Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR (NEONATUS)

A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi setelah lahir tidak bernafas secara spontan
dan teratur (Asri Dwi, 2010).
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi barulahir yang mengalami gagal bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya
(Dewi, 2011).
Kesimpulan dari pengertian diatas asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat
bernafas secara spontan setelah lahir.
B. Etiologi
Secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
kegagalan pernafasan pada bayi bisa disebabkan karena terjadi hipoksia, solusio
plasenta, prematur, tali pusat menumbung, partus lama, dll (Kristiasari, 2009).
Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi
dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,
asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher,
kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.

4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan
misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan hingga kelahiran
bayi yang berupa :
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain.
b. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
c. Brakikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-
otot jantung atau sel-sel otak.
d. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan
darah, kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama
proses persalinan.
e. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur atau megap-megap.
f. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen dalam darah.
g. Pucat.
D. PATHWAY

Anastesi, perdarahan
Hipoksia ibu, gangguan Solusio plasenta, lilitan tali intracranial, kelainan
aliran darah uterus pusat, tali konginetal

asfiksia

Janin kurang o2 dan Infeksi Paru terisi cairan


peningkatan CO2 nosokomial

Gangguan metabolisme dan


Resiko infeksi perubahan asam basa
takipneu Suplai o2
dalam darah
menurun
O2 keparu mnurun Bersihan jalan nafas Asidosis respiratori
Resiko tidak tidak efektif
sembangan suhu
Pola nafas tidak tubuh
efektif
Gangguan pertukaran gas

Kerusakan otak,
kejang

Proses keluarga
hipovolemia kematian
terhenti
Ketidak efektifan perfusi jaringan
cerebral
E. Patofisiologi
Bayi baru lahir mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan
janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukan perubahan sebagai
berikut, alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi
mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorbsi
oleh jaringan paru. Perubahan lain dapat dilihat pada suhu tubuh bayi yang rendah.
Bayi baru lahir harus segera mendapatkan penanganan yaitu dengan mengeringkan
bayi, lalu menghangatkannya di infarm warmer. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
adanya beberapa komplikasi hipotermi yaitu: gangguan sistem saraf pusat:
koma,menurunnya reflex mata(seperti mengedip), Cardiovascular: penurunan tekanan
darah secara berangsur, menghilangnya tekanan darah sistolik, Pernafasan:
menurunnya konsumsi oksigen, Saraf dan otot: tidak adanya gerakan, menghilangnya
reflex perifer.
Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah
banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi udara
yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini
disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan
akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen
alveoli, keduanya menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan meningkatkan
aliran darah setelah lahir.
Pernafasan spontan pada bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri menimbulkan asfiksia ringan
yang bersifat sementara pada bayi.
Asfiksia akan dimulai dengan suatu periode apnu (primari apnea) disertai
dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha
bernafas yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.. Bila terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan dan persalinan akan
terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh
yang tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode apnu kedua. Pada
tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam
tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh,
sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam organik
yang akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya
akan terjadi perubahan tingkat kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi
fungsi jantung. Terjadinya metabolik asidosis ini menyebabkan penurunan sel
jaringan, termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan
pengisian udara alveolus yang kurang adekuat dan menyebabkan tingginya
resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem
tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang
terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi
kematian (Maryunani, 2009).

F. Klasifikasi Asfiksia
Asfiksia neonatus diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Pemeriksaan apgar untuk bayi :

NILAI APGAR SCORE


TANDA
0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mnt
Usaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus Otot Lunglai Beberapa fleksi Gerakan aktif
ekstremitas
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
napas dibersihkan

Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah muda, Merah muda


ekstremitas biru
seluruhnya
Keterangan :
Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
  Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai
30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.

G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa
asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005), yaitu:
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih
jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang
telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia
neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan
tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan
resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut
APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-
20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen
antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
H. Penatalaksanaan Asfiksia
Penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah resusitasi neonatus atau bayi. Semua
bayi dengan depresi pernafasan harus mendapat resusitasi yang adekuat. Bila bayi
kemudian terdiagnosa sebagai asfiksia neonatorum, maka tindakan medis kelanjutan
yang komprehensif. Tindakan resusitasi neonatorum akan dipastikan sendiri kemudian,
namun pada intinya penatalaksanaan terhadap asfiksia neonatorum (Maryunani, 2009):

a. Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal, dapat
dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang
diberikan tidak 30cm H – 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul, lakukan message
jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 – 100 kali per menit.
b. Asfiksia sedang atau ringan
Pasang relkik pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30 – 60 detik. Bila gagal,
lakukan pernafasan kodok (frog breating) 1 – 2 menit yaitu: kepala bayi ekstensi
maksimal beri O2 1 – 2 liter permenit melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut
dan hidung serta gerakan dagu keatas bawah secara teratur 20 kali permenit.
Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi (naiknya makanan dari
kerongkongan / lambung tanpa disertai rasa mual ataupun kontraksi otot perut yang
sangat kuat).

c. Penanganan Asfiksia pada BBL (Resusitasi)


Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2010), Tindakan
resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi:
A: Memastikan saluran nafas terbuka
a. Meletakan kepala dalam posisi defleksi : bahu diganjal.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
c. Bila perlu masukan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran nafas
terbuka.
B: Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
b. Memakai VTP, bila perlu seperti:
1) Sungkup dan balon.
2) Pipa ET dan balon.
3) Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

C: Mempertahankan sirkulasi darah


Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada dan pengobatan.
Selain dengan pengobatan puasa pada bayi juga lebih efektif dalam mempertahankan
sirkulasi darah untuk menghindari aspires.
Dalam 72 jam pertama dalam hidupnya bayi dapat bertahan tanpa makanan/minuman
apapun (48%) dan yang lain berpendapat bahwa bayi baru lahir dapat bertahan tanpa
makanan/minuman apapun dalam 48 jam pertama (37%).
Bayi baru lahir, memiliki cadangan makanan di dalam tubuhnya yang diperoleh dari
plasenta selama berada di rahim ibu. Oleh karena itu, bayi baru lahir tidaklah memerlukan
makanan/minuman apapun. Satu-satunya zat yang ia perlukan ketika baru lahir adalah
kolostrum (ASI awal) yang akan menjadi imunisasi pertamanya, karena berfungsi untuk
melapisi dinding usus bayi (yang sel-selnya belum rapat) menjadi tertutup dan akhirnya
rapat.
Sebenarnya, ASI yang berbentuk kolostrum diproduksi pada trimester kedua
kehamilan (minggu ke-16), dan terus diproduksi sampai hari ‘H’ kelahiran. Pada sebagian
ibu, terkadang kolostrum sudah keluar pada trimester ketiga, tetapi pada banyak ibu
kolostrum bar u keluar pada hari ke-2 atau ke-3 setelah kelahiran. Kedua hal ini
adalah normal, karena pada 48 – 72 jam pasca kelahiran, tubuh ibu mulai meningkatkan
produksi ASI, sehingga ibu merasakan ‘sensasi ASI’, dimana payudara mengencang dan
mengeluarkan kolostrum.
Oleh itu tak perlu khawatir, jika ASI/kolostrum belum keluar di hari 1 atau ke-2
setelah kelahiran. Hal ini dikarenakan jumlah kolostrum yang sangat sedikit (karena
sesuai kebutuhan bayi) dan warnanya yang bening atau kekuningan, sehingga membuat
keluarnya kolostrum tidak terasa/terlihat oleh ibu. Ini jugalah yang menjadi alasan
mengapa bayi baru lahir tidak perlu diberikan makanan/minuman selain ASI. Dengan
skin-to-skin contact yang sering dan bayi berada satu ruangan dengan ibu, akan
mempercepat keluarnya ASI/kolostrum, sehingga proses menyusui dapat semakin lancar.
Semakin sering ibu menyusui bayinya di hari-hari pertama setelah kelahiran, semakin
banyak kolostrum yang diperoleh bayi, dan semakin banyak produksi ASI ibu.
DAFTAR PUSTAKA

Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.1996. Nursing Interventions Classification


(NIC). St. Louis :Mosby Year-Book
Doenges, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Johnson,Marion, dkk.2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby
Year-Book
Manuaba, I. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta :EGC
Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Straight, B. (2004). Keperawatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :EGC
Wiknjosastro, H. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011,
NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd
Wilkinson, J.M. (2002). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai