‘JK Vol. 02/N0.08/September/2007
MANFAAT BLADDER TRAINING PADA PASIEN
DENGAN DOUWER CATHETER
Dwi Asih Kusumaningrum, Christantie Effendy, Heny Susean P
Program Studi limu Koporawatan, FK UGM, Yogyakarta
ABSTRACT
Background: Usage of douwer catheter for a long time may cause bladder atonia and
incontinentia. Bladder traning is usually used to prevent such occurrence. At Dr. Sardjito
Hospital not all patients wit douwer catheter have bladder traning. Etfective bladder traning
is one which i part of behaviour therapy to prevent incontinent.
Objective: To assess the benefit of bladder training for patients with douwer catheter in
preventing incontinentia
Method: The study was non experimental (cross sectional) conducted in May ~ June 2006.
Total samplings were as many as 21 respondents without bladder taining and 20
respondents with bladdr training. Subject ofthe study were patients who had douwer catheter
2 4 days, aged 15 ~ 65 years, cid not suffer from urine incontnentia or other things wich
‘could Increase risk of urine incontinent (such as lumbel injury). were hospitalized at the
intemal Medicine, General Surgery and Orthopedics Wards of Dr. Sardjito Hospital. Data
were obtained from questionnaires and analyzed using Chi Square (20.08).
Result: The result of the study showed that p= 0.858 (p>0.06). There was no diference in
Urine incontinentia occurrence between patient with bladder training and those without bladder
‘raining. Respondents with bladder traning had as much as 0.888 probabilty of suffering
‘rom urine incontinentia than those without bladder taining.
Coneluston: Bladder training was not beneficial in preventing urine incontinentia for patients
using douer catheter fora shor to medium period of time (1 ~ 30 days) and patents who did
not sutfer from urine incontinentia or other things which could increase risk of urine
‘Mantaat Bladder Training
incontinentia (such as tumbal injury).
Keywords: bladder training, douwer catheter, urine incontinentia,
PENDAHULUAN,
Pemakaian douwer catheter dalam jangka lama
‘ering menimbulkan komplikaal diantaranya infokoi
saluran urin, batu kandung kemnh, terjadi trauma
Jaringan uretra atau irtasi kronis kandung kemih.*
Pemakaian kateter menetap merupakan salah satu
penyebab reversible incontinence Adanya trauma
pada uretra dapat menyebabkan penurunan tonus
dari spingter uretra yang bisa mengakibatkan
terbukanya spingter saat tekanan abdomen
‘meningkat atau stress incontinence Adanya trauma
pada saluran urinari juga merupakan salah satu
ponyobab overflow Incantinenca Ketika kateter
terpasang, kandung kemi tidak akan terist dan
‘berkontraksi, pada akhimya kandung kemih akan
kehilangan tonusnya (atonia) atau kekuatan dan
kapasitas kandung kemin menurun. Pemakaian
selang kateter jangka waktu lama dapat
menyebabkan atonia kandung kemih sehingga
ladder training harus dilakukon terlobih: dahulu
‘untuk mencegah inkontinensia.? Selama ini bladder
{raining yang cikenal keetektfannya dalam mengobati
inkontinensia melalui penelitian-penelitian adalah
bladder training yang merupakan bagian dari
‘behaviourtherapy.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUP
Dr. Sardjito didapatkan bahwa tidak semua pasion
dengan douwer catheter mendapatkan bladder
training sebelum pencabutan kateter. Pelaksanaan
tiap bangsal berbeda-beda. Bangsal yang hampir
sselalu melakukan bladder training adalah bangsal
‘Bougenvil 4 dan bangsal Anggrek. Sebagian perawat
berpendapat bladder training hanya dilakukan pada
pasian-pasien dengan kriteria tertentu misalnya
pasien usia lanjut, pasion pembedahan urogenital,
ppasien dengan gangguan pada saraf dan tulang
belakang. Berdasarkan kesenjangan antara teori dan
kenyataan di lapangan tersebut maka penelil tertaik
Untuk menelti manfaat bladder training pada pasien
dengan douwer catheter dalam mencegah
inkontinensia.
151IK Vol. 02/No.08/September/2007
BAHAN DANCARA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian dengan
metode kuantitatit dengan pendekatan cross
‘sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien
yang pemah memakai douwer catheter > 4 hari
berusia 15-65 tahun, yang dirawat diIRNA 1 bangsal
‘1, B1, Ct, D1, 82 dan E2 pada bulan Mei~ Juni
2006 dengan kriteria ekskiusi pasien yang menderta
inkontinensia sebelum dipasang douwer catheter,
pasien dengan kehamilan, diabetes mellitus,
Parkinson, delirium dan regresi karena pada pasien
ini dapat menderia inkontinensia akibat penyakit atau
kondisinya tersebut, pasien dengan kontra indikast
bladder training, pasien yang menerima obat
diuresis, sedative, hipnotis, beta bloker, anti
hhistamin, anti depresan, anti kolinergik, pasien
distungsi neurogenik (stroke, cacera cerebrovaskuler
dan tulang belakang, gangguan sarat perkemihan),
dan postoperasi genitourinari.
Metode sampling yang digunakan adalah total
sampling. instrumen pengambilan data dengan
‘menggunakan kuesioner yang disusun sendiri oleh
penelitiberdasarkan tanda dan gojala inkontinensia
yang telah divi vaiditas dan roliabilitao.
‘Uj validitas dilakukan dengan rumus korelasi
yang dikemukakan oleh Pearson dikenal dengan
rumus korelasi product moment, sedangkan uli
reabiltas instrumen adalah menggunakan rumus KR
20.
Berdasarkan ujicoba kuesioner yang llakukan
pada bulan April 2006 di Bangsal Penyakit Dalam
dan Bangsal Bedah Umum dan Orthopedi RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta pada 10 orang responden,
didapatkan § pertanyaan yang validdan selanjutnya
digunakan dalam pengolahan data. Kemudian hasil
‘dar jretabel menggunakan rumus KR-20 didapatian
nila R= 0,7353. Pengumpulan data dilakukan oleh
Peneliti. Pada waktu mengisi Kuesioner penaliti
Tenunggui dan membimbing apablla ada responden
yang bertanya. Pengumpulan data dilekukan pada
41 sampel, terdir dari 20 responden dengan bladder
‘raining dan 21 responden tanpa bladder training.
Hipotesa penelitian ini adalah bladder training
bermantaat pada pasion dengan douwer catheter
dalam mencegah inkontinensia, sedangkan untuk
menguj hipotesa dengan menggunkan uj chisquare.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Gambaran umum karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, umur, diagnosa, lama
Pomakaian bladdior training dapat dithat pada Tabel 1,
Dari Tabel 1 dapat dibaca bahwa jumiah laki-
Jaki dan perempuan pada responden yang dilakukan
bladder training dan yang tidak dilakukan bladder
training hampir sama. Jumiah responden laki-laki
lebih sedikit dibanding jumiah perempuan. Umur dari
wir sama, Juriah
remaja pada penelitian ini jauh lebih sedikit dari
ada jumiah dewasa. Data karakteristik diagnostik
untuk memudahkan peneliti mengkategorikan
‘menjadi fraktur dan cislokasi, kanker, gangguan pada
sistem penceraan, dan gangguan pada sistem
pemafasan, dan DHF. Pasien dengan gangguan
sistem pencerniaan contohnya adalah pasien dengan
laparatomi, apendisitis, dan colelitasis. Responden
dengan penyakit pneumonia, efus! pleura, dan
hematothorak dimasukkan dalam kategori gangguan
sistem pemafasan. Diagnosa yang paling banyak
‘Tabol 1. Karakteristik Subyek Penelitian DI Bangsal Penyakit Dalam, Bedah Umum,
ddan Orthopedt MBUP Dr. Sardjito pada
ee eg ae gE
= ¥ a % A %
i
ake Serre an
—- Be agate tp
wont BR Re
Roma (15-17 tahun) 4 5 4 4.76
ia
Soy a & & &
aa oe
Ste
ee ais me areaen ee
= Pan ily oe ae
Seti pia iene eA UCN AS
Sees pee at domed weaorcan eww
se Shen Enea
oa nr; anes
tno
Jangka pendek (1-7 hari) 5 5 15 THA
Segara hat $ 8 f 2s
panjang (312) 3
ae nea re
‘Sumber: data primer MetJuni 2008
152diderta responden adalah fraktur Ha inidikarenakan
pasion fraktur paling banyak memenuhi kriteria,
penelitian. Kavakieristk lana pemakalan douwer
catheter peneliti membagi menjaditiga yaitu jangka
ppendek (4-7 har), jangka menengah (8-30 hari), dan
Jangka panjang (231 hari). Pada responden yang
tidak dilakukan bladder training paling banyak
enggunaan douwer catheter dalam jangka pendek,
‘dan untuk jangka panjang tidak ade, Pada
‘yang cilakukan bladder training paling banyak adalah
emakaian douwer catheterjangka menengah.
Dari hasil tabulasi data didapatkan jumiah
responden yang mendorita inkontinenola pada
responden yang dilakukan bladder training sejumlah
8 orang (40%), dan pada responden yang tidak
dilakukan bladder training 9 orang (42,85%).
Responden yang tidak menderita inkontinensia
sejumiah 12 orang (60%) untuk responden yang
0,05) yang berart tidak
ada perbedaan signifikan untuk kejadian
inkontinonsia pada responden. Selain tu, dikotahul
nila RR = 0,889, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kejadian inkontinensia antara responden yang
31 har) bladder
training bermantaat atau tidak dalam
inkontinensia tidak dapat diketanui. Hal ini
dikarenakan pada penelitian ini peneliti tidak
‘menemukan pasien dengan pemakaian douwer
‘catheter jangka lama yang tidak dlakukan bladder
training sebingga tidak dapat dibandingkan pasion
dengan pemakaian douwer catheter jangka lama
yang dilakukan bladder training.
Di RSUP Dr. Sardiito pelaksanaan bladder
training berbeda tiap bangsal. Ada bangsal yang
‘menerapkan bladder training pada semua pasiennya.
bankan banyak yang hanya pada pasion dengan
Iaiteria tertentu saja soperti pasien pembedahan
‘urogenital, pasion usialanjut, gangguan saraf dan
tulang punggung, dan penyakit lain yang biea
inkontinensia yang dalam peneiian
ini justra masuk dalam kriteria eksklusl. Bladder
train dilakukan yaitu dengan mengklem
Katooy Kembla fa psen merssakanseneea
ingin kencing kiem cibuka Kembali, lalu ditutup
Kembali setolah ar soni dalrkan ada pula yang setiap
‘dua jam kiom katctor dibuka kombali. Polakoanaan
bladder training sendiri berbeda-beda ada yang dua
Bladder Training dan
Responden yang Tidak Dilakukan Bladder Training di Bangsal Penyakit Dalam, Bedah Umum, dan
‘Orthoped RSUP Dr. Sardjto pada Bulan Mel-Junl 2006
‘Bladder taining) Bladder a AR,
Tazaninensia aT 7% 3 Tass —o505 Ona
Incontinorsia () 12 12(67,15%)
“Sumber: data primer MerJuni 2008
abel 2. Parhodean Kejadian Inkontines
pada Responden yang Dilakukan Rladdar Training dan Respondan
‘yang Tidak Dilakukan Bladder Training Berdaearkan Lama Pemakaian Oouwer Catheter di Bangsal Penyakit
Dalam, Bedah Umum, dan Orthoped! RSUP Dr. Sarjito pada Bulan Meliunl 2008
Lana pretaan a
a
nganerenan(esonen) sustriaing (3) $ oatr os
3 4
Jangka panjang ( > 31 hari) Bladder training (+) 1 2 -
‘Sumber data prinar Met an 2005
153IK. VoL.02Mo.08/September/2007
hari, sehari atau pada hari itu juga kateter dicabut
tergantung dari pasien apakah pasien sudah
merasakan sensasi ingin kencing atau belum
Padahal berdasarkan penelitian Gunahariati bledder
training yang dilakukan setiap hari semenjak dini
pemasangan kateter lebih efektif dalam mencegah
inkontinensia cibanaing bladder training sehari
sebelum kateter dlepas. Tidak ada prosedur tetap
yang jelas mengenai hal ini. Perawat melakukan
blader training hanya stes instruksi dokter, ade pula
yang melakukan atas inisiatit perawat bangsal
sendiri Data mengenai pelaksanaan bladder traning
dapat dilhat pada Tabel 4
Tabel 4. Pelaksanaan Bladder Training pada
Responden yang Dilakukan Bladder Training di
Bangeal Panyaklt Dalam, Bedah Umum. dan Orthoped!
'RSUP Dr. Sarto pada Bulan Mei- Juni 2006
——Fetaksanaan Bladder raining Jorslah
manjak pemasangan kateter 7
Bua hart eabalum kateter slopes i
Shar sebelum Katter diepas 2
‘24 Jam sebelum kateter dlepas 5
TOTAL 20
Bladder training adalah suatu tindakan untuk
rmelatin tonus otot vesica urinari agar berfungsisecara
normal: Untuk bladder training dengan indwoling
catheter digunakan untuk mencegah inkontinensia,
melatin kembali kekuatan dan kapasitas otot
kandung kemin yang berkurang atau tidak
berkontraksi sama sekali (atonia), yang dapat
‘muncul sebagai ekibat pemasangan indwelling cath-
‘eter jangka lama. Pada pasien yang terpasang
kateter dalam jangka waktu lama bladder training
iniharus ditakukan?
‘Agar otot kandung kemin tidak malas, kapasitas
den kokuatan kandung kemih tidak menurun maka
dilakukan bladder training dengan pengkleman
antara selang kateter dengan wadah urin secara
berkala (lebin baik 3-4am). Dengan mengklem
keteter maka kandung kemin dati menampung urin
ssecara teratur. Kekuatan dan kapasitas kandung
kemih akan meningkat secara gradual ketika
‘liakukan pengkleman katoter.*Pengkleman kateter
selama 3-4 jam berdasarkan tinjauan teor ditinjauan
pustaka didapatkan dari waktu fisiologis yang
Sibutuhkan untuk timbulnya sensasi ingin kencing.
‘Sensasi kencing akan kebanyakan dirasakan
muncul pada pengisian kandung kemih sebanyak
4150-300 ml, sedangkan laju pengisian urin di
kandung Kemin 1200 — 1500 co/ 24 jam atau 60
£63 cc! jam. Hal in berarti agar kandung kei teri
sebanyek 150- 300 ml dibutuhkan waktu 3 ~4 jam.
184
Hasil penelitian ini menunjukkan bat
av Hahn mean a
‘douwer catheter dalam mencegah inkontinensia,
mendukung hasil penelitian Bergman et al? yang
berjudul Bladder Training After Surgery for Stoss
Uninary Incotinence: is it necessary?. Bergman
melakukan penelitian pada 89 sampel wanita post
‘operasi untuk stress incontinence yang memakai
catheter supra pubic, dengan sampel yang terbagi
‘menjadi dua kelompok dan sengaja diberiperlakuan
yaitu pasien dengan bladder training dan tanpa blad-
der training. Didapatkan hasil bahwa bladder train-
jing tidak bermanfaat dalam menauranai berkemih
‘secara spontan atau stress urinary incontinence.
Dalam penelitian Bergmant juga didapatkan hasil
bahwa lama pemakaian kateter dan kejadian infeksi
{dak mempengaruhi Kejadian inkontinensia. Hal int
juga sesuai dengan hasil peneliian ini bahwa untuk
lama pemakaian tidak berpengaruh, Pada pemakaian
jangka pendek sampai menengah dilakukan blad-
der training atau tidak dilakukan hasiinya tidak ada
perbedaan yang berarti dalam hal inkontinensia,
‘sedangkan pada pemakaian kateter jangka lama