Anda di halaman 1dari 4

Pengenalan Pendekatan Didaktis dalam Sastra

Awal dan pertengahan penulis kesusastraan modern mulai berfikir bahwa sebuah karya harus
memuat pemberian pesan yang dapat mengubah perilaku ataupun kebiasaan menjadi lebih baik. Alasan
inilah yang menjadi tonggak awal munculnya sastra didaktis. Sebuah teks atau karya sastra dapat
dikatakan didaktis apabila teks tersebut dibuat dan dimaksudkan untuk memberikan pengajaran,
instruksi, memberikan saran, memperbaiki moral dan tingkah laku. Peran dan fungsi dari sastra didaktis
dapat dilihat dengan mempertimbangkan pengaplikasian dan pengulangan perilaku dari teks dan ide
dalam teks terhadap kehidupan nyata.

Di dalam teks, makna didaktis dapat terlihat dari peran penulis yang secara eksplisit menunjukan
bahwa dia adalah seorang pendidik atau pemberi moral dan di dalam teksnya juga terlihat berbagai
saran yang diperlihatkan. Makna eksplisit yang dimasukan dalam sebuah teks dapat terlihat dari alur
cerita dalam sebuah teks maupun konstruksi penulisan yang dimuat oleh penulis. Makna didaktis dapat
ditulis secara implisit juga dalam artian pembaca yang menerka dan menangkap pesan yang bersifat
pengajaran dalam sebuah teks. Makna atau pesan didaktis yang dipahami oleh pembaca sangat erat
kaitannya dengan apa yang diharapkan oleh pembaca terhadap karya yang ditelaahnya. Membuat
pembaca menangkap pesan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penulis memang bukan suatu hal
yang mudah. Ada banyak berbagai hal yang diperhatikan seperti bagaimana penulisan script dari sebuah
karya tersebut, konsistensi alur penulisan ataupun cerita yang dimuat. Jika faktor tersebut tidak
dipenuhi, pembaca justru akan mendapatkan interpretasi yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh penulis.

Selain penulis dan pembaca, ada berbagai faktor yang bisa dipertimbangkan dalam menangkap
makna didaktis seperti penerjemah, penerbit, penjual buku. Hal ini dikarenakan sering kali karya asli
dialih bahasakan menjadi bahasa lain sehingga faktor penerjemah menjadi penyampai untuk makna
didaktis. Terjemahan menjadi metode yang paling efektif dalam menangkat makna didaktis dalam
sebuah teks. Sebagai contoh, karya-karya satra pada abad pertengahan, terjemahan dari teks latin ke
Inggris dilakukan dengan menggunakan terjemahan bebas. Terjemahan ini justru seringkali menambah
makna didaktis yang disampaikan kepada pembaca karena kata alih bahasanya yang mengena bagi
pembacanya.

Dalam pembuatan makna didaktis, pembaca sepenuhnya tidak bisa dikecualikan dalam sebuah
karya sastra. Sebagus apapun makna didaktis yang dibuat oleh penulis, pembaca bisa memilih ataupun
menolak untuk membaca karya tersebut. Salah satu contohnya pada abad awal pertengahan sastra
modern, terdapat banyak orang terutam wanita yang tidak bisa membaca sehingga dia mendapatkan
informasi dari laki-laki ataupun pemuka agama yang bisa membaca dan membacakan isi dari sebuah
karya sastra kepada orang yang tidak bisa membaca. Para laki-laki ataupun pendeta yang bisa membaca
itu bisa saja menambahkan ataupun menghilangkan pesan yang tersimpan pada sebuah karya. Dalam
hal ini, dapat dikatakan bahwa kesempatan mendapatkan makna didaktis erat kaitannya dengan gender.
Selain itu, dalam kesesusatraan modern awal, bacaan untuk wanita sangat terbatas. Penerbit ataupun
perusahaan yang memperbanyak sebuah karya sastra dapat untuk tidak mencetak ataupun tidak
menerbitkan berbagai karya sastra tertetu. Hal ini dikarenakan pengaruh-pengaruh dari bacaan yang
dapat mempengaruhi wanita. Sehingga bacaan yang tersedia didasarkan pada topik-topik yang umum
pada wanita ataupun topik yang sesuai dengan apa yang dikehendaki otoritas pejabat. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor apakah pesan dikdatis ini tersampaikan atau tidak kepada
pembaca. Ada berbagai faktor diluar faktor pembaca seperti penerbit, pemperbanyak karya sastra,
penerjemah, yang mampu untuk memanipulasi makna dari didaktis dengan cara mengubah ataupun
menghilangkan berbagai makna didaktis dalam sebuah teks.

Meski kesusastrean didaktis pada interval awal pertengahan dikatakan tidak stabil karena
terdapat banyak perubahan alih bahasa ke bahasa lain dari bahasa asal atau perubahan manuskrip ke
dalam cetakan yang berbeda agar isinya sesuai dengan keadaan politik dan sosial pada waktu tertentu,
hal yang menarik dari karya didaktis adalah banyak karya sastra yang masih dikenang sampai sekarang
bahkan sering kali dikutip dan di tulis ulang dari generasi ke generasi.

Pada dasarnya kesusastraan didaktis dipertujukan untuk memberikan saran, moral, dan instruksi
dari sebuah pembelajaran yang diberikan oleh penulis, sehingga pada akhirnya mampu merubah
perilaku pembaca ke arah yang lebih baik. Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah memang
terdapat hubungan antara saran yang terdapat pada teks dengan perubahan tingkah laku pada
pembaca? Kajian tentang teks, teori dan praktek lapangan akan didaktis ini menjadi focus para peneliti.
Beberapa karya sastra didaktis yang teksnya memang ditujukan untuk nama-nama tertentu atau
kejadian sejarah tertentu mampu memberikan kita gambaran sejauh mana perubahan perilaku dari
individu atau kelompok orang yang ditujukan dalam sastra tersebut.

Karya sastra dari didaktis dapat terbagi menjadi beberapa jenis. Pengkategorian dari jenis
didaktis ini dapat dilihat dari struktur sebuah sastra didaktis dan tergantung dari bagaimana persepsi
pembaca terhadap isi dari karya tersebut. Peran awal dari sastra didaktis pada periode awal dan
pertengahan modern sastra memang ditujukan untuk memberikan pengarahan pada anak. Memang
sastra didaktis tidak sepenuhnya ditujukan untuk anak-anak, namun pada umumnya karya sastra
utamanya untuk anak-anak bersifat didaktis. Fungsi sastra untuk anak baik itu untuk membentuk pribadi
mereka yang lebih baik ataupun mengatur perilaku mereka serta mendorong ketertarikan mereka dalam
bidang kesusastraan. Sebagai contoh dalam kesusastraan Rusia, ceritayang dimuat ditujukan agar anak
diberikan pengetahuan spiritual, bernegara dari cerita yang diberikan. Pada akhirnya, cerita tersebut
kemudian mengakar di anak dan menjadi panduan mereka.

Selain anak-anak, pembaca wanita juga menjadi daya tarik yang lebih besar bagi penulis sastra
didaktis. Berbagai sastra didaktis menawarkan perspektif baru tentang subjek sastra didaktik untuk
wanita. Karya sastra ini menunjukan perbedaan antara pria untuk mengarahkan perilaku wanita. Ada
juga karya didaktis yang bermanfaat tentang wanita tidak hanya sebagai guru wanita lain, tetapi juga
sebagai guru pria. Wanita dipandang mampu untuk memberikan instruksi dan pengajaran kepada
wanita dan sebagai pemberi saran bagi wanita yang lain tentang bagaimana meraka harus belajar dan
mengajarkan berbagai hal kepada orang lain. Hal ini tentunya berbeda dengan kebiasaan tradisional
yang biasanya lelakilah yang memberikan pengajaran kepada wanita. Selain itu, karya didaktis lainnya
fokus terhadap masalah moral, politik, dan agama tentang bagaiman tiga tersebut berpengaruh
terhadap interaksi dengan yang lain, dengan keluarga, dan terutama hubungan dengan lawan jenis atau
dalam pernikahan. Dengan kata lain, beberapa karya didaktis yang erat dengan wanita isi dari karyanya
lebih bernuansa pada menghargai wanita dan tidak menganggap lelaki diatas wanita, fokus kepada
tingkah laku wanita dan hubungan pernikahan yang lebih memuliakan wanita. Sastra didaktik dianggap
sebagai suatu genre yang menarik dan berharap pembacanya untuk bisa memberikan rasa hormat dan
toleransi ketika berhadapan dengan lawan jenis. Sastra didaktik abad pertengahan tidak memuat isi
tentang stereotip gender tradisional dan antifeminis, tetapi sebenarnya menawarkan nasihat yang
berwawasan dan berguna tentang hubungan antara jenis kelamin.

Sepanjang abad pertengahan dan periode awal-modern, sastra didaktik cukup sering ditulis
secara eksplisit untuk orang dewasa; dalam kasus seperti itu, paling sering topik yang di muat tentang
sekitar isu-isu agama perilaku dan kontrol, berbagai masalah instruksi
kelas dan literasi — baik dalam bahasa Latin atau bahasa lainnya — juga muncul untuk pembaca
dewasa.

Secara umum, sastra didaktis pada abad pertengahan, pesan yang disampaikan dalam sebuah
karya didaktis bisa dari pesan moral yang positif dari sebuah karya ataupun dari berbagai cerita kontra
yang muncul dalam sebuah teks, kemudian diharapkan pembaca mampu menyerap berbagai pesan yang
baik dari cerita kontra tersebut.

Anda mungkin juga menyukai