Abstrak
Indonesia belum memiliki regulasi tentang efisiensi energi untuk produk televisi.
Padahal televisi menempati posisi kedua sebagai produk elektronika rumah tangga
yang paling banyak menghabiskan konsumsi listrik. Kegiatan yang dilakukan disini
merupakan pengujian konsumsi daya terhadap 10 merek TV CRT, 2 merek TV LCD,
dan 1 merek TV Plasma yang beredar di Indonesia. Metode pengujian yang digunakan
mengacu pada standar SNI 04-6253-2003. Pengujian dilakukan di Laboratorium
Elektronika dan EMC Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung
berdasarkan hasil pengujian pada tahun 2008-2011. Hasil pengujian yang diperoleh
kemudian digunakan sebagai data untuk membandingkan persyaratan pada tiga
standar yang berbeda, yaitu: Energy Star versi 5.3, EC no.642/2009 dan AS/NZS
60287.2.2(Int):2009. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua TV yang diuji tidak
memenuhi standar Energy Star, sebagian TV memenuhi standar EC No.642/2009, dan
semua TV memenuhi standar AS/NZS 60287.2.2(Int):2009.
1
Staf laboratorium Elektronika dan EMC, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik,
Kementerian Perindustrian
25
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
I PENDAHULUAN
Energi merupakan isu yang sudah sangat mendunia pada saat ini. Pada tanggal 16 –
17 Maret 2009 di Paris telah diselenggarakan suatu workshop, sebagai hasil
kerjasama ISO – IEC (International Organization for Standardization – International
Electrotechnical Commission), yang berjudul “International Standards to Promote
Energy Efficiency”. Workshop tersebut dihadiri oleh sekitar 300 peserta dari seluruh
dunia untuk membahas topik-topik yang sangat penting dan menarik terutama terkait
dengan pentingnya standardisasi bagi efisiensi energi di dunia saat ini.1 Sejumlah
negara di dunia telah menjalankan programnya untuk melaksanakan standardisasi
bagi efisiensi energi, misalnya : Energy Star2 (AS), Blue Angel3 (Jerman), Top Runner4
(Jepang), E35 (Australia), dan Procel Label6 (Brazil).
Pemerintah Indonesia juga telah memberikan perhatian terhadap masalah
efisiensi energi ini. Sejumlah peraturan telah dikeluarkan untuk mendukungnya,
diantaranya yaitu PP no.70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi.7 Pada tahun 2010
Indonesia bersama dengan Bangladesh, China, Pakistan, Thailand, dan Vietnam
bergabung dalam sebuah proyek kerjasama yang disebut BRESL (Barrier Removal to
the cost-effective development and implementation of Energy efficiency Standard and
Labelling). Kegiatan utamanya adalah melakukan harmonisasi standar dan labelisasi
efisiensi energi terhadap tujuh produk elektronika rumah tangga, yaitu : AC, kipas
angin, kulkas, elektrik ballast, elektrik motor, lampu CFL, dan rice cooker.8 Produk
pertama di Indonesia yang telah dikeluarkan regulasinya untuk mencantumkan label
tanda hemat energi yaitu lampu swabalast/CFL melalui Permen ESDM no.06 tahun
2011.9 Pada tahun 2012 rencananya akan dibuat regulasi tentang labelisasi hemat
energi untuk produk kulkas.10
Selain tujuh produk elektronika yang tercakup dalam proyek BRESL
sebenarnya ada satu produk lagi yang perlu dibuatkan regulasi tentang efisiensi
energinya, yaitu televisi. Sejumlah negara di dunia telah membuat regulasi tentang
efisiensi energi produk televisi, diantaranya : AS, Uni Eropa, Korea, Jepang, China11,
Brazil6, dan Australia.5 Beberapa diantaranya bahkan memfokuskan pada program
penurunan daya standby televisi hingga di bawah satu Watt.
Televisi merupakan produk elektronika yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia saat ini. Berdasarkan hasil survey Electronic Marketer Club
pada tahun 2008, terdapat lima produk elektronika yang paling banyak permintaannya
di pasar Indonesia, yaitu : televisi, pompa air, mesin cuci, kulkas, dan AC.12 Data hasil
JICA Study on Energy Efficiency and Conservation Improvement in Indonesia pada
tahun 2008 menunjukkan bahwa rata-rata pemakaian konsumsi daya listrik televisi di
rumah tangga adalah sebesar 16,57% dari total pemakaian daya listrik. Angka tersebut
berada pada urutan kedua setelah kulkas (25,84%).13,14 Lebih lanjut, berdasarkan data
dari Handbook of Energy Economic Statistics of Indonesia 2009 menyatakan bahwa
pada tahun 2008 konsumsi energi listrik rumah tangga adalah sebesar 50.184 GWh
listrik.15 Sehingga jika dihitung total pemakaian daya listrik televisi di rumah tangga
pada tahun 2008 yaitu sebesar: 16,57% x 50.184 GWh = 8.315 GWh atau setara
dengan 6,44% dari total pemakaian daya listrik di Indonesia pada tahun 2008.15 Jika
26
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
diasumsikan bahwa pemakaian daya 1 kWh setara dengan 0,000724 ton emisi gas
CO2,16 maka pada tahun 2008 telah dihasilkan emisi sebanyak 6 juta ton gas rumah
kaca dari pemakaian televisi. Kemudian pada penjelasan pasal 12 ayat 2 PP no.70
tahun 2009 disebutkan bahwa 1,15 kilo liter (kl) minyak bumi setara dengan 11,63
MWh.7 Maka konsumsi daya listrik televisi di rumah tangga pada tahun 2008 sebesar
8.315 GWh berarti telah menghabiskan minyak bumi sebanyak:
8.315 GWh / (11,63 MWh / 1,15 kl) = 621.705 kl minyak bumi
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pemetaan
efisiensi energi produk televisi di Indonesia dalam hal konsumsi daya.
II METODE PENELITIAN
Sejak tahun 2008 hingga tahun 2011, Laboratorium Elektronika dan EMC B4T
Bandung telah melakukan pengujian terhadap produk televisi yang berasal dari 13
perusahaan dengan total jumlah tipe/model sebanyak 71 buah. Pada tahun 2008 –
2010 sampel televisi diperoleh dengan tiga cara, yaitu : membeli di pasaran, dikirim
langsung oleh perusahaan, dan dikirim oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LS-Pro).
Pada tahun 2011 pengambilan sampel televisi dilakukan sesuai dengan Peraturan
Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) Kementerian Perindustrian
Nomor 28/IATT/PER/9/2010.17
Mengingat keterbatasan ruang yang ada, maka pada makalah ini penulis
hanya menampilkan data-data pengujian 13 sampel televisi yang terdiri dari 10 TV
CRT, 2 TV LCD, dan 1 TV Plasma serta berasal dari 7 perusahaan lokal dan 5
perusahaan asing. Sepuluh sampel diantaranya diuji pada tahun 2011. Parameter
yang diuji yaitu konsumsi daya pada saat On (play) dan Standby. Peralatan yang
digunakan dalam pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
27
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
28
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
Pada penelitian ini, hasil pengujian yang diperoleh kemudian digunakan sebagai data
untuk membandingkan persyaratan pada tiga standar yang berbeda. Ketiga standar
yang akan dibandingkan yaitu:
a. Energy Star Program Requirements for Televisions versi 5.3 yang digunakan
di AS dan Kanada serta mulai berlaku secara efektif sejak 30 September
2011.21
b. Commission Regulation (EC) No.642/2009 tentang Ecodesign Requirement
for Televisions yang berlaku di Eropa.22
c. AS/NZS 62087.2.2 (Int):2009 tentang Power consumption of audio, video,
and related equipment – Part 2.2 : Minimum Energy Performance Standards
(MEPS) and energy rating label requirements for television sets yang berlaku
di Australia dan Selandia Baru.23
Ketiga standar tersebut sebenarnya mengacu pada standar internasional IEC
yang sama, yaitu :
a. IEC 62087: Methods of measurement for the power consumption of audio,
video, and related equipment.24 Standar ini digunakan sebagai acuan metode
pengujian konsumsi daya pada posisi nyala (on).
b. IEC 62301: Household electrical appliances – Measurement of standby
power.25 Standar ini digunakan sebagai acuan metode pengujian konsumsi
daya pada posisi standby.
c. IEC 60107-1: Methods of measurement on receivers for television broadcast
transmissions – Part 1 : General considerations – Measurements at radio and
video frequencies.26 Standar ini digunakan sebagai acuan untuk menentukan
test signals yang digunakan dalam pengujian.
Pengukuran konsumsi daya On pada SNI 04-6253-2003 hanya menerapkan
satu mode, yaitu menggunakan static video signals dengan satu jenis input sinyal
video. Sedangkan pada IEC 62087 menerapkan tiga mode, yaitu: static video signals
dengan empat jenis input sinyal video, dynamic broadcast-content video signal, dan
internet-content video signal. Konsumsi daya On pada IEC 62087 merupakan rata-rata
dari hasil ketiga mode pengukuran tersebut. Sedangkan pengukuran konsumsi daya
standby pada SNI 04-6253-2003 dan IEC 62301 secara prinsip tidak ada perbedaan
yang berarti.
29
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
Tabel 2 Perhitungan Daya On Maksimum Sesuai Standar Energy Star Versi 5.3
Luas Area, A Daya On Maksimum
(inchi2) (watt)
A < 275 (0,13 x A) + 5
275 ≥ A ≥ 1068 (0,084 x A) + 18
A > 1068 108
Daya standby maksimum yang ditetapkan standar tersebut yaitu sebesar satu
Watt. Adapun perkiraan konsumsi energi tahunan dihitung berdasarkan Persamaan 1.
(5 x365 xPon) + (19 x365 xPs)
E= (Persamaan 1)
1000
Keterangan:
E = Energi tahunan (kWh/tahun)
Pon = Daya on (Watt)
Ps = Daya standby (Watt)
Asumsi yang digunakan pada standar Energy Star versi 5.3 ini yaitu pemakaian televisi
pada kondisi on selama 5 jam/hari dan 19 jam/hari pada kondisi standby.
Berdasarkan data pada Tabel 3 nampak bahwa tidak satupun televisi yang
diuji memenuhi persyaratan pada nilai konsumsi daya on. Sedangkan pada nilai
konsumsi daya standby terdapat dua televisi yang memenuhi syarat di bawah 1 Watt
dimana keduanya merupakan TV LCD.
Konsumsi energi terendah untuk TV CRT dimiliki oleh TV merek H (asing)
sebesar 145,42 kWh/tahun diikuti oleh TV merek E (lokal) sebesar 145,56 kWh/tahun.
Sedangkan konsumsi energi tertinggi untuk TV CRT dimiliki oleh TV merek F (lokal)
sebesar 218,05 kWh/tahun. Secara keseluruhan, konsumsi energi terendah dimiliki
oleh TV LCD.
30
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
Tabel 3 Data Hasil Pengujian Konsumsi Daya Televisi Beserta Kesesuaiannya Terhadap Standar Energy Star Versi 5.3
Daya Perkiraan
Ukuran Luas Daya Daya On Daya
Standby Konsumsi
No Perusahaan Merek Teknologi Layar Layar On Maksimum Standby
Maksimum Energi Tahunan
(inchi) (inchi2) (Watt) (Watt) (Watt)
(Watt) (kWh/tahun)
1 PT. Lokal A CRT 21 208 63,7 32,04 8,2 1 173,12
31
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
Rumus yang digunakan yaitu Television sets, karena pengertian television monitors
menurut standar tersebut yaitu tidak bisa menerima dan memproses broadcast signals.
Sedangkan daya standby maksimum yang ditetapkan oleh standar tersebut
yaitu sebesar 1 Watt. Adapun perkiraan konsumsi energi tahunan dihitung berdasarkan
Persamaan 1 dengan asumsi waktu pemakaian yang sama, karena standar EC
No.642/2009 tidak memberikan rumus untuk perhitungan konsumsi energi tahunan.
Berdasarkan data pada Tabel 5 nampak bahwa terdapat 3 buah TV CRT, 2
TV LCD, dan 1 TV Plasma yang diuji memenuhi persyaratan pada nilai konsumsi daya
on. Sedangkan pada nilai konsumsi daya standby terdapat dua televisi yang memenuhi
syarat di bawah 1 Watt dimana keduanya merupakan TV LCD.
32
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
Tabel 5 Data Hasil Pengujian Konsumsi Daya Televisi Beserta Kesesuaiannya Terhadap Standar EC No.642/2009
Daya Perkiraan
Ukuran Luas Daya Daya On Daya
Standby Konsumsi
No Perusahaan Merek Teknologi Layar Layar On Maksimum Standby
Maksimum Energi Tahunan
(inchi) (dm2) (Watt) (Watt) (Watt)
(Watt) (kWh/tahun)
1 PT. Lokal A CRT 21 13,42 63,7 62,41 8,2 1 173,12
33
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
34
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
Tabel 6 Data hasil Pengujian Konsumsi Daya Televisi Beserta Kesesuaiannya Terhadap Standar AS/NZS 62087.2.2(Int):2009
Star
Ukuran Luas Daya Daya PAEC
PAEC Rating SRI
No Perusahaan Merek Teknologi Layar Layar On Standby Maksimal
(kWh) Index (Pembulatan)
(inchi) (cm2) (Watt) (Watt) (kWh)
(SRI)
1 PT. Lokal A CRT 21 1342 63,7 8,2 274,41 372,67 2,4 2,5
2 PT. Lokal B CRT 21 1342 57,4 12,7 274,41 372,67 2,4 2,5
5 PT. Lokal E CRT 21 1342 63,8 4,2 254,33 372,67 2,7 2,5
6 PT. Lokal F CRT 21 1342 77,3 11,1 338,87 372,67 1,4 1,5
35
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan standar Energy Star
versi 5.3 yang berlaku di AS, tidak satupun produk televisi yang diuji memenuhi
persyaratan yang ditentukan. Sedangkan berdasarkan standar EC No.642/2009 yang
berlaku di Eropa, hanya dua buah TV LCD yang memenuhi standar. Kemudian sesuai
standar AS/NZS 62087.2.2(Int):2009 yang berlaku di Australia, semua televisi yang
diuji memenuhi persyaratan, hanya terdapat perbedaan pada tingkat efisiensi
energinya yang dirumuskan dengan jumlah bintang yang diperoleh.
4.2 Saran
Regulasi tentang labelisasi hemat energi untuk produk televisi di Indonesia harus
dibuat. Alasannya karena televisi menduduki posisi nomor dua dalam pemakaian
konsumsi listrik produk elektronika di rumah tangga. Selain itu, standar internasional
untuk melakukan pengujian tersebut sudah ada. Pemerintah, dalam hal ini BSN, perlu
segera membuat SNI berdasarkan standar internasional tersebut. B4T juga telah
memperoleh akreditasi dari KAN untuk pengujian keselamatan televisi pada tahun
2009 dengan nomor akreditasi: LP-007-IDN. Secara umum B4T bisa melakukan
pengujian konsumsi daya televisi sesuai standar IEC 62087 dan IEC 62301, hanya
membutuhkan beberapa alat uji tambahan jika televisi yang diuji memiliki spesifikasi
dan fitur yang kompleks, misalnya Internet TV. Selain B4T juga terdapat tiga
laboratorium lain yang telah memperoleh akreditasi dari KAN dan ditunjuk oleh Menteri
Perindustrian untuk melakukan pengujian televisi dalam rangka pelaksanaan SNI
wajib.27
36
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
V DAFTAR PUSTAKA
37
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
13. Hilmawan, E. dan Mustafa S. 2009. Energy Efficiency Standard and Labeling
Policy in Indonesia. Tokyo: International Cooperation for Energy Efficiency
Standard and Labeling Policy. (http://eneken.ieej.or.jp/en/data/pdf/491.pdf ,
diakses 1 Nopember 2011)
14. Sutrisna, K.F. 2010. Kelistrikan Indonesia.
(http://kadekadokura.wordpress.com/2010/08/10/kelistrikan‐indonesia/ , diakses
13 Nopember 2011)
15. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Handbook of Energy
Economic Statistics of Indonesia 2009.
(http://www.esdm.go.id/publikasi/handbook.html , diakses 1 Nopember 2011).
16. Thomas, C. Tessa, T. dan Jon R. 2000. The GHG Indicator : UNEP
Guidelines for Calculating Greenhouse Gas Emissions for Businesses and
Non-Commercial Organizations. Paris : United Nations Environment
Programme.(http://www.unep.fr/energy/information/tools/ghg/pdf/GHG_Indicato
r.pdf , diakses 13 Nopember 2011)
17. Peraturan Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika Nomor:
28/IATT/PER/9/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penerapan
Standar Nasional Indonesia Terhadap 3 (Tiga) Produk Industri Elektronika
18. 18SNI 04-6253-2003. Peralatan audio, video, dan elektronika sejenis –
Persyaratan keselamatan
19. 19Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 84/M-
IND/PER/8/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia terhadap
3 (Tiga) Produk Industri Elektronika Secara Wajib
20. IEC 60065. Audio, video, and similar electronic apparatus – Safety
requirements
21. Energy Star. 2011. Energy Star Program Requirements for Televisions
version 5.3.
(http://www.energystar.gov/ia/partners/product_specs/program_reqs/Televisions_
Program_Requirements_V5_3.pdf , diakses 30 Oktober 2011)
22. European Commission. 2009. Commission Regulation (EC) No 642/2009 of
22 July 2009 implementing Directive 2005/32/EC of the European Parliament
and of the Council with regard to ecodesign requirements for televisions.
(http://eur‐
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2009:191:0042:0052:EN:PDF ,
diakses 30 Oktober 2011)
23. AS/NZS 62087.2.2(Int):2009 - Power consumption of audio, video, and
related equipment – Part 2.2 : Minimum Energy Performance Standards
(MEPS) and energy rating label requirements for television sets
24. IEC 62087 edisi 2.0:2008. Methods of measurement for the power
consumption of audio, video, and related equipment
25. IEC 62301:2005. Household electrical appliances – Measurement of standby
power
38
Prosiding PPI Standardisasi 2011 – Jakarta, 16 November 2011
39