Anda di halaman 1dari 58

362.

11
Ind
p

Pedoman Dinas Kesehatan


dalam Pembinaan
Puskesmas

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


2020

1
-

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 6
A. LATAR BELAKANG........................................................................ 6
B. TUJUAN......................................................................................... 9
C. RUANG LINGKUP.......................................................................... 9
D. SASARAN....................................................................................... 9
BAB II PEMBINAAN PUSKESMAS.................................................................... 11
A. TUJUAN PEMBINAAN PUSKESMAS ............................................ 11
B. KONSEP PEMBINAAN PUSKESMAS............................................. 12
C. PRINSIP PEMBINAAN..................................................................... 15
D. LANGKAH-LANGKAH PEMBINAAN.............................................. 16
E. OUTPUT DAN OUTCOME PEMBINAAN........................................ 32
F. KETERKAITAN ANTARA TPT, PEMBINA PROGRAM DAN TIM 33
PENINGKATAN MUTU DINAS KESEHAAN KABUPATEN/KOTA..
G. PERAN KEMENTERIAN KESEHATAN DAN DINAS KESEHATAN 35
PROVINSI DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN DINAS
KESEHATAN KABUPATEN/KOTA MELAKUKAN PEMBINAAN
PUSKESMAS...................................................................................
BAB III PUSKESMAS SEBAGAI PERCONTOHAN............................................ 37
A. TUJUAN PUSKESMAS SEBAGAI PERCONTOHAN...................... 37
B. KRITERIA PUSKESMAS SEBAGAI PERCONTOHAN.................... 37
C. PEMBENTUKAN PUSKESMAS SEBAGAI PERCONTOHAN......... 40
BAB IV MONITORING DAN EVALUASI PEMBINAAN KE PUSKESMAS.......... 43
A. INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI PEMBINAAN KE 43
PUSKESMAS...................................................................................
B. PENILAIAN HASIL PEMBINAAN..................................................... 44
BAB V PENUTUP............................................................................................... 46
LAMPIRAN I. INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI PEMBINAAN KE
PUSKESMAS
LAMPIRAN II. CONTOH INSTRUMEN PEMANTAUAN PEMBINAAN
PUSKESMAS
LAMPIRAN III. CONTOH INSTRUMEN PEMANTAUAN PROSE PEMBINAAN
TERPADU PUSKESMAS YANG DILAKUKAN DINKES KABUPATEN/KOTA

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional mengamanatkan bahwa seluruh masyarakat berhak mendapatkan
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan. Dalam rangka memenuhi hal tersebut pemerintah berkomitmen
meningkatkan akses pelayanan kesehatan melalui implementasi Universal
Health Coverage (UHC) dengan cara menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan primer dan rujukan yang mencukupi dan bermutu.
Tantangan pembangunan kesehatan saat ini adalah penguatan pelayanan
kesehatan primer sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan
primer mencakup penguatan “akses” dan “kualitas”, yang dibuktikan dengan
membaiknya mutu pelayanan kesehatan yang didukung dengan ketersediaan
sumber daya seperti sarana, prasarana, peralatan dan logistik kesehatan serta
tenaga dan anggaran kesehatan.
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan primer memiliki peran
yang sangat penting karena menjadi garda terdepan dalam pemberian
pelayanan kesehatan di Indonesia. Puskesmas menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Agar dapat menjalankan
fungsinya secara optimal, Puskesmas perlu dikelola dengan baik, meliputi
sumber daya yang digunakan, proses pelayanan dan kinerja pelayanan. Saat ini
masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu serta
dapat menjawab kebutuhan mereka. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu
pelayanan perlu diterapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
komprehensif kepada masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai
subyek pembangunan kesehatan.
Mutu pelayanan menjadi hal penting untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat pada pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dalam upaya
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, Kementerian Kesehatan telah
menetapkan akreditasi sebagai cara untuk memperbaiki kualitas pelayanan
7
kesehatan secara bertahap dan berkesinambungan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama. Akreditasi juga telah ditetapkan menjadi indikator strategis pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2020 – 2024.
Berdasarkan data Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
sebagai Lembaga Penyelenggara Akreditasi FKTP per 31 Desember 2019, dari
10.134 Puskesmas di seluruh Indonesia, sudah ada 9.135 (90,1%) Puskesmas
yang telah terakreditasi. Namun untuk distribusi tingkat kelulusan masih
didominasi madya dan dasar, dengan tingkat pencapaian berturut-turut 2.177
(24%) dasar, 5.068 (55%) madya, 1.669 (18%) utama, dan 239 (3%) paripurna.
Dari capaian akreditasi Puskesmas tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat
kelulusan paripurna untuk Puskesmas masih sangat kecil persentasenya. Faktor
penyebab sebagian besar Puskesmas masih lulus di tingkat dasar dan madya
adalah penyusunan perencanaan Puskesmas yang belum berbasis pada hasil
evaluasi kinerja. Implementasi manajemen Puskesmas sebagaimana dituangkan
dalam Permenkes Nomor 44 tahun 2016 tentang Manajemen Puskesmas belum
dilaksanakan secara optimal dan belum berdasarkan siklus perbaikan kualitas
Plan-Do-Check-Act atau PDCA.
Perencanaan yang baik di tingkat Puskesmas akan menjadi fondasi dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan Puskesmas. Melalui perencanaan,
permasalahan yang dihadapi oleh banyak Puskesmas seperti pemenuhan
sumber daya akan dapat teridentifikasi dan diusulkan pemenuhannya ke dinas
kesehatan kabupaten/kota. Dari data Aplikasi Sarana Prasarana Alat Kesehatan
(ASPAK) per Desember 2019, hanya 7.105 Puskesmas yang nilai akumulasi
pemenuhan sarana, prasarana dan alatnya terhadap standar di atas 60%. Dari
aspek pemenuhan sumber daya manusia, berdasarkan data Badan PPSDM
Kesehatan per 31 Desember 2019, dari 10.134 Puskesmas yang terdata, hanya
3.211 (31, 78%) Puskesmas yang terpenuhi 9 jenis tenaga kesehatan sesuai
Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
Sedangkan berdasarkan hasil Rifaskes 2019, sebanyak 5,7% puskesmas rawat
inap dan 5% Puskesmas non rawat inap di kawasan perkotaan; 2,9%
Puskesmas rawat inap dan 5,6% Puskesmas non rawat inap di kawasan
perdesaan; dan 0,9% Puskesmas rawat inap dan 1% Puskesmas non rawat inap
di kawasan terpencil/sangat terpencil memiliki jenis tenaga kesehatan yang
sesuai standar. Hasil Rifaskes 2019 menunjukkan baru 79,4% Puskesmas yang
memiliki ketersediaan obat dan vaksin sesuai standar. Puskesmas yang masih
8
belum terpenuhi sumber daya sesuai standar ini perlu diidentifikasi dan menjadi
prioritas dalam perencanaan di tingkat Puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Pada aspek pendanaan, saat ini Puskesmas menerima dana dari berbagai
sumber seperti dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dana kapitasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dana operasional rutin dari pemerintah
daerah kabupaten/kota dan dana lainnya. Hal ini menjadi sebuah peluang untuk
mendorong pencapaian target kinerja Puskesmas sehingga harus dioptimalkan
agar pemanfaatannya efektif dan efisien. Namun saat ini, besarnya pendanaan di
Puskesmas belum diiringi dengan kinerja optimal di Puskesmas. Hasil temuan
Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pemanfaatan dana kapitasi oleh
Puskesmas menyimpulkan bahwa perubahan kualitas pelayanan kesehatan dan
kualitas manajemen Puskesmas secara keseluruhan belum terlihat nyata dengan
diterimanya dana kapitasi JKN oleh Puskesmas.
Kinerja Puskesmas akan berpengaruh terhadap kinerja dinas kesehatan
kabupaten/kota karena Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
dinas kesehatan kabupaten/kota. Berdasarkan data Riset Fasilitas Kesehatan
(Rifaskes) tahun 2011, dukungan dinas kesehatan kabupaten/kota ke
Puskesmas berada dalam rentang 18% sampai 61%. Persentase dukungan
terbesar yaitu untuk upaya kesehatan anak dan pencegahan dan pengendalian
penyakit sebesar 61%, sedangkan persentase dukungan paling rendah yaitu
untuk upaya kesehatan lingkungan sebesar 18%. Dari hasil tersebut
mengindikasikan bahwa belum semua dinas kesehatan kabupaten/kota mampu
memberikan bimbingan dan pembinaan teknis kepada Puskesmas di wilayah
kerjanya secara optimal.
Pembinaan teknis dinas kesehatan kabupaten/kota ke Puskesmas dalam
upaya pencapaian target kinerja harus memperhatikan aspek biologi, psikologi,
sosial, kultural masyarakat yang ada di wilayah kerjanya, dengan mengutamakan
upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Untuk
itu perlu mekanisme pembinaan yang dapat memadukan seluruh program ke
seluruh Puskesmas secara efektif dan efisien.
Keberhasilan pembinaan ke Puskesmas dapat dinilai antara lain dari
peningkatan kualitas Puskesmas, peningkatan Indeks Keluarga Sehat (IKS)
wilayah, yang mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM)
kabupaten/kota dan terbentuknya Puskesmas sebagai percontohan yang dapat

9
menjadi rujukan pembelajaran Puskesmas lain untuk perbaikan kualitas
pelayanan.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tersedianya acuan bagi dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota dalam
melakukan pembinaan secara berjenjang sesuai dengan kewenangannya.

2. Tujuan Khusus
a) Tersedianya mekanisme pembinaan kepada Puskesmas dari dinas
kesehatan kabupaten/kota dan provinsi secara terpadu dan
berkesinambungan.
b) Tersedianya mekanisme pengembangan Puskesmas sebagai
percontohan yang akan menjadi model bagi pembinaan dinas kesehatan
kabupaten/kota dan pembelajaran bagi Puskesmas lain di kabupaten/kota
tersebut.
c) Tersedianya mekanisme monitoring dan evaluasi pembinaan ke
Puskesmas

C. RUANG LINGKUP
1. Konsep pembinaan Puskesmas oleh Tim Pembina Cluster Binaan di dinas
kesehatan kabupaten/kota, dan Tim Pembina Wilayah di dinas kesehatan
provinsi.
2. Indikator kualitas dan keberhasilan pembinaan Puskesmas melalui
pembinaan secara berjenjang di kabupaten/kota, tingkat provinsi dan
nasional.
3. Puskesmas sebagai percontohan yang akan menjadi model, bagi pembinaan
dinas kesehatan kabupaten/kota dan pembelajaran dalam proses replikasi
bagi Puskesmas lain di kabupaten/kota tersebut.

10
D. SASARAN
1. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, penanggung jawab dan pelaksana
program serta pengelola sumber daya di dinas kesehatan kabupaten/kota
sebagai Tim Pembina Cluster Binaan di tingkat kabupaten/kota.
2. Kepala Puskesmas dan seluruh petugas Puskesmas.
3. Kepala dinas kesehatan provinsi, penanggung jawab dan pelaksana program
serta pengelola sumber daya di dinas kesehatan provinsi sebagai Tim
Pembina Wilayah di tingkat provinsi.
4. Penanggung jawab program di Kementerian Kesehatan.
5. Lintas sektor terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

11
BAB II
PEMBINAAN PUSKESMAS

Pencapaian tujuan pembinaan dan pengembangan Puskesmas sejalan dengan


upaya reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
Organisasi yang ideal dari aspek struktur organisasi harus bersifat dinamis yang
dapat beradaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan internal dan eksternal
secara responsif dan antisipatif. Selain aspek struktur di atas, proses yang terjadi di
dalam organisasi juga merupakan aspek yang sangat penting untuk analisis
organisasi tersebut. Proses organisasi merupakan gambaran berlangsungnya seluruh
aktivitas organisasi untuk menciptakan dan memelihara rantai nilai (value chain)
dalam rangka mencapai tujuan utama secara dinamis. Dengan demikian, di dalam
proses organisasi seluruh aktivitas dan interaksi elemen-elemen organisasi harus
memiliki keselarasan (alignment) satu sama lain.
Muara reformasi birokrasi tercermin dalam peningkatan kualitas pelayanan
publik. Peningkatan kualitas pelayanan publik tersebut menekankan pada
pemenuhan standar pelayanan, baik dalam bentuk standar pelayanan kesehatan
dasar sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan dan regulasi turunannya, maupun Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan.

A. TUJUAN PEMBINAAN PUSKESMAS

1. Meningkatnya kepatuhan Puskesmas dalam merencanakan, menerapkan,


dan mengevaluasi kinerja Puskesmas sebagai pemberi pelayanan publik
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Meningkatnya akses dan kualitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat di wilayah kerja Puskemas.
3. Tercapainya target indikator kinerja Puskesmas yang berkontribusi pada
pencapaian SPM bidang kesehatan kabupaten/kota dan indikator kesehatan
di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional secara berjenjang.
4. Terwujudnya satu Puskesmas sebagai percontohan di setiap kabupaten/kota
yang dilengkapi mekanisme terpadu, dan mereplikasikannya ke seluruh
Puskesmas yang ada di masing-masing kabupaten/kota.

12
B. KONSEP PEMBINAAN PUSKESMAS
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, kesehatan merupakan urusan pemerintahan yang bersifat
konkuren dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah
pusat memiliki kewenangan dalam menetapkan Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria (NSPK) serta pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Mengingat kesehatan
merupakan pelayanan dasar yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah,
maka pemerintah daerah memprioritaskan pelaksanaan urusan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar ini dengan berpedoman pada standar
pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dinas kesehatan kabupaten/kota memprioritaskan penyelenggaraan
urusan bidang kesehatan yang merupakan pelayanan dasar dengan
berpedoman pada SPM kabupaten/kota bidang kesehatan sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar
Pelayanan Minimal dan bertanggung jawab dalam upaya pencapaiannya.
Adapun acuan teknis pelaksanaan SPM tersebut telah dirumuskan dalam
Permendagri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar Pelayanan
Minimal dan Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan. Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam mengemban tugas ini
mendelegasikan sebagian wewenang kepada Puskesmas sebagai unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga keberhasilan kinerja
Puskesmas mempengaruhi tercapainya pelayanan sesuai SPM. Oleh sebab itu,
menjadi tugas dinas kesehatan kabupaten/kota dalam memperbaiki kinerja
Puskesmas melalui pembinaan yang dilaksanakan secara terpadu dan
berkesinambungan. Pembinaan ke Puskesmas bukan hanya dalam rangka
pencapaian SPM, melainkan juga untuk menjamin tercapainya cakupan
pelayanan kesehatan semesta bagi seluruh masyarakatnya dan kualitas
pelayanan yang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pembinaan yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota selama
ini cenderung bersifat sektoral oleh masing-masing bidang di dinas kesehatan.
Pembinaan tersebut tidak efektif dan efisien, karena beberapa program pada
dasarnya memiliki keterkaitan satu sama lain, baik dari sisi sumber daya yang
digunakan, proses yang dilakukan, maupun output yang diharapkan. Disamping
itu, keterbatasan sumber daya di dinas kesehatan kabupaten/kota yang
13
melakukan pembinaan dan sumber daya di Puskesmas sebagai pelaksana
program, membutuhkan strategi khusus dalam pelaksanaan pembinaan teknis
agar tujuan yang diharapkan tercapai. Untuk itu pola pembinaan yang dilakukan
oleh dinas kesehatan kabupaten/kota kepada Puskesmas harus terpadu,
terintegrasi antar program dan berkesinambungan. Dengan demikian pembinaan
yang dilakukan oleh setiap program seharusnya merupakan bagian dari
pembinaan terpadu dinas kesehatan kabupaten/kota terhadap Puskesmas.

C. PRINSIP PEMBINAAN
Prinsip yang diterapkan dalam pembinaan Puskesmas mencakup:
1. Komitmen
Komitmen dapat diartikan perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu.
Hal ini dapat diartikan bahwa setiap orang/pihak/institusi wajib berkomitmen
terhadap pembinaan Puskesmas. Adanya komitmen ini sangat diperlukan
mulai dari tingkat pimpinan/pengambil keputusan di pemerintahan
kabupaten/kota, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan lintas sektor yang
terkait untuk melakukan pembinaan Puskesmas. Komitmen ini merupakan
salah satu komponen yang dapat menjamin kesinambungan kegiatan.
2. Kualitas
Pembinaan Puskesmas diarahkan untuk meningkatkan kualitas SDM
Puskesmas, yang meliputi kinerja dan hasil pelayanannya. Kualitas tenaga
sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Dengan
meningkatnya kualitas tenaga Puskesmas diharapkan akan tercermin dalam
kinerja sehari-hari di tempat kerja. Peningkatan kinerja ini akan
mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan menjadi lebih baik sehingga
akan memperbaiki citra Puskesmas di masyarakat.
3. Kerja tim
Pembinaan Puskesmas mendorong adanya kerjasama kelompok (team work)
antar tenaga kesehatan (perawat, bidan, dokter, dan tenaga kesehatan
lainnya) dan nonkesehatan. Kerjasama tim merupakan salah satu penentu
keberhasilan pembinaan Puskesmas.
4. Pembelajaran berkelanjutan
Pembinaan Puskesmas mendorong terjadinya pembelajaran berkelanjutan di
Puskesmas binaan yang memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya, sehingga dapat mengikuti perkembangan
IPTEK.
14
5. Efektif dan efisien
Pembinaan Puskesmas dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pembinaan
yang dilakukan secara efektif dan efisien akan memengaruhi hasil pelayanan
kesehatan, apalagi sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya
terbatas. Selain pembinaan mutu yang diberikan secara efektif dan efisien
harus juga diikuti dengan monitoring dan evaluasi yang dapat meminimalkan
kesalahan-kesalahan dengan kejelasan tugas memungkinkan setiap anggota
tim pembina terpadu fokus pada area yang telah ditetapkan.

D. PEMBINAAN PUSKESMAS OLEH DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA


Pembinaan secara terpadu dan terintegrasi di dinas kesehatan
kabupaten/kota dilaksanakan oleh Tim Pembina Cluster Binaan (TPCB) yang
dapat disebut sebagai Tim Pembina Terpadu (TPT) kabupaten/kota. Tim ini
merupakan representasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota dalam
menjalankan fungsi pembinaan termasuk bimbingan, dan pendampingan. Tim
terdiri atas perwakilan sekretariat dinas dan seluruh bidang di dinas kesehatan
kabupaten/kota. Pembinaan terpadu dilakukan dengan membagi habis
Puskesmas yang ada di wilayah kabupaten/kota ke dalam beberapa cluster
binaan sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya yang ada di
dinas kesehatan kabupaten/kota. Selanjutnya setiap TPCB melakukan
pembinaan kepada Puskesmas yang ada dalam cluster binaannya.
Bentuk pembinaan yang dilakukan oleh TPCB harus sesuai dengan lingkup
permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing Puskesmas dalam konteks
konsep kewilayahan. Pembinaan dapat berbentuk peningkatan kemampuan
teknis dan manajerial. Peningkatan kemampuan teknis dilakukan agar
Puskesmas memiliki kemampuan dalam pemberian pelayanan yang bermutu
pada Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), Upaya Kesehatan Perseorangan
(UKP) dan pelayanan pendukungnya yaitu kefarmasian, laboratorium,
keperawatan kesehatan masyarakat, dan Progam Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Peningkatan kemampuan manajerial diberikan
agar Puskesmas mampu melakukan pengelolaan sumber daya dan program
secara efektif dan efisien melalui proses manajemen Puskesmas.
Keberhasilan dinas kesehatan kabupaten/kota dalam melaksanakan
pembinaan kepada Puskesmas tentunya tidak terlepas dari peran dinas
kesehatan provinsi dan Kementerian Kesehatan dalam melakukan pembinaan
dan pengawasan secara berjenjang terhadap dinas kesehatan kabupaten/kota.
15
Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengawasan dan pembinaan pelaksanaan
SPM Bidang Kesehatan dapat diserahkan sepenuhnya kepada provinsi oleh
Kementerian Kesehatan. Provinsi diberi kewenangan untuk memberikan sanksi
bagi kabupaten/kota berkaitan dengan pelaksanaan SPM seperti yang
diamanatkan pasal 68 pada Undang-Undang nomor 23 tahun 2014.

Pembinaan Puskesmas oleh dinas kesehatan kabupaten/kota dapat


dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pembagian Cluster Binaan dan Pembentukan Tim Pembina Cluster
Binaan
Untuk menetapkan cluster binaan, dinas kesehatan kabupaten/kota
mengadakan pertemuan internal yang dipimpin oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dan dikoordinasikan oleh bagian sekretariat dinas kesehatan
kabupaten/kota. Pertemuan internal tersebut dihadiri oleh seluruh pejabat
struktural untuk menyepakati kriteria pembagian cluster binaan. Output dari
pertemuan ini adalah terbentuknya cluster binaan dan TPCB di
kabupaten/kota.
a. Pembagian cluster Binaan
1) Pembagian cluster binaan harus berdasarkan kesepakatan seluruh
bidang yang ada di dinkes kabupaten/kota yang dipimpin oleh kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota.
2) Untuk menentukan kriteria pembentukan kelompok, dapat
menggunakan salah satu maupun kombinasi dari kriteria-kriteria
berikut:
a) Cluster binaan berdasarkan akses, kondisi geografis dan
transportasi. Satu cluster binaan terdiri dari beberapa Puskesmas
yang letaknya berdekatan dan mudah diakses satu sama lain.
b) Cluster binaan berdasarkan sumber daya di dinkes
kabupaten/kota, misalnya jumlah bidang atau jumlah SDM di dinas
kesehatan Kabupaten/Kota.
c) Cluster binaan berdasarkan ketersediaan dana operasional.
Apabila dana operasional di dinas kesehatan tidak terlalu besar
maka jumlah cluster binaan sebaiknya menyesuaikan dengan
ketersediaan dana yang tidak terlalu banyak.

16
d) Cluster binaan berdasarkan capaian kinerja Puskesmas (Penilaian
Kinerja Puskesmas) pada tahun sebelumnya. Satu cluster binaan
terdiri atas beberapa Puskesmas yang nilai Penilaian Kinerja
Puskesmasnya berbeda-beda.
e) Cluster binaan berdasarkan permasalahan kesehatan di cluster
binaan. Satu cluster binaan terdiri dari beberapa Puskesmas yang
memiliki permasalahan kesehatan yang sama di wilayahnya
sehingga mudah dalam melakukan intervensi untuk memecahkan
permasalahan kesehatan.
3) Semua Puskesmas yang ada di kabupaten/kota dibagi habis ke dalam
cluster binaan.

Manfaat Pembagian Cluster Binaan


1) Pembagian cluster binaan ditujukan agar semua Puskesmas
mendapatkan pembinaan terpadu dari dinas kesehatan
kabupaten/kota dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembinaan
dari dinas kesehatan kabupaten/kota.
2) Pembentukan cluster binaan dilakukan agar pembinaan yang
dilakukan lebih terarah, merata dan mencakup semua Puskesmas di
wilayah kabupaten/kota. Selain itu, setiap cluster binaan memiliki
penanggung jawab dari dinas kesehatan kabupaten/kota. Pembinaan
tersebut harus memiliki indikator keberhasilan kinerja, baik dari sisi
dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai pembina maupun dari sisi
Puskemas sebagai objek yang dibina.

Cluster Bugenvil
Cluster Anggrek
Cluster Cempaka

Cluster Dahlia
Cluster Edelweis

Gambar 1. Contoh Pembagian Cluster Binaan

17
b. Pembentukan Tim Pembina Cluster Binaan (TPCB)
1) Jumlah TPCB disesuaikan dengan jumlah cluster binaan yang
disepakati ataupun sebaliknya.
2) Struktur TPCB terdiri atas:
a) penanggung jawab: kepala dinas kesehatan kabupaten/kota;
b) ketua: Eselon III dinas kesehatan kabupaten/kota; dan
c) anggota: terdiri dari kepala seksi atau staf di dinas kesehatan
kabupaten/kota. Anggota TPCB dapat ditambah dari UPT dinas
kesehatan kabupaten/kota lainnya, sesuai kebutuhan pembinaan.
3) Ketua TPCB harus memiliki:
a) pengetahuan terhadap konsep Puskesmas
b) kemampuan kepemimpinan/leadership
c) kemampuan pembinaan teknis atau manajemen
Ketua tim bertanggung jawab langsung kepada kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota.
4) Komposisi anggota TPCB terdiri atas kepala seksi dan pelaksana/
penanggung jawab program yang disebar merata ke dalam cluster
binaan. Seluruh staf teknis dan manajemen yang berada di dalam
struktur bidang dan sekretariat dinas kesehatan kabupaten/kota,
ditetapkan sebagai anggota tim pembina.
5) Para penanggung jawab program meskipun berada dalam tim
pembina, namun tetap bertanggung jawab pada masing-masing
programnya.
6) Keanggotaan tim pembina ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
(SK) dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

Contoh pembagian tim dan cluster binaan berdasarkan jumlah bidang di


dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai berikut:
Jika di dinkes kabupaten “X” terdapat 4 bidang dan 1 sekretariat, maka
komposisi, susunan TPCB di Puskesmas dan pembagian cluster binaan
digambarkan pada tabel di bawah ini. Posisi Kasubag/Kepala
Seksi/Jabatan Fungsional (JF) dalam satu cluster binaan tidak berasal dari
unit yang sama.

18
Tabel 1. Contoh Daftar Keanggotaan Tim Pembina Cluster Binaan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas

POSISI POSISI POSISI POSISI


NAMA POSISI
BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG
CLUSTER SEKRETARIAT
YANKES P2 KESMAS SDK

Anggota
CLUSTER Anggota Anggota Anggota
Ketua (Kabag) (Seksi/
ANGGREK (Seksi/ JF) (Seksi/ JF) (Seksi/ JF)
JF)

CLUSTER Anggota
Anggota Ketua Anggota Anggota (Seksi/
BUGENVIL
(Kasubag/ JF) (Kabid) (Seksi/ JF) (Seksi/ JF) JF)
*
Anggota
CLUSTER Anggota Anggota Ketua Anggota (Seksi/
CEMPAKA (Kasubag/ JF) (Seksi/ JF) (Kabid) (Seksi/ JF) JF)

Anggota
CLUSTER Anggota Anggota Anggota Ketua (Seksi/
DAHLIA (Kasubag/ JF) (Seksi/ JF) (Seksi/ JF) (Kabid) JF)

CLUSTER Anggota Anggota Anggota Anggota Ketua


EDELWEIS (Kasubag/ JF) (Seksi/ JF) (Seksi/JF) (Seksi/ JF) (Kabid)
*Cluster Bugenvil adalah cluster binaan yang di dalamnya termasuk Puskesmas yang
akan dikembangkan menjadi Puskesmas sebagai percontohan.

Seluruh TPCB harus memiliki kemampuan kepemimpinan, manajerial dan


teknis program sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Adapun
pengetahuan yang harus dikuasai oleh TPCB yaitu pengetahuan dasar tentang:
1. Tugas pokok dan fungsi organisasi dinas kesehatan kabupaten/kota
2. Kebijakan nasional dan kebijakan pelaksanaannya di provinsi dan
kabupaten/kota
3. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota
4. Manajemen Puskesmas
5. Konsep rujukan UKM dan UKP secara horisontal maupun vertikal
6. Peningkatan mutu pelayanan Puskesmas
7. Analisis data dan informasi
8. Teknik komunikasi dan pembinaan

19
Pengetahuan dasar tersebut dapat diperoleh melalui peningkatan kompetensi
berupa pengenalan program, pelatihan teknis, maupun workshop atau on the job
training mengenai program, manajemen Puskesmas, kemampuan komunikasi
dan kepemimpinan. Selain pengetahuan dasar, masing-masing TPCB harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai terkait NSPK dan
manajemen program masing-masing.

2. Pengorganisasian Tim Pembina Cluster Binaan (Pembagian Peran,


Tugas & Fungsi)
a. Pengenalan peran, tugas dan fungsi antar bidang dan sekretariat
Pengenalan peran, tugas dan fungsi antar bidang dan sekretariat dalam
organisasi dinas kesehatan kabupaten/kota dilakukan oleh kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan peraturan daerah tentang
organisasi dinas kesehatan kabupaten/kota masing-masing. Hal ini
bertujuan agar semua angota tim mengetahui tupoksi sesuai SOTK
maupun tupoksi terintegrasi dalam tim.
Sebagai contoh, pengenalan tugas dan fungsi sekretariat dan bidang
dalam dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai berikut:
1) Sekretariat dinas kesehatan kabupaten/kota, tupoksi sesuai Struktur
Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yaitu:
a) Pengelolaan data dan informasi
(1) Menerima laporan bulanan, triwulanan, semester, tahunan
dan laporan sewaktu dari Puskesmas, termasuk laporan hasil
surveilans epidemiologi, laporan hasil survei, dan laporan lain.
Laporan harus diterima tepat waktu sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2) Data laporan dikompilasi, diolah, dianalisis secara terpadu
bersama dengan lintas program dan didistribusikan kembali
ke lintas program.
(3) Mengompilasi data pencapaian SPM kesehatan
kabupaten/kota, sebagai bahan informasi yang akan
digunakan dalam forum pembahasan lintas program dan lintas
sektor. Data harus diterima tepat waktu sesuai ketentuan yang
berlaku.
b) Pengelolaan sumber daya
20
(1) Memantau dan mengevaluasi ketersediaan dan kebutuhan
sumber daya (3 M: Man, Money, Method) dan operasional
dinas kesehatan kabupaten/kota dan Puskesmas.
(2) Mengetahui kebutuhan sesuai standar ketersediaan sumber
daya dan upaya mengatasinya.
(3) Pengelolaan SDM di dinas kesehatan kabupaten/kota dan
Puskesmas dalam rangka:
(a) Meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga,
(b) Mengusulkan tambahan tenaga dalam jenis, jumlah dan
kompetensi sesuai kebutuhan
(c) Persebaran dan pemerataan tenaga
(4) Inventarisasi asset, penambahan dan pengadaan baru,
pemeliharaan, perbaikan dan penggantian, untuk mendukung
penyelenggaraan program-program.

Tupoksi sekretariat dinas kesehatan kabupaten/kota di atas adalah


sebagai contoh, sedangkan untuk pelaksanaan di lapangan
menyesuaikan dengan peraturan daerah masing-masing tentang
SOTK.

2) Kepala bidang dan seksi-seksi di dinas kesehatan kabupaten/kota,


Tupoksi sesuai SOTK:
a) Mempelajari hasil kompilasi data laporan semua Puskesmas dan
melaporkannya kepada sekretaris dinas kesehatan kabupaten/kota
yang selanjutnya akan diolah dan dengan arahan bidang masing-
masing dianalisis untuk bahan pembahasan dalam forum lintas
program di dinas kesehatan kabupaten/kota.
b) Mengidentifikasi:
(1) Faktor-faktor pendukung atas keberhasilan pencapaian kinerja
program sekaligus mengidentifikasi faktor penyebab dan latar
belakang masalah atas kesenjangan pencapaian target
kinerja program.
(2) Mengidentifikasi kemungkinan terjadi missed opportunity pada
target sasaran yang tidak terjangkau pelayanan secara
lengkap.

21
c) Persiapan bahan, merencanakan dan melaksanakan pembinaan
terkait program teknis.

Tupoksi bidang di dinas kesehatan kabupaten/kota di atas adalah


sebagai contoh, sedangkan untuk pelaksanaan di lapangan
menyesuaikan dengan peraturan daerah masing-masing tentang
SOTK.
Adapun bidang yang bertanggung jawab dalam pembinaan pelayanan
kesehatan Puskesmas mengetuai cluster binaan yang di dalamnya
terdapat Puskesmas yang akan dikembangkan menjadi Puskesmas
sebagai percontohan.

3) Tugas integrasi sekretariat dan bidang dalam TPCB:


a) menyelenggarakan pertemuan internal TPCB yang menjadi
tanggung jawabnya secara berkala, untuk membahas laporan
kinerja cluster binaan dan tindak lanjutnya
b) Melaksanakan visitasi ke cluster binaan
c) Mempersiapkan materi pertemuan lintas program terpadu dinas
kesehatan kabupaten/kota dan materi lokakarya TPCB, dari hasil
analisis laporan Puskesmas serta informasi lainnya
d) Membahas dalam forum keterpaduan lintas program:
 Informasi dari laporan Puskesmas dan lainnya, simpulan hasil
analisis, faktor pendukung dan penghambat
 Temuan-temuan hasil simpulan laporan kinerja program dan
rumusan tindak-lanjutnya sebagai tindakan koreksi (corrective
action) di tingkat kabupaten/kota
e) Menyimpulkan hasil dan merumuskan langkah-langkah perbaikan
dan peningkatannya dalam pembinaan. Langkah perbaikan
dirumuskan secara spesifik di setiap cluster binaan

b. Pengenalan NSPK oleh masing-masing Kepala Bidang


Kegiatan ini difasilitasi kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, dan
sebaiknya didampingi Tim Pembina dari Provinsi. Semua anggota TPCB
harus memahami peraturan ataupun pedoman/standar yang terkait
dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama/primer.

22
c. Pengenalan program dan manajemen sumber daya
Kegiatan ini dilakukan oleh masing-masing kepala bidang yang difasilitasi
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, dan sebaiknya didampingi Tim
Pembina dari provinsi:
1) Menyajikan program masing-masing yang menjadi tanggung
jawabnya.
2) Menjelaskan posisinya saat ini dalam pencapaian target kinerja
melalui pendekatan yang dilakukan.
3) Mengidentifikasi kejadian missed opportunity untuk keterpaduan lintas
program.
4) Menjelaskan perlunya keterpaduan program-program untuk
keberhasilan pencapaian hasil program bagi kelompok sasaran yang
menjadi target bersama, dalam upaya memenuhi kebutuhan
pelayanan pada setiap tahapan siklus hidup, dengan kejelasan peran,
tugas dan fungsi dari masing-masing bidang, seksi dan pelaksana
pelayanan.
5) Menjelaskan bagaimana keterpaduan antar program dibangun,
dilaksanakan, dipantau, dibina, dinilai dampaknya, terhadap kesehatan
target sasaran.
6) Menjelaskan adanya peluang untuk membangun kerjasama terpadu
dengan lintas sektor terkait.
7) Semua data diperoleh akan digunakan sebagai bahan penyusunan
rumusan perbaikan/ peningkatannya.

d. Peningkatan kemampuan dalam mengolah dan menganalisis data

Data dan hasil analisis data tersebut merupakan dasar dalam


pelaksanaan pembinaan pada cluster binaan yang sudah ditentukan.

23
Adapun tugas ketua dan anggota TPCB antara lain sebagai berikut:
Tabel 2. Contoh Pembagian Tugas Ketua dan Anggota TPCB
Ketua Tim Anggota
1. Memimpin anggota tim untuk 1. Membuat jadwal pembinaan
mempelajari kembali rencana sesuai arahan ketua tim dan
pembinaan yang telah disusun dan kesepakatan bersama
membuat penjadwalan pembinaan
bersama
2. Menjelaskan kembali tujuan pembinaan 2. Memahami tujuan pembinaan
terpadu dan mensosialisasikan kepada terpadu
anggota tim
3. Memutuskan prioritas dan strategi 3. Menyusun prioritas dan strategi
pembinaan cluster binaan bersama pembinaan cluster sesuai arahan
angota tim ketua tim
4. Mengkoordinasikan anggota tim untuk 4. Menyiapkan bahan pembinaan
melaksanakan rencana pembinaan dan menyerahkan bahan ke
sesuai jadwal yang telah disepakati ketua tim. Bahan pembinaan
berdasarkan urutan prioritas berdasarkan hasil analisis data
sesuai hasil excersise pada rapat
koordinasi.
5. Memimpin pembinaan ke cluster 5. Melaksanakan pembinaan ke
binaan, baik melalui forum pertemuan cluster binaan bersama ketua tim
pembahasan, mekanisme umpan balik
maupun kunjungan ke lapangan
6. Melakukan evaluasi terhadap hasil 6. Merangkum hasil temuan yang
pembinaan dan menyusun rencana didapatkan pada waktu
tindak lanjut pembinaan. pelaksanaan pembinaan,
menyusun laporan pembinaan
untuk diserahkan ke ketua Tim

3. Analisis Situasi Puskesmas

Laporan yang dikirim oleh Puskesmas (elektronik atau non elektronik) ke


Sekretariat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, setelah dikonfirmasi
kelengkapan dan akurasi datanya, selanjutnya dikompilasi, diolah, dianalisis
dan didistribusikan secara teratur ke semua unit untuk dapat dimanfaatkan.
24
Upaya untuk memastikan bahwa data yang akan dianalisis berkualitas
adalah: melakukan logical check antar indikator dalam 1 (satu) program, antar
program dan antar sumber. Selanjutnya dilakukan pengecekan konsistensi
internal dan eksternal serta akurasinya, sehingga dapat terlihat apakah data
yang akan dianalisis ini underreported atau overreported atau akurat. Apabila
tahapan tersebut telah dilakukan maka proses analisis data untuk melihat
situasi awal dapat dilakukan. Selanjutnya TPCB dapat memanfaatkan hasil
analisis data diatas untuk menyimpulkan beberapa masalah kesehatan
masyarakat di cluster binaannya.

Atas hasil pemantuan dan analisis berkala yang dilakukan, diperoleh


gambaran tentang:
a. Tingkat pencapaian target kinerja program masing-masing Puskesmas,
cluster binaan, dan seluruh wilayah kabupaten/kota dibandingkan dengan
target yang telah ditetapkan, kemudian dilihat kaitannya dengan:
1) Ketersediaan sumber daya (man, money, method) untuk
penyelenggaraan pelayanan, terutama SDM pelaksana, sekaligus
tingkat fungsi atau kompetensi sumber daya
2) Kesulitan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan kaitannya
dengan kondisi geografi wilayah, luas wilayah serta musim (kemarau,
penghujan)
3) Tersedianya pelayanan.
b. Kecenderungan pencapaian target kinerja dari waktu ke waktu, bulanan,
triwulanan, semesteran, dan di akhir tahun (atas hasil trend analysis)
c. Keterlibatan lintas sektor
d. Keterlibatan tokoh masyarakat, masyarakat peduli terhadap program yang
dilaksanakan (untuk lebih mendorong peran-serta kelompok inovator dan
mengelola kelompok laggard/penghambat).
e. Kondisi keterpaduan lintas program sesuai siklus hidup dalam pelayanan
Puskesmas.
1) Identifikasi masalah dan kendala implementasi keterpaduan program
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada target sasaran di
Puskesmas.
2) Identifikasi peluang untuk perbaikan dan peningkatan kinerja
keterpaduan lintas program di Puskesmas.

4. Persiapan Pelaksanaan Pembinaan Cluster Binaan


25
Berdasarkan hasil analisis situasi Puskesmas binaan, TPCB harus
dapat merumuskan:
a. Tujuan dan rencana strategi serta besaran target strateginya
b. Langkah-langkah dan target operasional pelaksanaan pembinaan
Untuk mengatur proses kegiatan pembinaan di Puskesmas, maka setiap
anggota TPCB membuat rincian kegiatan untuk pembinaan Puskesmas,
minimal memuat hal berikut:
a. Gambaran singkat lingkungan strategis di Puskesmas (temasuk rincian
lingkungan operasional masing-masing program);
b. Tujuan strategis pembinaan sebagai acuan untuk merinci sasaran(target)
kegiatan operasional;
c. Metode pelaksanaan pembinaan;
d. Sasaran (target) kegiatan operasional yang harus dicapai;
e. Rincian kegiatan operasional yang akan dilaksanakan;
f. Dukungan sumber daya
g. Jadwal pelaksanaan kegiatan
h. Proses pemantauan dan evaluasi.

Tiap anggota TPCB merancang kegiatan pelayanan secara terpadu,


berdasarkan lingkup siklus kehidupan (life cycle) di semua kelompok target
sasaran di Puskesmas binaan.

Contoh: anggota TPCB penanggung-jawab pembinaan KIA/KB,


menyiapkan seluruh hal pada butir a s.d. h, untuk peningkatan “akses” dan
“kualitas” di setiap kelompok pengguna pelayanan KIA/KB, dan secara
bersamaan untuk meningkatkan cakupan program, Indeks Keluarga Sehat
pada PIS-PK, dan pemenuhan SPM melalui dukungan program KIA/KB. Hal
yang sama untuk pembinaan program terkait pencegahan dan
pengendalian penyakit menular dan program lainnya.

5. Simulasi Pembinaan
Dalam rangka pemantapan proses pembinaan oleh TPCB, perlu
dilakukan simulasi pembinaan sebelum pelaksanaan pembinaan ke cluster
binaan masing-masing TPCB. Simulasi pembinaan oleh masing-masing TPCB
dapat dilakukan pada forum rapat koordinasi pertama di awal tahun di dinas
26
kesehatan kabupaten/kota. Masing-masing TPCB melakukan exercise
keterpaduan dalam pengelolaan program kesehatan. Exercise dilakukan
dengan memanfaatkan hasil analisis situasi data Puskesmas dan cluster
binaan di dinas kesehatan kabupaten/kota yang ada pada tahun sebelumnya
dan tahun berjalan. Diharapkan dari exercise tersebut, rencana/strategi dan
metode pelaksanaan serta rincian pembinaan yang telah dirumuskan pada
proses perencanaan dapat dimantapkan.
Dengan demikian, TPCB membahas hal-hal penting pada exercise,
antara lain:
1) Data wilayah kabupaten/kota, data cluster binaan dan data wilayah kerja
masing-masing Puskesmas pada tahun sebelumnya dan tahun berjalan:
a) Kondisi keterpaduan lintas program dalam setiap kelompok target
sasaran sesuai siklus hidup untuk masing-masing cluster binaan.
b) “Trend analysis” antara tahun sebelumya dengan tahun berjalan, yaitu:
(1) Identifikasi masalah dan kendala implementasi keterpaduan
program dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada
target sasaran di tingkat kabupaten/kota dan cluster binaan.
(2) Identifikasi peluang untuk perbaikan dan peningkatan kinerja
keterpaduan dalam wilayah kabupaten/kota dan cluster binaan.
2) Pemantapan tujuan, rencana/strategi dan langkah-langkah pelaksanaan
pembinaan yang telah dirumuskan, oleh seluruh bidang dan sekretariat
dinas kesehatan kabupaten/kota, Pembina cluster binaan dan bila
memungkinkan juga dihadiri oleh perwakilan Puskesmas dalam wilayah
kabupaten/kota. TPCB merancang kegiatan pembinaan tersebut secara
terpadu/terintegrasi berdasar lingkup siklus kehidupan (life cycle) untuk
semua kelompok target sasaran di cluster binaan masing-masing.

Untuk melakukan latihan/exercise pembinaan terintegrasi sebagaimana


diharapkan, silahkan gunakan data profil kesehatan kabupaten/kota, untuk
tahun lalu dan tahun yang sedang berjalan saat ini. Latihan akan lebih baik
kalau sudah dapat mempraktikkan dengan menggunakan data sejak 2,5
tahun sebelumnya (N-2; N-1, dan N yang sedang berjalan).

6. Pelaksanaan Pembinaan Puskesmas oleh TPCB


Pembinaan yang dilakukan oleh TPCB meliputi pembinaan dalam hal:
27
a. Penyelenggaraan UKM yaitu UKM esensial dan UKM pengembangan
b. Penyelenggaraan UKP
c. Manajemen sumber daya
1) Ketenagaan
2) Keuangan
3) Sarana
4) Prasarana
5) Alat Kesehatan
d. Manajemen Puskesmas
e. Sistem informasi Puskesmas
f. Pelayanan kefarmasian
g. Keperawatan Kesehatan Masyarakat
h. Laboratorium
i. Pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh Puskesmas sebagai
penanggung jawab wilayah (terhadap jaringan, jejaring dan UKBM)
j. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
k. Peningkatan mutu pelayanan

Mekanisme pembinaan yaitu:


a. Pembinaan tidak langsung ke Puskesmas
Pembinaan tidak langsung dilakukan TPCB tanpa harus mengunjungi
Puskesmas. Pembinaan tidak langsung ini dilakukan dengan:
1) Memberikan umpan balik terhadap laporan Puskesmas sesuai dengan
Sistem Informasi Puskesmas, Penilaian Kinerja Puskesmas dan
laporan lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Umpan balik/feedback oleh setiap program terkait
harus dilakukan secara rutin kepada semua Puskesmas dan sewaktu-
waktu untuk sesuatu yang bersifat penting/urgent. Umpan balik dari
masing-masing program tersebut disampaikan juga kepada setiap
TPCB sebagai bahan pembinaan terpadu.
2) Melaksanakan pertemuan internal untuk masing-masing TPCB yang
dilaksanakan di dinas kesehatan kabupaten/kota, sebagai berikut:
a) Pertemuan dilaksanakan secara berkala setiap 3 bulan, dihadiri
oleh ketua dan seluruh anggota TPCB, juga dihadiri oleh Kepala
Puskesmas di cluster binaannya masing-masing.

28
b) Pertemuan bertujuan untuk memantau perkembangan kondisi dan
capaian kinerja Puskesmas sesuai dengan perencanaan yang
telah dirumuskan oleh TPCB dan tindak lanjut rekomendasi yang
telah disampaikan sebelumnya oleh TPCB ke Puskesmas
binaannya. Pada pertemuan ini juga dirumuskan tindak lanjut
koreksi (corrective-action) dan/atau pencegahan (preventive-
action) akan kemungkinan kegagalan (gap kinerja pencapaian
sasaran), dan/atau memaksimalkan peluang, kondisi dan kinerja
Puskesmas yang telah baik ataupun yang masih kurang untuk
mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan.
c) Hasil dari pertemuan tersebut paling sedikit memuat gambaran
perkembangan kondisi dan capaian kinerja Puskesmas binaan dan
rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh Puskesmas. Rekomendasi
tersebut dibahas oleh Puskesmas dalam pertemuan lokakarya mini
bulanan dan tribulanan untuk ditindaklanjuti.
d) Dalam hal masih diperlukan pembahasan lebih lanjut terhadap
satu masalah tertentu yang tidak dapat diselesaikan pada saat
pertemuan internal tersebut, TPCB dapat berkoordinasi lebih lanjut
dengan lintas program terkait.

b. Pembinaan langsung ke Puskesmas


Tim Pembina Cluster Binaan dinas kesehatan kabupaten/kota
memberikan pembinaan langsung ke Puskesmas sesuai dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Pembinaan langsung ke seluruh Puskesmas dilakukan minimal satu
kali dalam setahun. Frekuensi pembinaan langsung ke masing-masing
Puskesmas dapat ditingkatkan dengan memperhitungkan kondisi dan
besaran masalah Puskesmas yang akan diperbaiki agar target kinerja
Puskesmas dapat tercapai pada akhir tahun berjalan.
2) Urutan Puskesmas yang mendapatkan pembinaan langsung oleh
TPCB berdasarkan skala prioritas yang telah disepakati oleh tim pada
saat simulasi pembinaan. Skala prioritas tersebut seperti besaran
masalah Puskesmas, Puskesmas sebagai percontohan, kondisi
geografis, dan pertimbangan lainnya.
3) Pembinaan langsung dilakukan bersama oleh seluruh TPCB pada
cluster binaannya masing-masing, atau paling sedikit oleh anggota tim
29
yang terkait dengan permasalahan prioritas yang dihadapi oleh
Puskesmas dengan tetap mempertimbangkan integrasi lintas program
pada pelaksanaan pembinaan tersebut. Hal ini sekaligus merupakan
kesempatan untuk saling belajar menguasai program diluar tanggung
jawabnya.
4) Pelaksanaan pembinaan langsung menggunakan Instrumen
Monitoring dan Evaluasi Pembinaan ke Puskesmas yang dapat
dilengkapi dengan instrumen pembinaan lainnya dari setiap program.

7. Monitoring dan Evaluasi Pembinaan


Monitoring terhadap pelaksanaan pembinaan oleh TPCB dilakukan
sebagai berikut:
a. Tim Pembina Cluster Binaan:
1) memantau capaian kegiatan pembinaan TPCB yang telah ditetapkan
pada tahapan persiapan pembinaan, dari aspek input, proses dan
output-nya, pada setiap Puskesmas di cluster binaannya.
2) menilai kinerja Puskesmas binaan per periode waktu
3) merumuskan tindakan koreksi yang akan dilakukan secara lintas
program, untuk kelompok sasaran sesuai siklus hidup
b. Monitoring dilakukan pada saat pelaksanaan pembinaan Puskesmas,
baik pembinaan langsung maupun tidak langsung pada saat pertemuan
internal TPCB.
c. Monitoring pembinaan TPCB menggunakan Instrumen Pemantauan
Pembinaan Puskesmas yang disusun oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk melihat kesesuaian pelaksanaan pembinaan
dengan perencanaan pembinaan.
d. Hasil monitoring pembinaan paling sedikit memuat kesimpulan dan
rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh TPCB dan disampaikan kepada
kepala dinas sebagai penanggung jawab pembinaan di tingkat
kabupaten/kota.
e. Tindak lanjut hasil monitoring pembinaan dievaluasi oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota dalam pertemuan koordinasi lintas sektor setiap 6 bulan
(semester).

Evaluasi dilakukan di akhir tahun setelah seluruh proses pembinaan


dilakukan dalam bentuk pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Dinas
30
Kesehatan Kabupaten/Kota beserta seluruh TPCB. Evaluasi dilakukan
terhadap seluruh proses pembinaan. Hasil pembinaan TPCB tercermin dari
kondisi dan capaian kinerja Puskesmas binaannya, yang berkontribusi pada
capaian kinerja dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai perangkat daerah
kabupaten/kota dalam pemenuhan SPM pemerintah daerah kabupaten/kota.
Evaluasi pada tingkat Puskesmas akan menilai pencapaian target kinerja
Puskesmas pasca pembinaan, melihat trend hasil kinerja pada setiap periode
pemantauan/evaluasi di masing-masing cluster binaan.
Pada saat evaluasi, TPCB yang bertanggung jawab terhadap
Puskesmas sebagai percontohan melakukan sharing best practice dari
Puskesmas tersebut untuk dapat dijadikan sebagai pembelajaran oleh TPCB
lainnya dalam membina Puskesmas.
Hasil monitoring dan evaluasi dapat dimanfaatkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota antara lain dalam hal:
a. mengevaluasi keberhasilan pembinaan kabupaten/kota ke
Puskesmasnya;
b. memutuskan pendekatan paling tepat yang akan dilakukan dinas
kesehatan kabupaten/kota dalam hal pembinaan di tahun selanjutnya;
c. memberikan arahan bimbingan teknis dan manajemen kepada TPCB;
d. melakukan supervisi lapangan ke Puskesmas yang kinerjanya kurang,
maupun yang kinerjanya baik, bersama-sama dengan TPCB Puskesmas
tersebut agar dapat melihat kebutuhan dukungan yang harus diberikan,
dan faktor pendukung yang bisa dicontoh di Puskesmas yang berhasil.
Supervisi ini dapat dilakukan bersamaan dengan pembinaan langsung
TPCB ke Puskesmas atau melalui kegiatan supervisi program yang
dilakukan secara khusus sesuai kebutuhan dan terencana.

Pembagian cluster binaan dan Pembagian Tim Pembina


Terpadu di dinkes kab/kota (penentuan wilayah
Berdasarkan uraian tersebut
cluster dandi atas, dapat
intervensi binaan) digambarkan proses pembinaan yang
Pengorganisasian
dilakukan TPCB kepada Puskesmas pada(Pembagian
Tim Pembina skema ditugas dan ini.
bawah
fungsi)
Analisis situasi Puskesmas binaan
Persiapan pelaksanaan pembinaan cluster
Simulasi pembinaan

8. Tindak lanjut
hasil evaluasi
PLAN Pelaksanaan
pembinaan
Puskesmas oleh tim
ACT DO pembina terpadu 31
CHECK

7.Monitoring dan evaluasi Pembinaan


Gambar 2. Skema pembinaan Puskesmas oleh tim dinkes kabupaten/kota

E. PEMBINAAN OLEH DINAS KESEHATAN PROVINSI


Konsep pembinaan oleh dinas kesehatan provinsi adalah secara
terpadu/terintegrasi antar program dan berkesinambungan yang dilakukan oleh
Tim Pembina Wilayah (Binwil) provinsi. Tim tersebut dalam melaksanakan
pembinaan dapat melibatkan lintas sektor terkait.

F. OUTPUT DAN OUTCOME PEMBINAAN

Level
Output Outcome
Pembinaan
Pembinaan 1. Manajemen Puskesmas 1. Terpenuhinya standar
Puskesmas terkelola dengan baik pelayanan minimal bidang
2. PIS-PK terkelola dengan kesehatan (SPM) kab/kota
oleh TPCB baik 2. Terpenuhinya indikator
Dinkes 3. Meningkatnya Hasil RPJMD Bidang Kesehatan
Kab/kota Penilaian Kinerja Kab/Kota
Puskesmas (PKP) 3. Meningkatnya capaian
4. Meningkatnya mutu Indikator Keluarga Sehat
pelayanan Puskesmas (IKS) tingkat kecamatan dan
5. Tersedianya Puskesmas kab/kota
ideal yang menjadi 4. Tercapainya indikator
Puskesmas sebagai program prioritas:
percontohan a. Penurunan jumlah
6. Tersedianya Puskesmas kematian ibu dan bayi
ideal yang merupakan baru lahir
replikasi Puskesmas b. Penurunan insidens TB
sebagai percontohan c. Penurunan Stunting
pada seluruh kab/kota d. Peningkatan cakupan dan
kualitas Imunisasi
e. Penurunan prevalensi
PTM
32
Pembinaan 1. Seluruh kabupaten/ kota 1. Seluruh kab/kota memenuhi
Provinsi ke memiliki Puskesmas SPM bidang kesehatan
yang memenuhi kriteria kab/kota.
Dinkes Puskesmas sebagai 2. Seluruh Kab/kota mencapai
Kab/kota Percontohan indikator RPJMD Bidang
2. Seluruh kab/kota Kesehatan Kab/Kota.
memiliki 100% 3. Tercapainya target indikator
Puskesmas yang telah RPJMD bidang kesehatan
melaksanakan provinsi.
peningkatan mutu 4. Tercapainya target indikator
pelayanan program prioritas tingkat
3. Meningkatnya capaian provinsi
Indikator Keluarga a. Penurunan AKI dan AKB
Sehat (IKS) tingkat b. Penurunan insidens TB
provinsi c. Penurunan Stunting
d. Peningkatan cakupan dan
kualitas Imunisasi
e. Penurunan prevalensi
PTM

G. KETERKAITAN ANTARA TPCB, PEMBINA PROGRAM DAN TIM


PENINGKATAN MUTU DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA (TPMDK)
Pelaksanaan pembinaan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota terhadap
Puskesmas dapat dilakukan oleh TPCB, pembina program, maupun pembina
peningkatan mutu di dinas kesehatan kabupaten/kota seperti Tim Peningkatan
Mutu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (TPMDK). Adapun keterkaitan dalam
pembinaan yang dilakukan oleh tim tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

TIM PEMBINA
PEMBINA
CLUSTER TPMDK
PROGRAM
BINAAN
WHAT Keseluruhan Teknis Program - Mutu seluruh
(APA YANG program yang terkait program
DIBINA) ada di - Sesuai dengan
Puskesmas standar dan
instrumen
akreditasi
Puskesmas

33
TIM PEMBINA
PEMBINA
CLUSTER TPMDK
PROGRAM
BINAAN
WHERE Seluruh Seluruh Puskesmas Seluruh Puskesmas
(DAERAH Puskesmas
BINAAN)

WHEN Periodik minimal Tergantung Perdana :


(FREKUENSI 4 bulan sekali kebijakan program melalui 6 langkah
PEMBINAAN) teknis masing- pendampingan
masing secara Reakreditasi :
periodik dan Mengikuti jadwal
berkesinambungan monitoring dan
evaluasi TPMDK
WHO Perwakilan Hanya penanggung - Perwakilan setiap
(PEMBINA) setiap program jawab/pengelola program dan
dan sekretariat program tertentu secretariat
- Surveior yang ada
di Kab/Kota
setempat
WHY Diperlukan Program terlaksana Untuk mendukung,
(MENGAPA) pembinaan sesuai NSPK dan memotivasi,
secara terpadu target program mendorong,
dan terintegrasi tercapai. memfasilitasi dan
agar target memperlancar
seluruh program penyelenggaraan
tercapai upaya peningkatan
mutu untuk
fasyankes
HOW Pembinaan Pembinaan sesuai Pembinaan sesuai
(BAGAIMANA) secara terpadu NSPK program dengan Pedoman
dan terintegrasi Monev TPMDK
terhadap
seluruh
Puskesmas
yang dibagi
berdasarkan
cluster binaan

Pembina program dan pembina peningkatan mutu di dinas kesehatan


kabupaten/kota menjadi bagian dari TPCB. Setiap program yang ada di dinas
kesehatan kabupaten/kota harus mengatur jadwal pembinaan masing-masing,

34
sehingga pada saat kegiatan TPCB semua anggota tim dapat hadir dan
berpartisipasi secara aktif.
Upaya pembinaan yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota akan semakin berhasil bila didukung oleh dinas kesehatan
provinsi dan pemerintah pusat yang melakukan pembinaan secara berjenjang
dengan konsep pembinaan terpadu/terintegrasi sesuai dengan kewenangan
masing-masing.

H. PERAN KEMENTERIAN KESEHATAN DAN DINAS KESEHATAN PROVINSI


DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN DINAS KABUPATEN/KOTA
MELAKUKAN PEMBINAAN PUSKESMAS
1. Peran Kementerian Kesehatan
a. Kementerian Kesehatan menentukan kebijakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya
b. Kebijakan yang dikeluarkan harus menjamin dapat dimplementasikan di
lapangan di seluruh wilayah Indonesia secara konsisten (Consistent
National Value). Oleh karena itu kebijakan pusat harus didukung dengan:
1) Adanya peraturan-peraturan Menteri Kesehatan yang dapat
menjelaskan bagaimana kebijakan tersebut dapat diimplementasikan.
Kebijakan tersebut dirinci dalam bentuk NSPK pelayanan/program
yang harus dipatuhi sampai di tingkat terdepan/lapangan.
2) Peraturan Menteri dimaksud harus didukung perangkat-perangkat
yang memastikan bahwa peraturan tersebut dipastikan dapat
dijalankan, seperti:
a) Pedoman-pedoman teknis dan manajemen
b) Pedoman pendampingan bagi pendamping provinsi dalam
mendampingi tim pembina di tingkat kabupaten/kota.
c) Pedoman pembinaan Puskesmas bagi dinas kesehatan
kabupaten/kota
c. Kementerian Kesehatan melakukan diseminasi informasi kepada provinsi
yang mencakup materi yang dibutuhkan oleh dinas kesehatan provinsi
dalam melakukan orientasi bagi dinas kesehatan kabupaten/kota
melakukan pembinaan kepada Puskesmas.
d. Kementerian Kesehatan melakukan pembinaan terhadap provinsi melalui
mekanisme pembinaan wilayah (Binwil) dan pemantauan terhadap proses
35
pembinaan terpadu yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan provinsi dan
kabupaten/kota.
e. Kementerian Kesehatan dapat menyediakan dukungan anggaran untuk
provinsi dalam melakukan orientasi bagi dinas kesehatan kabupaten/kota
terkait pembinaan Puskesmas.

2. Peran Provinsi
a. Sesuai dengan peran dan tanggung-jawabnya, dinas kesehatan provinsi:
1) Melakukan peningkatan kapasitas (seperti workshop, orientasi,
sosialisasi) bagi dinas kesehatan kabupaten/kota dalam melakukan
pembinaan kepada Puskesmas yang akan dilakukan oleh TPCB
2) Mendampingi dinas kesehatan kabupaten/kota dalam melaksanakan
pembinaan Puskesmas.
3) Melakukan pemantauan terhadap proses pembinaan terpadu yang
dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
4) Memberikan dukungan kepada kabupaten/kota dalam bentuk:
a) Memberikan umpan balik/feedback, disertai saran-saran
perbaikan, atas informasi yang diperoleh dari kabupaten/kota dan
data profil kabupaten/kota yang dikompilasi dari laporan rutin
Puskesmas.
b) Membahas masalah yang dihadapi kabupaten/kota dan solusinya
dalam pertemuan rutin dengan dinas kesehatan kabupaten/kota.
c) Pembinaan langsung ke kabupaten/kota secara lintas program
sesuai urutan prioritas, untuk mendapatkan gambaran masalah di
kabupaten/kota dan sampling ke Puskesmas atas temuan masalah
5) Menyediakan tenaga kesehatan yang tidak dapat dipenuhi oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai ketentuan perundang-
undangan.

36
BAB III
PUSKESMAS SEBAGAI PERCONTOHAN

Salah satu indikator keberhasilan pembinaan Puskesmas yang dilakukan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota melalui Tim Pembina Cluster Binaan (TPCB) adalah terbentuknya
Puskesmas sebagai percontohan. Puskesmas sebagai percontohan dapat menjadi benchmark
dan tempat belajar bagi Puskesmas lainnya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

A. TUJUAN PUSKESMAS SEBAGAI PERCONTOHAN


Secara khusus, tujuan Puskesmas sebagai percontohan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya kemampuan Puskesmas sebagai percontohan dalam memberikan


pelayanan secara merata, berkualitas, dan customized kepada masyarakat di wilayah
kerjanya.
2. Tersedianya satu Puskesmas ideal yang memenuhi kriteria Puskesmas sebagai
percontohan untuk benchmark dan tempat belajar bagi Puskesmas lain dalam upaya
replikasinya sesuai kondisi di wilayah kerja masing-masing Puskesmas.

B. KRITERIA PUSKESMAS SEBAGAI PERCONTOHAN

Untuk menjadi Puskesmas sebagai Percontohan, Puskesmas harus memenuhi kriteria


sebagai berikut:
1. Melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan berkelanjutan;
2. Pengelolaan sumber daya secara optimal, sehingga dapat mendukung setiap upaya
kesehatan yang diselenggarakan sesuai standar. Adapun pengelolaan sumber daya
yang dilaksanakan mencakup:
a. Sarana dan prasarana:
1) Telah terpenuhi ≥ 80% sesuai standar, yang dilihat dari pengisian Aplikasi Sarana
Prasarana Alat Kesehatan (ASPAK).
2) Dikelola dengan baik sesuai ketentuan, sehingga dapat difungsikan secara
optimal dalam pelayanan.
3) Dipelihara berkala sesuai ketentuan, dengan memperhatikan prinsip 5R (Ringkas,
Rapi, Resik, Rawat, Rajin).
4) Bangunan Puskesmas disesuaikan dengan prototipe yang ditetapkan.
5) Tersedia izin dan pengelolaan sarana limbah

b. Peralatan:
1) Telah terpenuhi ≥ 80% sesuai standar, yang dilihat dari pengisian Aplikasi Sarana
Prasarana Kesehatan (ASPAK).
2) Dipelihara dengan baik sesuai ketentuan, sehingga umur alat sesuai petunjuk alat
dan berfungsi baik selama masa operasi.
3) Dikalibrasi terjadwal sesuai ketentuan, sehingga alat ukur dapat digunakan
secara akurat, aman dan berkualitas.
c. Sumber Daya Manusia:
1) Jumlah, jenis dan kompetensi SDM telah memenuhi standar. Penyediaan dan
koreksi gap kompetensi dan jumlah dalam memenuhi standar SDM didukung dan
direncanakan terpadu dengan dinas kesehatan kabupaten/kota dan para pihak
terkait;
2) Pemanfaatan SDM kesehatan dikelola dengan merujuk hasil analisis, evaluasi
beban kerja, dan target kinerja di Puskesmas;
3) SDM telah dikondisikan dalam budaya melayani dan berkualitas, sehingga
mampu membangun citra pelayanan yang baik, berorientasi pada kebutuhan
sasaran, sesuai dengan tata nilai yang telah dirumuskan.
d. Obat, bahan medis habis pakai (BMHP) dan logistik lain:
1) Jumlah, jenis dan mutu obat dan BMHP telah memenuhi standar. Perencanaan
obat, BMHP, dan logistik lain disusun berdasarkan perhitungan yang tepat, dalam
jenis dan jumlah yang cukup, sesuai rencana kebutuhan dalam satu tahun
pelayanan di Puskesmas.
2) Penyediaan obat, BMHP dan logistik telah dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan yang disusun dan dapat disediakan tepat waktu, sehingga dapat
dimanfaatkan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Puskesmas tanpa
pernah terjadi kekosongan ataupun adanya obat yang kedaluwarsa.
3) Penggunaan obat, BMHP, dan logistik untuk penyelenggaraan upaya kesehatan
dipantau berkala dan dievaluasi pada akhir tahun, dan dilihat kesesuaian dengan
kebutuhan untuk pelaksanaan pelayanan. Hal pemantauan dan evaluasi tersebut
dimaksudkan untuk mengetahui penggunaan obat rasional. Adapun hasil evaluasi
dipergunakan untuk perbaikan proses perencanaan berikutnya.
e. Keuangan:
1) Keuangan Puskesmas telah dikelola dengan baik, sesuai ketentuan yang berlaku.
2) Pemanfaatan anggaran dilakukan secara efektif dan efisien, sehingga seluruh
upaya Puskesmas terlaksana dengan baik, dan memenuhi target kinerja
program.
f. Puskesmas menyelenggarakan sistem informasi Puskesmas sesuai ketentuan dan
dilaksanakan secara elektronik yang terintegrasi dengan sistem rujukan terpadu dan
Aplikasi Satu Data Kesehatan (ASDK).
g. Menggunakan sistem rujukan terintegrasi (Sisrute) dalam sistem rujukan pasien
h. Selain sumber daya di atas, kepatuhan waktu penyelenggaraan pelayanan telah
dikelola Puskesmas dengan optimal.
1) Jadwal waktu pelayanan di Puskesmas dan jaringannya diatur dan ditetapkan
sesuai ketentuan dan dikomunikasikan secara jelas kepada
masyarakat/pengguna dan dipatuhi pelaksanaannya.
2) Jadwal dan waktu pelaksanaan, bimbingan dan pembinaan peran aktif
masyarakat, dan kegiatan pelayanan kesehatan di masyarakat termasuk di
UKBM, ditetapkan sesuai kesepakatan bersama masyarakat tanpa mengganggu
kinerja Puskesmas, dan dipatuhi bersama untuk pelaksanaannya.
3. Pencapaian 100% kunjungan keluarga dan intervensi dalam rangka Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga;
a. Kunjungan keluarga dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan
data dan peta sebaran keluarga, informasi, serta Profil Kesehatan Keluarga.
b. Kunjungan keluarga telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas (total coverage).
4. Peningkatan berkelanjutan capaian di masing-masing 12 (dua belas) indikator PIS-PK
dan peningkatan Indeks Keluarga Sehat.
5. Pencapaian hasil penilaian kinerja Puskesmas dengan kategori baik.
a. Aspek penilaian kinerja meliputi hasil pencapaian: (i). pelaksanaan pelayanan
kesehatan dan (ii). manajemen Puskesmas.
b. Tingkat kinerja dalam kategori baik, yaitu cakupan hasil pelayanan kesehatan
dengan tingkat pencapaian hasil pelaksanaan pelayanan kesehatan > 91% dan
cakupan hasil manajemen dengan tingkat pencapaian hasil ≥ 8,5.
c. Hasil kegiatan yang diperhitungkan adalah hasil kegiatan pada periode waktu satu
tahun.
d. Data untuk menghitung hasil kegiatan diperoleh dari Sistem Informasi Puskesmas
dan data sekunder lain yang diperlukan, seperti hasil riset kesehatan dasar, data
survei yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik dan data lainnya.
e. Hasil kinerja Puskesmas harus telah mendapatkan umpan balik dari dinas kesehatan
kabupaten/kota.
6. Tercapainya target-target program prioritas

C. PEMBENTUKAN PUSKESMAS SEBAGAI PERCONTOHAN

Proses pembentukan Puskesmas menjadi Puskesmas sebagai percontohan harus


didukung oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). Peran dinas kesehatan
kabupaten/kota sangat penting, karena Puskesmas adalah UPT dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Pembentukan Puskesmas sebagai percontohan diawali dengan usulan Puskesmas
yang akan dikembangkan menjadi percontohan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota secara
berjenjang melalui dinas kesehatan provinsi ke Kementerian Kesehatan. Dinas kesehatan
kabupaten/kota mengusulkan satu Puskesmas yang terbaik di kabupaten/kota tersebut
antara lain mempertimbangkan kriteria Puskesmas telah teregistrasi, terletak pada lokasi
yang strategis, ketersediaan sumber daya, penilaian kinerja Puskesmas kategori baik, dan
sudah terakreditasi.
Menteri Kesehatan selanjutnya menetapkan Puskesmas yang akan dikembangkan
menjadi percontohan berdasarkan usulan yang disampaikan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota. Berdasarkan penetapan oleh Menteri Kesehatan, seluruh pemangku
kepentingan terkait melakukan perannya masing-masing untuk mendukung pembentukan
Puskesmas tersebut menjadi Puskesmas ideal yang memenuhi kriteria Puskesmas sebagai
percontohan.
Proses pembentukan Puskesmas sebagai percontohan di kabupaten/kota
dilaksanakan melalui pembinaan secara berjenjang yang dapat dilihat pada bagan berikut
ini:

PUSAT PROVINSI KAB/KOTA

Kemenkes:
DINKES PROV DINKES KAB/KOTA
1. Ditjen Yankes

2. Ditjen lain di Kemenkes + +

3. KA FKTP
OPD terkait OPD terkait
Stakeholder lain

PEMBENTUKAN
Keterangan : REPLIKASI
pembinaan, monitoring dan evaluasi pendampingan
koordinasi, konsultasi pembelajaran

Gambar 3. Proses Pembinaan dan Pengembangan Puskesmas sebagai Pencontohan dan


Upaya Replikasinya ke Puskesmas Lain

Kementerian Kesehatan melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara


berjenjang ke dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota dalam proses pembentukan
Puskesmas sebagai percontohan. Selanjutnya dinas kesehatan kabupaten/kota akan
memulai pembentukan Puskesmas sebagai percontohan melalui proses pembinaan yang
dilakukan secara terencana dan berkala dengan dukungan organisasi perangkat daerah
(OPD) kabupaten/kota terkait. Pembinaan untuk menghasilkan Puskesmas ideal yang
memenuhi kriteria menjadi Puskesmas sebagai percontohan dilakukan oleh TPCB yang
diketuai oleh bidang pelayanan kesehatan, dengan anggota yang berasal dari lintas
program lainnya di dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam proses pembentukan tersebut,
koordinasi dan konsultasi dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas
kesehatan provinsi dan Kementerian Kesehatan secara berjenjang. Peran dinas kesehatan
kabupaten/kota dalam membentuk Puskesmas sebagai percontohan, akan dimonitor dan
dievaluasi secara elektronik, agar kinerja proses pengembangannya dapat mudah dipantau,
termasuk bila terdapat kendala/hambatan dapat segera didiskusikan untuk diatasi bersama
dinas kesehatan provinsi dan/atau Kementerian Kesehatan.
Pembinaan Puskesmas sebagai percontohan merupakan bagian dari pembinaan
yang tidak berbeda dari pembinaan pada umumnya.
Adapun langkah-langkah pembinaan Puskesmas menjadi Puskesmas sebagai
percontohan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota tergambar dalam bagan sebagai berikut:

Pembentuk Monitoring dan


an dan Analisis Pembinaan Evaluasi
pengorgani situasi yang perkembangan
sasian tim Puskesmas dilakukan proses
pembina sebagai dinkes pembentukan
yang percontoha kab/kota Puskesmas
dilakukan n menjadi
dinkes Puskesmas
kab/kota sebagai
percontohan,
paling sedikit
setiap 4 bulan
sekali
Gambar 4. Alur langkah-langkah Pembinaan Puskesmas Sebagai Percontohan

Proses replikasi ke Puskesmas lainnya dilakukan bersamaan dengan proses


pembentukan Puskesmas sebagai percontohan yang dilaksanakan oleh masing-masing
TPCB. Dalam proses replikasi, Puskesmas lain memanfaatkan Puskesmas sebagai
percontohan dalam pembelajaran aspek teknis program maupun manajemen. Proses
pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi situasi masing-masing
Puskesmas. Yang terpenting untuk dipelajari adalah proses thinking bagi Puskesmas
sebagai percontohan untuk menciptakan inovasi-inovasi. Sedangkan Puskesmas yang akan
dibentuk sebagai percontohan dapat melakukan pendampingan yang difasilitasi oleh
masing-masing TPCB.
TPCB yang bertanggung jawab terhadap Puskesmas sebagai percontohan bila
dianggap perlu dapat mengadakan pertemuan dengan TPCB lainnya untuk sharing best
practice.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI PEMBINAAN KE PUSKESMAS

Monitoring dan evaluasi pembinaan terpadu pada pelaksanaan pembinaan langsung ke


Puskesmas oleh TPCB menggunakan Instrumen Monitoring dan Evaluasi Pembinaan ke
Puskesmas. Instrumen ini juga digunakan dalam rangka monitoring dan evaluasi
pengembangan Puskesmas sebagai percontohan dan replikasinya. Instrumen Monitoring ini
dapat berbentuk elektronik ataupun nonelektronik.

A. INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI PEMBINAAN KE PUSKESMAS


Instrumen monitoring dan evaluasi Pembinaan ke Puskesmas terdiri atas tiga bagian
yaitu profil Puskesmas, parameter penilaian, upaya inovasi.

Bagian I: Profil Puskesmas


1. Tim Pembina Cluster Binaan: nama tim pembina, tanggal pembinaan
2. Identitas Puskesmas: nama Puskesmas, nomor registrasi, tanggal pendirian, alamat,
nomor telepon/faksimile, alamat email.
3. Data Umum:
a. Organisasi Manajemen: Nomor izin Puskesmas, tanggal terbit izin Puskesmas,
status akreditasi, Puskesmas mempunyai dokumen lingkungan.
b. Lokasi Puskesmas
c. Bangunan Puskesmas
d. Prasarana Puskesmas
e. Peralatan Puskesmas
f. Pengisian ASPAK
g. Sumber daya manusia

Bagian II: Parameter Penilaian


1. Pemenuhan sumber daya
2. Perencanaan Puskesmas
3. Penggerakan dan pelaksanaan kegiatan Puskesmas
4. Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja Puskesmas
5. Peningkatan mutu Puskesmas
6. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
7. Pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons Terhadap Penyakit Menular
Potensial KLB/Wabah
8. Cakupan Indikator Program

Bagian III: Upaya Inovasi

B. PENILAIAN HASIL PEMBINAAN

1. Puskesmas melakukan pengisian instrumen untuk data-data pada bagian profil


Puskesmas.
2. Tim Pembina Cluster Binaan dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pengisian
nama tim Pembina dan tanggal pembinaan serta upaya inovasi. Adapun masing-masing
parameter penilaian dinilai persentase capaiannya berdasarkan skoring capaian setiap
elemen penilaian terhadap skor maksimal dimasing-masing parameter tersebut.
3. Tim Pembina Wilayah dinas kesehatan provinsi melakukan verifikasi terhadap pengisian
instrumen Monitoring dan Evaluasi yang telah dilakukan oleh Tim Pembina Cluster
Binaan dinas kesehatan kabupaten/kota.
Nilai setiap bagian

NO PARAMETER JUMLAH SKOR


ELEMEN MAKSIMAL
PENILAIAN (EP)

I. I. Pemenuhan Sumber daya 8 80

II. II. Perencanaan Puskesmas 29 290

III. III. Penggerakan dan Pelaksanaan 6 60


Kegiatan Puskesmas

IV. IV. Pengawasan, Pengendalian dan 2 20


Penilaian Kinerja Puskesmas

V. V. Peningkatan Mutu Puskesmas 5 50

VI. VI. Pencegahan dan Pengendalian 12 120


Infeksi

VII. VII. Pelaksanaan Sistem Kewaspadaan 3 30


Dini dan Respons Terhadap
Penyakit Menular Potensial
KLB/Wabah

VIII. VIII. Cakupan Indikator Program 16 160

Penilaian dilakukan terhadap seluruh parameter di atas untuk mendapatkan


gambaran kondisi dan kinerja Puskesmas binaan. Penilaian dilakukan sebagai berikut:
1. Setiap elemen penilaian yang terdapat di masing-masing parameter dinilai capaiannya
dan diberikan skor sesuai dengan kriteria penilaian untuk masing-masing elemen
tersebut.
2. Jumlah total seluruh skor elemen penilaian pada setiap parameter dihitung, selanjutnya
capaian masing-masing parameter dihitung dengan formula:

Jumlah total seluruh skor Elemen Penilaian yang diperoleh x 100%


Skor Maksimal

Interpretasi dilakukan terhadap hasil penilaian yaitu:


1. Baik, bila setiap parameter bernilai ≥ 80 %
2. Cukup, bila ada satu atau dua parameter bernilai 60% sampai dengan < 80% dan bagian
yang lain bernilai ≥ 80 %
3. Kurang, bila tidak memenuhi kriteria1 dan 2.

Apabila hasil penilaian sudah dalam kategori baik maka Puskesmas sudah layak
untuk dijadikan Puskesmas sebagai percontohan.
Apabila hasil penilaian masih kategori cukup atau kurang, perlu dilakukan pembinaan
lebih intensif dengan membuat rencana tindak lanjut dan melaksanakannya.
BAB V
PENUTUP

Pedoman Dinas Kesehatan dalam Pembinaan Puskesmas sangat diperlukan dalam


rangka mengoptimalkan pembinaan dinas kesehatan kabupaten/kota/provinsi dan Kementerian
Kesehatan dalam mewujudkan Puskesmas ideal di setiap kabupaten/kota yang akan digunakan
sebagai percontohan untuk pengembangan Puskesmas lain yang ada di kabupaten/kota.
Proses pengembangan Puskesmas sebagai percontohan dilaksanakan melalui pembinaan
secara berjenjang. Peran dinas kesehatan kabupaten/kota sangat penting, karena Puskesmas
adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT). Agar proses dapat mudah di pantau, peran dinas
kesehatan kabupaten/kota akan di monitor dan dievaluasi secara elektronik sehingga
kendala/hambatan yang ada dapat didiskusikan atau diatasi bersama secara efektif dan efisien
dengan dinas kesehatan provinsi dan atau Kementerian Kesehatan.
Petunjuk Teknis ini bersifat dinamis, sehingga daerah dapat melakukan pengembangan
dan penyesuaian berdasarkan kondisi daerah dan perkembangan kebijakan dan ilmu
pengetahuan, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip penyelenggaraan Puskesmas
sebagai percontohan.

LAMPIRAN

1. Instrumen Monitoring dan Evaluasi Pembinaan ke Puskesmas.


2. Instrumen Pemantauan Pembinaan Puskesmas
3. Instrumen Pemantauan Proses Pembinaan Terpadu Puskesmas yang Dilakukan oleh Dinkes
Kabupaten/Kota: Bagi Dinkes Provinsi
4. Keputusan Menteri Kesehatan R.I No.HK.01.07/MENKES/482/2019 tentang Puskesmas
Sebagai Percontohan.

Anda mungkin juga menyukai