Abstrak
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemen seluler.
Inflamasi kronis dapat menyebabkan hiperresponsif saluran napas yang dapat menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk terutama pada malam hari atau dini hari yang
umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Wanita usia 31 tahun datang ke Unit Gawat
Darurat Rumah Sakit Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan keluhan sesak napas yang timbul jika cuaca
dingin dan debu, bertambah berat pada malam hari dan saat berbaring terlentang. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan suara napas vesikuler dengan ekspirasi memanjang yang disertai suara mengi. Pada pemeriksaan
obstetri dan USG abdomen ditemukan bahwa pasien sedang dalam keadaan hamil janin tunggal hidup dengan
usia kehamilan sesuai dengan 35 minggu 3 hari. Pasien didiagnosis dengan G1P1A0 hamil 35 minggu dengan
asthma bronkiale janin tunggal hidup presentasi kepala dan terapi direncanakan secara konservatif, dengan
memberikan O2 2-3 L/menit, IVFD RL 20 tpm, inj. dexamethason 5 mg/12 jam, salbutamol nebulizer /8 jam,
membatasi aktivitas/tirah baring, dan melakukan observasi tanda vital ibu, denyut jantung janin, tanda-tanda
inpartu. Pasien dirawat selama tiga hari dan diperbolehkan pulang setelah gejala asma menghilang dan
mendapatkan edukasi. [J Agromed Unila 2016. 3(1):1-6]
Korespondensi: Desti Wulan Handayani | Jl. P. Legundi, Gg. Mawar 55 Bandar Lampung | HP. 081539925788
e-mail: dezy_kren@yahoo.com
ASMA KEHAMILAN
PGE2 karena penggunaan PGE dapat level 5-12 mcg/ml). Untuk Asma persisten
merangsang bronkospasme.10 berat terapi pilihan adalah kortikosteroid
Pada saat pasca persalinan terapi inhalasi dosis tinggi ditambah β2-agonis
maintenance sudah dapat diberikan, inhalasi kerja lama Salmeterol dan
fisioterapi dapat dilakukan untuk membantu kortikosteroid oral bila diperlukan, sebagai
pengeluaran mucus dari dalam paru, terapi alternatif dapat menggunakan
latihan pernapasan juga dapat dilakukan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi ditambah
untuk mencegah atau meminimalisasi Teofilin (serum level 5-12 mcg/ml dan
atelektasis, dan pemberian ASI tidak steroid oral bila diperlukan.11
merupakan kontraindikasi meskipun ibu Pada penatalaksanaan jangka
mendapat antiasma termasuk prednison.10 panjang terdapat 2 hal yang penting
Pada saat terjadi serangan akut diperhatikan dokter yang terdiri dari (1)
asma penanganan secara aktif dapat tindak lanjut (follow-up) teratur dan (2)
dilakukan dengan melakukan hidrasi rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau
secara intravena, memberikan masker penanganan lanjut bila diperlukan. Kontrol
oksigen, melakukan pemeriksaan gas sebaiknya dilakukan secara teratur dan
darah, melakukan pengukuran FEV1, PEFR, terjadwal, dengan interval berkisar 1-6
pulse oximetry, fetal monitoring. bulan bergantung kepada keadaan asma.
Penanganan lini pertama adalah dengan Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa
menggunakan β-adrenergic agonis (sub- asma tetap dalam kondisi terkontrol dan
kutan, oral, inhalasi) dengan loading dose pengupayaan penurunan terapi dapat
4-6 mg per kgBB kemudian dilanjutkan dilakukan hingga seminimal mungkin.2
dengan dosis 0,8-1 mg/kgBB/jam sampai Rujuk kasus ke ahli paru sebaiknya
tercapai kadar terapeutik plasma yaitu dilakukan pada beberapa keadaan berikut
sebesar 10–20 µg/ml, dan metil- ini yaitu (1) tidak ada respons dengan
prednisolon 40-60 mg i.v. tiap 6 jam. Untuk pengobatan; (2) pada serangan yang
asma berat yang tidak berespons terhadap mengancam jiwa; (3) tanda dan gejala
terapi dalam 30–60 menit dimasukkan tidak jelas (atipik), atau masalah dalam
dalam kategori status asmatikus dan diagnosis banding, atau terdapat
penanganan secara aktif di ICU dengan komplikasi atau penyakit penyerta
intubasi dini, serta ventilasi mekanik.11 (komorbid); seperti sinusitis, polip hidung,
Dalam melakukan perencanaan dan aspergilosis (ABPA), rinitis berat, disfungsi
pengobatan jangka panjang penyakit asma pita suara, refluks gastro-esofagus; (4)
kelompok kerja American College of dibutuhkan pemeriksaan/uji lainnya di luar
Obstetricians and Gynecologists pada pemeriksaan standar, seperti uji kulit (uji
tahun 2008 merekomendasikan prinsip alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji
serta pendekatan pada terapi farmakologi provokasi bronkus, uji latih CET
asma pada kehamilan dan laktasi. Pada (Cardiopulmonary Exercise Test),
pengobatan asma intermiten terapi pilihan pemeriksaan bronkoskopi dan
2
adalah β2-agonis inhalasi kerja cepat sebagainya.
Salbutamol/Albuterol. Untuk pengobatan Asma berisiko menimbulkan
asma persisten ringan terapi pilihan adalah komplikasi pada janin yaitu kelahiran
steroid inhalasi dosis rendah yaitu prematur. Dalam menghadapi kasus
budesonid, dan sebagai terapi alternatif ancaman persalinan prematur ada 3
dapat dipakai kromolin, leukotrien reseptor penatalaksanaan yang mungkin dilakukan,
anatogonis, dan teofilin (serum level 5-12 yaitu konservatif dengan mempertahankan
mcg/ml). Untuk asma persisten sedang kehamilan sehingga janin dapat lahir se-
terapi pilihan adalah steroid inhalasi dosis aterm mungkin, menunda persalinan
rendah ditambah β2-agonis inhalasi kerja selama 2-3 hari untuk memberikan
lama salmeterol, kortikosteroid inhalasi akselerasi pematangan pada paru janin,
dosis menengah, atau kortikosteroid atau membiarkan terjadi persalinan.
inhalasi dosis menengah ditambah β2- Apabila tidak terdapat kontraindikasi
agonis inhalasi kerja lama Salmeterol, dan terhadap ibu maupun janin dan indeks
sebagai terapi alternatif dapat tokolitik <8 maka sebaiknya kehamilan
menggunakan kortikosteroid inhalasi dosis dapat dipertahakan hingga se-aterm
rendah atau menegah ditambah leukotrien mungkin, dengan memberikan obat tokolitik
reseptor anatogonis atau teofilin (serum untuk mengurangi kontraksi uterus.