Anda di halaman 1dari 22

JUDUL :

(PERANAN MIKRO ORGANISME DALAM PENCERNAAN )


BAB I

PENDAHULUAN
 
1.1Latar Belakang

Mikrobiologi merupakan ilmu tentang mikroorganisme yang mencakup


bermacam-macam kelompok organisme mikroskopik yang terdapat sebagai sel
tunggal maupun kelompok sel, termasuk kajian virus yang bersifat mikroskopik
meskipun bukan termasuk sel. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya
mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan di
semua tempat yang memung-kinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan
hidup manusia salah satunya  pada ternak. Ternak ruminansia termasuk dalam
ordo Artiodactyla (hewan mamalia  berkuku genap) dan sub ordo Ruminantia.
Ternak ruminansia merupakan ternak yang berbeda dengan ternak non
ruminansia atau ternak lainnya. Hal yang membedakan yaitu ternak ruminansia
mempunyai lambung jamak sedangkan ternak non ruminansia mempunyai
lambung tunggal. Lambung ruminansia terdiri atas empat bagian, yaitu rumen,
retikulum, omasum dan abomasum. Selain itu, ternak ruminansia memiliki
mikro-organisme di dalam rumen. Mikroorganisme inilah yang membantu
pencernaan ternak ruminansia dalam memecah pakan agar dapat diserap dan
digunakan oleh tubuh.
Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar karena adanya simbiosis
antara inang (ruminansia) dengan mikroorganisme rumen. Pada ternak
ruminansia, baik ruminansia besar (sapi dan kerbau) maupun ruminansia kecil
(kambing dan domba), terdapat rumen dengan berbagai jenis mikroba di
dalamnya.Mikroba ini disebut mikroba rumen
. Fungsi dari mikroba rumen ini adalah untuk mem-fermentasi pakan
dengan kandungan selulosa di dalamnya atau pakan yang berserat tinggi.
Kemampuan mikroba rumen dalam  pendegradasian pakan menjadi bentuk yang
lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan ternak dan juga 2 mikroba di dalamnya ini merupakan
salah satu keuntungan adanya mikroba rumen dalam sistem pencernaan ternak
ruminansia, jadi Berdasarkan fungsi dan jenisnya masing-masing, mikroba
yang paling  banyak terdapat dalam rumen diklasifikasikan menjadi 3 jenis,
yaitu bakteri,  protozoa dan fungi/jamur. Dalam makalah ini akan dibahas
secara lebih rinci tentang mikroba rumen dan fungsi dari masing-masing
jenisnya.
Kecernaan ruminansia tergantung populasi dan jenis mikroorganisme
didalam rumen. Jenis mikroorganisme dalam rumen terdiri atas tiga macam
yakni  bakteri, protozoa dan fungi. Ketiga mikroba tersebut mempunyai peranan
berbeda-beda dalam rumen. Sehingga hal inilah yang melatar belakangi penulis
dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mempelajari beberapa
mikroorganisme di yang dapat hidup dan memiliki kemampuan beradaptasi
pada rumen tern

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan mikrobiologi rumen?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba rumen?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi populasi mikroba rumen?
4. Bagaimana kelompok mikroba dalam rumen? 5. Bagaimana interaksi
mikroba di dalam rumen?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian mikrobiologi rumen.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba rumen.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi populasi mikroba
rumen.
4. Untuk memahami kelompok mikroba dalam rumen.
5. Untuk mengetahui interaksi mikroba di dalam rumen.

 
 
BAB II
 
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mikrobiologi Rumen
Mikroba rumen adalah organisme yang hidup dalam rumen ternak ruminansia
(sapi, kerbau, kambing, domba dll) yang berperan penting dalam
pendegradasian polisakarida pada dinding sel tanaman serta serat kasar.
Berdasarkan pendapat Ali (2012), bahwa pakan hijauan akan difermentasi oleh
mikroba rumen sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia tersebut. Hal
senada diungkapkan oleh Das, dkk (2012), yang mengatakan bahwa mikroba
rumen dapat memanfaatkan nutrisi pakan secara lebih efisien sebagai sumber
energi ternak. Keberadaan mikroba rumen ini disebabkan karena pada rumen
ternak ruminansia tidak dapat dihasilkan enzim untuk mendegradasi
polisakarida dalam dinding sel tanaman, sehingga keberadaan mikroba rumen
sangat berperan penting di dalamnya. Hal ini merupakan pendapat dari Jakober,
dkk (2009), yang juga menyebutkan bahwa 3 jenis mikroba dalam rumen adalah
bakteri, protozoa dan fungi/jamur. Berdasarkan pendapat Das, dkk. (2012),
bakteri pada rumen dapat memproduksi enzim yang dapat memecah hijauan
sebagai sumber energy ternak ruminansia. Hal ini menyebabkan jumlah bakteri
sangat banyak dan merupakan yang paling banyak dibandingkan dengan jumlah
protozoa atau fungi/jamur. Dalam rumen, bakteri yang hidup tidak hanya 1
jenis, melainkan terbagi menjadi  jenis-jenis berbeda yang diklasifikasikan
berdasarkan letaknya dalam rumen dan  berdasarkan jenis bahan yang
digunakan dan hasil fermentasinya. Seperti yang diketahui bahwa aktivitas
enzim dipengaruhi oleh pH, karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino
mudah dipengaruhi oleh pH. Perubahan pH atau pH yang tidak sesuai akan
menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim berubah. Selain itu
perubahan pH juga menyebabkan denaturasi enzim dan mengakibatkan
hilangnya aktivitas enzim. Isolat-isolat yang dikarak-terisasi menunjukkan
keragaman pH optimum. Mikroba yang terdapat dalam rumen dibagi menjadi
empat jenis mikroor-

4 ganisme anaerob, yaitu bakteri, protozoa, fungi dan mikroorganisme lainnya


seperti virus. Penghuni rumen yang fungsional paling penting adalah bakteri,
dalam 1 ml getah rumen terkandung 109 sampai 1010 sel dan merupakan 5-10%
massa kering isi perut besar (Schlegel, 1994). Jumlah protozoa dalam rumen
lebih sedikit bila dibandingkan dengan  jumlah bakteri yaitu sekitar 106sel/ml.
Ukuran tubuhnya lebih besar dengan  panjang tubuh berkisar antara 20-200
mikron, oleh karena itu biomassa total dari  protozoa hampir sama dengan
biomassa total bakteri (McDonald, 2002). Mikroba rumen memiliki peran yang
sangat penting bagi ternak karena mereka dapat memanfaatkan nutrisi tanaman
secara efisien sebagai sumber energi (Das, 2012). Pakan hijauan dan bahan
berserat sebagai pakan basal bagi ruminansia akan difermentasi oleh mikroba
rumen sehingga menghasilkan asam lemak terbang sebagai sumber energi dan
pasokan rantai karbon serta sebagian mengandung substansi tanin kondensasi
untuk proteksi protein terhadap fermentasi rumen (Ali, 2012). Ternak
ruminansia tidak dapat menghasilkan enzim yang digunakan untuk
mendegradasi polisakarida dalam dinding sel tanaman, namun mereka memiliki
organisme yang hidup di dalam rumen yaitu bakteri,  jamur dan protozoa yang
akan muncul beberapa minggu setelah lahir (Jakober dan McAllister, 2009).
Urutan pola fermentasi dalam rumen: Glukosa
→ silosa →
 pati

selulosa
→p
eranan mikroba rumen dalam membantu  pemecahan zat gizi dalam pakan dan
mengubahnya menjadi senyawa yang dapat dimanfaatkan oleh ternak
merupakan keuntungan yang dimiliki oleh hewan ruminansia. Setelah pakan
diproses di dalam mulut, proses kedua adalah di bagian Rumen. Rumen
berbentuk seperti sebuah kantung, yang berfungsi sebagai tempat untuk
mengolah pakan dengan  bantuan mikroba.

 
 
5 Berikut
 
 beberapa
 
fungsi utama mikrobia rumen yaitu: 1) Mencerna selulosa, pati, pectin, silan,
pentosa dan karbohidrat terlarut dalam ransum. Untuk mengolah selulosa pakan,
proses ini dilakukan oleh jamur, dengan cara membentuk koloni pada jaringan
selulosa pakan yang tumbuh menembus dinding selulosa, nanti pakan lebih
mudah dicerna oleh enzim  bakteri rumen. Jumlah selulosa pada serat kasar
sekitar 30
 – 
 60% dari total  bahan kering. Setelah itu, selulosa ini akan diuraikan menjadi
glukosa, kemudian hasil fermentasinya berupa volatille fatty acids (VFA)
berguna sebagai sumber energi utama bagi ternak. 2) Mencerna protein dan
senyawa nitrogen dalam ransum atau 4.Mensintesis asam-asam amino dari zat-
zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana. 3) Mensintesis protein dan
asam amino yang berasal dari ammonia; atau dengan kata lain mengubah
protein pakan yang berkualitas rendah dan non-protein nitrogen (NPN) menjadi
protein penyusun tubuh yang mempunyai komposisi asam amino ideal. 4)
Mensintesis vitamin yang dibutuhkan oleh induk semang (host) dan spesies
mikrobia atau membentuk vitamin B komplek dan vitamin A, yang berfungsi
sebagai sumber nutrisi bagi ternak. 5) Mikroba rumen yang mati, akan masuk ke
dalam usus halus dan selanjutnya akan diproses menjadi sumber protein yang
berkualitas tinggi. Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
rumen yaitu:
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba Rumen
Beberapa faktor telah diketahui yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
rumen yaitu:

 
Pertumbuhan sel mikroba rumen dipengaruhi oleh ketersediaan ATP (derivat
dari produk fermentasi KH atau VFA) dan NPN.

 
Aktivitas mikroba membutuhkan ATP untuk kehidupan dan pertumbuhannya,
sekitar 4
 – 
 5 mol/ mol KH yg terfermentasi.

 
ATP diperlukan untuk transport reaksi atau konsentrasi gradien
 
 
6

 
Komponen nitrogen (amonia, NPN dalam bahan pakan, bakteri yg lisis)
diperlukan untuk sintesis protein sel mikroba.

 
Asam amino tertentu juga diperlukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan
mikroba, selain itu juga membutuhkan asam lemak rantai cabang yg merupakan
hasil deaminasi protein

 
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsen-trasi amonia optimum
diperlukan untuk pertumbuh-an mikroba rumen

 
Sulfur juga diperlukan untuk pertumbuhan mikroba rumen, kenyataannya
biomas mikroba rumen mengandung 8 g sulfur/kg BK. Kebutuhan sulfur
berdasarkan rasio N : S dari 8,6 : 1 s/d 30,8 : 1, umumnya diperoleh dari
degradasi protein yang mengandung asam amino (aa mengandung sulfur)

 
Kebutuhan phosphor, masih sedikit bukti dapat membatasi pertumbuhan
mikroba, resi. Phosphor esensial dalam struktur DNA dan RNA, dalam
pembentukan asam nukleat, juga esensial dalam pertukaran energi dalam sel
(ATP dan GTP). Kebutuhannya sekitar 8 : 1 (rasio N : P)

 
Mineral lain yang dibutuhkan adalah trace mineral
2.3
 
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Populasi Mikroba Rumen
Beberapa faktor telah diketahui sebagai kendala yang mempengaruhi aktifitas
populasi mikroba rumen. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu suhu,
komposisi gas, pengaruh osmotik dan ionik, keasaman, tersedianya nutrisi dan
keluarnya cairan atau masuknya aliran ke rumen, dll. Lambung ruminansia
secara umum dapat dipandang sebagai wahana yang ideal bagi pertumbuhan
mikroorganisme karena adanya faktor: · Ukuran lambung besar · Tersedianya
substrat secara kontinyu · Percampuran makanan selalu terjadi · Kontrol
terhadap keasaman (pH) lambung dapat dilakukan dengan melalui  buffering
action dari saliva serta dinding rumen · Terjadinya pembuangan zat-zat terlarut
yang dapat menghambat proses metabolisme dan adanya pembuangan bahan
padat ke bagian saluran pencernaan

 
7 lainnya. -
 
Secara normal karena kotak dengan hewan lain, bakteri tidak harus kontak
dengan hewan dewasa, tetapi protozoa perlu kontak dengan hewan dewasa. -
 
Dari lingkungan (bahan pakan dan kandang) -
 
Kondisi lingkungan rumen mendukung untuk tumbuhnya mikroba, karena
adanya subtrat dan perantara , pH rumen optimum untuk pertumbuhan,
kelembaban optimum, karena adanya air di rumen, suhu rumen optimum Hewan
yang bersangkutan hanya dapat mengatur aktivitas mikroba rumen dalam
keterbatasan kemampuan yang dimiliki seperti disebutkan diatas. Oleh karena
itu factor factor lainnya ditentukan oleh kondisi fisiologis pertumbuhan serta
adanya interaksi antara mikroba rumen seperti sinergisme, penghambatan dan
kompetisi diantara spesies atau dengan mikroorganisme lainnya. Pada awal
perkembangannya komposisi mikroba di dalam rumen pada hewan yang baru
lahir sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang komplek dan tergantung pada
lingkungan mikro kimia yang dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi.
Segera setelah terbentuk maka komposisi mikroba rumen akan sangat stabil
kecuali terjadi perubahan komposisi pakan.
a. Suhu (Temperatur)
Temperatur rumen dikatakan normal apabila berada pada kisaran antara 39
 – 
 41
o
C. Segera setelah makan, temperatur rumen biasanya akan meningkat sampai
dengan 41
o
C, terutama selam proses fermentasi terjadi didalam rumen. Sebaliknya
temperatur akan menurun sampai dibawah suhu normal bila ternak minum air
dingin. Kondisi ini akan dapat mempengaruhi populasi mikroba rumen terutama
pada spesies-spesiestertentu yang sangat peka yang tidak dapat  bertahan hidup
pada suhu diatas 40
o
C (Hungate, 1966). Demikian pula  penurunan suhu rumen dibawah suhu
normal setelah hewan minum air dingin akan mempengaruhi aktivitas mikroba
ini.
b. Keasaman (pH)
Dalam kondisi anaerobik serta suhu diantara 39 - 40
o
C, keasaman rumenberkisar antara 5,5 - 7,0. Keasaman lambung atau rumen
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti macam pakan serta waktu setelah
 
 
8 makan.Macam pakan akan mempengaruhi hasil akhir fermentasi, yaitu asam
lemak terbang (VFA) serta konsentrasi bikarbonat dan fosfat yang disekresikan
oleh hewan yang bersangkutan dalam bentuk saliva. Konsentrasi VFA pada
umumnya menurun dengan menignkatnya keasaman rumen. Untuk menjaga
agar  pH rumen tidak menurun atau meningkat secara drastis maka perlu adanya
hijauan didalam ransum dalam proporsi yang memadai (± 40 persen dari total
ransum atau dengan kadar serat kasar sekitar 20 persen) dimana 70 persen dari
serat kasar ini harus dalam bentuk polisakarida berstruktur untuk dapat
merangsang produksi saliva selama proses ruminasi. Akibat terjadinya peruba-
han keasaman rumen, komposisi mikroba akan berubah. Apabila pH rumen
mendekati 6, jumlah bakteri asam laktat (misalnya gram positif batang) akan
meningkat sehingga konsentrasi asam laktat didalam rumen akan meningkat.
Protozoa rumen sangat sensitif terhadap perubahan pH dan akan mati  pada pH
rumen dibawah 5,5. Jamur rumen perkembang biakannya (zoospo-rogenesis)
juga terlambat apabila pH rumen kurang atau diatas 6,5.
c. Komposisi gas
Komposisi gas didalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35 persen
CO2;26,76-27 persen CH4; 7 persen N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2. Karena
kondisi anaerob didalam rumen merupakan faktor yang sangat penting maka
produksi CO2 pada proses fermentasi sangat menentukan terciptanya kondisi
anaerob. Mekipun O2 juga dijumpai didalam rumen terutama pada bagian
 saccus dorsalis
, tekanan O2 pada digesta rumen sangat kecil. Oksigen yang masuk kedalam
rumen melalui proses menelan akan segera digunakan oleh bakteri- bakteri
fakultatif anaerobic seperti Sterptococcus bovis. Salah satu akibat dari  proses
ini adalah redox potensial (EH) didalam rumen akan selalu konstan dan rendah
yaitu berkisar antara -250 mV sampai dengan -450 mV. Peranan hidrogen
dalam proses produksi methana adalah sebagai sumber elektron, sehingga
rendahnya kadar H
2
 didalam rumen merupakan petunjuk adanya aktivitas menggunakan H
2
 untuk mengurangi CO
2
menjadi CH. Disamping itu,

 
10
e. Pengaruh Osmotik & Ionik
Tidak seperti protozoa, bakteri relatif tahan terhadap perubahan tekanan
osmotik. Hal ini antara lain disebabkan adanya kemampuan bakteri untuk
mempertahankan konsentrasi beberapa ion yang terdapat didalam sel.
f. Tekanan Permukaan
Tekanan permukaan cairan rumen biasanya diantara 45 - 59 dynes/cm. Belum
banyak informasi yang diperoleh tentang pengaruh tekanan permukaan terhadap
perubahan populasi mikroba rumen. Namun demikian kasus terjadinya
kembung (bloat) adalah erat kaitannya dengan perubahan tekanan permukaan.
Demikian pula perubahan tekanan permukaan telah diketahui dapat
mempengaruhi tekanan permukaan seperti protein dan lemak makanan serta
cairan empedu. Dari faktor-faktor tersebut cairan empedu merupakan faktor
dominan karena kemampuannya dalam menghasilkan unsur detergent yang
bersifat racun terhadap bakteri.
g. Variasi Harian
Konsentrasi mikroba rumen akan berfluktuasi sepanjang hari. Beberapa faktor
penyebabnya antara lain: makanan, kelaparan (starvation) dan  pengenceran
(dilution rate) cairan rumen. Fluktuasi protozoa mungkin erat kaitannya dengan
perubahan pH rumen disamping faktor lainnya.
h. Pakan
Komposisi pakan sangat menentukan terhadap hasil akhir fermentasi serta laju
pengenceran (dilution rate) isi rumen. Jika ransum basal mengandung serat
kasar tinggi maka bakteri selulolitik akan dominan karena kehadirannya
menentukan terjadinya proses fermentasi selulosa. Sebaliknya protozoa akan
berkurang jumlahnya. Jamur karena sifatnya adalah selulolitik akan meningkat
jumlahnya pada kondisi ini. Keadaan yang sebaliknya akan terjadi jika proporsi
konsentrat meningkat dalam pakan.
i. Frekuensi Pemberian Pakan
Dengan meningkatnya frekuensi makan (karena bertmbahnya frekuensi suplai
makan) fluktuasi pH rumen akan berkurang. Hal ini akan meningkatkan
populasi mikroba. Peningkatan populasi protozoa dari 1,15 x 106 menjadi 3,14
x
 
 
11 106 telah dilaporkan jika frekuensi pemberian pakan ditingkatkan dari satu
kali menjadi empat kali sehari.
 j. Tingkat Konsumsi
Konsumsi sukarela (voluntary intake) ransum dapat ditingkatkan tiga sampai
empat kali kebutuhan hidup pokok apabila konsentrat diberikan dalam ransum.
Dengan meningkatnya konsumsi, volume rumen dan sekresi saliva ke rumen
serta laju pengeluaran digesta dari rumen akan meningkat.
 k. Faktor-Faktor Lain - Pemeberian Bahan Kimia
Pemberian antibiotika dalam ransum akan menurunkan populasi bakteri.
Demikian pula pemberian bahan detergen akan dapat mematikan protozoa.
Bahan detergen seperti Manoxol OT, Aerosol OT dan Alkanate lazim
digunakan sebagai bahan untuk defaunasi. Bahan anti jamur seperti Actidions
juga telah dilaporkan dapat mematikan jamur rumen, meskipun penelitian lain
gagal menggunakan Actidions untuk menghilangkan jamur dari dalam rumen. -
 
Pengaruh Individu Ternak
Tiap individu mempunyai variasi jenis dan jumlah mikroba yang berbeda. Hal
ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal tingkah laku
makan dan minum atau adanya perbedaan dalam hal volume rumen serta laju
pengeluaran isi rumen ke alat pencernaan lainnya. -
 
Kompetisi Makanan
Seperti dijelaskan dimuka bahwa mikroba rumen membutuhkan zat-zat
essensial tertentu untuk pertumbuhan. Penggunaan polisakarida oleh protozoa
akan berakibat pengurangan substrat bagi bakteri sehingga populasi bakteri
pemekai polisakarida akan menurun bila kondisi ini terjadi di dalam rumen.
2.4 Kelompok Mikroba Dalam Rumen 2.4.1 Bakteri
Bakteria rumen berbentuk bulat atau seperti cocci dengan ukuran 1-2503.
Rumen dihuni bakteria yang bersifat anaerob obligat, beberapa bersifat anaerob
 
 
12 fakulatif. Bakteria kecil merupakan jumlah dari setengah seluruh biomas
rumen tetapi berperanan besar dalam pekeerjaan metabolik. Bakteri merupakan
biomassa terbesar di dalam rumen, terdapat sekitar 50% dari total bakteri hidup
bebas dalam cairan rumen dan sekitar 30-40% menempel pada partikel
makanan. Beberapa jenis bakteri dari spesies Micrococcus, Staphylococcus,
Streptococcus, Corynebacterium, Lactobacillus, Fusobacterium dan
Propionibacteriun ditemukan menempel pada epitel dinding rumen, disamping
itu terdapat spesies bakteri methanogen yang hidup menempel  pada protozoa
(Dehority, 2004). Bakteri pada rumen dapat memproduksi enzim yang dapat
memecah hijauan sebagai sumber energi baru bagi ternak ruminansia (Das dan
Qin, 2012). Menurut Suwandi (1997), bahwa bakteri merupakan biomassa
mikroba yang terbesar di dalam rumen, berdasarkan letaknya dalam rumen,
bakteri dapat dikelompokkan menjadi : a. Bakteri yang bebas dalam cairan
rumen (30% dari total bakteri)  b. Bakteri yang menempel pada partikel
makanan (70% dari total bakteri) c. Bakteri yang menempel pada epithel
dinding rumen d. Bakteri yang menempel pada protozoa Berdasarkan jenis
bahan yang digunakan dan hasil fermentasinya, jenis- jenis bakteri pada rumen
dibedakan berdasarkan substrat yang didegradasi, yaitu  bakteri Selulolitik,
bakteri Hemiselulolitik, bakteri amilolitik, bakteri proteolitik,  bakteri lipolitik,
bakteri methanogenik,bakteri ureolitik, Sugar Untilizer Bacteria (bakteri
pemakai gula), danAcid Utilizer Bacteria (Bakteri Pemakai Asam). Berikut ini
penjelasannya: -
 
Bakteri Selulolitik
Bakteri selulolitik menghasilkan ensim selulose dari hidrolisis ikatan beta 1,4-
glikosida (selulosa). Dapat menghidrolisis hemiselulosa (sekitar 15% dari
bakteri selulolitik). Terdapat dalam jumlah banyak di rumen, jika pakan berserat
kasar tinggi. Keuntungannya dari bakteri ini, energi (ATP) yang dihasilkan
cukup untuk digunakan oleh bakteri itu sendiri sehingga tidak mengurangi
pemakaian energi oleh ternak. Beberapa contoh bakteri selulolitik adalah
 Bacteriodes

 
 
22 dapat ditunda sampai senyawa tersebut dilepas kembali pada saat terjadinya
lysis atau pecahnya sel protozoa akibat terlalu banyak menyimpan amilopektin.
Diperkirakan tiap ekor protozoa dapat memangsa bakteri dengan kecepatan
antara 130 - 21200 bakteri/protozoa/jam pada kondisi kepadatan bakteri 109
sel/ml. Pencernaan bakteri dalam sel protozoa dapat berkisar antara 345
 – 
1200  bakteri/ protozoa/jam. Jumlah ini akan setara dengan 2,4-45 persen bakteri
bila konsentrasi protozoa mencapai 106/ml isi rumen domba. Jenis Entodinium
dan  protozoa besar lebih selektif dalam memangsa bakteri dan lebih menyukai
aneka spesies bakteri. Sementara itu spesies Entodinia memangsa bakteri
selulolitik jauh lebih cepat daripada bakteri jenis lainnya. Kondisi optimal
terjadinya predasi adalah pH rumen sekitar 6,0 dan akan menurun apabila pH
lebih tinggi atau lebih rendah dari 6,0.
c. Interaksi Antara Bakteri-Jamur dan Protozoa
Populasi jamur rumen (zoospores) telah dilaporkan meningkat setelah defaunasi
(menghilangkan protozoa dari rumen). Sebagai akibat meningkatnya  populasi
jamur rumen setelah proses defaunasi, daya cerna serat kasar akan meningkat
secara nyata 6 - 10 unit/24 jam. Disamping itu jumlah bakteri juga meningkat
apabila protozoa dihilangkan dari rumen sehingga pada kondisi pakan dengan
kandungan protein rendah tapi kandungan enersi tinggi, diperoleh kenaikan
produksi wool serta bobot badan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
interaksi antar mikroba rumen sangat kompleks dan tidak menguntungkan bagi
hewan inang. Protozoa dengan  populasi yang besar akan mengurangi
produktivitas ternak, melalui penurunan ratio antara asam amino dengan enersi
pada hasil pencernaan yang terserap. Hal ini disebabkan kehadiran protozoa
dalam jumlah besar akan mengurangi biomassa  bakteri dan juga jamur didalam
rumen ternak yang diberi pakan basal limbah  pertanian atau dengan kadar serat
kasar tinggi. Dalam kondisi ini laju pencernaan serat kasar akan menurun.
 
 
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mikroba rumen
adalah organisme yang hidup dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau,
kambing, domba dll) yang berperan penting dalam pendegra-dasian polisakarida
pada dinding sel tanaman serta serat kasar. 2. Mikroba dalam rumen yang paling
banyak jumlahnya diklasifikasikan menjadi 3, yaitu bakteri, protozoa dan
fungi/jamur. Dengan jumlah bakteri merupakan yang paling banyak dan
fungi/jamur merupakan yang paling sedikit. 3. Interaksi yang terjadi antar
mikroba rumen dapat merugikan ternak inang karena sangat berpengaruh
dengan nutrisi pakan dan tingkat konsumsi pakan  pada ternak inang. 4. Faktor-
faktor yang mempengaruhi keberadaan mikroba rumen adalah suhu, keasaman
rumen, tingkat konsumsi pakan, nutrisi pakan, jumlah pemberian  pakan dll. 5.
Terjadi interaksi anatara mikroba dalam rumen ada tiga yaitu: - Interaksi antar
bakteri - Interaksi antara protozoa-bakteri - Interaksi antara bakteri-amur dan
protozoa
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas maka
saran yang dapat kami sampaikan yaitu perlu adanya tinjauan atau  penelitian
lagi terhadap jenis mikroba rumen yang mampu meningkatkan daya cerna dan
memberikan
 good performance
 pada ternak. Serta perlu adanya tinjauan atau penelitian lagi terhadap
mikroorganime kelompok virus atau bakteriofag untuk memudahkan dalam sisi
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
 
Ali, Usman. 2012.
 Pengaruh Penggunaan Onggok Dan Isi Rumen Sapi Dalam  Pakan Komplit
Terhadap Penampilan Kambing Peranakan Etawah.
Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang. Malang. Cakra, I. G. L. O. dan
Siti, N. W. 2008.
 Koefisien Cerna Bahan Kering dan  Nutrien Ransum Kambing Peranakan
Etawah Yang Diberi Hijauan Dengan Suplementasi Konsentrat Molamik 
. Majalah Ilmiah Peternakan
 
11(1): 12-17.
 
Das, Khrusna Chandra dan Wensheng Qin. 2012.
 Isolation and characterization of superior rumen bacteria of cattle (Bos taurus)
and potential application in animal feedstuff 
. Open Journal of Animal Sciences Vol.2, No.4, 224-
 
228.
 
Jakober, M. Qi, K. D. dan T.A. McAllister. 2009.
 Rumen Microbiology
. Animal and Plant Productivity Lethbridge Research Centre Canada. Canada.
Kostyukovsky, Vladimir
et al.
1995.
 Degradation of Hay by Rumen Fungi in  Artificial Rumen (RUSITEC)
. J. Gen. Appl. Microbial., 41, 83-86.
 
McDonald, P., R. Edwards and J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th
 
Edition. New York.
 
Meryandini, A., dkk. 2009
. Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakteristik Enzimnya
. MAKARA SAINS 13(1):32-38.  Nagpal, Ravinder
et al.
2010.
 Influence of Bacteria and Protozoa from the rumen of buffalo on in-vitro
activities of anaerobic fungus Caecomyces sp. isolated  from the feces of
elephant 
. Journal of Yeast and Fungal Research
 
Vol.1 (8),  pp. 152-156
 
Prayitno, C. H. dan Hidayat, N. 2011.
 Aktivitas Selulolitik dan Produk Asam  Lemak Volatile dari Bakteri Rumen
Sapi pada Substrat Jerami Padi
. J.
 
Anim. Prod
.
1(1): 1-9.
 
Soetanto, Hendrawan. 1998.
 Bahan Kuliah Nutrisi Ruminansia
http://images.hendrawansoetanto.multiply.multiplycontent.com. Diakses
 
tanggal 08 Mei 2015.
 
Suwandi. 1997.
 Peranan Mikroba Rumen Pada Ternak Ruminansia
. Lokakarya Fungsional Non-Peneliti. Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi
Umum. T. Baskoro. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai