Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KASUS KEMATIAN MARSINAH

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Demokrasi dan Hak Asasi Manusia

Dosen Pengampu : Muhlis, S.Pd, M.Pd

Disusun oleh :

1. Putri Lydia Lestari Pimba (2005116064)

2. Rosa Dalima (2005116079)

3. Nurdamayanti (2005116091)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN KALIMANTAN TIMUR

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat Menyusun makalah ini tepat pada

waktunya. Makalah ini membahas tentang kasus Kematian Marsinah. Shalawat serta salam

tak lupa penulis haturkan keharibaan Nabi Besat Muhammad SAW yang telah membawa kita

dari alam kebodohan ke alam yanng berilmu pengetahuan.

Kami tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-rekan

seperjuangan yang telah banyak membantu dan ikut ambil guna terselesaikannya makalah ini.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan serta wawasannya

tentang Kasus Kematian Marsinah.

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan

adanya masukan yang berupa kritikan ataupun saran demi kebaikan untuk penulisan makalah

selanjutnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi

dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis dan para

pembaca semua khususnya dalam menunjang pembelajaran kita di bidang Pendidikan.

Samarinda, 3 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ………………....……………………………………………….. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah ................................................ 1

B. Rumusan masalah.......................................................... 2

C. Tujuan pembahasan ..................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Kasus Kematian Marsinah................................ 3

B. Pelaku Kasus Kematian Marsinah……………………. 8


C. Belum Tuntasnya Kasus Marsinah…………………… 9

D. Pelanggaran Undang-undang yang terlibat dalam kasus 10


kematian Marsinah

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................... 13
B. Saran.............................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………..................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No.

50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan

karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut

tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti

tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT.

Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah.

Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993

menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.

Marsinah hanyalah seorang buruh pabrik dan aktivis buruh yang bekerja pad a PT

Catur Putra Surya (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. la ditemukan tewas terbunuh pada

tanggal 8 Mei 1993 diusia 24 tahun. Otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr Soetomo

Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah tewas karena penganiayaan berat.

Marsinah adalah salah seorang dari 15 orang perwakilan para buruh yang melakukan

perundingan dengan pihak perusahaan. Awal dari kasus pemogokan dan unjuk rasa para

buruh karyawan CPS bermula dari surat edaran Gubernur Jawa Timur No 50/Th. 1992 yang

berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan

memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut

dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban

pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya

(PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT.

CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari

Rp 1700 menjadi Rp 2250.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Sejarah kasus kematian Marsinah?

2. Siapa saja pelaku dari kasus kematian Marsinah?

3. Apakahh kasus kematian Marsianh sudah tuntas atau belum?

4. Undang – Undang apa saja yang dilanggar oleh kasus kematian Marsinah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui mengapa marsinah di bunuh.

2. Untuk mengetahui pelaku dari kasus kematian Marsinah.

3. Untuk mengetahui kasus Marsinah sudah tuntas atau belum.

4. Untuk mengetahui Undang-undang apa saja yang dilanggar dari kasus Marsinah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Kasus Kematian Marsinah

Wanita asal Nganjuk, Jawa Timur lahir pada 10 April 1969 silam. Namanya kini

dikenal sebagai pahlawan kaum buruh dan simbol keberanian melawan kesewenang-

wenangan. Meski, semua itu harus dibayar Marsinah dengan nyawanya. Karena jenazah

Marsinah ditemukan pada Minggu, 9 Mei 1993 di hutan jati Wilangan, Nganjuk, Jawa

Timur. Sejatinya, Marsinah sejatinya hanyalah wanita biasa. Ia adalah seorang buruh di

pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS) di kawasan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur.

Marsinah bekerja tidak lama di Rungkut karena dipindahkan ke cabang PT CPS di

Porong, Sidoarjo. Kabarnya, dirinya dimutasi karena menuntut didirikannya serikat

pekerja di PT CPS. Mulai bekerja di PT CPS Porong pada awal 1992, sehari-hari dia

ditempatkan sebagai operator mesin bagian injeksi dengan upah Rp 1.700 dan uang hadir

Rp 550 per hari. Karena jauh dari kampung halaman, Marsinah mengontrak di rumah

warga di kawasan Desa Siring. Dari sinilah cerita berdarah Marsinah dimulai.

Semuanya bermula pada awal tahun 1993. Ketika itu muncul Surat Edaran Gubernur

Jatim Nomor 50 Tahun 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan

kesejahteraan karyawan dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20 persen gaji pokok.

Sayangnya, tidak semua pengusaha memenuhi imbauan tersebut yang kemudian

ditanggapi negatif oleh para buruh, termasuk Marsinah dan teman-temannya.

3
4

• Sepakat Mogok Kerja

Dari sejumlah pertemuan aktivis buruh PT CPS pada akhir April, disepakati bahwa

mereka akan mogok kerja pada 3 dan 4 Mei 1993. Tuntutannya, upah harus naik dari Rp

1.700 menjadi Rp 2.250 per hari. Pada Senin, 3 Mei 1993, seluruh buruh PT CPS tidak

masuk kerja alias mogok. Hanya staf serta kepala bagian PT CPS yang tetap masuk

kantor. Bersama buruh lainnya, Marsinah hari itu berangkat ke Kanwil Depnaker di

Surabaya untuk mencari data tentang Upah Minimum Regional (UMR) sebagai landasan

tuntutan mereka.

Keesokan harinya, Selasa, 4 Mei 1993, buruh PT CPS melanjutkan mogok kerja.

Namun, seluruhnya tetap mendatangi pabrik untuk mengajukan tuntutan. Situasi sempat

memanas karena pabrik telah dijaga oleh aparat keamanan dan satpam pabrik. Meski,

perundingan akhirnya bisa digelar. Sebanyak 15 orang perwakilan buruh PT CPS,

termasuk Marsinah, mengajukan tuntutan dalam perundingan yang antara lain dihadiri

oleh wakil dari Kanwil Depnaker Sidoarjo, Kansospol Sidoarjo, DPC SPSI setempat,

serta jajaran Muspika seperti Kapolsek dan Danramil Sidoarjo. Sedangkan pihak

perusahaan diwakili oleh Direktur PT CPS Porong Judi Astono, Kepala Bagian Personalia

PT CPS Porong Mutiari, dan Kepala Bagian Produksi PT CPS Porong Karyono Wongso.

Setelah melalui perdebatan yang alot, tuntutan kenaikan upah itu akhirnya dipenuhi.

Bahkan, pihak perusahaan juga menjanjikan membahas hak-hak buruh lainnya, seperti

perhitungan upah lembur, uang transpor, cuti haid, dan cuti hamil. Hari itu mestinya

masalah sudah selesai, tapi sejarah berkata lain. Setelah perundingan pada Selasa sore, 13

orang buruh yang dianggap sebagai dalang dari unjuk rasa buruh PT CPS dipanggil untuk

menghadap Pasi Intel Kodim 0816 Sidoarjo pada Rabu 5 Mei 1993. Marsinah kaget atas

pemanggilan itu. Meski namanya tak masuk dalam daftar buruh yang dipanggil, Marsinah
5

tidak bisa terima atas pemanggilan teman-temannya itu. Saat berkumpul bersama aktivis

buruh pada malam harinya, dia menegaskan sikap akan membawa kepada jalur hukum

jika 13 rekannya tersebut diancam saat interogasi di Markas Kodim Sidoarjo. Malam itu,

Marsinah tak sadar kalau keberaniannya dalam membela hak-hak buruh akan berakibat

buruk pada malam berikutnya.

• 13 Buruh Di-PHK

Esok harinya pada Rabu, 5 Mei 1993, 13 buruh PT CPS memenuhi panggilan Kodim

Sidoarjo. Sementara Marsinah masuk kerja seperti biasa. Hari itu dia mendapat giliran

kerja pagi. Suasana di pabrik arloji itu tampak normal layaknya hari-hari biasa. Namun,

situasi berbeda dirasakan belasan buruh yang berada di Markas Kodim Sidoarjo. Di

tempat itu, mereka ternyata diminta untuk mengundurkan diri dari PT CPS. Surat

pernyataan PHK pun sudah tersedia untuk ditandatangani. Alasannya, mereka sedang

bermasalah dengan pihak perusahaan dan itu akan menimbulkan ketidaknyamanan.

Menurut pengakuan Kapten Sugeng selaku Pasi Intel Kodim 0816 Sidoarjo ketika itu, tak

ada paksaan dalam pertemuan tersebut. Yang jelas, belasan rekan seperjuangan Marsinah

itu menerima untuk mundur dari PT CPS.

Selepas magrib, Judi Astono selaku Kepala Pabrik PT CPS Porong dan Mutiari selaku

kepala bagian personalia mendatangi Kodim Sidoarjo. Keduanya bertemu 13 buruh yang

akan di-PHK dan langsung menyelesaikan urusan administrasi serta pesangon mereka.

Sementara itu, Marsinah yang sepulang kerja belum mengetahui nasib rekan-rekannya

yang dipanggil pihak Kodim Sidoarjo merasa penasaran. Sejumlah teman yang

dihubungi, tak ada yang mengetahui hasil pertemuan itu. Tidak sabar menunggu,

Marsinah memutuskan untuk mencari tahu dengan mendatangi Markas Kodim Sidoarjo.
6

Bersama empat orang temannya sesama buruh PT CPS, malam itu, Marsinah

meluncur dengan sepeda motor. Sesampainya di depan pos jaga markas itu, dia diberitahu

petugas kalau 13 rekannya tersebut sudah pulang. Kedatangan Marsinah ke kantornya

dibenarkan Kapten Sugeng. "Katanya petugas piket yang menemui. Setelah diberi tahu

bahwa teman-temannya sudah pada pulang, Marsinah juga terus pulang. Saya sendiri di

rumah. Saya enggak di kantor. Yang jelas, malam itu saya sudah tidur," tegas Sugeng

seperti dikutip dari Majalah TEMPO edisi Senin 15 April 2002.

Tetap memendam penasaran, Marsinah berusaha mencari teman-temannya tersebut.

Saat berada di perempatan Desa Siring, dia akhirnya bertemu dengan empat orang di

antaranya. Marsinah kemudian mengajak mereka untuk berbicara di teras rumah

kontrakannya. Betapa terkejutnya dia, setelah mengetahui 13 rekannya telah

diberhentikan karena dianggap sebagai motor unjuk rasa di PT CPS. Marsinah merasa

pihak perusahaan telah bertindak tak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sehari

sebelumnya. Butir ke-10 kesepakatan yang dibuat pada Selasa 4 Mei menyebutkan, pihak

perusahaan tidak akan melakukan intimidasi atau mencari-cari kesalahan karyawan

terkait adanya unjuk rasa di PT CPS.

• Marsinah Menghilang

Malam itu, Marsinah meminta lembaran berkas surat panggilan Kodim Sidoarjo milik

salah seorang temannya. Surat itu kemudian dia satukan dengan lembaran surat protes

untuk perusahaan yang sudah ditulis sebelumnya.Usai bertemu teman-temannya,

Marsinah keluar rumah untuk menemui rekannya sesama buruh untuk membicarakan soal

protes yang akan dilayangkan keesokan harinya. Selain itu, dia juga berniat untuk

membeli makanan karena sejak siang belum mengisi perut. Saat itu, Marsinah

mengenakan kaos putih, rok berwarna cokelat, dan sandal jepit. Dia menyusuri jalan
7

kampung untuk mencari pengganjal perut. Belum sempat membeli makanan, Marsinah

rupanya bertemu dua orang temannya, Asiyem dan Joko. Mereka pun berbincang

sebentar dan kemudian berpisah. Di bawah pohon mangga dekat Tugu Kuning, Desa

Siring, dua temannya masih sempat melihat Marsinah melenggang sambil menggenggam

surat panggilan dari Kodim Sidoarjo milik salah seorang temannya serta surat pernyataan

untuk PT CPS. Jam saat itu menunjukkan sekitar pukul 22.00 WIB. Itulah kali terakhir

Marsinah terlihat masih hidup. Sejak itu, buruh pemberani tersebut tak lagi bisa ditemui.

Marsinah lenyap seolah ditelan bumi.

• Jasad di Hutan Wilangan

Sejak Rabu malam itu, Marsinah tak pernah lagi bisa ditemui. Rekannya sesama

buruh kebingungan karena sang aktivis pemberani menghilang tanpa kabar dan jejak.

Jangankan di rumah kontrakan, buruh yang dikenal rajin itu juga tak terlihat di tempat

kerjanya. Empat hari berlalu, ketika kabar itu datang. Pada Minggu, 9 Mei 1993, muncul

kabar sesosok mayat yang diduga Marsinah ditemukan di hutan jati Wilangan, Dusun

Jegong, Desa Wilangan. Lokasinya tak jauh dari jalan provinsi yang menghubungkan

Nganjuk dan Madiun. Kabar itu tak salah. Jasad Marsinah ditemukan sehari sebelumnya,

Sabtu malam 8 Mei 1993, tergeletak dengan tubuh penuh luka memar bekas pukulan

benda keras. Kedua pergelangannya lecet, tulang panggulnya hancur, dan di sela pahanya

ada bercak darah, pada bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah.

Jasad Marsinah lalu dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk dan diautopsi.

Hasil autopsi menyebutkan pada tubuh Marsinah terdapat luka-luka pada pipi, siku,

lengan, perut, luka-luka robek di bagian perut, tulang punggung bagian depan hancur,

memar pada kandung kemih, usus, dan pendarahan pada rongga perut.
8

Kabar ditemukannya Marsinah dalam kondisi tak bernyawa membuat buruh PT CPS

kaget. Rentetan kejadian yang mengawali terbunuhnya Marsinah membuat banyak pihak

meyakini dia dibunuh atas aktivitasnya membela kaum buruh. Seketika pula, kematian

Marsinah tak lagi dilihat sebagai pembunuhan yang biasa. Tak sekadar menjadi isu di

Sidoarjo atau Jawa Timur, pembunuhan Marsinah kemudian menjadi sorotan publik

Tanah Air yang bermuara pada desakan terhadap aparat keamanan untuk membongkar

kasus ini.

B. Pelaku Kasus Kematian Marsinah

Pada kasus kematian marsinah Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan

memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang

dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil

penyidikan polisi ketika itu menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS)

menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke

pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan

Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS)

mengeksekusinya.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya

yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke

Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Pada 3 Mei 1995, Mahkamah

Agung (MA) memvonis bahwa sembilan terdakwa tak terbukti melakukan perencanaan

dan membunuh Marsinah.

Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan

sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah
9

"direkayasa". Sembilan terdakwa dibebaskan, tapi siapa pembunuh Marsinah hingga kini

tak pernah diungkap pengadilan.

C. Belum Tuntasnya Kasus Marsinah

Hampir dua tahun setelah ditemukannya jasad Marsinah di hutan jati Wilangan,

tepatnya pada 3 Mei 1995, majelis hakim kasasi membebaskan para terdakwa dari segala

dakwaan atau bebas murni. Putusan inilah yang meyakinkan banyak pihak bahwa sejak

awal penyidikan kasus ini memang sudah kental dengan aroma rekayasa. Bagi aparat

penegak hukum, putusan kasasi itu berarti tugas untuk mencari pembunuh sebenarnya.

Sejumlah penyidikan ulang pun dilakukan. Bahkan, makam Marsinah harus dibongkar

tiga kali untuk kepentingan penyidikan. Tak kurang pula Menteri Tenaga Kerja Abdul

Latief ketika itu, hingga Presiden Abdurrahman Wahid, dan Megawati Sukarnoputri

berjanji untuk mengusut tuntas kasus Marsinah.

Akan tetapi, hingga kini kematian Marsinah tetap menjadi misteri. Tahun 2002,

Komnas HAM berupaya membuka kembali kasus Marsinah dan itu pun gagal. Saat ini,

kemungkinan kasus ini dibuka kembali tentu akan semakin sulit. Setelah 29 tahun berlalu,

daya ingat pun mulai lemah. Selain adanya kemungkinan para saksi kunci yang sudah

meninggal dunia, mereka yang masih hidup besar kemungkinan sudah mulai lupa dengan

detail peristiwa.

Tak hanya itu, karena pembunuhan Marsinah terjadi 29 tahun lalu, kasus ini sudah

kedaluwarsa. Karena secara hukum, kasus pembunuhan menjadi kedaluwarsa setelah 20

tahun dan tak bisa lagi dilakukan penuntutan.

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi dengan Marsinah setelah meninggalkan Tugu Kuning

di Desa Siring pada Rabu malam itu?


10

Banyak jawaban, tapi tak akan pernah ada yang pasti. Marsinah dan penemuan jasadnya

di hutan jati Wilangan akan tetap menjadi misteri. Bahkan hingga kini tetap belum

terkuak kisah pasti yang sebenarnya.

D. Pelanggaran Undang-undang yang terlibat dalam kasus kematian Marsinah

Hak Hidup adalah Hak yang paling dasar ini yaitu hak hidup tidak didapatkan oleh

Marsinah. Ia yang hanya seorang buruh rendahan tidak dapat mempertahankan

kehidupannya. Bahkan sebelum ia meninggal dunia, ia disiksa tanpa rasa ampun yang

terbukti dengan hasil otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr . Soetomo Surabaya.

Hari itu tepatnya pada tanggal 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan tergeletak di

sebuah gubuk di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa Wilangan,

Kabupaten Nganjuk, sekitar seratus kilometer dari pondokan Marsinah di pemukiman

buruh, desa Siring, Porong. Jasad Marsinah menyisakan luka di sekujur tubuhnya,

panggul vaginanya hancur dan isi perutnya penuh dengan darah. Jasad Marsinah menjadi

saksi bisu atas segala siksaan yang dihujamkan ke Marsinah hingga ia meregang nyawa. ”

(kutip salah satu sumber berita).

Itu merupakan melanggar UUD 1945 Pasal 28 A yang berbunyi : “Setiap orang berhak

untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.”

Hak Ekonomi Marsinah pun kehilangan hak ekonominya juga. Kerja kerasnya

bersama dengan teman-temannya berakhir sia- sia. Jika merujuk pada Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD NRI 1945) jelas bahwa tindakan

pabrik CPS tempatnya bekerja melanggar hak ekonomi Marsinah , khususnya hak untuk

menuntut upah yang sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat ditegaskan dalam Pasal 28 D

ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”
11

Hak Hukum Marsinah yang sepatutnya mendapatkan hak yang sama dalam hukum

pun harus menelan kekecewaan. Orang-orang yang seharusnya dihukum dalam kasus

pembunuhannya malah berkeliaran di luar sana. Tersangka itu tidak jelas mana yang

salah dan mana yang benar. Sudah 29 tahun sejak kejadian menggenaskan itu namun

kasus Marsinah tetap menjadi misteri.

Pelanggaran yang menyangkut UUD 1945 pasal 27 yang berbunyi, “Segala warga

negara bersama kedudukannya didalam hukum dan pemerintahannya dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya.” Serta UUD

1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adi serta perlakuan yang sama di depan

hukum.”

Hak Peradilan Hak untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan

perlindungan ini juga tidak didapatkan oleh Marsinah. Meskipun telah dilakukan

penyelidikan untuk mengusut kasusnya beberapa kali namun tidak ada tindakan yang

berarti. Awalnya kasus ini hampir menemukan titik terang dengan menemukan beberapa

tersangka. “Majikannya, pemilik PT CPS, para manajer perusahaan, bagian personalia,

kepala bagian mesin, dan seorang satpam dan seorang supir perusahaan disekap dan

disiksa Bakorstranasda selama 19 hari, di bulan Oktober 1993. Mereka dituduh

bersekongkol memperkosa, menganiaya dan kemudian membunuh Marsinah. Bersama

Danramil Porong, mereka diadili dan diputus bersalah oleh Pengadilan Militer dan

Pengadilan Negeri Sidoarjo, dan diperkuat Pengadilan Tinggi Surabaya setahun

kemudian.

Meskipun dua tahun kemudian, 3 Mei 1995, mereka divonis bebas Mahkamah Agung,

tapi ini hanya menunjukkan betapa sistem peradilan dan hukum kita bukan tempat untuk
12

menegakkan keadilan.” (kutip salah satu sumber). Itu membuktikan bahwa jelas sekali

lemahnya keadilan di Indonesia. Kematian Marsinah adalah luka yang ditorehkan pada

keadilan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wanita asal Nganjuk, Jawa Timur lahir pada 10 April 1969 silam. Namanya kini

dikenal sebagai pahlawan kaum buruh dan simbol keberanian melawan kesewenang-

wenangan. Meski, semua itu harus dibayar Marsinah dengan nyawanya. Karena jenazah

Marsinah ditemukan pada Minggu, 9 Mei 1993 di hutan jati Wilangan, Nganjuk, Jawa

Timur. Sejatinya, Marsinah sejatinya hanyalah wanita biasa. Ia adalah seorang buruh di

pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS) di kawasan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur.

Kabar ditemukannya Marsinah dalam kondisi tak bernyawa membuat buruh PT CPS

kaget. Rentetan kejadian yang mengawali terbunuhnya Marsinah membuat banyak pihak

meyakini dia dibunuh atas aktivitasnya membela kaum buruh. Seketika pula, kematian

Marsinah tak lagi dilihat sebagai pembunuhan yang biasa. Tak sekadar menjadi isu di

Sidoarjo atau Jawa Timur, pembunuhan Marsinah kemudian menjadi sorotan publik

Tanah Air yang bermuara pada desakan terhadap aparat keamanan untuk membongkar

kasus ini.

Akan tetapi, hingga kini kematian Marsinah tetap menjadi misteri. Tahun 2002,

Komnas HAM berupaya membuka kembali kasus Marsinah dan itu pun gagal. Saat ini,

kemungkinan kasus ini dibuka kembali tentu akan semakin sulit. Setelah 29 tahun berlalu,

daya ingat pun mulai lemah. Selain adanya kemungkinan para saksi kunci yang sudah

meninggal dunia, mereka yang masih hidup besar kemungkinan sudah mulai lupa dengan

detail peristiwa. Tak hanya itu, karena pembunuhan Marsinah terjadi 29 tahun lalu, kasus

ini sudah kedaluwarsa. Karena secara hukum, kasus pembunuhan menjadi kedaluwarsa

setelah 20 tahun dan tak bisa lagi dilakukan penuntutan.

13
14

B. Saran

Pemerintah sebaiknya berani membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi

dan HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah tentu adalah sesuatu yang direkayasa/

sehingga sampai saat ini kasusnya tidak pernah menemui titik terang. Padahal keadilan

yang tertinggi adalah keadilan terhadap Hak Asasi Manusia. sikap menunda-nunda kasus

harus di hilangkan, usut sampai tuntas barulah beristirahat, tangani kasus skala

perorangan saja tidak mampu itupun dalam " periode pergantian pemimpin, apa yang

salah?? jangankan untuk menyelesaikan ,untuk mencari tahu siapa? Bagaimana? kapan

tepatnya pun belum bisa hingga saat ini.


DAFTAR PUSTAKA

M. RIDWAN SISWANTO. 2014. KASUS PELANGGARAN HAM MARSINAH

Riswandi77. 2018. Makalah Kasus Marsinah

Dieqy Hasbi Widhana.2018.”Pembunuhan Buruh Marsinah dan Riwayat Kekejian Aparat

Orde Baru"

Qurniasari IG., I. K. (2014). Konspirasi Politik Dalam Kematian Marsinah Di Poron.

Sidoarjo Tahun 1993-1995 (Political Conspiracy on the Death of Marsinah in Porong

Sidoarjo in 1993-1995). Publika Budaya.

15

Anda mungkin juga menyukai