Disusun oleh :
3. Nurdamayanti (2005116091)
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat Menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas tentang kasus Kematian Marsinah. Shalawat serta salam
tak lupa penulis haturkan keharibaan Nabi Besat Muhammad SAW yang telah membawa kita
Kami tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-rekan
seperjuangan yang telah banyak membantu dan ikut ambil guna terselesaikannya makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan serta wawasannya
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan
adanya masukan yang berupa kritikan ataupun saran demi kebaikan untuk penulisan makalah
selanjutnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis dan para
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ………………....……………………………………………….. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah ................................................ 1
B. Rumusan masalah.......................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Kasus Kematian Marsinah................................ 3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No.
50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan
karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut
tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti
tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT.
Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah.
Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993
Marsinah hanyalah seorang buruh pabrik dan aktivis buruh yang bekerja pad a PT
Catur Putra Surya (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. la ditemukan tewas terbunuh pada
tanggal 8 Mei 1993 diusia 24 tahun. Otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr Soetomo
Marsinah adalah salah seorang dari 15 orang perwakilan para buruh yang melakukan
perundingan dengan pihak perusahaan. Awal dari kasus pemogokan dan unjuk rasa para
buruh karyawan CPS bermula dari surat edaran Gubernur Jawa Timur No 50/Th. 1992 yang
memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut
dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban
pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya
(PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT.
CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari
1
2
B. Rumusan Masalah
4. Undang – Undang apa saja yang dilanggar oleh kasus kematian Marsinah?
C. Tujuan Pembahasan
4. Untuk mengetahui Undang-undang apa saja yang dilanggar dari kasus Marsinah.
BAB II
PEMBAHASAN
Wanita asal Nganjuk, Jawa Timur lahir pada 10 April 1969 silam. Namanya kini
dikenal sebagai pahlawan kaum buruh dan simbol keberanian melawan kesewenang-
wenangan. Meski, semua itu harus dibayar Marsinah dengan nyawanya. Karena jenazah
Marsinah ditemukan pada Minggu, 9 Mei 1993 di hutan jati Wilangan, Nganjuk, Jawa
Timur. Sejatinya, Marsinah sejatinya hanyalah wanita biasa. Ia adalah seorang buruh di
pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS) di kawasan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur.
pekerja di PT CPS. Mulai bekerja di PT CPS Porong pada awal 1992, sehari-hari dia
ditempatkan sebagai operator mesin bagian injeksi dengan upah Rp 1.700 dan uang hadir
Rp 550 per hari. Karena jauh dari kampung halaman, Marsinah mengontrak di rumah
warga di kawasan Desa Siring. Dari sinilah cerita berdarah Marsinah dimulai.
Semuanya bermula pada awal tahun 1993. Ketika itu muncul Surat Edaran Gubernur
Jatim Nomor 50 Tahun 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan
kesejahteraan karyawan dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20 persen gaji pokok.
3
4
Dari sejumlah pertemuan aktivis buruh PT CPS pada akhir April, disepakati bahwa
mereka akan mogok kerja pada 3 dan 4 Mei 1993. Tuntutannya, upah harus naik dari Rp
1.700 menjadi Rp 2.250 per hari. Pada Senin, 3 Mei 1993, seluruh buruh PT CPS tidak
masuk kerja alias mogok. Hanya staf serta kepala bagian PT CPS yang tetap masuk
kantor. Bersama buruh lainnya, Marsinah hari itu berangkat ke Kanwil Depnaker di
Surabaya untuk mencari data tentang Upah Minimum Regional (UMR) sebagai landasan
tuntutan mereka.
Keesokan harinya, Selasa, 4 Mei 1993, buruh PT CPS melanjutkan mogok kerja.
Namun, seluruhnya tetap mendatangi pabrik untuk mengajukan tuntutan. Situasi sempat
memanas karena pabrik telah dijaga oleh aparat keamanan dan satpam pabrik. Meski,
termasuk Marsinah, mengajukan tuntutan dalam perundingan yang antara lain dihadiri
oleh wakil dari Kanwil Depnaker Sidoarjo, Kansospol Sidoarjo, DPC SPSI setempat,
serta jajaran Muspika seperti Kapolsek dan Danramil Sidoarjo. Sedangkan pihak
perusahaan diwakili oleh Direktur PT CPS Porong Judi Astono, Kepala Bagian Personalia
PT CPS Porong Mutiari, dan Kepala Bagian Produksi PT CPS Porong Karyono Wongso.
Setelah melalui perdebatan yang alot, tuntutan kenaikan upah itu akhirnya dipenuhi.
Bahkan, pihak perusahaan juga menjanjikan membahas hak-hak buruh lainnya, seperti
perhitungan upah lembur, uang transpor, cuti haid, dan cuti hamil. Hari itu mestinya
masalah sudah selesai, tapi sejarah berkata lain. Setelah perundingan pada Selasa sore, 13
orang buruh yang dianggap sebagai dalang dari unjuk rasa buruh PT CPS dipanggil untuk
menghadap Pasi Intel Kodim 0816 Sidoarjo pada Rabu 5 Mei 1993. Marsinah kaget atas
pemanggilan itu. Meski namanya tak masuk dalam daftar buruh yang dipanggil, Marsinah
5
tidak bisa terima atas pemanggilan teman-temannya itu. Saat berkumpul bersama aktivis
buruh pada malam harinya, dia menegaskan sikap akan membawa kepada jalur hukum
jika 13 rekannya tersebut diancam saat interogasi di Markas Kodim Sidoarjo. Malam itu,
Marsinah tak sadar kalau keberaniannya dalam membela hak-hak buruh akan berakibat
• 13 Buruh Di-PHK
Esok harinya pada Rabu, 5 Mei 1993, 13 buruh PT CPS memenuhi panggilan Kodim
Sidoarjo. Sementara Marsinah masuk kerja seperti biasa. Hari itu dia mendapat giliran
kerja pagi. Suasana di pabrik arloji itu tampak normal layaknya hari-hari biasa. Namun,
situasi berbeda dirasakan belasan buruh yang berada di Markas Kodim Sidoarjo. Di
tempat itu, mereka ternyata diminta untuk mengundurkan diri dari PT CPS. Surat
pernyataan PHK pun sudah tersedia untuk ditandatangani. Alasannya, mereka sedang
Menurut pengakuan Kapten Sugeng selaku Pasi Intel Kodim 0816 Sidoarjo ketika itu, tak
ada paksaan dalam pertemuan tersebut. Yang jelas, belasan rekan seperjuangan Marsinah
Selepas magrib, Judi Astono selaku Kepala Pabrik PT CPS Porong dan Mutiari selaku
kepala bagian personalia mendatangi Kodim Sidoarjo. Keduanya bertemu 13 buruh yang
akan di-PHK dan langsung menyelesaikan urusan administrasi serta pesangon mereka.
Sementara itu, Marsinah yang sepulang kerja belum mengetahui nasib rekan-rekannya
yang dipanggil pihak Kodim Sidoarjo merasa penasaran. Sejumlah teman yang
dihubungi, tak ada yang mengetahui hasil pertemuan itu. Tidak sabar menunggu,
Marsinah memutuskan untuk mencari tahu dengan mendatangi Markas Kodim Sidoarjo.
6
Bersama empat orang temannya sesama buruh PT CPS, malam itu, Marsinah
meluncur dengan sepeda motor. Sesampainya di depan pos jaga markas itu, dia diberitahu
dibenarkan Kapten Sugeng. "Katanya petugas piket yang menemui. Setelah diberi tahu
bahwa teman-temannya sudah pada pulang, Marsinah juga terus pulang. Saya sendiri di
rumah. Saya enggak di kantor. Yang jelas, malam itu saya sudah tidur," tegas Sugeng
Saat berada di perempatan Desa Siring, dia akhirnya bertemu dengan empat orang di
diberhentikan karena dianggap sebagai motor unjuk rasa di PT CPS. Marsinah merasa
pihak perusahaan telah bertindak tak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sehari
sebelumnya. Butir ke-10 kesepakatan yang dibuat pada Selasa 4 Mei menyebutkan, pihak
• Marsinah Menghilang
Malam itu, Marsinah meminta lembaran berkas surat panggilan Kodim Sidoarjo milik
salah seorang temannya. Surat itu kemudian dia satukan dengan lembaran surat protes
Marsinah keluar rumah untuk menemui rekannya sesama buruh untuk membicarakan soal
protes yang akan dilayangkan keesokan harinya. Selain itu, dia juga berniat untuk
membeli makanan karena sejak siang belum mengisi perut. Saat itu, Marsinah
mengenakan kaos putih, rok berwarna cokelat, dan sandal jepit. Dia menyusuri jalan
7
kampung untuk mencari pengganjal perut. Belum sempat membeli makanan, Marsinah
rupanya bertemu dua orang temannya, Asiyem dan Joko. Mereka pun berbincang
sebentar dan kemudian berpisah. Di bawah pohon mangga dekat Tugu Kuning, Desa
Siring, dua temannya masih sempat melihat Marsinah melenggang sambil menggenggam
surat panggilan dari Kodim Sidoarjo milik salah seorang temannya serta surat pernyataan
untuk PT CPS. Jam saat itu menunjukkan sekitar pukul 22.00 WIB. Itulah kali terakhir
Marsinah terlihat masih hidup. Sejak itu, buruh pemberani tersebut tak lagi bisa ditemui.
Sejak Rabu malam itu, Marsinah tak pernah lagi bisa ditemui. Rekannya sesama
buruh kebingungan karena sang aktivis pemberani menghilang tanpa kabar dan jejak.
Jangankan di rumah kontrakan, buruh yang dikenal rajin itu juga tak terlihat di tempat
kerjanya. Empat hari berlalu, ketika kabar itu datang. Pada Minggu, 9 Mei 1993, muncul
kabar sesosok mayat yang diduga Marsinah ditemukan di hutan jati Wilangan, Dusun
Jegong, Desa Wilangan. Lokasinya tak jauh dari jalan provinsi yang menghubungkan
Nganjuk dan Madiun. Kabar itu tak salah. Jasad Marsinah ditemukan sehari sebelumnya,
Sabtu malam 8 Mei 1993, tergeletak dengan tubuh penuh luka memar bekas pukulan
benda keras. Kedua pergelangannya lecet, tulang panggulnya hancur, dan di sela pahanya
ada bercak darah, pada bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah.
Jasad Marsinah lalu dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk dan diautopsi.
Hasil autopsi menyebutkan pada tubuh Marsinah terdapat luka-luka pada pipi, siku,
lengan, perut, luka-luka robek di bagian perut, tulang punggung bagian depan hancur,
memar pada kandung kemih, usus, dan pendarahan pada rongga perut.
8
Kabar ditemukannya Marsinah dalam kondisi tak bernyawa membuat buruh PT CPS
kaget. Rentetan kejadian yang mengawali terbunuhnya Marsinah membuat banyak pihak
meyakini dia dibunuh atas aktivitasnya membela kaum buruh. Seketika pula, kematian
Marsinah tak lagi dilihat sebagai pembunuhan yang biasa. Tak sekadar menjadi isu di
Sidoarjo atau Jawa Timur, pembunuhan Marsinah kemudian menjadi sorotan publik
Tanah Air yang bermuara pada desakan terhadap aparat keamanan untuk membongkar
kasus ini.
Pada kasus kematian marsinah Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan
memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang
dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil
penyidikan polisi ketika itu menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS)
menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke
pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan
Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS)
mengeksekusinya.
yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke
Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Pada 3 Mei 1995, Mahkamah
Agung (MA) memvonis bahwa sembilan terdakwa tak terbukti melakukan perencanaan
sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah
9
"direkayasa". Sembilan terdakwa dibebaskan, tapi siapa pembunuh Marsinah hingga kini
Hampir dua tahun setelah ditemukannya jasad Marsinah di hutan jati Wilangan,
tepatnya pada 3 Mei 1995, majelis hakim kasasi membebaskan para terdakwa dari segala
dakwaan atau bebas murni. Putusan inilah yang meyakinkan banyak pihak bahwa sejak
awal penyidikan kasus ini memang sudah kental dengan aroma rekayasa. Bagi aparat
penegak hukum, putusan kasasi itu berarti tugas untuk mencari pembunuh sebenarnya.
Sejumlah penyidikan ulang pun dilakukan. Bahkan, makam Marsinah harus dibongkar
tiga kali untuk kepentingan penyidikan. Tak kurang pula Menteri Tenaga Kerja Abdul
Latief ketika itu, hingga Presiden Abdurrahman Wahid, dan Megawati Sukarnoputri
Akan tetapi, hingga kini kematian Marsinah tetap menjadi misteri. Tahun 2002,
Komnas HAM berupaya membuka kembali kasus Marsinah dan itu pun gagal. Saat ini,
kemungkinan kasus ini dibuka kembali tentu akan semakin sulit. Setelah 29 tahun berlalu,
daya ingat pun mulai lemah. Selain adanya kemungkinan para saksi kunci yang sudah
meninggal dunia, mereka yang masih hidup besar kemungkinan sudah mulai lupa dengan
detail peristiwa.
Tak hanya itu, karena pembunuhan Marsinah terjadi 29 tahun lalu, kasus ini sudah
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi dengan Marsinah setelah meninggalkan Tugu Kuning
Banyak jawaban, tapi tak akan pernah ada yang pasti. Marsinah dan penemuan jasadnya
di hutan jati Wilangan akan tetap menjadi misteri. Bahkan hingga kini tetap belum
Hak Hidup adalah Hak yang paling dasar ini yaitu hak hidup tidak didapatkan oleh
kehidupannya. Bahkan sebelum ia meninggal dunia, ia disiksa tanpa rasa ampun yang
terbukti dengan hasil otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr . Soetomo Surabaya.
Hari itu tepatnya pada tanggal 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan tergeletak di
sebuah gubuk di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa Wilangan,
buruh, desa Siring, Porong. Jasad Marsinah menyisakan luka di sekujur tubuhnya,
panggul vaginanya hancur dan isi perutnya penuh dengan darah. Jasad Marsinah menjadi
saksi bisu atas segala siksaan yang dihujamkan ke Marsinah hingga ia meregang nyawa. ”
Itu merupakan melanggar UUD 1945 Pasal 28 A yang berbunyi : “Setiap orang berhak
Hak Ekonomi Marsinah pun kehilangan hak ekonominya juga. Kerja kerasnya
bersama dengan teman-temannya berakhir sia- sia. Jika merujuk pada Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD NRI 1945) jelas bahwa tindakan
pabrik CPS tempatnya bekerja melanggar hak ekonomi Marsinah , khususnya hak untuk
menuntut upah yang sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat ditegaskan dalam Pasal 28 D
ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”
11
Hak Hukum Marsinah yang sepatutnya mendapatkan hak yang sama dalam hukum
pun harus menelan kekecewaan. Orang-orang yang seharusnya dihukum dalam kasus
pembunuhannya malah berkeliaran di luar sana. Tersangka itu tidak jelas mana yang
salah dan mana yang benar. Sudah 29 tahun sejak kejadian menggenaskan itu namun
Pelanggaran yang menyangkut UUD 1945 pasal 27 yang berbunyi, “Segala warga
menjunjung hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya.” Serta UUD
1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adi serta perlakuan yang sama di depan
hukum.”
Hak Peradilan Hak untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan ini juga tidak didapatkan oleh Marsinah. Meskipun telah dilakukan
penyelidikan untuk mengusut kasusnya beberapa kali namun tidak ada tindakan yang
berarti. Awalnya kasus ini hampir menemukan titik terang dengan menemukan beberapa
kepala bagian mesin, dan seorang satpam dan seorang supir perusahaan disekap dan
Danramil Porong, mereka diadili dan diputus bersalah oleh Pengadilan Militer dan
kemudian.
Meskipun dua tahun kemudian, 3 Mei 1995, mereka divonis bebas Mahkamah Agung,
tapi ini hanya menunjukkan betapa sistem peradilan dan hukum kita bukan tempat untuk
12
menegakkan keadilan.” (kutip salah satu sumber). Itu membuktikan bahwa jelas sekali
lemahnya keadilan di Indonesia. Kematian Marsinah adalah luka yang ditorehkan pada
keadilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wanita asal Nganjuk, Jawa Timur lahir pada 10 April 1969 silam. Namanya kini
dikenal sebagai pahlawan kaum buruh dan simbol keberanian melawan kesewenang-
wenangan. Meski, semua itu harus dibayar Marsinah dengan nyawanya. Karena jenazah
Marsinah ditemukan pada Minggu, 9 Mei 1993 di hutan jati Wilangan, Nganjuk, Jawa
Timur. Sejatinya, Marsinah sejatinya hanyalah wanita biasa. Ia adalah seorang buruh di
pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS) di kawasan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur.
Kabar ditemukannya Marsinah dalam kondisi tak bernyawa membuat buruh PT CPS
kaget. Rentetan kejadian yang mengawali terbunuhnya Marsinah membuat banyak pihak
meyakini dia dibunuh atas aktivitasnya membela kaum buruh. Seketika pula, kematian
Marsinah tak lagi dilihat sebagai pembunuhan yang biasa. Tak sekadar menjadi isu di
Sidoarjo atau Jawa Timur, pembunuhan Marsinah kemudian menjadi sorotan publik
Tanah Air yang bermuara pada desakan terhadap aparat keamanan untuk membongkar
kasus ini.
Akan tetapi, hingga kini kematian Marsinah tetap menjadi misteri. Tahun 2002,
Komnas HAM berupaya membuka kembali kasus Marsinah dan itu pun gagal. Saat ini,
kemungkinan kasus ini dibuka kembali tentu akan semakin sulit. Setelah 29 tahun berlalu,
daya ingat pun mulai lemah. Selain adanya kemungkinan para saksi kunci yang sudah
meninggal dunia, mereka yang masih hidup besar kemungkinan sudah mulai lupa dengan
detail peristiwa. Tak hanya itu, karena pembunuhan Marsinah terjadi 29 tahun lalu, kasus
ini sudah kedaluwarsa. Karena secara hukum, kasus pembunuhan menjadi kedaluwarsa
13
14
B. Saran
Pemerintah sebaiknya berani membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi
dan HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah tentu adalah sesuatu yang direkayasa/
sehingga sampai saat ini kasusnya tidak pernah menemui titik terang. Padahal keadilan
yang tertinggi adalah keadilan terhadap Hak Asasi Manusia. sikap menunda-nunda kasus
harus di hilangkan, usut sampai tuntas barulah beristirahat, tangani kasus skala
perorangan saja tidak mampu itupun dalam " periode pergantian pemimpin, apa yang
salah?? jangankan untuk menyelesaikan ,untuk mencari tahu siapa? Bagaimana? kapan
Orde Baru"
15