Anda di halaman 1dari 3

UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PRAKTIK KORUPSI AROGANSI

Menurut Andi Hamzah (2005:249), upaya dalam pemberantasan korupsi bisa disusun
dalam tigas tindakan terprogram, yaitu Prevention, Public Education dan Punishment.
Prevention ialah pencerahan untuk pencegahan; Publik Education, yaitu pendidikan
masyarakat untuk menjauhi korupsi dan Punishment, adalah pemidanaan atas
pelanggaran tindak pidana korupsi.

1. Strategi Preventif:
Strategi Preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya
korupsi. Konvensi PBB Anti Korupsi, Uneted Nations Convention Against Corruption
(UNCAC), menyepakati langkah-langkah untuk mencegah terjadinya korupsi. Masing-masing
negara setuju untuk: “...mengembangkan dan menjalankan kebijaksanaan antikorupsi
terkoordinasi dengan mempromosikan partisipasi masyarakat dan menunjukkan
prinsip-prinsip supremasi hukum, manajemen urusan publik dan properti publik
dengan baik, integritas, transparan, dan akuntable, ... saling bekerjasama untuk
mengembangkan langkah-langkah yang efektif untuk pemberantasan korupsi”.
Sebagai upaya pencegahan korupsi, Konvensi menegaskan tujuannya yaitu,
(a) mempromosikan dan memperkuat langkah-langkah guna mencegahdan memerangki
korupsi secara lebih efisien dan efektif;
(b) untuk mempromosikan bantuan dan dukungan kerjasama internasional dan bantuan teknis
dalam pencegahan dan perang melawan korupsi termasuk dalam pemulihan aset;
(c) Untuk mempromosikan integritas, akuntabilitas dan manajemen urusan publik dan properti
publik dengan baik. Dalam konteks Indonesia,
langkah-langkah preventif terhadap korupsi dapat dilakukan dengan cara:
(a) Penguatan fungsi dan peran lembaga legislatif;
(b) Penguatan peran dan fungsi lembaga peradilan;
(c) Membangun Kode Etik di sector publik; sektor Parpol, Organisasi Politik, dan Asosiasi
Bisnis;
(d) Mengkaji sebabsebab terjadinya korupsi secara berkelanjutan;
(e) Penyempurnaan Sumber Daya
Manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri;
(f) Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi
pemetintah;
(g) Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
(h) Penyempurnaan manajamen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN);
(i) Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat;
(j) Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional.

2. Public Education
Public education atau pendidikan anti korupsi untuk rakyat perlu digalakkan untuk
membangun mental anti-korupsi. Pendidikan anti-korupsi ini bisa dilakukan melalui
berbagai pendekatan, seperti pendekatan agama, budaya, sosioal, ekonomi, etika, dsb.
Adapun sasaran pendidikan anti-korupsi secara garis besar bisa dikelompokkan
menjadi dua:
(a). Pendidikan anti korupsi bagi aparatur pemerintah dan calon aparatur pemerintah.
Misalnya, Lembaga Administrasi Negara (LAN) memasukkan materi “Percepatan
Pemberantasan Korupsi” bagi Peserta Diklat Prajabatan Ex. Honorer. (Lihat: Peraturan
Kepala LAN/5/2007 tentang “Perubahan atas Peraturan Kepala LAN/2/2007 tetang
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan CPNS yang diangkat dari Tenaga
Honorer). Usaha semacam itu sangat baik, tetapi amat disayangkan, mengapa hanya
peserta Pajabatan ex. Honorer yang mendapatkan materi pemberantasan korupsi?
Bukankah pelaku korupsi, sebagaimana telah dijelaskan di muka, adalah 90% PNS?
Penulis berpendapat, hendaknya materi “Percepatan Pemberantasan Korupsi” diberikan
bukan hanya kepada CPNS Ex. Honorer, tetapi juga CPNS reguler, dan lebih-lebih
kepada PNS yang sudah menduduki jabatan. Maka LAN harus lebih inovatif dalam
mendesain pembelajaran dan memasukkan mata diklat “Percepatan Pemberantasan
Korupsi” pada diklat-diklat aparatur.
(b) Public education anti korupsi bagi masyarakat luas melalui lembaga-lembaga
keagamaan, dan tokoh-tokoh masyarakat. Semua itu dilakukan untuk meningkatkan
moral anti korupsi. Publik perlu mendapat sosialisasi konsep-konsep seperti kantor
publik dan pelayanan publik berikut dengan konsekuensi-konsekuensi tentang biayabiaya sosial,
ekonomi, politik, moral, dan agama yang diakibatkan korupsi.

3. Strategi Punishment:
Strategi punishment adalah tindakan memberi hukuman terhadap pelaku tindak
pidana korupsi. Dibandingkan negara-negara lain, Indonesia memiliki dasar hukum
pemberantasan korupsi paling banyak, mulai dari peraturan perundang-undangan yang
lahir sebelum era eformasi sampai dengan produk hukum era reformasi; tetapi
pelaksanaannya kurang konsisten sehingga korupsi tetap subur di negeri ini.
Saya menyebutkan beberapa saja dari sekian banyak dasar hukum anti-korupsi
yang pernah ada di Indonesia. Antara lain TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Berwibawa dan Bebas KKN, UU Nomor 31
tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas
KKN; UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; UU Nomor
30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi; dan lain-lain.
Dari sekian banyak peraturan perundang-undangan anti-korupsi yang ada, salah
satu yang paling populer barangkali UU Nomor 30/2002 tentang KPK. KPK adalah
lembaga negara yang bersifat independen yang dalam pelaksanaan tugas dan
kewenangannya bebas dari kekuasaan manapun. Tugas-tugas KPK adalah sebagai
berikut: (a) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi; (b) supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi; (c) Melakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (d) Melakukan tindakan-tindakan
pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor terhadap penyelengaraan
pemerintahan negara.

Anda mungkin juga menyukai