslimin terbagi menjadi dua macam.
- Tanah yang diperoleh kaum muslimin dari kaum kafir tanpa peperangan, seperti yang terjadi
di Madinah, Yaman dan semisalnya. Maka bagi orang yang memiliki tanah tersebut akan
terkena pajak kharaj/pajak bumi sampai mereka masuk Islam, dan ini hukumnya adalah
seperti hukum jizyah, sehingga pajak yan berlaku pada tanah seperti ini berlaku hanya
terhadap mereka yang masih kafir saja.
- Tanah yang diperoleh kaum muslimin dari kaum kafir dengan peperangan, sehingga
penduduk asli kafir terusir dan tidak memiliki tanah tersebut, dan jadilah tanah tersebut wakaf
untuk kaum muslimin (apabila tanah itu tidak dibagi-bagi untuk kaum muslimin). Bagi
penduduk asli yang kafir maupun orang muslim yang hendak tinggal atau mengolah tanah
tersebut, diharuskan membayar sewa tanah itu karena sesungguhnya tanah itu adalah wakaf
yang tidak bisa dijual dan dimiliki oleh pribadi ; dan ini bukan berarti membayar pajak,
melainkan hanya ongkos sewa tanah tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak pernah diwajibkan atas kaum muslimin, dan pajak hanya diwajibkan atas orang-orang kafir
saja.
Efisiensi dan efektivitas merupakan landasan pokok dalam kebijakan pengeluaran
pemerintah, yang dalam ajaran Islam dipandu oleh syariat. Maka benttuk-bentuk pengeluaran yang

6
akan dilakukan oleh pengelola keuangan ini haruslah berpedoman kepada nash-nash yang ada di
dalam Qur’an, hadist-hadist Nabi dan ijma’ para ulama.
Dalam sistem pemerintah saat ini, seperti yang telah dijelaskan pada bagian atas bahwa fungsi
alokasi merupakan fungsi pemenuhan terhadap keinginan dan kebutuhan publik. Pemerintah akan
menyediakan berbagai pelayanan barang-barang publik yang dibutuhkan agar mekanisme pasar dapat
berjalan dengan baik untuk kepentingan semua orang. Terkait dengan fungsi alokasi pemerintah
sebagai penyedia kebutuhan publik yang ditinjau dari perspektif Ekonomi Islam, maka pemerintah
juga mengeluarkannya dalam berbagai sektor..
Keamanan dan Ketentraman
Salah satu hal yang sangat penting dilakukan pemerintah Islam agar mekanisme pasar dapat berjalan
dengan baik ialah dengan menegakkan kemanan dan kenyamanan dalam dan luar Negara. Pemerintah
Islam mempekerjakan kaum muslimin untuk menjaga perbatasan, keamanan dalam negeri dan
ekpedisi ke luar negeri sebagai pengakuan eksistensi keberadaan Negara Islam di tengah-tengah
kekuasaan saat itu seperi Persia dan Romawi.
Di dalam Islam, secara umum keamanan sangatlah penting dalam kehidupan. Bagaimana
mungkin seorang muslim dapat melaksanakan amalan sesuai dengan tuntunan petunjuk, jika ia merasa
takut. Begitu pentingnya, sampai-sampai Nabi Ibrahim Alaihissallam memohon kepada Allah curahan
keamanan sebelum meminta kemudahan rizki. Sebab orang yang didera rasa takut, tidak akan bisa
menikmati lezatnya makan dan minum. Allah Azza wa Jalla menceritakan permohonan Nabi Ibrahim
Alaihissallam dalam firman-Nya.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo’a : Wahai, Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri aman
sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara
mereka kepada Allah dan hari kemudian”.(QS Al-Baqarah: 126).
Secara eksplisit, beliau mendahulukan permohonan keamanan daripada permohonan rizki. Dari sini,
generasi Salaf telah memaklumi betapa mahal nilai keamanan. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
benar-benar telah memberikan anugerah besar kepada bangsa Arab, (yaitu) dengan menjadikan tanah
mereka sebagai tanah haram (suci), membebaskan mereka dari rasa ketakutan, memberi makan
mereka dari kelaparan. Allah Azza wa Jalla berfirman.
“Maka hendaklah mereka menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka’bah) yang telah memberi
makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari
ketakutan”. (QS Quraisy: 3-4).
Seseungguhnya para fuquha’ telah menjelaskan bahwa di antara tugas dasar Negara dalam
perspektif Islam adalah merealisasikan kemanan dalam negeri, agar manusia dapat pergi ke ladang
mereka dengan tenang dan bertebaran dalam pergi mencari rezeki dengan aman; juga merealisasikan
kemanan luar negeri dengan menjaga perbatasan dengan perangkat dan kekuatan yang menghadang
dan menghalau kekacauan.
Terkait dengan kemanan di dalam pasar, pada masa Umar contohnya. Umar Radhiallahu
’anhu dalam memberikan keamanan bagi para pedagang asing agar mereka dapat bermuamalah
dengan aman dan tentram, sehingga banyak komoditi yang datang ke Madinah. At-Thabari dan yang
lainnya meriwayatka bahwasanya Umar pada masa kepemimpinananya datang kepada Abdurrahman
bin Auf pada suatu malam, maka Abdurrahman bin ‘Auf bertanya kepadanya “Apa yang
menyebabkan kamu datang pada waktu seperti ini wahai Amirul Mukminin?” Ia menjawab
“Sekelompok pedagang datang, lalu singgah di samping pasar. Aku mengkhawatirkan mereka dari
para pencuri Madinah, maka pergilah kamu bersamaku untuk menjaga mereka” lalu kedunya pergi
ke pasar, di mana keduanya semalaman menjaga mereka dan shalat yang ditetapkan Allah kepada
keduanya (At-Thabari dan lainnya dalam Al Haritsi 2014).
Adapun terkait dengan kemanan luar negeri, maka dapat dilihat dari beberapa sisi, yang
terpenting diantaranya adalah penjagaan perbatasan, kesiagaan dalam jihad menghadapi musuh yang
menunggu kelengahan kaum muslimin dan mengkhususkan para mujahid dalam tugas tersebut,
sehingga Negara kaum muslimin selalu aman dari serangan luar yang datang dari siapapun. Adapun
gaji untuk para mujahid penjaga perbatasan diambil dari baitulmaal.
Pembentukan Modal Sosial
Sesungghunya pembentukan modal sosial (bangunan dasar) merupakan runtutan mendasar untuk
terealisasinya pengembangan ekonomi. Ada beberapa bangunan-bangunan dasar yang dilakukan pada
masa kekhilafahan, di antaranya:

7
- Pembangunan kota
Pembangunan kota merupakan sarana dan prasaran mendasar yang menjadi tuntutan dalam proses
pengembangan ekonomi, karena di dalamnya dilakukan banyak kegiatan ekonomi dan di atasnya
didirikan berbagai fasilitas dan pelayanan umum. Sebagaimana pembangunan kota juga
merupakan faktor terpenting terjadinya stabilitas, di mana di dalamnya diberikan banyak sarana
untuk pengembangan sumber daya manusia
- Masjid dan pasar
Di antara fasilitas umum terpenting yang mendapat perhatian kaum muslimin dalam
pembangunannya adalah masjid dan pasar. Perhatian terhadap kedua falitas ini secara bersamaan
menunjukkan pemahaman kaum muslimin, ketika itu, tentang konperhensifitas Islam dalam
masalah agama dan masalah dunia. Demikian itu karena masjid merupakan lembaga pendidikan
universal, yang di dalamnya seorang muslim menerima ajaran-ajaran Islam secara kaffah,
termasuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan sebagai titik tolak ragam kegiatan
umat.
Adapun pasar, maka urgensinya dalam ekonomi bersumber dari eksistensinya sebagai tempat
transaksi banyak kebutuhan hidup bagi produsen dan konsumen. Sebab di pasar, produsen dapat
memasarkan produknya, sementara konsumen mendapatkan keinginannya. Dan hal ini akan
semakin mendukung laju dan berkembangnnya proses kegiatan ekonomi.
- Jalan
Urgensi jalan adalah disebabkan posisinya sebagai sarana yang mempermudahkan mobilisasi dan
peredaran unsur-unsur produksi dan sebagai sarana yang menghubungkan antar pasar dan menjadi
tempat peredaran hasil produksi. Adapun jalan ini terkait dengan jalan darat maupun laut. Terkait
dengan jalan laut, beberapa referensi menyebutkan pada masa kekhalifahan Umar Radhiallahu
‘anhu, ia memerintahkan gubernurnya di Mesir, ‘Amr bin Ash untuk menggali terusan yang
menghubungkan laun Merah dan sungai Nil sehingga kapal dapat berlabuh di Al-Jar dan Umar
melakukan kunjungan ke pelabuhan teresbut (Al-Haritsi, 2014).
- Dan banyak faslitas-faslitas umam dibangun untuk kemaslahatan umat agar ibadah dan sosial
ekonomi dapat terpenuhi dengan baik, di antaranya penerangan teradap Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi dan sebagainya.
Larang Penimbunan Barang
Mekanisme yang dianut oleh pasar bebas sekarang adalah seperti apa yang dilakukan kaum
muslimin berabad-abad yang lalu. Di dalam Islam, dijelaskan bahwa pasar yang ideal menurut Ibnu
Taimiyyah adalah pasar bebas, yaitu pasar yang bersaing bebas antara permintaan dan penawaran.
Ibnu Taimiyyah melarang intervensi pemerintah dalam pasar karena akan menganggu keseimbangan
pasar, kecuali jika ada yang mendistorsinya, seperti penimbunan barang yang dilarang.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa” (HR.
Muslim no. 1605).
Imam Nawawi Rahimahullah berkata, “Hikmah terlarangnya menimbun barang karena
dapat menimbulkan mudhorot bagi khalayak ramai.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 43). Al Qodhi
Iyadh Rahimahullah berkata, “Alasan larangan penimbunan adalah untuk menghindarkan segala hal
yang menyusahkan umat Islam secara luas. Segala hal yang menyusahkan mereka wajib dicegah.
Dengan demikian, bila pembelian suatu barang di suatu negeri menyebabkan harga barang menjadi
mahal dan menyusahkan masyarakat luas, maka itu wajib dicegah, demi menjaga kepentingan umat
Islam. Pendek kata, kaedah ‘menghindarkan segala hal yang menyusahkan’ adalah pedoman dalam
masalah penimbunan barang.” (Ikmalul Mu’lim, 5: 161).
Adapun jika menimbun barang sebagai stok untuk beberapa bulan ke depan seperti yang
dilakukan oleh beberapa pihak grosir, maka itu dibolehkan jika tidak memudhorotkan orang banyak
(Shahih Fiqh Sunnah, 4: 395).
Kenaikan Harga
Fenomena kenaikan harga barang bahkan pernah terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Disebutkan dalam riwayat bahwa di zaman sahabat pernah terjadi kenaikan harga. Mereka
pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan masalahnya. Mereka
mengatakan,

8
“Wahai Rasulullah, harga-harga barang banyak yang naik, maka tetapkan keputusan yang mengatur
harga barang.”
Mendengar aduan ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan
melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan
Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan
kezalimanku dalam urusan darah maupun harta.” (HR. Ahmad 12591, Abu Daud 3451,
Turmudzi 1314, Ibnu Majah 2200, dan dishahihkan Al-Albani).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat laporan tentang kenaikan harga,
yang beliau lakukan bukan menekan harga barang, namun beliau ingatkan para sahabat tentang takdir
Allah, dan Allah yang menetapkan harga. Dengan demikian, mereka akan menerima kenyataan
dengan yakin dan tidak terlalu bingung dalam menghadapi kenaikan harga, apalagi harus stres atau
bahkan bunuh diri.
Bagian penting yang harus yakini bahwa rezeki telah ditentukan oleh Allah. Jatah rezeki yang
Allah tetapkan tidak akan bertambah maupun berkurang. Meskipun, masyarakat diguncang dengan
kenaikan harga barang, itu sama sekali tidak akan menggeser jatah rezeki yang telah Allah Ta’ala
tetapkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai sempurna jatah
rezekinya, karena itu, jangan kalian merasa rezeki kalian terhambat dan bertakwalah kepada
Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan baik, ambil yang halal dan tinggalkan
yang haram.” (HR. Baihaqi dalam sunan al-Kubro 9640, dishahihkan Hakim dalam Al-
Mustadrak 2070 dan disepakati Ad-Dzahabi).
Dari beberapa pembahasan di atas sangat jelas bahwa Islam sangat perhatian terhadap lancaranya
mekanisme pasar agar setiap pelaku tidak dirugikan. Fungsi alokasi pemerintah telah dilakukan sejak
dahulu untuk menunjang ibadah dan muamalah umat Islam dengan membangunan fasilitas-faslitas
public maupun pengawasan secara langsung. Maka dari itu, tidak dapat dipungkiri bahwa Islam telah
meletakkan dasar-dasar kehidupan, tidak hanya terkait dengan penunjang ritual ibadah, melainkan
juga terkait dengan masalah muamalah dan kenegaraan.
PENUTUP
Kesimpulan
Jika kita kembali kepada ajaran dari Al-Qur’an dan hadist maupun penjelasan para ulama dapat kita
ketahui bahwa Islam telah meletakkan dasar-dasar dalam berhidupan, tidak hanya dalam beragama
melainkan juga dalam sosial ekonomi dan bahkan bernegara. Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam
memiliki perhatian yang sangat besar terhadap kemaslahatan dan kesejahteraan umatnya, tidak
terkecuali dalam bermuamalah.
Selain itu, Islam juga memberikan tuntunan bagaimana seorang penguasa atau pemimpin
mengelola Negara dan masyarakatnya agar dapat hidup dengan layak dan sejahtera. Hal ini
dikarenakan pemerintah harus dapat memposisikan dirinya untuk memberi perlindungan,
pengawasan, pengarahan dan memberikan jaminan kepada seluruh masyarakat.
Jika ditinjau dari fungsi alokasi pemerintah pada saat ini, maka Islam sudah berabad-abad
yang dahulu telah melakukan fungsi alokasi semcam ini dengan mengadakan berbagai barang publik
dan kebutuhan publik untuk kepentingan masyarakat. Aplikasi fungsi alokasi pemerintah di dalam
sector publik agar mekanisme pasar dalam berjalan baik seperti membangun kota sebagai pusat
kontrol dan aktivitas masyarakat, membangun pasar, jalan darat dan laut, mengawasi pelaku pasar,
melarang penimbunan barang hingga bagaimana merespon ketika terjadinya kenaikan harga barang
(inflasi).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Haritsi. Fikih EKonomi Umar bin Al-Khathab. Ditermahkan oleh H. Asmuni Solihin Zamakhsyari.
Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur

Almanhaj. 2005. Pentingnya Stabilitas Keamanan Dalam Islam. Almanhaj.


https://almanhaj.or.id/30938-pentingnya-stabilitas-keamanan-dalam-islam-2.html

_______. 2006. Pajak dalam Islam. https://almanhaj.or.id/2437-pajak-dalam-islam.html

9
_______. 2007. Fai’. https://almanhaj.or.id/1078-f-a-i.html.

Idri. 2016. Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi. Prenadamedia Group: Jakarta

Kurniati, Poni Sekaesih. 2013. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
di Indonesia pada Era Reformasi. Jurnal Ilmu Politik Komunikasi

Konsultasi Syariah. Beda zakat, sedekaah, infak, hibah dan hadiah.


https://konsultasisyariah.com/14239-beda-zakat-sedekah-infak-hibah-dan-hadiah.html

Musa. Marwan. 2013. Fikih Jihad. https://yufidia.com/3360-fikih-jihad-2.html. Read


more https://yufidia.com/3360-fikih-jihad-2.html

Nasution dkk. 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Kencana Prenada Media Group: Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai