Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TEORI EKONOMI SYARIAH

“LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH”

DOSEN PENGAMPU :
Prof.Dr.Henny Indrawati,SP., MM

DISUSUN OLEH :
Kelompok 7
Adinda Nurul Izzah Salma 1905112671

Erlina Manurung 1905155197

Liyoni Eilyn Z Gultom 1905113676

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah
Ekonomi Syariah

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam semoga
selalutercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
kamimampu menyelesaikan tugas makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Ekonomi Syariah”.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu yang berkaitan
dengan lembaga keuangan Syariah , yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber informasi dan referensi. Makalah ini kami susun dengan
berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri kami maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan.

Besar harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi kita semua. Makalah ini berisikan tentang materi yang
berhubungan dengan ”Lembaga Keuangan Syariah”. Kami sadar bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami
meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan
datang dan kami meminta kritik dan saran dari para pembaca.

Pekanbaru, 11 Oktober 2021

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
D. Manfaat 5

BAB II PEMBAHASAN 6

A. Pengertian Lembaga Keuangan 6


B. Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Syariah 6
C. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Syariah 7
D. Prinsip Manajemen Dalam Lembaga Keuangan Syariah 11
E. Akad-Akad Muamalah Dalam Lembaga Keuangan Syariah 13

STUDI KASUS 20

BAB III PENUTUP 24

Kesimpulan 24

DAFTAR PUSTAKA 26

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syari’ah merupakan badan hukum yang bergerak di
bidang jasa keuangan sebagai perantara yang menghubungkan pihak pemilik
dana dengan pihak kekurangan dana dan membutuhkan dana dengan teknik
operasionalnya secara syari’ah. Dengan demikian lembaga keuangan syari’ah
berperan sebagai perantara keuangan pemilik modal (financial intermediary).
Posisi lembaga keuangan syari’ah merupakan bentuk implementasi system
islam. Islam tidak hanya sebagai agama tetapi juga sebagai way of life bagi
kehidupan manusia khususnya umat islam. Karenanya islam memberikan
bentuk lembaga keuangan syari’ah sebagai wadah keinginan masyarakat yang
ingin berinvestasi dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keinginan
secara syar’i. Hal ini sesuai dengan ajarannya yang diperuntukkan sekalian
alam (rahmatan lil’alamin).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian lembaga keuangan ?
2. Apa prinsip dasar lembaga keuangan syariah ?
3. Apa saja jenis-jenis lembaga keuangan syariah ?
4. Apa prinsip manajemen dalam lembaga keuangan syariah ?
5. Bagaimana akad-akad muamalah dalam lembaga keuangan syariah ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian lembaga keuangan
2. Untuk mengetahui prinsip dasar lembaga keuangan syariah
3. Untuk mengetahui jenis-jenis lembaga keuangan syariah
4. Untuk mengetahui prinsip manajemen dalam lembaga keuangan syariah
5. Untuk mengetahui akad-akad muamalah dalam lembaga keuangan Syariah

4
D. Manfaat
1. Bagi pembaca, diharapkan pembahasan ini dapat menambah pengetahuan
serta informasi bagi pembaca tentang lembaga keuangan syariah.
2. Bagi penulis, diharapkan pembahasan ini dapat menambah wawasan
sebagai pengetahuan khususnya tentang lembaga keuangan syariah, serta
dapat melatih dalam membuat makalah

5
BAB II
ISI

A. Pengertian Lembaga Keuangan

Dalam Bahasa Inggris, pengertian fisik, Lembaga dapat disebut institute, yaitu
sarana (organisasi) untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Lembaga dalam
pengertian non fisik adalah institution, yaitu suatu system norma untuk memenuhi
kebutuhan. Sedangkan Lembaga keuangan, menurut SK Menkeu RI No. 792
tahun 1990, adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan
penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai
investasi perusahaan.

Lembaga keuangan sendiri dibedakan menjadi 2, yaitu lembaga keuangan


konvensional dan lembaga keuangan syariah. Secara esensial, lembaga keuangan
konvensional berbeda dengan lembaga keuangan syariah. lembaga keuangan
konvensional lebih menggunakan system bunga dalam penyelenggaraan sistem
keuangannya. Sedangkan lembaga keuangan syariah lebih mengedepankan bagi
hasil dan beberapa akad muamalah. Lembaga keuangan ini, pada prinsipnya
berperan sebagai lembaga intermediasi bagi pihak yang kelebihan dana dan pihak
yang kekurangan dana. Lembaga keuangan ini memiliki peran yang strategis
untuk menggerakkan sektor perekonomian. Sebab, dengan adanya lembaga
keuangan ini, pihak-pihak yang kekurangan dana tetap memiliki peluang untuk
mengembangkan usahanya dan terbantu dengan kehadiran lembaga keuangan ini.

B. Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Syariah

Prinsip utama yang dijadikan landasan dalam operasional Lembaga keuangan


Syariah antara lain :

1. Bebas dari unsur maisir, gharar, dan riba.


Maisir merupakan transaksi yang dihubungkan dengan kondisi yang
tidak pasti dan bersifat untung-untungan atau biasa dikenal dengan

6
istilah perjudian. Maisir ini merupakan bentuk investasi yang tidak
produktif, karena tidak terkait langsung dengan sektor rill. Larangan
maisir sangat jelas sebagaimana dalam QS Al-Baqarah, [2] : 219
Gharar, artinya menipu, memperdaya, ketidakpastian. Gharar adalah
sesuatu yang memperdayakan manusia dalam masalah harta. Gharar
dapat terjadi pada transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki
keberadaannya atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan.
Riba adalah suatu tambahan yang tidak ada padanannya. Riba ini secara
tegas dilarang dalam Al-Qur’an.
2. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan berbasis pada perolehan
yang sah menurut syariah islam.
Ketika menjalankan bisnis atau bentuk perdagangan, maka transaksi
yang dilakukan hendaknya sesuai dan yang diakui oleh syariah.
Misalnya, akad yang dilakukan harus memenuhi syarat dan rukunnya
sesuai dengan ketentuan fiqh muamalah.
3. Menyalurkan zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWA)
Lembaga keuangan syariah memiliki peran social. Artinya, di sampng
menjadi badan usaha dibidang keuangan, LKS ini juga menjadi
lembaga sosial, khususnya terkait dengan penyaluran zakat, infak,
sedekah, dan wakaf.
C. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Syariah
Ada beberapa macam atau jenis Lembaga keuangan Syariah, antara lain :
1. Perbankan Syariah
Sebagai sebuah bank dengan misi khusus, bank Syariah diharapkan menjadi
Lembaga keuangan yang tidak menjembatani antara pemilik modal atau
pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan
dana. Fungsi didirikannya bank Syariah ini antara lain :
 Mengarahkan agar umat islam dalam melaksanakan kegiatan
muamalahnya secara islami, ddan terhindar dari praktik “maghrib”

7
 Dalam rangka menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi dengan
melakukan pemerataan pendapatan melalui berbagai kegiatan
investasi.
 Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup umat manusia dengan
jalan membuka peluang usaha yang lebih besar.
2. Asuransi Syariah
Yang dimaksud asuransi Syariah adalah asuransi yang sumber hukum, akad,
jaminan (resiko), pengelolaan dana, investasi, kepemilikan dan sebagainya
berdasarkan atas nilai dan prinsip Syariah. DSN-MUI dalam fatwanya
tentang pedoman umum asuransi islam mengartikan tentang asuransi islam
(ta’min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan saling
menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam
bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad pertukaran sesuai dengan Syariah.
3. Pasar Modal Syariah
Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta Lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek. Terminologi pasar modal Syariah dapat diartikan
sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana diatur dalam UUPM yang
tidak bertentangan dengan prinsip Syariah. Pada dasarnya kegiatan pasar
modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional,
namun terdapat beberapa karakteristik khusus pasar modal Syariah yaitu
bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip Syariah. Pasar modal Syariah adalah pasar modal yang seluruh
mekanisme kegiatannya terutama mengebai emiten, jenis efek yang
diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah. Pasar modal Syariah berfungsi untuk
memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan
memperoleh bagian dari keuntungan dan resikonya.

8
4. Reksadana Syariah
Reksadana adalah wadah dan pola pengelolaan dana/modal bagi
sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrument-instrume investasi
yang tersedia di pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana.
Dana ini kemudian dikelola oleh Manajer Investasi (MI) ke dalam
portofolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek
ataupun yang lainnya. Pada prinsipnya reksadana Syariah sama dengan
reksadana konvensional hanya saja dalam pengelolaannya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah di pasar modal. Pada reksadana
Syariah (RD Syariah), pemilihan instrument investasi harus berdasarkan
DES (Daftar Efek Syariah) yang diterbitkan oleh DSN-MUI (Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia) yang berkerja sama dengan
BAPEPAM-LAK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan).
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011, terhitung mulai tanggal 31 Desember
2012, tugas dan fungsi BAPEPAM-LK berpindah ke OJK (Otoritas Jasa
Keuangan).
5. Pegadaian Syariah
Inplementasi operasi pegadaian Syariah hamper mirip dengan pegadaian
konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian Syariah
juga menyalurkan uang pinjaman dengan barang bergerak. Prosedur untuk
memperoleh kerdit gadai Syariah sangat sederhana, masyarakat hanya
menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang
pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama. Begitu pun
untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah
uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat. Akan
tetapi jika ditinjau dari aspek landasan konsep, teknik transaksi, dan
pendanaan. Pegadaian Syariah memiliki ciri tersendiri yang
implementasinya sangat berbeda dengan pegadaian konvensional. Pegadaian
Syariah adalah Lembaga pembiayaan dengan sistem gadai yang sesuai
dengan prinsip-prinsip Syariah. Akad yang digunakan dalam pegadaian
Syariah ini biasanya ada 2 akad, yaitu akad rahn dan akad ijarah.

9
6. Baitul Mal wa Tamwil dan Koperasi Syariah
Nama Baitul Mal berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata bait artinya
rumah, dan mal yang berarti harta. Baitul mal berarti rumah untuk
mengumpulkan atau menyimpan harta. Baitul mal, pada awalnya
merupakan suatu Lembaga yang mempunyai tugas khusus menangani
segala harta umat berupa pendapatan maupun pengeluaran negara.
Baitul mal yang merupakan bagian dan rangkaian kata dari Baitul Mal wa
al-tamwil (BMT) dengan tambahan kata al-tamwil yang berarti pengolahan
dan pendayagunaan harta untuk usaha, lebih diartikan sebagai Lembaga
sosial untuk menyalurkan zakat, infak dan shadaqah. Gerakan nasional
BMT tahun 1995 yang dimotori oleh PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha
Kecil) mempunyai peran yang signifikan. Pada saat inilah BMT yang
dikenal beroperasi di Indonesia dengan mendasarkan kegiatan
operasionalnya sebagai Lembaga keuangan dengan prinsip perbankan
Syariah telah diadopsi dan dilegalkan oleh pemerintah melalui Departemen
Koperasi dan UKMK terkait Keputusan Koperasi UKMK No.
91/Kep/M.KUKM/IX/2004.
Karena dibawah naungan departemen dan koperasi, BMT pun pada
dasarnya adalah koperasi yang berdasarkan prinsip-prinsip Syariah atau
koperasi Syariah. Adapun penyebutan KJKS didasarkan pada Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang mana
memberikan pengertian bahwa Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang kegiatan
usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai
pola bagi hasil (Syariah).
Pada tahun 2015, koperasi yang sudah atau akan menjalankan usaha simpan
pinjam dan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah akhirnya diberi dasar
hukum yang kuat melalui Peraturan Menteri Koperasi dan UKM

10
no.16/2015. Bentuk yang dapat dipilih adalah Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau Unit Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah (USPPS). Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut,
pada tahun 2016 ini Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang pada umumnya
berbadan hukum koperasi diberi opsi perundang-undangan untuk memilih
menjadi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang tunduk kepada
rezim regulasi OJK atau menjadi KSPPS yang tunduk kepada rezim regulasi
Kementerian Koperasi dan UKM.
Perhimpunan BMT Indonesia (PBMTI), akhirnya memutuskan memilih
opsi regulasi Kemenkop dan UKM, sehingga semua BMT anggota PBMTI
diminta untuk memenuhi persyaratan sebagai KSPPS/USPPS selambat-
lambatnya 2016. Sebagai konsekuensinya, BMT anggota PBMTI tersebut
diminta untuk segera melakukan perubahan AD/ART dan mendaftarkan diri
untuk memperoleh Nomor Induk Koperasi. Dengan demikian, sampai saat
ini BMT identic dengan KSPPS berdasarkan PERMEN tersebut.

D. Prinsip Manajemen Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga keuangan Syariah merupakan salah satu instrumen yang


digunakan untuk menerapkan prinsip prinsip Syariah dalam bidang
keuangan. Lembaga ini merupakan bagian dari system ekonomi Syariah.
Sebagai bagian dari system ekonomi Syariah, Lembaga keuangan Syariah
tersebut merupakan bagian dari keseluruhan system sosial. Oleh karena
itu, keberadaan harus dipandang dalam konteks keseluruhan system
masyarakat, serta nilai nilai yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan.

Ekonomi Syariah menekankan pada ekonomi keseimbangan, artinya


bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca
keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan
hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang
menekankan pada aspek keseimbangan merupakan paham ekonomi yang

11
moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah
sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Disamping itu, islam
juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum
sosialis, tetapi islam mengakui hak individual dan masyarakat.

Lembaga keuangan Syariah sebagai bagian dari system ekonomi


Syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari
nilai nilai Syariah. oleh karena itu Lembaga keuangan Syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha usaha yang ada didalamnya terkandung hal hal
yang diharamkan. Demikian pula dengan proyek yang menimbulkan
kemudharatan bagi masyarakat luas atau berkaitan dengan perbuatan
mesum/ asusila, perjudian, perdaran narkoba, senjata ilegal, serta proyek
proyek yang dapat merugikan syiar islam. Untuk itu dalam struktur
organisasi Lembaga keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengurus
Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional tersebut.

Ciri ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah:

 Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga keuangan Syariah harus


sesuai dengan fatwa dewan pengawas Syariah.
 Hubungan antara investor, pengguna dana, dan Lembaga keuangan
Syariah sebagai intermediary instution, berdasarkan kemitraan, bukan
hubungan debitur-kreditor.
 Bisnis Lembaga keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit
oriented, tetapi juga falah oriented, yakni kemakmuran didunia dan
kebahagiaan di akhirat.
 Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan
prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi
komersial, dan pinjam meminjam guna transaksi sosial.
 Lembaga keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan
tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar islam.

12
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah
modal. Modal dalam pengertian ekonomi Syariah bukan hanya uang,
tetapi meliputi materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta
kemampuan dan kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah
Sumber Daya Insani / SDI yang dibutuhkan oleh Lembaga keuangan
Syariah adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesioanlitas yang
tinggi, karena kegiatan usaha Lembaga keuangan secara umum merupakan
usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat.

E. Akad akad Muamalah Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Secara garis besar, akad akad yang dipraktikkan dalam keuangan


Syariah antara lain:

 Penghimpunan Dana
o Al-wadi’ah

Al-wadi’ah pada dasarnya adalah penitipan barang/uang antara pihak


yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan
dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan
barang/uang. Dalam perbankan Syariah, al-wadi’ah terdiri dari dua jenis,
yaitu wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad damanah.

Wadi’ah yad al-amanah adalah akad penitipan barang/uang diaman


pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang
dititipkan dantidak bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan
barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima
titipan. Dalam konteks manajemen perbankan modern, akad, wadi’ah
seperti ini jelas tidak mungkin dilakukan, sebab bank buksn tempst
penitipan barang yang berfungsi menjaga harta/barang tersebut tanpa
menyentuhn dan memanfaatkan sama sekali.

Dalam hal ini, akad al-wadi’ah yang digunakan perbankan Syariah


adalah wadi’ah yad al-damanah dimana pihak penerima titpan dengan atau

13
tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkannya dan harus
bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang
titipan tersebut. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam
penggunaan barang/uang tersebut menjadi hak penerima titipan. Bank
dapat memberi bonus yang tidak disyaratkan sebelumnya. Wadi’ah yad al-
damanah dalam kegiatan usaha perbankan Syariah dapat diaplikasikan
pada rekening giro dan rekening tabungan, yakni bank dapat menggunakan
uang itu dalam proyek berjangka pendek. Bank bertanggung atas
keselamatan uang tersebut. Tetapi peluang bagibank untuk
menggunakannya terbatas, sebab pemilik uang tersebut dapat mengambil
uang sewaktu waktu.

o Al-mudarabah

Istilah ini merupakan istilah “inti” dalam perbankan Syariah. Akad ini
juga dikenal sebagai qirad atau muqaradah. Muqaradah sendiri adalah
adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian dimana pihak pertama /
sahibul mal menyediakan dana dan pihak kedua / mudarib hasil usaha
dibagikan sesuai dengan nisbah porsi bagi hasil usaha dibagikan sesuai
dengan nisbah porsi bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal.

Tujuan akad mudarabah adalah supaya ada kerja sama kemitraan


antara pemilik harta/ modal yang tidak atau kurang berpengalaman dalam
perniagaan dengan orang yang berpengalaman dibidang tersebut tetapi
tidak memiliki modal. Dengan akad mudarabah tersebut keduanya dapat
disinergikan.

Akad mudarabah ini dipergunakan oleh perbankan Syariah dalam


rangka menghimpun dana, dimana penyimpan beftindak sebagai sahibul
mal atau pemilik modal dan bank sebagai mudarib atau pengelola.
Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah
disepakati diawal akad. Dana nasabah yang telah disimpan dibank akan
dikelola oleh bank untuk mendapatkan keuntungan. hasil pengelolaannya

14
dibagikan antara bank dan nasabah. Berdasarkan prinsip imi, dalam
kedudukannya sebagai mudarib, bank menyediakan jasa bagi para investor
berupa:

a. Rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari


nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka
dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudarabah mutlaqah.
Simpanan diperjanjikan dalam jangka waktu tertentu.
b. Rekening investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai
manajer investasi bagi nasabah untuk menginvestasikan dana
tersebut pada unit unit usaha atau proyek tertentu yang mereka
setujui atau kehendaki. rekening ini dioperasikan berdasarkan
prinsip mudarabah muqayyadah. bentuk investasi dan nisbah
pembagian keuntungan biasanya dinegoisasikan secara kasus per
kasus.
c. Rekening tabungan mudarabah, tidak dapat ditarik sewaktu waktu
sebagaimana tabungan wadi’ah.
 Pembiayaan atau Pengeluaran Dana
o Jual beli / al-buyu
a. Bai’ murabahah
Adalah transaksi jual beli dibeli mana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
pemasok ditambah keuntungan. Bank dan nasabah harus
menyepakati harga pokok, keuntungan dan jangka waktu. Lalu
bank membeli barang yang dipesan dan diberikan kepada nasabah.
b. Bai’ al-salam
Pembiayaan bai’al-salam, yaitu pembiayaan berupa talangan dana
yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang /jasa dengan
pembayaran dimuka sebelum jasa diantarkan atau bahkan belum
terbentuk. Dalam akad bai’salam ini nasabah berkewajiban

15
mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin
keuntungan bank secara menyicil sampai lunas dalam jangka
waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan. Bank
memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari
pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah. Dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional no. 05/DSNMUI/IV2000 ditentukan
beberapa hal yang berkaitan dengan bai’al-salam, antara lain: objek
akad salam harus jelas ciri cirinya dan dapat diakui sebagai utang,
harus dapat dijelaskan spesifikasinya, waktu dan tempat
penyerahan harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan pembeli
tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Pelaksanaan
salam, selain antara nasabah dan bank dapat juga dilakukan antara
bank dengan penjual.salam yang kedua disebut salam parallel yang
dilakukan terpisah dari akad pertama dan dilakukan setelah akad
pertama sah. Biasanya, untuk pembiayaan pertanian jangka
pendek, seperti penanaman padi,cabai, dan sebagainya bank
Syariah biasanya menggunakan bai’al-salam. Disini bank sebagai
pembeli dan nasabah sebagai penjual. Bank lalu membayar harga
yang disepakati diawal kontrak, sementara nasabah akan mengirim
barang yang dipesan setelah jatuh tempo.ketika barang akan
dikirimkan oleh nasabah, bank dapat menjualnya kepada pihak lain
dengan harga yang lebih tinggi agar mendapat keuntungan.
c. Bai’ Istisna’
Untuk pembiayaan konstruksi dan barang barang manufaktur
jangka pendek, bank Syariah biasanya menggunakan akad
bai’istisna’. dalam hal ini bank bertindak sebagai pemesan
sedangkan nasabah bertindak sebagai penjual atau pembuat. Bank
dapat menyalurkan dana secara bertahap sesuai dengan prinsip
bai’istisna’. Letika barang akan atau sudah selesai, bank dapat
menjualnya secara cicilan kepada nasabah lain untuk mendapat
keuntungan. Dalam akad bai is’istisna’. Ketika barang akan atau

16
sudah selesai, bank dapat menjualnya secara cicilan kepada
nasabah lain untuk mendapat keuntungan. Dalam akad bai’ istisna’
ini, permasalahannya hampir sama dengan bai’ al-salam.
o Bagi hasil/ Muqasamah fi al-ribh
a. akad musyarakah
bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah.
Pembiayaan Sebagian dengan akad musyarakah, yaitu pembiayaan
Sebagian modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas
sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai
penyandang dana dengan pengelola usaha. Pada akhir jangka
waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank.
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang
bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki
secara bersama sama. Semua bentuk usaha melibatkan dua pihak
atau lebih untuk Bersama sama memadukan seluruh bentuk
sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama
dapat berupa dana, barang dagangan, kewirausahaan, kepandaian,
kepemilikan, peralatan, kepercayaan dan barang barang lainnya
yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh
kombinasi dari berbagai bentuk kontribusi masing masing pihak
dengan atau tanpa waktu batasan menjadikan produk ini sangat
fleksibel.
b. Akad mudarabah
Untuk proyek jangka pendek maupun jangka Panjang, bank dapat
melakukan pembiayaan kepada nasabah dengan system bagi hasil
atas dasar prinsip al-mudarabah. Dalam hal ini bank bertindak
sebagai sahibul mal. dan nasabah bertindak sebagai mudarib. Jika
proyek itu mendapat sebagai keuntungan, maka keuntungan itu
dibagi menurut kesepakatan awal. Sedangkan jika terjadi kerugian
yang disebabkan bukan karena kelalaian nasabah, maka hal itu

17
menjadi resiko bank. Prinsip mudarabah dapat dilakukan oleh bank
untuk melaksanakan investasi pada reksadana atau portofolio
investasi lainnya.
Muudarabah merupakan kontrak pofit and loss sharing. dimana
satu pihak me percayakan sejumlah modl kepada seorang investor
dengan imbalan memperoleh suatu bagian yang ditentukan dari
keuntungan/kerugian bisnis yang dimodali. Prinsip ini merupakan
‘inti’ system perbankan Syariah karena Sebagian besar dana yang
diberikan kepada sebuah bank Syariah dikelola dalam aransemen
seperti itu. Dalam istilah lain, mudarabah dapat didefenisikan
sebagai sebuah perjanjian diantara paling sedikit dua pihak,
pemilik modal, mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain,
pengusaha, untuk menjalankan aktivitas atau usaha. Dalam
mudarabah, pemilik modal tidak diberikan peran dalam manajemen
perusahaan. konsekuensinya mudarabah merupakan perjanjian
profit and loss sharing dimana yang diperoleh para pemberi
pinjaman adalah bagian suatu bagian tertentu dari keuntungan/
kerugian proyek yang telah dibiayai.
c. Jasa pelayanan
Selain jenis jenis penghimpunan dan penyaluaran, perbankan
Syariah juga menyenggarakan pelayanan pelayanan dengan
memperoleh upah atau fee sebagaimana yang dilakukan bank
konvensional. Jenia jenis pelayanan yang biasanya
diselenggarakan oleh perbankan Syariah antara lain:
1. Al- kafalah, yaitu pemberian jaminan oleh bank sebagai
penanggung/kafil kepada pihak ketiga atas kewajiban pihak
kedua. Atas pemeberian jaminan ini bank memperoleh fee.
2. Al- hiwalah yaitu jasa pengalihan tanggung jawab
pembayaran utang dari seseorang yang berutang kepada
orang lain. Atas jasa pengalihan utang ini bank memperoleh
fee.

18
3. Al-wakalah, yaitu jasa melakukan Tindakan atau pekerjaan
mewakili nasabah sebagai pemberi kuasa. Untuk mewakili
nasabah melakukan Tindakan/pekerjaan tersebut nasabah
diminta untuk mendepositokan dananya secukupnya. Contoh
pembukaan L/C oleh bank atas nama nasabah. Untuk
menerima kuasa mewakili nasabah melakukan
Tindakan/pekerjaan, bank memperoleh fee.
4. Al-rahn, yaitu pembiayaan berupa pinjaman dana tunai
dengan jaminan barang bergerak yang nilai relatif tetap
seperti emas, perak, intan, berlian, batu mulia dan lain lain
dalam jangka tertentu sesuai kesepakatan. Bank memperoleh
pendapatan berupa sewa tempat penyimpanan jaminan.
5. Al- ju’alah yaitu jasa pelayanan pesanan/permintaan tertentu
dari nasabah, misalnya untuk memesan tiket pesawat atau
barang dengan mempergunakan kartu debet atau kredit
/cek/transfer. Atas jasa pelayanan ini bank memperoleh fee.
Dengan akad akad tersebut perbankan Syariah berupaya
untuk menghindarkan diri dari praktik riba yang jelas jelas
dilarang dalam al-quran. Sebab bunga yang selama ini
dikembangkan dalam perbankan konvensional diduga kuat
oleh banyak kalangan ulama dan cendikiawan muslim
adalah riba. Sebab, Ketika terjadi akad utang piutang dengan
penambahan tertentu, maka tambahan inilah yang dimaksud
dengan riba. Sebab tidak ada padanan apapun terhadap
tambahan tersebut. Oleh sebab itu, paling tidak secara legal
formal, kehadiran perbankan Syariah ini dalam rangka
menjunjung tinggi dan melaksanakan perintah Allah
mengenai larangan riba.
6. Problematika penerapan akad dilembaga keuangan Syariah.

19
Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Mengimplementasikan Keuangan
Inklusif Bagi Pelaku UMKM Tasikmalaya

Lina Marlina dan Biki Zulfikri Rahmat

Serangkaian literatur telah membuktikan bahwa peningkatan akses


masyarakat akan jasa keuangan memiliki pengaruh yang signifikan di
dalam usaha pengentasan kemiskinan. Xiaoqiang Cheng dan Hans
Degryse (2010) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi salah satunya didukung oleh sektor keuangan, baik perbankan
maupun nonbank. Pembangunan sektor perbankan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa
pelayanan perbankan seperti pemberian kredit bisa meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (Nengsih, 2015).

Berbanding terbalik dengan pernyataan di atas, pertumbuhan ekonomi


Asia belum didukung oleh akses masyarakat terhadap lembaga keuangan.
Akses masyarakat Indonesia terhadap lembaga keuangan juga masih
rendah. Berdasarkan data dari World Bank, Global Financial Inclusion
Index (2011) dipaparkan bahwa Financial Inclusion Index Indonesia hanya
19.6 persen. Ini masih jauh di bawah negara-negara lain seperti Malaysia
66.7 persen, Philipina 26.5 persen, Thailand 77.7 persen, Vietnam 21.4

20
persen, India 35.2 persen, China 63.8 persen, Rusia 48.2 persen, dan Brazil
55.9 persen (Nengsih, 2015).

Oleh karena itu, peningkatan partisipasi masyarakat dalam penggunaan


jasa keuangan merupakan isu penting pada agenda kebijakan beberapa
negara berkembang yang memiliki sistem perbankan dan keuangan yang
belum maju dan seringkali hanya mau melayani nasabah yang
berpenghasilan tinggi atau perusahaan besar, karena penyebaran jasa
keuangan yang tidak merata akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan sejumlah usaha kecil dan keluarga miskin.

Berdasarkan hasil survey pada Laporan World Bank, Improving Access


to Financial Services in Indonesia tahun 2009, bank umum yang
mendominasi sektor keuangan Indonesia, hanya melayani sebagian kecil
keluarga di Indonesia. Dimana akses terhadap modal (kredit), hanya 17%
dari total penduduk Indonesia yang meminjam dari bank, dan sekitar
sepertiga lainnya meminjam dari sektor informal. Berdasarkan hal ini,
sekitar 40% penduduk Indonesia termasuk ke dalam kategori financially
excluded, terpinggirkan dari akses kredit. Alasan utama untuk tidak
meminjam adalah karena ketidaklengkapan dokumen, yang
mengindikasikan ketidaktersediaannya jaminan sebagai masalah kedua.

Rendahnya akses layanan finansial ini selain disebabkan oleh


terbatasnya tingkat penetrasi perbankan, juga karena terbatasnya edukasi,
terbatasnya akses terhadap transaksi pembayaran, terbatasnya akses
tabungan, terbatasnya akses kredit, dan terbatasnya akses ke pelayanan
asuransi. Hal ini disebabkan juga oleh masyarakat miskin tidak memiliki
jaminan yang cukup sebagaimana disyaratkan oleh perbankan untuk
memperoleh pinjaman dan kurangnya minat pemilik lembaga keuangan
untuk menggarap bisnis di sektor ini.

Dalam implementasinya, lembaga keuangan tidak bisa dilihat secara


sempit hanya dengan memperluas akses masyarakat terhadap sektor

21
keuangan formal dan bertambahnya minat masyarakat untuk memiliki
rekening tabungan di bank, tetapi juga harus lebih didorong pada
pemberian fasilitas kredit/kredit mikro baik bagi individu, maupun untuk
kalangan UMKM. Ekonom senior Institute for Development of Economic
and Finance (Indef) Didin S Damanhuri mengatakan bahwa perbankan
harus dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan pada sektor usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hal ini disebabkan karena pelaku usaha akan mampu menggenjot
pertumbuhan ekonomi disamping pemerintah dan konsumsi masyarakat. Ia
mengatakan bahwa selama ini perbankan belum mengoptimalkan
penyaluran kredit pada pelaku UMKM dan hanya cenderung
mengakomodasi kebutuhan pembiayaan pengusaha skala besar. Padahal,
menurutnya, pelaku UMKM merupakan investor terbesar di dalam
struktur ekonomi sehingga jika tidak ada dukungan pada pelaku UMKM
maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Sebesar 99,98 persen
struktur dunia usaha terdiri dari UMKM, dengan demikian hanya 0,02
persen terdiri dari pengusaha besar, akan tapi kredit perbankan 90 persen
diberikan kepada para pengusaha besar. Dengan demikian, perbankan
hanya menyasar pelaku bisnis berskala besar dan kurang melirik pelaku
UMKM sehingga mereka masih sulit mengakses pembiayaan kredit. Jika
pembiayaan yang diberikan oleh bank telah menjangkau seluruh pelaku
UMKM maka pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 7-8%. Jika
perbankan memfasilitasi pembiayaan pada sektor UMKM maka
pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih adil, merata, berkelanjutan
dan berkualitas (Sukamto, 2015).

Keuangan inklusif merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan


oleh pemerintah untuk menjawab permasalahan mengenai sistem
keuangan yang masih belum optimal menjangkau semua lapisan
masyarakat terutama kalangan miskin, hampir miskin dan kelompok
rentan lainnya. Dengan harapan keuangan inklusif dapat memperluas

22
lapangan kerja dan sebagai instrumen pemerataan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.

Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang telah


disahkan oleh DPR pada tanggal 11 Desember 2012. Kelahiran lembaga
keuangan mikro dilatarbelakangi oleh dominasi lembaga-lembaga
keuangan makro yang menguasai roda perekonomian di Indonesia.
Lembaga keuangan makro memiliki modal yang besar dan digerakkan
dengan sistem yang rumit, sehingga masyarakat menengah ke bawah sulit
mengakses dana dari lembaga keuangan makro.

Lembaga Keuangan Syariah sebagai sebuah institusi keuangan yang


beroperasi berdasarkan prinsip Islam sudah seharusnya mempunyai misi
dan visi tidak hanya sekedar mengejar keuntungan tapi juga mempunyai
fungsi sosial untuk pembangunan umat Islam khususnya dan umat
manusia pada umumnya. Perbankan syariah seharusnya dapat memberikan
kontribusinya untuk mensejahterakan umat, terutama yang berada di
piramida penduduk terendah.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk


melakukan penelitian ini untuk mengetahui upaya yang telah dilakukan
oleh LKS dalam mengimplementasikan keuangan inklusif, hambatan apa
yang dihadapi oleh LKS dalam mengimplementasikan keuangan inklusif,
bagaimana efektivitas peran LKS dalam memberikan pembiayaan UMKM
dalam mengimplementasikan keuangan inklusif terhadap usaha mikro.

23
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang


prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah
Islamiah.Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan
bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit dalam dunia

24
ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Fungsi dan peran
lembaga keuangan syariah diantaranya memenuhi kebutuhan masyarakat
akan dana sebagai sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Misalnya mengonsumsi suatu barang,
tambahan modal kerja, mendapatkan manfaat atau nilai guna suatu barang,
atau bahkan per modalan awal bagi seseorang yang mempunyai usaha
prospektif namun padanya tidak memiliki permodalan berupa keuangan
yang memadai. Jadi, fungsi lembaga keuangan syariah secara terperinci
yaitu:

 Pengalihan asset (asset transmutation) Bank dan lembaga keuangan


nonbank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan
dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati berdasarkan
prinsip-prinsip syariah.

 Transaksi (transaction) Bank dan lembaga keuangan nonbank memberikan


berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi
barang dan jasa.

 Likuiditas (liquidity) Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimiliki


dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan
sebagainya.

 Efisiensi (efficiency) Bank dan lembaga keuangan nonbank dapat


menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanan. Peranan bank
dan lembaga keuangan nonbank sebagai broker yaitu mempertemukan
pemilik dan pengelola modal. Lembaga keuangan memperlancar dan
mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Dan Adapun
Tujuan berdirinya lembaga keuangan syariah yaitu:

o Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non syariah)


yang sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan, serta mampu

25
meningkatkan partisipasi masyarakat banyak sehingga menggalakkan
usaha-usaha ekonomi rakyat antara lain memperluas jaringan
lembaga-lembaga keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil.

o Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa


Indonesia, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.
Dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional yang
antar lain melalui:

 Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha.

 Meningkatkan kesempatan kerja.

 Meningkatkan menghasilan masyarakat.

o Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses


pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang selama
ini diketahui masih banyak masyarakat yang enggan berhubungan
dengan bank atau lembaga keuangan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ghofur, Abdul. (2018). Pengantar Ekonomi Syariah dan Konsep Dasar,


Paradigma, Pengmbangan Ekonomi Syariah. Depok : PT Raja Grafindo
Persada.

27

Anda mungkin juga menyukai