LP GGK Atika
LP GGK Atika
RS ISLAM BANJARMASIN
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIS (CKD)
Npm : 2114901110012
Kelompok : 1A. 9
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2009).
1. Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen bagian atas, dibelakang
peritoneum, didepan dua kosta terakhir dan tiga otot- otot besar
( transverses abdominalis, kuadratus lumborum dan psoas mayor). Ginjal
normalnya berbentuk seperti buah ercis atau kacang-kacangan, ginjal
orang dewasa ukuran nya kira- kira 12x6x3 cm ( kepalan tangan orang
dewasa) dengan berat kira- kira 150 gram. Ginjal kiri umumnya lebih
panjang dan lebih kecil dari pada ginjal kanan.
2. Mikroskopis
Ginjal tersusun dari 1- 1,25 juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional
ginjal yang terdiri dari kesatuan glomerolus dan tubulus renalis yang
berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Nefron
memiliki panjang ±3cm.
a. Vaskularisasi ginjal
Aliran darah ke ginjal melalui arteri renalis yang langsung keluar dari
aorta abdomen. Arteri renalis yang menjadi kecil sampai arteriole atau
afferon yang masuk glomerulus dan yang keluar dari glomerulus yang
disebut afferon.
b. Fisiologi ginjal
Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun,
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, mengeluarkan
zat-zat lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir,
protein, ureum, kreatinine, dan amoniak.
1) Filtrasi
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada
glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus
secara aktif bersifat imfermeabel terhadap protein plasma yang
besar dan cukup permeable dengan air dan larutan yang lebih
kecil,seperti elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen.
RBF ( renal blood flow ) sekitar 25 % dari curah jantung, sekitar
1200 ml/ menit.
2) Reabsorbsi
Zat- zat yang di filtrasi diginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu
elektrolit, non elektrolot, dan air. Setelah filtrasi langkah kedua
adalah reabsorbsi selektif zat-zat tersebut kemudian kembali lagi
zat-zat yang sudah di filtrasi.
3) Ekskresi
Transpor akhir molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus
ke dalam sitrat. Banyak substansi yang disekresi tindak menjadi
secara alamiah dalam tubuh misalnya penicillin. Substansi secara
alamiah terjdi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta
ion-ion hydrogen.
I.2 Etiologi
Etiologi gagal ginjal kronik bermacam- macam dan kompleks, seperti:
1.2.1 Penyakit infeksi ginjal (glomerulonefritis, pyelonefritis)
1.2.2 Penyakit ginjal polikistik
1.2.3 Obstruksi ginjal (neoplasma), dan prostate
1.2.4 Nefrotoksik (analgetik, kanamisin)
1.2.5 Penyakit sistemik seperti (DM, Hipertensi, SLE, Gout).
1.3 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus.
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1.3.1 Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik. Faal ginjal <100-75%.
1.3.2 Stadium 2 (insufisiensi ginjal).
Faal ginjal 75-25 % jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo
filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum
Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan
poliuri.
1.3.3 Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir/uremia).
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo
filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau
kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen
meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri (Price, 1992: 813-814).
1.5 Komplikasi
1.5.1 Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diit berlebih.
1.5.2 Perikarditis, efusi perincardial dan temponade jantung.
1.5.3 Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem rennin
angioaldosteron.
1.5.4 Anemia
Akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
pendarahan gasstrointestina akibat iritasi.
1.5.5 Penyakit tulang
Akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah metabolisme
vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium.
1.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua
factor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.
1.6.1 Penatalaksanaan konservatif meliputi :
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
1.6.1.1 Penahanan kalium dan fosfor dapat terjadi padi GGK ( oral
dengan CaCo3)
1.6.1.2 Kontrol dapat dilakukan dengan mengurangi intake kalium
dalam diit.
1.6.1.3 Pemberian alumunium hidroksida → mengikat fosfar
1.6.1.4 Pemberian laksatif
1.6.1.5 Pemberian vitamin D
1.6.1.6 Keseimbangan transfor oksigen
1.6.1.7 Anemia selalu mengiringi GGK → klien cepat letih dan sesak
napas
Memberikan rasa nyaman, istirahat dan tidur
I.6.1.1 Umumnya tidak nyaman pada GGK meliputi pruritus, kram otot,
rasa haus, sakit kepala, kulit kering, stress, emosional, insomnia.
I.6.1.2 Mengurangi tingkat fosfat serum dengan alhydrokside →
mengurangi gatal-gatal
I.6.1.3 Menjaga kulit lembab
I.6.1.4 Memberikan obat anti gatal
I.6.2 Dialysis : cuci darah/hemodialysis
I.6.3 Obat obatan
Anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat posfat, suplemen kalsium,
furosemid (membantu berkemih).
I.6.4 Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat.
I.6.5 Transfusi darah.
I.6.6 Transflantasi ginjal
1.7 Pathway
Oliguria
Uremia ↑
Gagal ginjal Retensi Na +
Penumpukan kristal
urea dikulit
↓ eritopoetin di Kelebihan
ginjal volume cairan
Proritus
SDM ↓ Intoleransi
aktivitas
Gangguan
integritas kulit
Pucat, fatique,
malaise, anemia
Objektif :
Perubahan ekskursi dada
Mengambil posisi tiga titik tumpu (tripod)
Bradipnea
Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital
Napas dalam
Peningkatan diameter anterior dan posterior
Napas cuping hidung
Ortopnea
Fase ekspirasi menmanjang
Kecepatan respirasi
Takipnea
Rasio waktu
Pengunaan otot bantu asesorius untuk bernapas
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas dinding dada
Penurunan energy dan kelelahan
Hiperventilasi
Sindrome hipoventilasi
Kerusakan muskuluskletal
Imaturitas neorologis
Disfungsi neuromuscular
Obesitas
Nyeeri
Kerusakan persepsi atau kognitif
Kelelahan otot-otot napas
Cedera medulla spinalis
2.3 Perencanaan
Tujuan & Kriteria
No. Intervensi (NIC) Rasional
Hasil (NOC)
1. Tujuan : 1. Pantau klien untuk 1. Mengamati sejauh
Meningkatkan melakukan aktivitas mana kemampuan
aktivitas atau gerak klien untuk
mentoleransi dilatih
aktivitas yang bisa 2. Kaji faktor yang 2. Mengetahui agen,
dilakukan menyebabkan keletihan faktor dan penyebab
kelemahan dan
Kriteria hasil : keletihan pada klien
1. Toleransi 3. Anjurkan melakukan latihan 3. Untuk memaksimalkan
aktivitas fisik ROM pasif dan aktif anggota gerak klien
2. Ketahanan untuk 4. Pantau repon O2 klien 4. Memaksimalkan
menyelesaikan pemberian O2 klien
aktivitas 5. Pantau nutrisi yang adekuat 5. Maksimalkan
pemberian nutrisi
adekuat
CAPD
CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) diawali dengan pembuatan
sebuah lubang kecil di dekat pusar pasien oleh dokter bedah. Lubang kecil ini
berguna untuk memasukkan selang (kateter) ke dalam rongga perut (rongga
peritoneum). Kateter akan dibiarkan berada di rongga perut agar pasien dapat
melakukan proses dialisis sendiri. Begini alurnya:
Setiap kali hendak melakukan cuci darah, pasien gagal ginjal harus
menghubungkan kantong berisi cairan dialisat baru ke kateter dan menunggu
sampai cairan tersebut mengisi rongga perutnya.
Cairan dialisat kemudian dibiarkan di dalam rongga perut selama beberapa
jam. Ketika darah melewati pembuluh darah di peritoneum, zat-zat sisa dari
darah tersebut akan diserap oleh cairan dialisat ini.
Cairan dialisat yang sudah tercampur dengan zat-zat sisa akan dialirkan keluar
melalui perut ke kantong lain yang kosong.
Proses ini harus dilakukan oleh pasien sekitar 4 kali per hari. Masing-masing proses
pertukaran cairan biasanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.
A. Keunggulan CAPD
Pasien yang menjalani hemodialisis biasanya perlu berkunjung minimal tiga kali ke
rumah sakit atau klinik setiap minggunya. Masing-masing kunjungan membutuhkan
waktu sekitar 4 jam untuk proses hemodialisis. CAPD dapat dilakukan sendiri di
rumah tanpa membutuhkan mesin hemodialisis, maka pasien tidak perlu rutin
berkunjung ke rumah sakit atau klinik untuk cuci darah.
Peralatan CAPD biasanya hanya berupa kantong cairan dialisat, klip, dan kateter
untuk mengalirkan cairan dialisat ke dalam rongga perut. Karena mudah dibawa,
CAPD memungkinkan penggunanya lebih leluasa bepergian. CAPD juga lebih
mudah digunakan oleh pasien yang tinggal jauh dari rumah sakit atau fasilitas
kesehatan.
3. Larangan atau batasan makanan pengguna CAPD lebih sedikit
Karena proses cuci darah dengan CAPD dilakukan setiap hari dan bukan hanya tiga
kali per minggu, pengguna CAPD umumnya akan memiliki risiko lebih kecil
mengalami akumulasi atau penumpukan kalium, natrium, dan cairan. Hal ini
menyebabkan pengguna CAPD bisa lebih fleksibel dalam mengatur asupan makanan
dan minuman dibandingkan pengguna hemodialisis.
Dengan CAPD, pasien gagal ginjal dapat mengontrol jumlah cairan di dalam tubuh
dengan lebih baik. Hal ini akan mengurangi beban kerja jantung dan tekanan di dalam
pembuluh darah.
B. Risiko CAPD
Setiap prosedur medis pasti memiliki kelemahan. Artinya, di balik keunggulan CAPD
sekali pun, metode ini tetap memiliki risiko pada orang yang menjalaninya. Beberapa
di antaranya adalah:
1. Infeksi
Area kulit di sekitar kateter dapat terinfeksi oleh bakteri jika kebersihannya kurang
terjaga. Risiko terjadinya infeksi pada CAPD cukup tinggi karena pengguna perlu
membuka-tutup kateter dan melakukan pergantian cairan dialisat secara rutin. Ketika
masuk, bakteri dapat menginfeksi peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Gejalanya berupa demam tinggi, sakit perut, mual, muntah, dan cairan dialisat
berwarna keruh.
2. Hernia
Pengguna CAPD akan menahan cairan dialisat di dalam rongga perut untuk waktu
yang lama. Kondisi ini memberikan tekanan pada dinding perut. Tekanan yang terus-
menerus akan menyebabkan kelemahan pada dinding perut. Akibatnya, organ di
dalam perut, seperti usus, dapat menonjol keluar dan membentuk hernia.
3. Peningkatan berat badan
Cairan dialisat mengandung gula yang disebut dekstrosa. Terserapnya cairan ini
dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan tubuh kelebihan kalori dan
mengalami peningkatan berat badan. Hal ini juga dapat memperburuk penyakit
diabetes.
http://www.askepkeperawatan.com/2015/10/askep-gagal-ginjal-kronik-aplikasi-
nanda-nic noc.html
http://www.perawatina.com
Ners Muda
Preseptor Klinik
(Norzainah, S.Kep.,Ns)