Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN PNEUMONIA

Oleh : Ns. Yanti Riyantini, SKp., MKep. Sp. Kep.An


Definisi :
Pneumonia adalah peradangan pada
parenkim paru

Pneumonia dapat terjadi karena :


 Penyakit primer
 komplikasi dari penyakit lain
Penyebab :
1. Infeksi virus (para influenza, influenza &
adenovirus
2. Infeksi bakteri  S. pneumoniae, Streptococci
group A (S Aureus, M catarrhalis & H influenza)
3. Mycoplasmal, histomycosis, coccidioidomycosis
atau jamur lain
4. Aspirasi benda asing

Agen penyebab dapat masuk ke dalam paru melalui


inhalasi atau ikut aliran darah
Tipe Pneumonia
1. Pneumonia lobaris  Peradangan terjadi pada
seluruh atau sebagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Jika kedua paru terkena
peradangan  bilateral atau double
pneumonia
2. Bronchopneumonia  peradangan mulai di
ujung brochiolus disertai adanya eksudat yang
mukopurulen & disebut lobular pneumonia
3. Interstitial pneumonia  proses peradangan
terjadi di dinding alveolar (interstitium),
peribronchial & jaringan interlobular.
Tanda & gejala pneumonia :

• Demam, sakit kepala, anoreksia, lemah


• Batuk : tidak produktif sampai produktif
dengan adanya sputum
• Tachypnea
• Suara napas : ronkhi atau crackles
• Nyeri tenggorokan
• Nyeri dada
• Retraksi
• Napas dengan cuping hidung
• Pucat sampai sianosis tergantung dari
ringan-beratnya penyakit
Pemeriksaan penunjang :

• Pemeriksaan darah rutin


• Pemeriksaan biakan darah, biakan
sputum
• Pemeriksaan X-ray : toraks
Penatalaksanaan :
1. Demam  antipiretik
2. Antibiotik  sesuai hasil
biakan darah & sputum
(Amoxicillin, Augmentin,
Cefuroxime, Cefadroxil,
Erytromycin)
3. Fisioterapi dada
Pencegahan :
Lakukan imunisasi  Heptavalent
pneumococcal vaccine (PCV7:Prevnar)
diberikan pada umur ; 2,4,6,12 & 15
bulan

Pada umur 2-5 tahun PVC diberikan 1


kali
ASKEP KLIEN TBC

Ns. Yanti Riyantini, MKep., Sp. Kep.


An
DEFINISI DAN GEJALA
• Tuberkulosis  penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis.
• Terdapat beberapa spesies Mycobacterium  M.
tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb.
• Juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada
saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium
Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa
mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.
• Kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994
kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018).
• Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru
TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih
besar dibandingkan pada perempuan.
• Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali
lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.
GEJALA
• Demam lama atau berulang, tapi tidak terlalu
tinggi
• Tidak ada nafsu makan (anoreksia)
• Berat badan tidak naik-naik
• Malnutrisi atau gangguan gizi
• Multi L (lemah, letih, lesu, lelah, lemas letoy,
loyo, lambat)
• Batuk lama atau berulang, tetapi tidak berdahak
(tapi seringkali ini merupakan gejala asma)
• Diare berulang
DIAGNOSIS
• TB pada anak tidak bisa dilakukan dengan uji dahak
(sputum test), karena memang jarang pasien TB
anak mengalami batuk berdahak.
• Foto toraks
• Uji Tuberkulin atau uji Mantoux, dengan
menyuntikkan tuberkulin PPD intrakutan di volar
lengan bawah. Reaksi obat dapat dilihat 48 sampai
72 jam setelah penyuntikan. Uji Tuberkulin positif
menunjukkan adanya infeksi TB.
Panduan obat TB pada anak
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu:
1. tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai tahap lanjutan.
2. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3
macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan
pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam
obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali
pada TB berat). OAT pada anak diberikan
setiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan.
Dosis
• INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300
mg/hari
• Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal
600 mg/hari
• Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2
000 mg/hari
• Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1
250 mg/hari
• Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal
1 000 mg/har
Upaya dan Pengendalian Pencegahan dan
pengendalian faktor risiko TBC
1. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Membudayakan perilaku etika berbatuk.
3. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas
perumahan dan lingkungannya sesuai dengan
standar rumah sehat.
4. Peningkatan daya tahan tubuh.
5. Penanganan penyakit penyerta TBC.
6. Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi
TBC di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan di luar
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
ASTHMA

by: Ns. Yanti Riyantini, MKep.,Sp.Kep.An


PENGERTIAN

Asma atau asthma


bronkiale:
 Penyakit kronik
obstruksi jalan napas
 Reversibel
 Bronkhospasme yang
diakibatkan dari
konstriksi otot-otot
bronkhial, peradangan,
edema membran
mukosa jalan napas.
 Adanya akumulasi
sekret di jalan napas
(James, 2007).
ETIOLOGI

Faktor pemicu terjadinya asthma :


1. Alergen :
2. Outdoor : pohon, semak, gulma, rumput, jamur,
serbuk sari, polusi udara, dan spora
3. Indoor : debu atau debu tungau, jamur, kecoa
dan antigen
4. Irritans : asap rokok, asap pembakaran kayu,
bau dan semprotan
5. Terpapar bahan kimia (inhalasi)
6. Latihan
7. Udara dingin
8. Perubahan cuaca atau suhu
9. Perubahan lingkungan : pindah ke
rumah baru, memulai sekolah baru, dll
10. Pilek dan infeksi
11. Hewan : kucing, anjing, tikus, kuda
12. Obat : aspirin, obat-obat anti inflamasi
non-steroid, antibiotik, beta blocker
13. Emosi yang kuat : takut, marah, tertawa,
menangis
14. Kondisi : gastroesophageal reflux,
tracheoesophageal fistula
Makanan tambahan : pengawet
makanan (sulfit)
15. Makanan : kacang-kacangan, susu dan
produk susu
16. Faktor endokrin : menstruasi,
kehamilan, penyakit tiroid
TANDA DAN GEJALA

1. Retraksi, napas dengan cuping hidung dan


stridor
2. Batuk non produktif (dengan atau tanpa
wheezing) yang kemudian menjadi produktif.
3. Takipnea, orthopnea
4. Tidak dapat istirahat, ketakutan, berkeringat
5. Nyeri abdomen yang diakibatkan dari tarikan
pada otot-otot abdomen selama bernapas.
6. Dispnea
7. Sianosis sekuler
8. Wheezing (Mengi)
9. Retensi karbon dioksida (berkeringat,
takikardi, pelebaran tekanan nadi)
10.Ekspirasi lebih panjang dibandingkan
inspirasi
KOMPLIKASI

1. Gangguan keseimbangan asam basa


dan gagal napas
2. Chronic persistent bronchitis
3. Bronchiolitis
4. Pneumonia
5. Emphyema
TEST DIAGNOSTIK
1. Spirometri untuk menunjukkan adanya
obstruksi jalan napas reversibel
2. Tes provokasi bronkial untuk
menunjukkan adanya hiperaktivitas
bronkus
3. Pemeriksaan tes kulit untuk menunjukkan
adanya antibodi IgE yang spesifik dalam
tubuh
4. Pemeriksaan kadar IgE dan IgE spesifik
dalam serum untuk menyokong adanya
penyakit atopi
5. Pemeriksaan radiologi
6. Analisa gas darah
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah
8. Pemeriksaan sputum
PENATALAKSANAAN

1. Anak dengan episode pertama wheezing


tanpa distress pernapasan, dapat dirawat
di rumah hanya dengan terapi penunjang
dan tidak perlu diberi bronkhodilator
2. Anak dengan distress pernapasan atau
mengalami wheezing berulang, beri
salbutamol dengan nebulisasi atau MDI
(Metered Dose Inhaler).
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian bronkodilator
5. Pelihara aktivitas yang normal
6. Pelihara fungsi paru
7. Cegah gejala kronik dan eksaserbasi
berulang
8. Berikan pengobatan yang optimal dengan
efek samping yang minimal
9. Bantu anak hidup normal dan kehidupan
yang menyenangkan jika memungkinkan
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas
pendek, lendir, bronkokonstriksi dan iritasi jalan napas
Luaran : Pola napas membaik
Kriteria hasil :
1) Dispnea menurun
2) Pernapasan cuping hidung menurun
3) Penggunaan otot bantu napas menurun
4) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
5) Frekuensi dan kedalaman pernapasan membaik
6) Tekanan inspirasi dan ekspirasi membaik
7) Kapasitas vital membaik
Intervensi :
Manajemen jalan napas
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (mengi,
wheezing, ronki)
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4) Posisikan semi fowler/fowler
5) Berikan minum hangat
6) Lakukan fisioterapi dada, jika perluLakukan
penghisapan lendir, jika perlu
7) Berikan oksigen jika perlu
8. Ajarkan klien melakukan pernapasan
diafragma dengan cara bibir dirapatkan saat
melakukan inspirasi.
9. Ajarkan batuk efektif
10.Pantau dan catat saturasi oksigen
11.Kolaborasi pemeriksaan AGD dan pemberian
koreksinya
12.Kolaborasi pemberian bronkhodilator,
ekspektoran, mukolitik jika perlu
 Berikan bronkodilator sesuai program: oral,
intavena, rektal, atau dengan inhalasi
 Berikan bronkodilator oral atau intavena pada
waktu yang berselingan dengan tindakan
nebuliser, nebuliser dosis terukur, atau
Intermittent Positive Pressure Breathing
(IPPB) untuk memperpanjang keefektifan
obat.
 Observasi efek samping seperti adanya
takikardi, disritmia, eksitasi sistem saraf
pusat, mual dan muntah.
 Evaluasi evektifitas tindakan nebuliser inhaler
dosis terukur atau IPPB
 Kaji penurunan sesak napas, penurunan
mengi atau creackles, penurunan sekresi
dan penurunan ansietas
 Pastikan bahwa tindakan diberikan
sebelum makan untuk menghindari muntah
dan untuk mengurangi keletihan yang
menyertai aktivitas makan
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
akumulasi lendir dan infeksi trakheobronkhial
Luaran: Bersihan jalan napas meningkat
Kriteria hasil:
 Batuk efektif meningkat
 Produksi sputum menurun
 Dispnea menurun
 Sianosis menurun
 Frekuensi napas membaik
 Pola napas membaik
Intervensi :

Latihan Batuk efektif


1) Identifikasi kemampuan batuk
2) Monitor adanya retensi sputum
3) Monitor tanda & gejala infeksi saluran napas
4) Monitor intake & output
5) Atur posisi semi fowler/fowler
6) Pasang perlak & bengkok dipangkuan pasien
7) Pasang perlak & bengkok dipangkuan pasien
8) Buang sekret pada tempat sputum
9) Jelaskan tujuan & prosedur batuk efektif
10) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8
detik
11) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
12) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
13) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran jika
perlu
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
Luaran : Pertukaran gas membaik

Kriteria hasil :
– Dispnea menurun
– Bunyi napas tambahan menurun
– Takikardia menurun
– PCO2 membaik
– PO2 membaik
– PH arteri membaik
– Napas cuping hidung menurun
– Gelisah menurun
– Pola napas membaik
– Sianosis membaik
– Warna kulit membaik
Intervensi:
• Monitor kecepatan aliran oksigen
• Monitor posisi alat terapi oksigen
• Monitor aliran oksigen secara periodik & pastikan
fraksi yang diberikan cukup
• Monitor efektifitas terapi oksigen
• Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
makan
• Monitor tanda-tanda hipoventilasi
• Monitor tanda & gejala toksikasi oksigen

www.themegallery.com
• Monitor tingkat kecemasan
• Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakhea
• Pertahankan kepatenan jalan napas
• Siapkan & atur peralatan pemberian oksigen
• Berikan oksigen jika perlu
• Tetapkan berikan oksigen saat pasien ditransportasi
• Ajarkan pasien & keluarga cara menggunakan
oksigen di rumah
• Kolaborasi penentuan dosis oksigen
• Kolaborasi pemeriksaan analisis gas darah dan
koreksinya.

www.themegallery.com

Anda mungkin juga menyukai