Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIK PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

RS ISLAM BANJARMASIN

LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIS (CKD)

Pembimbing Klinik : Norzainah, S.Kep.,Ns

Pembimbing Akademik : Yurida Olviani, Ns.,M.Kep

Nama : Atika Yuliani

Npm : 2114901110012

Kelompok : 1A. 9

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


TA 2021-2022
I. Konsep Penyakit CKD (Cronic Kidney Disease)/GGK
1.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit gagal ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dengan penurunan glomerulus filtration
rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir
dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doengos, 1999: 626).
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungs tidak di mulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat
ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu
beberapa tahun (C.Long, 1996: 368).

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2009).

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan


metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin,2011).

Anatomi dan Fisiologi Ginjal

1. Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen bagian atas, dibelakang
peritoneum, didepan dua kosta terakhir dan tiga otot- otot besar
( transverses abdominalis, kuadratus lumborum dan psoas mayor). Ginjal
normalnya berbentuk seperti buah ercis atau kacang-kacangan, ginjal
orang dewasa ukuran nya kira- kira 12x6x3 cm ( kepalan tangan orang
dewasa) dengan berat kira- kira 150 gram. Ginjal kiri umumnya lebih
panjang dan lebih kecil dari pada ginjal kanan.
2. Mikroskopis
Ginjal tersusun dari 1- 1,25 juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional
ginjal yang terdiri dari kesatuan glomerolus dan tubulus renalis yang
berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Nefron
memiliki panjang ±3cm.
a. Vaskularisasi ginjal
Aliran darah ke ginjal melalui arteri renalis yang langsung keluar dari
aorta abdomen. Arteri renalis yang menjadi kecil sampai arteriole atau
afferon yang masuk glomerulus dan yang keluar dari glomerulus yang
disebut afferon.
b. Fisiologi ginjal
Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun,
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, mengeluarkan
zat-zat lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir,
protein, ureum, kreatinine, dan amoniak.
1) Filtrasi
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada
glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus
secara aktif bersifat imfermeabel terhadap protein plasma yang
besar dan cukup permeable dengan air dan larutan yang lebih
kecil,seperti elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen.
RBF ( renal blood flow ) sekitar 25 % dari curah jantung, sekitar
1200 ml/ menit.
2) Reabsorbsi
Zat- zat yang di filtrasi diginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu
elektrolit, non elektrolot, dan air. Setelah filtrasi langkah kedua
adalah reabsorbsi selektif zat-zat tersebut kemudian kembali lagi
zat-zat yang sudah di filtrasi.
3) Ekskresi
Transpor akhir molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus
ke dalam sitrat. Banyak substansi yang disekresi tindak menjadi
secara alamiah dalam tubuh misalnya penicillin. Substansi secara
alamiah terjdi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta
ion-ion hydrogen.

I.2 Etiologi
Etiologi gagal ginjal kronik bermacam- macam dan kompleks, seperti:
1.2.1 Penyakit infeksi ginjal (glomerulonefritis, pyelonefritis)
1.2.2 Penyakit ginjal polikistik
1.2.3 Obstruksi ginjal (neoplasma), dan prostate
1.2.4 Nefrotoksik (analgetik, kanamisin)
1.2.5 Penyakit sistemik seperti (DM, Hipertensi, SLE, Gout).

1.3 Tanda Dan Gejala


1.3.1 Menurut Long, 1996 : 369 anda dan gejala GGK antara lain ;
1.3.1.1 Gejala dini :
Lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
1.3.1.2 Gejala yang lebih lanjut :
Anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas
baik ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
1.3.2 Menurut Smalzer, 2001; 1449
Hipertensi : akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin
angiotensin- aldosterone
Gagal jantung kongestif dan udem polmonar : akibat cairan berlebihan
Perikarditis : akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi.
1.3.3 Tanda dan gejala menurut Suyono tahun 2001 adalah sebagai berikut :
1.3.3.1 Kardiovaskuler
Seperti Hipertensi, pitting edema, edema periorbital dan
pembesaran vena.
1.3.3.2 Sistem polmonar
Krekel, nafas dangkal, kusmaull dan sputum kental.
1.3.3.3 Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, perdarahan saluran GI, ulserasi dan
pardarahan mulut serta nafas berbau ammonia.
1.3.3.4 Sistem muskuloeskeletal
Kram otot, kehilangan kekutan otot, fraktur tulang.
1.3.3.5 Sistem integument
Warna kulit kekuningan atau keabu-abuan mengkilat, pruritas,
kulit kering dan bersisik, ekimosis / memar, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar.
1.3.3.6 Sistem reproduksi
Aminore, atropi testis.

1.3 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri


timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80 – 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu (C Long, 1996).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2001: 1448).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1.3.1 Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik. Faal ginjal <100-75%.
1.3.2 Stadium 2 (insufisiensi ginjal).
Faal ginjal 75-25 % jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo
filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum
Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan
poliuri.
1.3.3 Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir/uremia).
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo
filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau
kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen
meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri (Price, 1992: 813-814).

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1.4.1 Laboratorium :
Ureum / Creatinine, Hemoglobin, analisa gas darah (AGD), CCT, (Na,
K, Ca, P ), albumin, gula darah dan trigliserida.
Diagostik seperti biopsi ginjal
1.4.2 Radiologi
1.4.3 BNO/ foto polos abdomen, IVP( intra vena pielografi), USG, renogram,
EKG/ foto jantung, foto paru dan foto tulang.
1.4.4 ECG

1.5 Komplikasi
1.5.1 Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diit berlebih.
1.5.2 Perikarditis, efusi perincardial dan temponade jantung.
1.5.3 Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem rennin
angioaldosteron.

1.5.4 Anemia
Akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
pendarahan gasstrointestina akibat iritasi.
1.5.5 Penyakit tulang
Akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah metabolisme
vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium.

1.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua
factor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.
1.6.1 Penatalaksanaan konservatif meliputi :
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
1.6.1.1 Penahanan kalium dan fosfor dapat terjadi padi GGK ( oral
dengan CaCo3)
1.6.1.2 Kontrol dapat dilakukan dengan mengurangi intake kalium
dalam diit.
1.6.1.3 Pemberian alumunium hidroksida → mengikat fosfar
1.6.1.4 Pemberian laksatif
1.6.1.5 Pemberian vitamin D
1.6.1.6 Keseimbangan transfor oksigen
1.6.1.7 Anemia selalu mengiringi GGK → klien cepat letih dan sesak
napas
Memberikan rasa nyaman, istirahat dan tidur
I.6.1.1 Umumnya tidak nyaman pada GGK meliputi pruritus, kram otot,
rasa haus, sakit kepala, kulit kering, stress, emosional, insomnia.
I.6.1.2 Mengurangi tingkat fosfat serum dengan alhydrokside →
mengurangi gatal-gatal
I.6.1.3 Menjaga kulit lembab
I.6.1.4 Memberikan obat anti gatal
I.6.2 Dialysis : cuci darah/hemodialysis
I.6.3 Obat obatan
Anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat posfat, suplemen kalsium,
furosemid (membantu berkemih).
I.6.4 Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat.
I.6.5 Transfusi darah.
I.6.6 Transflantasi ginjal
1.7 Pathway

↓ jumlah nefron fungsional


Nefron yang masih utuh
Nefron yang hancur

90 % nefron hancur 75% nefron hancur adaptasi

Tidak dapat mengkompensasi GFR ↓ Nefron hipertropi


(ketidakseimbangan cairan BUN dan kreatinine ↑
elektrolit )
↑kecepatan filtrasi ,
↑beban solute, ↑reabsorbsi
Adaptasi
GFR ↓10 % dari normal
(BUN dan creatinine ↑
↑) Keseimbangan cairan dan
Kecepatan filtrasi dan elektrolit dipertahankan
beban solute ↑
Urine isoosmosis

Fungsi ginjal rendah


Ketidakseimbangan dalam
Kegagalan proses glomerulus dan tubulus
filtrasi
↓ cadangan ginjal

Poliuri nokturi azotemia

Oliguria

Infusiensi ginjal Argiotensin ↑

Uremia ↑
Gagal ginjal Retensi Na +

Penumpukan kristal
urea dikulit
↓ eritopoetin di Kelebihan
ginjal volume cairan

Proritus

SDM ↓ Intoleransi
aktivitas
Gangguan
integritas kulit
Pucat, fatique,
malaise, anemia

Gangguan nutrisi kurang


dari kebutuhan

II. Rencana asuhan klien dengan gangguan CKD / GGK


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
2.1.1.1 Keluhan utama
2.1.1.2 Riwayat penyakit sekarang
2.1.1.3 Riwayat penyakit sebelumnya
2.1.1.4 Riwayat penyakit keluarga (genogram jika ada)
2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
2.1.2.1 Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot
dan tonus, penurunan ROM
2.1.2.2 Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada,
peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
2.1.2.3 Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak,
cemas, takut, marah, irritable.
2.1.2.4 Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin,
urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi,
abdomen kembung.
2.1.2.5 Makanan/cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites,
penurunan otot, penurunan lemak subkutan.
2.1.2.6 Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas,
kesemutan, gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, koma
2.1.2.7 Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi,
gelisah
2.1.2.8 Pernafasan
Pernafasan kusmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal
dispnea (+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi
edema pulmonal
2.1.2.9 Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan
dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat
kalsieum pada kulit, ROM terbatas
2.1.2.10 Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
2.1.2.11 Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti
biasanya
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
Ureum dan kreatinin biasanya mengalami peningkatan

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1 : Intoleransi aktivitas
2.2.1 Definisi
Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
2.2.2 Batasan karakteristik
Ketidaknyamanan atau dispnea saat beraktivitas
Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respons
terhadap aktivitas
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Tirah baring dan imobilisasi
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Gaya hidup kurang gerak

Diagnosa 2 : Ketidakefektifan pola nafas


2.2.1 Definisi
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
2.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif :
Disepnea
Napas pendek

Objektif :
Perubahan ekskursi dada
Mengambil posisi tiga titik tumpu (tripod)
Bradipnea
Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital
Napas dalam
Peningkatan diameter anterior dan posterior
Napas cuping hidung
Ortopnea
Fase ekspirasi menmanjang
Kecepatan respirasi
Takipnea
Rasio waktu
Pengunaan otot bantu asesorius untuk bernapas
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas dinding dada
Penurunan energy dan kelelahan
Hiperventilasi
Sindrome hipoventilasi
Kerusakan muskuluskletal
Imaturitas neorologis
Disfungsi neuromuscular
Obesitas
Nyeeri
Kerusakan persepsi atau kognitif
Kelelahan otot-otot napas
Cedera medulla spinalis
2.3 Perencanaan
Tujuan & Kriteria
No. Intervensi (NIC) Rasional
Hasil (NOC)
1. Tujuan : 1. Pantau klien untuk 1. Mengamati sejauh
Meningkatkan melakukan aktivitas mana kemampuan
aktivitas atau gerak klien untuk
mentoleransi dilatih
aktivitas yang bisa 2. Kaji faktor yang 2. Mengetahui agen,
dilakukan menyebabkan keletihan faktor dan penyebab
kelemahan dan
Kriteria hasil : keletihan pada klien
1. Toleransi 3. Anjurkan melakukan latihan 3. Untuk memaksimalkan
aktivitas fisik ROM pasif dan aktif anggota gerak klien
2. Ketahanan untuk 4. Pantau repon O2 klien 4. Memaksimalkan
menyelesaikan pemberian O2 klien
aktivitas 5. Pantau nutrisi yang adekuat 5. Maksimalkan
pemberian nutrisi
adekuat

2. Tujuan : 1. Manajeman jalan napas 1. Memfasilitasi kepatenan


Pola napas normal / pemberian O2 jalan napas klien
efektif 2. Ajarkan klien batuk efektif 2. Membersihkan jalan
nafas dan memudahkan
Kriteria hasil : aliran O2
Kepatenanan jalan 3. Pengisapan alan nafas 3. Mengeluarkan sekret di
napas jalan napas klien agar
1. Status respirasi : tidak tersumbat
ventilasi 4. Atur posisi klien 4. Mencegak terjadinya
pergerakan sesak nafas
udara kedalam 5. Pantau pernapasan klien 5. Memastikan kepatenan
dan keluar paru jalan nafas klien
baik 6. Pantau TTV klien 6. Memastikan TTV klien
2. Tanda vital untuk mnentukan dan
normal mencegah komplokasi
lebih lanjut.\
7. Batasi aktivitas berat 7. Mengurangi beban kerja
dan mencegah terjadinya
sesak nafas
8. Berikan penkes pada keluarga 8. Memberikan informasi
tentang teknnik relaksasi
nafas dalam, informasi
tentang proses penyakit
dan mengurangi gejala.

CAPD
CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) diawali dengan pembuatan
sebuah lubang kecil di dekat pusar pasien oleh dokter bedah. Lubang kecil ini
berguna untuk memasukkan selang (kateter) ke dalam rongga perut (rongga
peritoneum). Kateter akan dibiarkan berada di rongga perut agar pasien dapat
melakukan proses dialisis sendiri. Begini alurnya:

 Setiap kali hendak melakukan cuci darah, pasien gagal ginjal harus
menghubungkan kantong berisi cairan dialisat baru ke kateter dan menunggu
sampai cairan tersebut mengisi rongga perutnya.
 Cairan dialisat kemudian dibiarkan di dalam rongga perut selama beberapa
jam. Ketika darah melewati pembuluh darah di peritoneum, zat-zat sisa dari
darah tersebut akan diserap oleh cairan dialisat ini.

 Cairan dialisat yang sudah tercampur dengan zat-zat sisa akan dialirkan keluar
melalui perut ke kantong lain yang kosong.

Proses ini harus dilakukan oleh pasien sekitar 4 kali per hari. Masing-masing proses
pertukaran cairan biasanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

A. Keunggulan CAPD

Dibandingkan dengan hemodialisis, CAPD memiliki beberapa kelebihan, di


antaranya adalah:

1. Pasien gagal ginjal tidak perlu bolak-balik ke rumah sakit

Pasien yang menjalani hemodialisis biasanya perlu berkunjung minimal tiga kali ke
rumah sakit atau klinik setiap minggunya. Masing-masing kunjungan membutuhkan
waktu sekitar 4 jam untuk proses hemodialisis. CAPD dapat dilakukan sendiri di
rumah tanpa membutuhkan mesin hemodialisis, maka pasien tidak perlu rutin
berkunjung ke rumah sakit atau klinik untuk cuci darah.

2. Peralatan yang digunakan untuk CAPD bersifat portabel (mudah dibawa)

Peralatan CAPD biasanya hanya berupa kantong cairan dialisat, klip, dan kateter
untuk mengalirkan cairan dialisat ke dalam rongga perut. Karena mudah dibawa,
CAPD memungkinkan penggunanya lebih leluasa bepergian. CAPD juga lebih
mudah digunakan oleh pasien yang tinggal jauh dari rumah sakit atau fasilitas
kesehatan.
3. Larangan atau batasan makanan pengguna CAPD lebih sedikit

Karena proses cuci darah dengan CAPD dilakukan setiap hari dan bukan hanya tiga
kali per minggu, pengguna CAPD umumnya akan memiliki risiko lebih kecil
mengalami akumulasi atau penumpukan kalium, natrium, dan cairan. Hal ini
menyebabkan pengguna CAPD bisa lebih fleksibel dalam mengatur asupan makanan
dan minuman dibandingkan pengguna hemodialisis.

4. Fungsi ginjal dapat bertahan lebih lama

Pengguna CAPD mungkin dapat mempertahankan fungsi ginjal lebih lama


dibandingkan pengguna hemodialisis.

5. Lebih baik bagi jantung dan pembuluh darah

Dengan CAPD, pasien gagal ginjal dapat mengontrol jumlah cairan di dalam tubuh
dengan lebih baik. Hal ini akan mengurangi beban kerja jantung dan tekanan di dalam
pembuluh darah.

B. Risiko CAPD

Setiap prosedur medis pasti memiliki kelemahan. Artinya, di balik keunggulan CAPD
sekali pun, metode ini tetap memiliki risiko pada orang yang menjalaninya. Beberapa
di antaranya adalah:

1. Infeksi

Area kulit di sekitar kateter dapat terinfeksi oleh bakteri jika kebersihannya kurang
terjaga. Risiko terjadinya infeksi pada CAPD cukup tinggi karena pengguna perlu
membuka-tutup kateter dan melakukan pergantian cairan dialisat secara rutin. Ketika
masuk, bakteri dapat menginfeksi peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Gejalanya berupa demam tinggi, sakit perut, mual, muntah, dan cairan dialisat
berwarna keruh.

2. Hernia

Pengguna CAPD akan menahan cairan dialisat di dalam rongga perut untuk waktu
yang lama. Kondisi ini memberikan tekanan pada dinding perut. Tekanan yang terus-
menerus akan menyebabkan kelemahan pada dinding perut. Akibatnya, organ di
dalam perut, seperti usus, dapat menonjol keluar dan membentuk hernia.
3. Peningkatan berat badan

Cairan dialisat mengandung gula yang disebut dekstrosa. Terserapnya cairan ini
dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan tubuh kelebihan kalori dan
mengalami peningkatan berat badan. Hal ini juga dapat memperburuk penyakit
diabetes.

4. Dialisis tidak optimal

Seiring berjalannya waktu, efektivitas CAPD dalam membersihkan darah bisa


berkurang, sehingga pasien gagal ginjal mungkin perlu beralih ke hemodialisis.

Dengan mempertimbangkan segala manfaat dan risiko CAPD, pasien gagal


ginjal diharapkan dapat memilih metode penyaringan cairan dan darah yang paling
sesuai untuk dirinya. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter agar diberikan
penjelasan dan penanganan yang sesuai.
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.
Jakarta: EGC.

Doengos E, Morilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman


Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta: EGC.

http://www.askepkeperawatan.com/2015/10/askep-gagal-ginjal-kronik-aplikasi-
nanda-nic noc.html

http://www.perawatina.com

Long, B. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan Jilid 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smelzer, Suzanne C. dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner dan Suddart Edisi 8. Jakarta: EGC.

Banjarmasin, 5 November 2021

Ners Muda

(Atika Yuliani, S.Kep)

Preseptor Klinik

(Norzainah, S.Kep.,Ns)

Anda mungkin juga menyukai