Karya tulis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti
Ujian Praktik Bahasa Indonesia di SMA Budi Mulia tahun pelajaran
2017/2018
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Karya tulis ini telah disetujui dan disahkan pada hari ......... tanggal
………..… tahun 2017. Tempat di SMA Budi Mulia, oleh:
Mengetahui,
Kepala SMA Budi Mulia
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
iii
HALAMAN MOTTO
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kebesaran dan limpahan rahmat yang diberikan-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “PENGARUH
PASCAERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP PEREKONOMIAN
MASYARAKAT SEKITAR DAN INDUSTRI PARIWISATA”
Adapun penulisan karya tulis ini disusun berdasarkan tugas yang
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Akhir Sekolah Nasional
tahun ajaran 2017/2018 di SMA Budi Mulia.
Dalam penulisan karya tulis ini, berbagai hambatan telah penulis
alami.Oleh karena itu, terselesaikannya karya tulis ini tentu saja bukan
karena kemampuan penulis semata-mata.Namun karena adanya
dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis juga berterima kasih
kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan karya tulis ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan karya
tulis ini yang terdapat banyak kekurangan, kesalahan, maupun
kelemahannya baik dalam penulisan ataupun pengembangan materi. Ini
semua disebabkan karena keterbatasannya kemampuan.Oleh karena itu,
kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan dan penulis hargai.
Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
para pembaca pada umumnya.
Penulis
v
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………..… 1
B. Ruang Lingkup ………………………………………………..… 2
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………. 2
D. Metode Penulisan …………………………………………..….. 3
1. Metode Observasi ………………………………………...... 3
2. Metode Wawancara ……………………………………..…. 3
3. Metode Kepustakaan ………………………………….….... 3
E. Sistematika Penulisan …………………………………………. 3
vi
7. Dampak Bencana Terhadap Hilangnya Mata
Pencaharian …………………………………………………. 19
8. Estimasi Kerugian Ekonomi ………………………………… 20
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gunung adalah sebuah bentuk tanah yang menonjol di atas
wilayah sekitarnya.Gunung adalah bagian dari permukaan bumi
yang menjulang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
sekitarnya.Beberapa otoritas mendefinisikan gunung dengan
puncak lebih dari besaran tertentu.Gunung pada umumnya memiliki
lereng yang curam dan tajam atau bisa juga dikelilingi oleh puncak-
puncak atau pegunungan.
Terdapat tiga jenis tipe utama dari gunung. Gunung api,
gunung lipatan, dan gunung patahan. Ketiga tipe ini terbentuk dari
lempeng tektonik ketika bagian dari kerak bumi bergerak, roboh
dan tenggelam.Tenaga endogen, pengangkatan isotasi dan intrusi
magma mengangkat lapisan batuan ke atas dan membentuk
sebuah dataran yang lebih tinggi dari dataran sekitar.Ketinggian
dari pengangkatan ini membentuk bukit, jika bukitnya lebih tinggi
dan lebih curam maka terbentuklah gunung.
Manfaat gunung bagi kehidupan sangat banyak.Indonesia
sebagai salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di
dunia memiliki tanah yang subur sebagai manfaat dari abu vulkanik
yang dikeluarkan oleh gunung.Diantara manfaat gunung yaitu
menyuburkan tanah, mengeluarkan material yang bermanfaat,
sebagai tempat penyimpan air, sebagai objek wisata, dan juga
pendakian.Selain itu, gunung juga memiliki beberapa fungsi yaitu
sebagai penahan goncangan, penyalur pembuangan tenaga panas
bumi, menjaga keseimbangan panas antara kutub dan khatulistiwa,
penyubur tanah, dan berperan dalam siklus aliran air.
Gunung Merapiadalah gunung berapi di bagian
tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif
di Indonesia. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan
modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai
lima tahun sekali dan dikelilingi oleh permukiman yang sangat
padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68
kali.Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar
terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya
masih terdapat permukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya
1
berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena tingkat
kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas
gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api
Dekade Ini (Decade Volcanoes).
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih
besar sekitar 10-15 tahun sekali.Letusan-letusan Merapi yang
dampaknya besar tercatat pada tahun 1006 , 1786, 1822, 1872,
dan 1930. Letusan terbaru, 2010, diperkirakan juga memiliki
kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan tahun 1930,
merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga
sekarang.
Sejak peristiwa erupsi, masyarakat sekitar yang bekerja di
sektor pariwisata secara praktis mengalami perubahan pendapatan
dan pola penghidupan.Hal tersebut dikarenakan modal
penghidupan mereka banyak yang mengalami kerusakan bahkan
ada pula yang hilang.Bencana erupsi sangat berdampak pada
wisata alam.Dampak tersebut mulai dari perubahan kondisi objek
wisata, jumlah kunjungan dan ekonomi masyarakat setempat yang
bekerja di sektor pariwisata.Dampak yang dihasilkan akibat erupsi
tidak selalu negatif, tetapi bisa juga erupsi tersebut berdampak
positif terhadap objek wisata dan aktifitas di dalamnya.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh pascaerupsi Gunung Merapi
terhadap perekonomian masyarakat sekitar.
2. Untuk mengetahui pengaruh pascaerupsi terhadap industri
pariwisata.
2
D. Metode Penulisan
Dalam memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun
karya tulis ini, penulis menggunakan metode-metode dengan teknik
pengolahan data sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Metode Observasi adalah proses pengumpulan data
dengan cara melakukan pengamatan lalu mencatatnya dengan
sistematis terhadap objek. Oleh karena itu, penulis
menggunakan metode ini agar lebih jelas dan secara langsung
dapat mengetahui Gunung Merapi yang berada di Daerah
Merapi.
2. Metode Wawancara
Metode Wawancara adalah suatu metode yang apabila kita
kunjungi langsung ketempat yang kita tinjau.Maka secara
langsung kita dapat mengumpulkan data-data secara langsung.
3. Metode Kepustakaan
Metode Kepustakaan adalah suatu sistem metode dimana
dalam pembuatan karya tulis ini penulis harus mengumpulkan
atau mencari buku yang berkaitan dengan pascaerupsi Gunung
Merapi terhadap perekonomian masyarakat sekitar dan industri
pariwisata.
E. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis memutuskan untuk
melampirkan sistematika penulisan. Dimana sistematika ini untuk
memudahkan pembaca dalam memahami karya tulis ini penulis
menggunakan urutan sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
HALAMAN MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Penulisan
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
1. Metode Observasi
2. Metedo Wawancara
3. Metode Kepustakaan
E. Sistematika Penulisan
4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
BAB II
PENGARUH PASCA ERUPSI TERHADAP
PEREKONOMIAN MASYARAKAT SEKITAR DAN
INDUSTRI PARIWISATA
6
meletus dalam data sejarah, baik data yang didaptkan secara
lisan melalui penduduk setempat maupun data yang diperoleh
para ahli Geologi.
Gunung yang sangat giat ini terletak di titik silang dua buah
sesar, yaitu sesar Transversal yang memisahkan Jawa Timur
dan Jawa Tengah, dan sebuah Sesar Longitudinal lewat Jawa.
Kegiatan gunung Merapi selalu berpindah-pindah dari Utara ke
Barat laut kemudian ke barat daya hingga kini (Suriyo dan
Kumudinata, 1973 : 4). Puncak merapi acap berubah-ubah,
Kadang-kadang ditempati doma lava. Di puncak Merapi terdapat
4 buah kawah yaitu pasar bubar, pusung London, Kawah 48
dan 46, dengan 5 buah lapangan fumarola yaitu woro I, II, III
dan gendol A, B (Reksowirogo, 1979 : 250). Terdapat 13 sungai
yang akan dipenuhi banjir material merapi terutama lahar disaat
saat meletus dan musim penghujan, ialah sungai Wowo,
Gendol, Kuning, Kode, C, Bebeng, Boyong, Krasak, Batang,
Putih, Lamat, Blongkeng, Senowo, dan Pabean.
7
Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di
sepanjang bagian tengah Pulau Jawa.
Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena
aktivitas vulkanik semakin tinggi.Pada tahun 2010 Gunung
Merapi telah mengalami dua kali erupsi yaitu pada tanggal 26
Oktober 2010 dan 5 November 2010.Akibat erupsi tersebut,
kawasan rawan Bencana Gunung Merapi mengalami kerusakan
parah. Tercatat dampak bencana erupsi Gunung Merapi
tersebut telah menimbulkan total kerusakan dan kerugian
sebesar Rp 3,557 triliun.
Bencana alam dapat memberikan dampak dalam penurunan
ekonomi lokal serta hilangnya mata pencaharian
masyarakat.Aset natural, finansial, fisik, manusia, dan sosial
dapat terdampak sehingga pasar menjadi kacau dan efek dari
semua itu adalah terganggunya kondisi sosial serta ekonomi
wilayah yang mengalami bencana (FAO & ILO, 2009).Erupsi
Gunung Merapi ini tentunya dapat menimbulkan dampak bagi
masyarakat sekitar dan lingkungan.Pasca peristiwa
terjadinyabahaya yang memicu bencana, terdapat kelompok
masyarakat yang selamat dan bertahan hidup. Namun, mereka
harus merasakan dampak tidak hanya pada segi fisik, tetapi
mereka juga dapat menghadapi adanya potensi dampak sosial,
seperti stagnasi pertumbuhan ekonomi, melemahnya hubungan
sosial, meningkatnya angka kemiskinan, hilangnya mata
pencaharian dan lainnya
8
ada pemasukan.Warga masyarakat yang sangat membutuhkan
bantuan, meliputi dusun Ngasem, Bintaro, Nepen dan dusun
lainnya di desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan.Ada juga di
desa Tersangede, Kecamatan Salam.Masih ada banyak lagi
daerah nasibnya seperti itu dan belum mendapatkan bantuan.
Warga korban bencana letusan Merapi saat ini memang
mengalami kelangkaan kebutuhan pangan. Sementara selama
Gunung Merapi meletus, mereka tidak bisa bekerja sehingga
mereka pun tidak mempunyai uang untuk membeli kebutuhan
makan. Warga masyarakat tersebut bahkan terancam
kelaparan. Yang pedagang tidak bisa berjualan karena
perekonomian berhenti. Sedangkan, warga yang menjadi
penambang pasir juga takut mencari pasir karena banjir lahar
dingin. Intinya, kegiatan perekonomian mereka terhenti
sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Erupsigunung Merapi juga berdampak pada pertanian dan
peternakan sekitar lereng Merapi salah satunya seperti tanaman
kopi dan ternak sapi perah di Dusun Jambu, Desa Kepuharjo,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Propinsi DIY.
Erupsi gunung Merapi mengakibatkan sumber air menjadi rusak
sehingga peternak mengalami kesulitan mendapatkan air untuk
ternaknya. Pada saat hujan abu yang terkena dampak adalah
hijauan pakan ternak karena helai daun terkontaminasi oleh abu
sehingga banyak peternak membeli pakan hijauan dari luar
daerah yaitu dari Kabupaten Gunungkidul dan Kab. Kulonprogo
dengan harga Rp 5000,- per 40 kg.
Hal tersebut menyebabkan biaya produksi menjadi lebih
tinggi dan berakibat sebagian peternak yang menjual ternaknya
dengan harga sangat murah yaitu 50% dari harga normal.
Akibat dari aktivitas Gunung Merapi terjadi penurunan
produktivitas susu dan kopi glondong. Pada kondisi normal
(tidak ada aktivitas Merapi) produksi susu sebesar 9-10 liter per
hari per ekor, dengan adanya aktivitas Merapi produksi susu
turun menjadi 7-8 liter/hari/ekor, sedang produktivitas kopi
glondong turun 33%. Dampak letusan gunung Merapi terhadap
produksi pakan ternak juga dirasakan oleh sebagian besar
peternak di kawasan lereng Gunung Merapi. Rumput untuk
pakan ternak tidak dapat termanfaatkan sepenuhnya karena
tercampur dengan abu. Hal ini dapat diketahui dari hasil
wawancara dan observasi lapang terhadap peternak dan
9
petugas Dinas Peternakan setempat serta ternak sapi yang ada
di lokasi dampak. Diketahui bahwa sekitar 10 – 12 kg dari 30 –
40 kg rumput dan daun- daunan yang diberikan pada ternak
tidak termakan. Berdasarkan data tersebut dapat diprediksikan
bahwa pakan yang terbuang sebanyak 22,30%.
Letusan Gunung Merapi juga berimbas pada sektor
pariwisata di Yogyakarta dan wilayah Jawa Tengah yang dekat
dengan gunung berapi teraktif di dunia tersebut.Sejumlah lokasi
pariwisata terpaksa ditutup akibat serangan debu vulkanik
Merapi.Sementara tempat wisata yang buka mengalami
penurunan jumlah pengunjung. Kawasan wisata Candi
Borobudur, misalnya.Untuk sementara objek wisata Borobudur
ditutup akibat tebalnya abu dan material pasir dari Gunung
Merapi yang menyelimuti semua bangunan candi.Ketebalan abu
vulkanik yang menempel pada bangunan candi mencapai tiga
centimeter.
Menurut pihak Balai Konservasi dan Taman Wisata Candi
Borobudur, candi akan ditutup untuk proses pembersihan
kembali. Pembersihan dilakukan karena abu vulkanik
mengandung tingkat keasaman yang tinggi yang dikhawatirkan
bisa merusak struktur batu candi.Erupsi Merapi juga
berpengaruh pada menurunnya jumlah pengujung di Candi
Prambanan di Klaten, Jateng.Penurunan kunjungan mencapai
30 hingga 50 persen.Sebelum Merapi meletus, biasanya akhir
pekan pengunjung candi mencapai 5.000 orang.Kini hanya
sekitar seribu hingga 1.500 saja.
Kondisi tak jauh berbeda dialami objek-objek wisata lainnya
di Provinsi DIY dan Jateng.Akibat letusan Merapi, pariwisata di
Kabupaten Sleman bagian utara, lumpuh total.Sebanyak
sembilan lokasi wisata yang berada di dalam zona rawan
bencana Merapi--sejauh 10 - 20 kilometer--telah tutup.
Rencananya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat akan
menutup tidak langsung 4 lokasi wisata lainnya.
Untuk mengurangi kerugian lebih banyak serta menjaring
wisatawan, pemerintah setempat akan mengalihkan tujuan
wisata ke obyek wisata sejarah yang masih bertahan serta
aman. Dengan tutupnya obyek wisata itu Pemda Sleman telah
kehilangan pemasukan retribusi dari berbagai sektor wisata,
seperti sektor pariwisata alam, belanja, pendidikan, agrowisata
serta minat khusus. Jumlah pengunjung 5.000 orang pada hari
10
biasa serta meningkat tiga kali lipat saat event tertentu, saat ini
anjlok hingga nol persen.
Kita hanya dapat berharap pemerintah segera memulihkan
perekonomian warga lereng Merapi. Sebab, warga sudah terlalu
lama di pengungsian dan kehilangan pekerjaannya. Antara lain
dengan membantu membangkitkan aktivitas ekonomi
masyarakat seperti pasar tradisional agar kehidupan
masyarakat berangsur-angsur pulih.
11
hasil pertanian barulah kelebihannya dibawah kepasar
terdekat untuk ditukarkan dengan kebutuhan sehari hari
seperti garam, minyak goring, minyak tanah, sabun, gula,
dan sebagainya. Harga kayu bakar perikat, sebesat 40
sampai 50 kg, dipasar terdekat sekitar Rp.750,00 hingga
Rp.1000,00 (pada 1991). Pada musim kemarau rumput akan
menjadi barang komoditi yang dijual dipasar pasar terdekat
dengan harga antara Rp.500,00 sampai Rp.750,00 untuk
satu pikul, seberat 50 kg (tahun 1991).
Beralih mengenai erupsi Gunung Merapi terhadap
pertanian, erupsi tersebut telah menghasilkan sekitar 140
juta m3 material erupsi.Material dan awan panas yang
dikeluarkan tersebut telah mengakibatkan kerusakan lahan
pertanian, perkebunan, dan infrasrtuktur irigasi. Material
vulkanik menutupi lahan pertanian rata-rata setebal 5-10 cm,
bahkan mencapai 29 cm. Material ini mempunyai sifat fisik
yang keras dan sulit ditembus air.
Material piroklastik atau tuf-volkanik dari erupsi
Gunung Merapi menimbulkan kerusakan lahan pertanian,
perkebunan, pemukiman, dan lain-lain.Kerusakan yang
berdampak berat terhadap lahan pertanian adalah
penurunan sifat fisik dan kimia tanah.Materi kasar erupsi
mengubah sifat-sifat tanah produktif menjadi tidak subur dan
menurunkan produktivitasnya dalam tempo relatif
singkat.Sifat fisik material tuf-volkanik pada umumnya
bertekstur kasar/pasir, berat volume tanah tinggi, dan
kapasitas daya pegang air sangat rendah, sehingga
berpotensi menyebabkan terjadinya bahaya longsor,
terutama pada wilayah berlereng. Lapisan atas dari bahan
tuf-volkanik umumnya memiliki unsur dan kapasitas tukar
kation sangat rendah.
Meskipun kadar P dan K total tanah tergolong tinggi,
namun sebagian besar P dan K tanah berada dalam bentuk
yang tidak dapat dipertukarkan, sehingga tidak tersedia bagi
tanaman. Upaya yang diperlukan untuk perbaikan lahan
rusak adalah rehabilitasi dan konservasi tanah, yang
mencakup tiga aspek, yaitu:
1. Memperbaiki tanah yang telah rusak (didasarkan atas
peta-peta tanah – tataguna lahan – bahaya erosi –
kapabilitas lahan).
12
2. Melindungi tanah dari kerusakan (didasarkan atas
pertanian – konservasi – usahatani konservasi – sistem
pengawasan).
3. Membuat tanah semakin subur (didasarkan atas
konservasi tanah – komprehensif - mempercepat
tercapainya suksesi alami).
Penyuluhan kepada masyarakat akan menginspirasi mereka
dalam upaya rehabilitasi lahan terdegradasi dan perbaikan
lingkungan.
b. Kondisi Peternakan
Sebelum tahun 1912 ternak hanya berfungsi sebagai
tabungan dan status social, kemudian bertambah fungsinya
sebagai pendukung sistem pertanian, yaitu sebagai
penghasil pupuk kandang untuk menyuburkan tanah tegalan
dan pekarangan. Selain itu, pertenakan sapi terutama sapi
perah akan menghasilkan susu untuk meningkatkan
kesehatan keluarga atau untuk menambah penghasilan
keluarga. Selain dikonsumsi sendiri susu perah ini mereka
pasarkan ke KUD setempat dengan harga Rp.200,00 perliter
(tahun1991).
Hasil identifikasi jumlah sapi potong dan sapi perah
yang mati akibat erupsi gunung Merapi dilaporkan masing-
masing adalah 1,2 dan 8,3% dari total ternak yang terancam
yang berada di KRB I, II dan III. Proporsi ternak terancam
terhadap populasi sebelum terjadi erupsi gunung Merapi
berturut-turut adalah 14,1; 39,1 dan 21,5% untuk ternak sapi
potong, sapi perah dan kerbau (PUSLITBANG
PETERNAKAN, 2010). Dilaporkan bahwa erupsi gunung
Merapi tidak menyebabkan kematian pada ternak kerbau,
meskipun terinventarisasi sekitar 21,5% berada dalam
wilayah KRB.
Pemerintah sangat mengkhawatirkan kondisi populasi
ternak ruminansia besar (sapi potong, sapi perah dan
kerbau) akibat erupsi gunung Merapi ini.Ternak unggas,
domba dan kambing sebenarnya mengalami kematian yang
cukup besar, namun informasi yang diperoleh menjadi tidak
lengkap karena pemerintah hanya fokus pada ternak
ruminansia besar.Jumlah ternak mati di masing-masing
wilayah untuk ternak sapi disajikan secara rinci pada Tabel
13
1. Jumlah ternak mati terbanyak adalah di Kabupaten
Sleman mencapai 2.468 ekor atau sekitar 21% dari populasi
ternak terancam di wilayah tersebut. Jumlah kematian ternak
lain seperti domba, kambing dan unggas tidak teridentifikasi
secara lengkap di masingmasing kabupaten. Hal ini
diakibatkan karena pemerintah memang hanya akan
melakukan ganti rugi serta pembelian ternak untuk sapi dan
kerbau.
14
panas.Kematian sapi dilaporkan sebanyak 22 ekor yang
disebabkan karena sapi-sapi tersebut tidak sempat
dievakuasi ke lokasi penampungan sementara, sehingga
tidak terurus karena tidak ada yang memberi pakan dan
minum. Rendahnya jumlah ternak yang dievakuasi
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah
keterbatasan sarana penampungan ternak dan ketersediaan
pakan baik hijauan maupun konsentrat. Sampai dengan
batas akhir tahap identifikasi dan inventarisasi ternak yang
telah ditetapkan, tercatat sejumlah 183 titik lokasi
penampungan ternak sementara, dimana Kabupaten
Sleman, yang didominasi oleh usaha peternakan sapi perah,
masih menunjukkan adanya peningkatan jumlah lokasi sejak
awal bulan November sampai dengan awal Desember 2010.
Hal ini sangat dipahami mengingat ke-3 kabupaten lain yang
berada di wilayah Jawa Tengah I dan II sudah kembali
dalam posisi aman dari KRB.
Pemerintah telah menetapkan harga pembelian
ternak sapi dan kerbau berdasarkan jenis dan umur
ternak.Sapi jantan siap potong adalah Rp. 22 ribu/kg bobot
hidup dan sapi betina tidak produktif adalah Rp. 20 ribu/kg
bobot hidup. Pedet dihargai maksimal Rp. 5 juta/ekor, sapi
dara sekitar Rp. 7 juta/ekor, sementara sapi bunting dan sapi
perah sedang laktasi, masingmasing adalah Rp. 9 juta/ekor
dan Rp. 10 juta/ekor. Pemerintah juga menetapkan akan
mengganti ternak yang mati melalui mekanisme yang telah
ditetapkan dengan petunjuk teknis dari Ditjen Peternakan,
Kementerian Pertanian. Berdasarkan informasi dan hasil dari
narasumber kunci maupun pengolahan data dari berbagai
sumber di tingkat kabupaten, menunjukkan bahwa diperoleh
data tentang dinamika populasi ternak mati berdasarkan
umur ternak sesuai dengan kondisi yang ada di lokasi
penampungan sementara.Persentase komposisi ternak yang
terdapat di lokasi penampungan sementara pada masing-
masing kabupaten disajikan dalam Tabel 2.Hal ini
dipergunakan dalam mengestimasi kerugian ekonomi pada
ternak mati.
15
5. Pola Adaptasi Perekonomian Masyarakat Terhadap
Gunung Merapi
a. Pola Adaptasi Pertanian
Pengukuhan hutan di lereng merapi sebagai hutan
lindung sejak tahun 1912 menyebabkan penduduk
meninggalkan sistem pertanian peladangan dan beralih ke
sistem tegalan dengan mengintensifkan pengelolaan tanah
yang terletak dipinggir-pinggir hutan lindung, dipinggir jurang,
yang terletak diperbatasan desa. Tanah yang dipilih adalah
tanah yang terbebas dari pasir dan batuan vulkanik serta
rata.Alasan pemilihan tanah seperti itu karena tanah yang
berbatu kebanyakan tidak subur dan sangat mungkin dihuni
lelembut.Selain itu, tanah yang rata dan tidak berpasir lebih
mudah untuk digarap dan ditanami.
Dalam setahun tanaman jagung hanya ditanam
sebanyak dua kali meskipun pada rata-rata umur 90 hari
sudah dapat dituai. Keadaan ini disebabkan terbatasnya
jumlah tenaga kerja dalam keluarga untuk menanam dan
memanen jagung lebih dari dua kali dalam setahun; juga
kebutuhan pupuk kandang akan meningkat, padahal belum
pasti setiap keluarga dapat memenuhinya. Kecuali itu,
kesuburan tanah menjadi berkurang jika ditanami jagung
lebih dari dua kali dalam setahun.Beberapa bidang tanah
tegalan sengaja diberokan karena terbatasnya tenaga kerja
dalam keluarga.Pemberian itu, juga ditujukan untuk
mengembalikan kesuburan tanah dan penyedia makanan
ternak.
Tanaman penyeling diusahakan tidak hanya di
tegalan, tetapi juga di kebun yang terletak di pekarangan
rumah, yang digunakan untuk menutupi kebutuhan
konsusmsi keluarga sehari-hari.Tanaman penyeling ini
sengaja mereka pilih karena mudah ditanam, dipelihara, dan
berumur pendek, sehingga dapat dipetik hasilnya sewaktu-
waktu.
Sebagian besar hasil panenan yang biasanya
disimpan didalam lumbung atau pogo, dikonsumsi seluruh
anggota keluarga dan sebagian lainnya disediakan sebagai
bibit untuk masa tanam berikutnya.Apabila terdapat sisa
hasil panen, barulah mereka jual ke pasar terdekat untuk
ditukarkan dengan barang kebutuhan hidup sehari-hari yang
16
tak dapat diproduksi sendiri, seperti sabun, minyak tanah,
dan goreng, dan sebagainya.
Masa panen pertama, seusai hujan abu, merupakan
masa sulit, tanah belum begitu subur karena lapisan teratas
banyak mengandung abu vulkanik yang masih panas.Akan
tetapi, panen berikutnya merupakan panen yang melimpah
ruah, sebab tanah menjadi lebih subur daripada
sebelumnya.
17
disebutnya sebagai Efek Sekunder (Secondary Effects) yang
menyertai Efek Langsung selaku Efek Primer (Primary Effect).
Dampak total ekonomi pariwisata merupakan jumlah
keseluruhan dampak yang terjadi baik langsung, tidak langsung
maupun induksi, yang masing-masing dapat diukur sebagai
keluaran bruto (gross output) atau penjualan (sales),
penghasilan (income), penempatan tenaga kerja (employment)
dan nilai tambah (value added).
a) Direct Effects
Perubahan produksi sehubugan dengan dampak langsung
atas perubahan belanja wisatawan. Misalnya, kenaikan
jumlah wisatawan yang menginap di hotel-hotel akan
langsung menghasilkan kenaikan penjualan di sektor
perhotelan. Tambahan Penjualan yang diterima hotel-hotel
dan perubahan pembayaran yang dilakukan hotel-hotel
untuk upah dan gaji karyawan, pajak dan kebutuhan barang
dan jasa merupakan effek langsung (direct effect) dari
belanja wisatawan itu.
b) Indirect Effects
Perubahan produksi yang dihasilkan dari pembelanjaan
berbagai babak berikutnya dari penerimaan hotel kepada
industri para pemasoknya, yaitu pemasok barang dan jasa
kepada hotel. Misalnya, perubahan penjualan, lapangan
kerja dan penghasilan dalam industri linen (sprei, selimut,
bed-cover, handuk, taplak dsb.) adalah salah satu dari efek
tidak langsung (indirect effect) dari perubahan penjualan
hotel. Usaha-usaha pemasok barang dan jasa kepada
perusahaan linen merupakan babak lain dari efek tidak
langsung, yang akhirnya tidak terlepas dari keterkaitan hotel
dengan banyak sektor ekonomi lainnya di daerah itu sampai
pada beberapa tingkat.
c) Induced Effects
Perubahan dalam kegiatan ekonomi yang terjadi karena
belanja rumah tangga dari penghasilan yang diperoleh
langsung atau tidak langsung dari belanja wisatawan.
Misalnya, karyawan hotel dan industri linen, yang ditunjang
langsung atau tidak langsung oleh adanya pariwisata,
membelanjakan uang mereka di daerah setempat untuk
perumahan, makanan, angkutan dan serangkaian kebutuhan
barang dan jasa untuk rumah tangga. Maka penjualan,
penghasilan dan lapangan kerja yang dihasilkan oleh belanja
rumah tangga dari tambahan upah, gaji atau penghasilan
pemilik merupakan Efek Induksi (induced Effects).
18
Angka-angka yang digunakan merupakan angka yang lazim
dijumpai dalam penelitian dampak ekonomi pariwisata pada
umumnya.Masing-masing penelitian dapat menunjukkan angka-
angka yang berbeda dan mungkin lebih lengkap tergantung
pada luas lingkupnya. Penelitian yang lebih lengkap mungkin
akan mengukur juga sektor mana yang menerima dampak
primer atau sekunder dan mungkin juga mengungkapkan
perbedaan tentang belanja serta dampak dari sub-kelompok
(market segment) wisatawan tertentu. Penelitian lain dapat juga
mengungkapkan dampak perpajakan dari belanja wisatawan
dengan menerapkan tingkat pajak daerah itu atas perubahan
penjualan dan penghasilan yang terkait. Selain itu, dampak
lainnya seperti konstruksi serta kegiatan pemerintah (lintas
sektoral, pusat dan daerah) yang berkaitan dengan pariwisata
dapat juga diperhitungkan.
Melalui efek tidak langsung dan efek induksi, perubahan
belanja wisatawan sebetulnya dapat mempengaruhi tiap sektor
ekonomi dengan berbagai jalan.Besaran efek sekunder
tergantung pada kecenderungan usaha dan rumah tangga di
daerah tersebut untuk membeli barang dan jasa dari pemasok
lokal. Efek induksi akan dirasakan, khususnya jika sebuah
pemberi kerja menutup usahanya. Bukan hanya industri
penunjangnya yang menderita (indirect effect), melainkan
seluruh ekonomi setempat terkena dampaknya mengingat
berkurangnya penghasilan rumah tangga di daerah
itu.Misalnya, toko-toko eceran tutup, “kebocoran uang” ke luar
daerah itu meningkat karena penduduk pergi ke luar daerah
untuk mencari barang dan jasa. Dampak sebaliknya akan
terjadi jika kenaikan penghasilan dan lapangan kerja meningkat
tajam.
Pemakai terakhir (Final demand) merupakan istilah yang
acap digunakan oleh para ekonom untuk penjualan kepada
konsumen terakhir.Nah, bagaimana dengan
pariwisata?Pemakai terakhir barang dan jasa pariwisata adalah
rumah tangga, yaitu rumah tangga para wisatawan, para
karyawan, pegawai negeri, para pengusaha, para petani, para
peternak dsb.Demikian pula halnya belanja pemerintah dinilai
sebagai pemakai terakhir.
19
bekerja sebagai peternak adalah 2.520 orang atau sebesar
57,53% dari total penduduk Desa Umbulharjo, sedangkan pada
tahun 2011, setelah terjadi bencana, masyarakat yang bekerja
sebagai peternak hanya sebesar 327 orang atau sebesar 6,99%
dari jumlah penduduk Desa Umbulharjo secara keseluruhan.
Artinya jumlah peternak berkurang sebesar 2.193 orang jika
dibandingkan pada tahun 2008.
Penurunan jumlah peternak tersebut disebabkan oleh
banyaknya ternak yang menjadi korban erupsi Gunung Merapi
pada tahun 2010, akan tetapi bukan hanya hal tersebut saja
yang menjadi alasan. Pemerintah sebenarnya telah berusaha
untuk memberikan uang ganti rugi pada ternak yang mati, yakni
8,5 juta untuk ternak induk, 5,5 juta untuk ternak dara, dan 3,5
juta untuk ternak yang masih kecil. Sebenarnya dengan uang
tersebut bisa saja masyarakat kembali membeli ternak dan
kembali menjadi peternak, akan tetapi karena dampak yang
terjadi akibat bencana mencakup hampir seluruh aspek
kehidupan, maka sebagian besar masyarakat lebih memilih
menggunakan uang tersebut sebagai simpanan untuk
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Oleh Chambers dan
Conway (1991), strategi bertahan hidup seperti ini disebut
dengan strategi penyimpanan (hoard), hal ini dilakukan agar
masyarakat mampu mengatasi tekanan yang terjadi pada
kehidupannya.
Hal lain yang juga menyebabkan masyarakat kehilangan
pekerjaan adalah kondisi yang serba sulit dalam memelihara
ternak di tempat penampungan. Sebelum bencana, masyarakat
peternak memiliki kandang ternak di setiap rumahnya, namun
kehancuran rumah membuat masyarakat harus mengungsi.Di
tempat pengungsian, kondisi kandang komunal yang disediakan
oleh pemerintah sangat tidak mendukung.Luas kandang begitu
sempit dan air sulit dicari untuk memelihara ternak.Belum lagi
sumber pakan ternak juga sulit didapatkan akibat tidak adanya
rumput yang tumbuh beberapa saat pascabencana.Dengan
demikian ternak yang masih hidup dijual.Hal ini lah yang
membuat peternak kehilangan pekerjaan meski ternaknya tidak
menjadi korban dalam erupsi Merapi 2010.
20
komoditas, seperti jumlah ternak mati dan kebun hijauan pakan
ternak yang rusak. Komponen lain seperti sarana kandang dan
alat-alat pendukung serta SDM peternakan tidak diperhitungkan
dalam kajian ini. Informasi yang akurat tentang hal ini sulit
diperoleh karena peternak masih dalam kondisi yang tidak
kondusif dan sebagian besar masih tinggal di barak-barak
pengungsian.Estimasi yang dilakukan mengacu kepada jumlah
ternak mati (sapi dan kerbau) berdasarkan komposisi
persentase ternak.Ternak domba dan kambingdiasumsikan 10%
mengalami kematian dari total ternakyang terancam. Nilai
ekonomi diestimasi berdasarkannilai yang berlaku saat
pengamatan di lapang danpenetapan harga dari pemerintah
untuk ternak sapi dankerbau.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa kerugian terbesar dalam
usaha peternakan terjadi di wilayah Kabupaten Sleman,
mencapai lebih dari 43 milyar.Hal ini disebabkan karena
identifikasi ternak di wilayah ini berjalan dengan sangat baik,
sehingga semua komponen dapat diestimasi kerugiannya.
Estimasi kerugian ini berdasarkan jumlah ternak yang mati,
kerusakan kebun hijauan pakan ternak serta menurunnya
produksi susu selama 3 bulan. Kerugian-kerugian lain, seperti
kerusakan infrastruktur lembaga pemasaran susu berupa
peralatan mulai dari tingkat peternak sampai koperasi susu
belum diestimasi secara rinci. Estimasi kerugian ekonomi pada
usaha peternakan hampir mencapai Rp. 55 milyar, belum
termasuk dengan jumlah ternak yang telah dan akan dijual.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya banyak
ternak sapi yang telah dijual oleh peternak.Tim identifikasi
melaporkan bahwa sampai dengan tanggal. 1 Desember 2010
tercatat sejumlah 83 ekor sapi potong dan 331 ekor sapi perah
telah dijual oleh peternak di Kabupaten Sleman. Selain memang
kondisi sapi yang sudah cukup parah akibat luka bakar,
pemeliharaan ternak di lokasi penampungan ternak sementara
dan berada di tempat pengungsian menjadi alasan lain bagi
para peternak yang telah dan ingin menjual ternaknya. Kerugian
ekonomi akibat erupsi gunung Merapi yang mengakibatkan
ternak sapi yang sudah terjual dan akan dijual oleh peternak.
Informasi ini dilaporkan hanya untuk ternak sapi potong dan sapi
perah.
Estimasi total kerugian ekonomi pada usaha peternakan
mencapai Rp. 88,320 milyar di ke-4 kabupaten terdampak
erupsi Merapi. Hal ini mungkin saja merupakan nilai yang under
estimate mengingat estimasi berdasarkan informasi yang
diperoleh dengan akurat dan terdapat beberapa data yang tidak
dilaporkan. Sebagai contoh, ternak domba dan kambing yang
cukup banyak ditemukan di lokasi penampungan ternak
21
sementara mengindikasikan bahwa mungkin juga banyak ternak
tersebut yang sudah dijual atas akan dijual oleh peternak.
Namun, hal ini tidak dilaporkan secara reguler dan tim
identifikasi tidak menginventarisir ternak lain selain sapi dan
kerbau. Demikian pula halnya, dengan komoditas ayam ras
(pedaging dan petelur) yang terdampak erupsi Merapi di wilayah
selain Kabupaten Sleman. Pernyataan pemerintah tentang
penggantian ternaksapi dan kerbau yang akan dijual mencapai
sekitar Rp. 29,75milyar. Hal ini masih jauh di bawah rencana
alokasi anggaran pembelian ternak sebesar Rp. 100
milyar.Anggaran tersebut memang tidak dialokasikan
seluruhnya untuk pembelian ternak, namun juga untuk sarana
pendukung lainnya seperti pengadaan pakan, obat-obatan dan
kandang relokasi sementara.Pada kenyataannya juga bahwa
tidak semua peternak berkeinginan untuk menjual
ternaknya.Pemerintah juga telah menetapkan untuk mengganti
ternak yang mati, bahkan Menteri Pertanian juga menyatakan
akam mengganti ternak yang mati, selain sapi dan kerbau
(KOMPAS, 2011).Hal ini menunjukkan bahwidentifikasi perlu
menggali kembali up datinginformasi untuk pengumpulan data-
data ternak selainsapi dan kerbau.
Estimasi kerugian ekonomi berdasarkansumberdaya petani
yang dimiliki meliputi lahan, tenagakerja dan modal tidak dapat
dihitung secarakeseluruhan. Kerugian karena lahan pertanian
yangrusak akibat tertutup abu vulkanik tidak akanmenghasilkan
produksi untuk jangka waktu yang relative cukup lama dan hal
ini akan berdampak terhadapterganggunya proses produksi.
Tenaga kerja keluargajuga mengalami dampak kerugian ini
karena lapanganpekerjaan yang hilang maupun tidak
memperolehpenghasilan sebagai upah buruh
kerja.Pemerintahdiharapkan dapat menanggulangi upaya
operasionalyang bersifat koordinatif dalam bentuk
kegiatanmitigasi bencana dengan meminimalkan
dampakbencana terhadap kehidupan manusia.
Hal ini sesuaidengan ketentuan BNPB dalam pokok-
pokokkegiatannya sehingga kerugian jiwa dan material serta
kerusakan yang terjadi dapat segera diatasi melalui upaya
mitigasi yang meliputi kesiap-siagaan (preparedness) serta
penyiapan kesiapan fisik, kewaspadaan dan kemampuan
(BNPB, 2008).Mengingat rumitnya masalah pascabencana
erupsi Merapi, maka program tanggap darurat tersebut harus
dikoordinasikan secara baik dan terencana dalam satu wilayah.
Penyelamatan nyawa manusia menjadi prioritas dalam
menangani kasus bencana alam, namun kenyataannya ternak
di wilayah terdampak erupsi Merapi menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam proses penyelamatan ini. Berbagai upaya
22
mitigasi dan adaptasi dalam subsektor peternakan dapat
dilakukan, diantaranya adalah pembangunan kandang-kandang
sementara bagi ternak yang dievakuasi dan dilengkapi dengan
kebutuhan air dan pakan yang memadai.BADAN LITBANG
PERTANIAN (2010) telah merekomendasikan untuk dapat
disusun suatu standar operasional prosedur dalam penanganan
bencana alam termasuk erupsi gunung berapi, bagi kegiatan
usaha pertanian.
23
(Seaton, 1996; Stone, 2006 dalam Petford et al, 2010). Melihat
adanya peluang untuk mengubah bencana menjadi berkah, maka
kawasan bencana pun dibuka menjadi kawasan wisata dengan
nama resmi Volcano Tour.
Menurut Inskeep (1991) dan Miller & Morisson (1985),
kemunculan kawasan wisata dapat membuka peluang pekerjaan
bagi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.Dengan
demikian, diperkirakan sebagian besar masyarakat lokal yang
semula bekerja di bidang pertanian dan peternakan kini berganti
pekerjaan menjadi pekerja di kawasan wisata sebagai salah satu
strategi untuk bertahan hidup. Pengetahuan serta pemahaman
mengenai dampak baik langsung maupun tidak langsung
merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam rangka
mewujudkan pemulihan bencana yang berkelanjutan (IRP, 2009),
akan tetapi pemahaman mengenai dampak tidak langsung masih
minim dilakukan pada upaya penanggulangan bencana.
Pemerintah seringkali hanya terfokus pada pemulihan
dampak langsung seperti kerusakan fisik wilayah tanpa
memperhatikan dampak tidak langsung khususnya penurunan
kemampuan masyarakat untuk kembali ke pekerjaan
semula.Padahal penilaian terhadap dampak langsung dapat
memberikan gambaran pada langkah-langkah pemulihan sosial dan
ekonomi yang harus terintegrasi dengan pemulihan fisik. Dengan
terintegrasinya pemulihan fisik dengan pemulihan sosial ekonomi,
maka suatu komunitas akan mampu untukmemiliki ketahanan
(resilience). Melalui ketahanan dan keberlanjutan ini maka
masyarakat akan mampu meminimalisir dampak dan memulihkan
diri secara cepat.
24
untuk bersama-sama membuka Kawasan Wisata Volcano Tour
dapat diartikan sebagai keberadaan modal sosial warga Dusun
Pelemsari dan Dusun Pangukrejo, Desa Umbulharjo.
Menurut Adger (2003), modal sosial merupakan komponen
yang sangat diperlukan untuk mengatasi bahaya dan dampak yang
disebabkan oleh bencana, modal sosial juga memungkinkan
masyarakat untuk mengambil peluang baru dalam bencana
sehingga kemiskinan dan kerentanan yang dialami masyarakat
dapat berkurang. Dalam hal ini peluang baru yang dimanfaatkan
oleh masyarakat adalah kerusakan wilayah.Dengan demikian,
masyarakat korban bencana Merapi di Dusun Pelemsari dan Dusun
Pangukrejo, Desa Umbulharjo dapat bangkit dari keterpurukan
ekonomi.Pembukaan Kawasan Wisata Volcano Tour membuka
peluang kerja sehingga masyarakat yang pada mulanya kehilangan
pekerjaan sebagai peternak kini dapat memiliki aktivitas baru. Hal
ini selaras dengan yang dikatakan oleh Inskeep (1991) dan Mill &
Morrison (1985) bahwa kegiatan wisata dapat menciptakan
berbagai lapangan kerja baik langsung ataupun tidak langsung bagi
masyarakat. Ada pun berbagai jenis mata pencaharian yang
dilakukan oleh masyarakat di kawasan Volcano Tour antara lain
petugas lapangan seperti petugas parkir dan tiket serta penyedia
barang dan jasa seperti penjual makanan, penjual suvenir, dan
penyedia jasa angkut. Segala kegiatan ekonomi yang berlangsung
di kawasan wisata Volcano Tour dikelola dan dikoordinir oleh
seluruh masyarakat melalui wadah pengelolaan bernama Tim
Pengelola Volcano Tour yang diketuai oleh Kepala Desa
Umbulharjo.
Dalam Laporan Hasil Evaluasi Kegiatan Volcano Tour Desa
Umbulharjo (2011), dipaparkan bahwa Tim Pengelola Volcano Tour
dibuat dengan tujuan:
1. Memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung
yang datang ke lokasi kawasan wisata Volcano Tour.
2. Memberdayakan masyarakat dan membuka lapangan mata
kerja, khususnya untuk korban erupsi Merapi.
3. Memberikan alternatif pemulihan ekonomi bagi warga
masyakat khususnya yang terkena dampak langsung erupsi
Merapi.
4. Melindungi, mengamankan, dan menjaga semua fasilitas
barang maupun potensi wilayah, baik milik warga maupun
pemerintah
25
5. Menjalin tali silaturahmi dan persaudaraan warga
masyarakat.
26
mereka yang mengalami kerusakan dan kerugian terparah seperti
anggota keluarga meninggal dan juga anggota Volcano Tour yang
mendapatkan risiko akibat keberadaan Volcano Tour itu sendiri.
Dengan Tour untuk pembangunan dusun dan dana sosial, berarti
Volcano Tour juga turut berkontribusi bagi rehabilitasi dan
rekonstruksi di Desa Umbulharjo.
27
Hal yang membuat sektor pariwisata muncul adalah dampak
langsung bencana berupa kerusakan lingkungan serta modal
sosial.Isu mengenai kerusakan lingkungan yang parah
memunculkan rasa penasaran wisatawan untuk berkunjung dan
menyaksikan dampak bencana di Gunung Merapi secara
langsung.Sirkulasi manusia untuk pergi ke daerah bencana untuk
secara visual mengonsumsi kerusakan, trauma, dan bencana
disebut dengan dark tourism (Petford & al, 2010).Terbukanya
peluang kerja baru di Kawasan Wisata Volcano Tour juga didukung
oleh adanya modal sosial masyarakat. Masyarakat dari Dusun
Pangukrejo dan Dusun Pelemsari, Desa Umbulharjo menyadari
bahwa dirinya mengalami keterpurukan ekonomi pascabencana
dan mereka meyakini bahwa bekerjasama satu sama lain akan
mempermudah pemulihan kondisi ekonomi. Dengan demikian
masyarakat secara bergotong royong membuka daerah bekas
bencana sebagai kawasan wisata dengan nama resmi Kawasan
Wisata Volcano Tour. Keberadaan modal sosial dalam
memungkinkan masyarakat untuk mengambil peluang baru dalam
bencana sehingga kemiskinan dan kerentanan yang dialami
masyarakat dapat berkurang (Adger, 2003).
Keberadaan suatu kegiatan wisata dapat menciptakan
berbagai lapangan kerja baik langsung ataupun tidak langsung bagi
masyarakat (Inskeep, 1991; Mill and Morrison, 1985). Dengan
demikian, dibukanya kawasan wisata Volcano Tour memberikan
kesempatan bagi masyarakat lokal untuk bekerja sebagai penjual
suvenir, tukang ojek, penyedia jasa antar motor trail dan jeep,
pemilik warung, serta petugas lapangan. Oleh karenanya, sebagian
besar masyarakat yang kehilangan pekerjaan sebagai peternak kini
berganti mata pencaharian menjadi pekerja di sektor pariwisata.
Dalam keberjalanannya, masyarakat membentuk suatu tim
pengelola kawasan wisata yang membawahi beberapa paguyuban
dan kelompok kerja. Paguyuban pekerja dan kelompok kerja
memberlakukan sistim jadwal (shift) serta retribusi pendapatan
yang ketentuannya berbeda-beda tergantung pada jenis pekerjaan.
Sistem jadwal diberlakukan agar semua pekerja mendapatkan
proporsi kerja yang adil, sedangkan retribusi pendapatan dan hasil
penjualan tiket dimasukkan ke dalam kas dusun untuk
pembangunan wilayah dan membantu masyarakat
rentan.Keberadaan pengelolaan terpadu di Kawasan Wisata
Volcano Tour dapat mendistribusikan manfaat dari keberadaan
kegiatan wisata kepada semakin banyak orang dan hal tersebut
berpotensi untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan korban
bencana.
Pada dasarnya masyarakat yang tinggal di KRB Gunung
Merapi merupakan masyarakat yang rentan karena lokasi tempat
tinggal mereka menyimpan potensi bahaya.Meski demikian,
28
kerentanan tersebut dapat tereduksi dengan adanya ketahanan
yang telah dimiliki.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sagala et al (2009), ketahanan sosial masyarakat lereng Merapi
dipengaruhi oleh variabel komunitas dan institusi.Artinya hubungan
sosial antar masyarakat dan peran pemerintah sangat penting
untuk memperkuat ketahanan sosial masyarakat lereng Merapi.
Ternyata modal sosial di dalam masyarakat tersebut telah ada,
akan tetapi dukungan dari pemerintah dalam menciptakan
ketahanan sosial masih kurang.
Modal sosial yang menciptakan ketahanan sosial
masyarakat lereng Merapi kembali terlihat pascaerupsi 2010, di
mana mereka mampu mengatasi dampak bencana dengan
menggunakan modal sosial yang dimiliki.Hal tersebut terlihat dari
kapasitas masyarakat Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo,
Desa Umbulharjo untuk bergotong-royong membuka daerah bekas
bencana sebagai kawasan wisata.Dengan kemampuan ini,
masyarakat korban bencana dapat sedikit demi sedikit memulihkan
dampak ekonomi yang dialaminya sehingga ketahanan yang
dimiliki masyarakat menurunkan kerentanan ekonomi.
Pembukaan Kawasan Wisata Volcano Tour ini sebenarnya
juga merupakan salah satu praktik dari konsep hidup dengan
bencana (living with risk) seperti yang dikatakan oleh Kelman &
Mather (2008) karena melalui kegiatan ini masyarakat dapat
menganggap bahaya bencana gunung api sebagai sumberdaya
dan memanfaatkannya. Dengan demikian kegiatan ini mampu
diintegrasikan dengan kehidupan sehari-hari dan mata pencaharian
masyarakat.Selain itu, Kelman & Mather (2008) juga mengatakan
bahwa konsep ini mengarahkan masyarakat pada penghidupan
yang berkelanjutan yang merupakan suatu indikator terwujudnya
ketahanan.Meski demikian menciptakan masyarakat yang
berkelanjutan serta memiliki ketahanan adalah hal yang kompleks
dan membutuhkan pertimbangan sosial, ekonomi, dan
politik.Dikatakan pula oleh Sagala (2009) bahwa masyarakat lereng
Merapi membutuhkan peran pemerintah untuk memperkuat
ketahanan sosial yang dimilikinya.
29
lama semakin menurun.Sekarang sudah terlihat kerusakan
berangsur-angsur pulih, sehingga menimbulkan penurunan jumlah
wisatawan dan hasil pendapatan.
Menurunnya daya tarik wisata, jumlah pengunjung, dan
pendapatan mengindikasikan bahwa Kawasan Wisata Volcano
Tour mungkin tidak akan berlanjut. Dengan alasan yang sama,
Harjito (2011) juga meramalkan bahwa kegiatan wisata di kawasan
Volcano Tour tidak prospektif untuk dilakukan. Meski demikian,
tidak semudah itu untuk mengatakan ketidakberlanjutan suatu
kegiatan penghidupan tanpa melakukan penilaian terlebih dahulu.
Menurut Chambers dan Conway (1991), keberlanjutan suatu
penghidupan dapat dinilai berdasarkan aspek ekologis dan sosial.
Secara ekologis, meskipun kerusakan lingkungan berangsur-
angsur mulai pulih, tetapi setidaknya kegiatan wisata di Kawasan
Wisata Volcano Tour belum menunjukkan tanda-tanda dapat
merusak lingkungan sehingga ia masih memiliki kesempatan untuk
berlanjut. Meski demikian, kemampuan masyarakat lokal untuk
tetap mengelola dan menjaga keberjalanan kegiatan wisata adalah
suatu tantangan tersendiri untuk mewujudkan keberlanjutan sosial
kegiatan penghidupan di Kawasan Wisata Volcano Tour.Jika
kegiatan penghidupan ini dapat bertahan meski menghadapi segala
tekanan dan ancaman, maka kegiatan tersebut dapat dikatakan
sebagai penghidupan yang berkelanjutan (Chambers dan Conway,
1991).
Melihat semakin menurunnya daya tarik Kawasan Wisata
Volcano Tour, pemerintah tidak juga mengambil tindakan untuk
mendukung pengembangan kegiatan wisata di kawasan
ini.Ketiadaan dukungan optimal dari pemerintah ini juga mungkin
menjadi salah satu faktor yang membuat daya tarik Kawasan
Wisata Volcano Tour tidak berkembang.Maka dari itu, jika Kawasan
Wisata Volcano Tour ingin terus menjadi suatu kawasan wisata
yang berkelanjutan maka dukungan optimal dari pemerintah sangat
dibutuhkan.Seperti yang dikatakan oleh Tobin (1999) bahwa salah
satu hal yang diperlukan untuk mempertahankan suatu
keberlanjutan dan ketahanan komunitas adalah dukungan dari
agensi atau pemimpin politik yang bertanggung jawab.
Pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata Volcano Tour
memang tidak dapat diarahkan kepada pengembangan fisik karena
lokasinya yang terletak di KRB III Gunung Merapi, meski demikian
bukan berarti perencanaan pariwisata tidak dibutuhkan di kawasan
ini. Hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan potensi
wisata kebencanaan di Kawasan Wisata Volcano Tour adalah
membuat inovasi baru yaitu menghubungkan Volcano Tour di Desa
Umbulharjo dengan Volcano Tour di Desa Kepuharjo dan Desa
Glagaharjo karena di kedua desa tersebut pemandangan
kerusakan wilayah masih sangat terasa.
30
Meski perencanaan pariwisata diperlukan, akan tetapi hal
lain yang perlu diketahui adalah masyarakat kini sudah banyak
yang kembali bekerja sebagai peternak. Beberapa di antara mereka
bahkan lebih cenderung memilih bekerja sebagai peternak
dibandingkan pekerja di Volcano Tour. Alasan yang mendasari
pekerja untuk kembali menjadi peternak adalah pekerjaan sebagai
peternak dinilai lebih menjanjikan karena memberikan penghasilan
yang relatif tetap setiap bulannya, sedangkan pendapatan sebagai
pekerja di sektor pariwisata cenderung fluktuatif karena besarannya
tergantung dari jumlah wisatawan yang datang. Meski saat ini sapi
yang dipelihara belum bisa memproduksi susu, akan tetapi
masyarakat menganggap sapi yang mereka miliki adalah aset
investasi yang nantinya akan memberikan penghasilan.
Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa pekerjaan di
Kawasan Wisata Volcano Tour menunjukkan indikasi
ketidakberlanjutan. Untuk membuat pekerjaan masyarakat di
kawasan ini menjadi berkelanjutan, sebaiknya Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Sleman melakukan hal yang dapat
mendukung kegiatan wisata, namun yang sifatnya tidak memicu
pembangunan fisik di wilayah rawan bencana seperti peningkatkan
kualitas SDM dan inovasi kegiatan wisata seperti menghubungkan
Volcano Tour yang terdapat di Desa Umbulharjo dengan Volcano
Tour yang ada di Desa Kepuharjo dan Glagaharjo.
Meski demikian, pemerintah juga perlu menyadari bahwa
banyak masyarakat yang kini telah kembali bekerja sebagai
peternak karena pekerjaan sebagai peternak dianggap lebih
menjanjikan. Apabila sebagian besar masyarakat memilih untuk
bekerja sebagai peternak, maka sebaiknya masyarakat tetap tidak
diperbolehkan untuk kembali membangun di lahan rumahnya yang
termasuk dalam KRB III karena hal ini akan sangat
membahayakan.
31
e) Penghasil devisa.
f) Pemicu perdagangan international.
g) Pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan
profesi pariwisata maupun lembaga yang khusus yang
membentuk jiwa hospitality yang handal dan santun, dan
h) Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga aneka-ragam produk
terus berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi pada
daerah suatu destinasi.
32
Banyaknya daya tarik wisata di sekitar kawasan Gunung Merapi
ini, secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada
perekonomian wilayah baik di Kabupaten Sleman maupun
kecamatan- kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman.
33
3) Diversifikasi Usaha
Untuk desa-desa tertentu, pariwisata telah
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan usaha
dimana masyarakat lokal akan melakukan diversifikasi
usahanya sehingga mereka tidak bergantung pada mata
pencaharian tertentu melainkan mencoba untuk memulai
usaha lain yang terkait langsung maupun tidak langsung
dengan pariwisata. Hal ini bisa dilihat dari mata pencaharian
masyarakat desa Pentingsari, kecamatan Cangkringan yang
selain menjadi petani dan peternak, mereka juga bekerja
sebagai pelaku desa wisata dan membuka industri rumah
tangga seperti industri jamur dan nangka kering yang
produksinya sudah sampai ke luar propinsi seperti ibukota
Jakarta.
4) Penerimaan Devisa
Kontribusi pariwisata terhadap pendapatan
pemerintah dapat diuraikan menjadi dua, yakni: kontribusi
langsung dan tidak langsung. Kontribusi langsung berasal
dari pajak pendapatan yang dipungut dari para pekerja
pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata pada kawasan
wisata yang diterima langsung oleh dinas pendapatan suatu
destinasi. Hal ini bisa berupa retribusi masuk, fasilitas parkir
maupun toilet. Sedangkan kontribusi tidak langsung
pariwisata terhadap pendapatan pemerintah berasal dari
pajak atau bea cukai barang-barang yang diimport dan pajak
yang dikenakan kepada wisatawan yang berkunjung seperti
halnya pajak yang dikenakan sebesar 10% bagi setiap tamu
hotel yang akan menginap maupun tamu restoran yang akan
makan.
34
kelompok masyarakat di destinasi wisata Kawasan Gunung
Merapi.Salah satu contohnya adalah di Desa Wisata
Pentingsari.Menurut hasil wawancara dengan Kepala
Pedukuhan Pentingsari, masyarakat di desa wisata ini ada
yang setuju pedukuhannya dijadikan daya tarik wisata dan
ada yang tidak.Bagi masyarakat lokal yang setuju dan
terlibat dalam kegiatan pelayanan wisata, meraka mendapat
keuntungan ekonomi dari sistem bagi hasil yang diterapkan
di desa wisata tersebut.Sedangkan bagi yang tidak terlibat
dengan kegiatan pariwisata, mereka tidak mendapatkan
keuntungan tersebut.Hal ini yang menyebabkan adanya
kesenjangan pendapatan antara masyarakat yang terlibat
dan yang tidak terlibat dalam pariwisata.
35
3) Ketergantungan Terhadap Negara Lain
Ketergantungan terhadap negara maju ini pada
umumnya terjadi pada fasilitas atau usaha pariwisata yang
bertaraf internasional yang mengandalkan barang-barang
impor dari negara maju untuk memenuhi kebutuhannya
dalam pelayanan pariwisata. Ketergantungan ini dapat
mengakibatkan negara maju melakukan kebijakan
yang mengeksploitasi negara berkembang. Salah satu
contohnya adalah dengan menaikkan harga barang - barang
yang diperlukan oleh fasilitas dan usaha pariwisata di negara
berkembang. Di Desa Umbulharjo terdapat daya tarik dan
akomodasi wisata yang berkelas, yaitu ‘The Cangkringan
Jogja Villas & Spa’ serta ‘Merapi International Golf Course’.
Fasilitas akomodasi dan area golf yang
bertaraf internasional ini merupakan tempat dipastikan
menggunakan barang- barang impor dari negara maju yang
memiliki standar internasional untuk memenuhi
kebutuhannya dalam pelayanan wisata.
36
masyarakatnya sendiri karena adanya ketergantungan
kepada industri pariwisata. Hal ini diperkirakan akan terjadi
di daya tarik wisataVolcano Tour. Daya tarik wisata Volcano
Tour ini berada di Desa Umbulharjo dan Kepuharjo, dimana
kedua desa ini terkena dampak erupsi yang sangat
parah.Daya tarik ini hanya mengandalkan kondisinya
permukiman yang hilang akibat erupsi.Saat ini, daya tarik
wisata tersebut menarik banyak tenaga kerja.Masyarakat
lokal di sekitar Volcano Tour sangat menggantungkan
kehidupan dan perekonomiannya terhadap
pariwisata Volcano Tour. Akan tetapi, apabila daerah yang
menjadi Volcano Tour sudah direvitalisasi dan sudah tidak
terdapat bekas erupsi, maka pariwisata di Volcano Tour ini
pun akan hilang, dan masyarakat lokal yang berkerja di daya
tarik ini akan terancam kehilangan pekerjaannya.
37
5. Partisipasi Pemerintah Dalam Membangun Pariwisata dan
Perekonomian Pasca Erupsi Gunung Merapi
Kekhawatiran pemerintah terhadap bencana merapi, seperti
banjir lahar yang melanda tidak hanya desa-desa di lereng Merapi,
tetapi juga memporakporandakan kota-kota, seperti Kota
Yogyakarta dan Magelang, sudah dirasakan sejak Pemerintahan
Jajahan Belanda, yang pada 1912 mengkukuhkan ladang-ladang
milik rakyat di lereng Merapi menjadi hutan lindung.
Setelah kemerdekaan, lembaga-lembaga kegunungapian yang
dikelola Pemerintah Jajahan Belanda diambil alih dan diteruskan
oleh Pemerintah Republik Indonesia.Struktur lemba-lembaga
tersebut kemudian disempurnakan untuk mempermudah
pengorganisasiannya, pengelolaannya, dan pembagian tugas
massing-masing lembaga-lembaga.Penelitian Gunung APi diubah
menjadi Direktorat Vulkanologi yang berkedudukan di Bandung di
bawah naungan Direktur Jendral pertambangan umum. Direktorat
Vulkanologi dibantu, dan membawahi pos-pos pengamatan gunung
api tersebar di lereng gunung api di seluruh Indonesia.
Pemerintahan kemudian mendirikan pusat penelitian dan
pengembangan Geologi, serta Diktorat Geologi tata lingkungan
yang mempunyai kedudukan sejajar dengan Direktorat Vulkanologi.
Khusus untuk Gunng merapi, Direktorat Vulkanologi telah
merenovasi dan membangun 7 buah pos pengamatan gunung
merapi, masing masing terletak di Korijaya, Ngepos, Krinjing,
Babadan, Jrakah, Selo, dan Delas.Kesemua pos pengamatan itu
berada dibawah koordinasi langsung pengawasan gunung merapi
yang berkedudukan di Yogyakarta yang juga merupakan
laboratorium geofisika gunung merapi.
38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adanya bencana erupsi Gunung Merapi 2010 menimbulkan
dampak langsung maupun tidak langsung bagi lingkungan sekitar.
Adapun dampak langsung akibat erupsi Gunung Merapi antara
lainperubahan lahan yang sangat signifikan, terutama terkait
dengan perubahan tata guna lahan dan juga membawa dampak
terhadap lahan yang terkena erupsi. Akibat erupsi Gunung Merapi
ratusan hektar lahan pertanian hancur dan ribuan ternak mati.
Kerusakan pada bidang peternakan dan pertanian ini diiringi
dengan menurunnya jumlah produksi komoditas unggulan, yakni
susu, sehingga mengindikasikan bahwa banyak peternak
kehilangan pekerjaan. Selain hal tersebut, uang ganti rugi tidak
digunakan untuk membeli ternak, kondisi tempat penampungan
yang tidak mendukung serta kesulitan mencari pakan ternak juga
yang membuat peternak kehilangan pekerjaan.
Sedangkan dampak tidak langsung adanya erupsi Gunung
Merapi adalah hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat,
gangguan kesehatan yang berkepanjangan, dan masalah
transportasi. Namun, disamping itu adanya erupsi Gunung Merapi
juga membawa berkah bagi lingkungan, yaitu tanah sekitar menjadi
subur, dan material pasir Gunung Merapi dapat dimanfaatkan
masyarakat untuk bahan bangunan. Meski demikian, ternyata
kerusakan wilayah akibat bencana menjadi daya tarik wisata
sehingga dibukalah Kawasan Wisata Volcano Tour. Selain karena
adanya daya tarik wisata, hal lain yang menjadi alasan dibukanya
Kawasan Wisata Volcano Tour adalah kemauan masyarakat untuk
berusaha bersama memulihkan kondisi ekonomi yang terpuruk
akibat bencana. Pembukaan Kawasan Wisata Volcano Tour ini
terbukti mampu memberikan peluang kerja bagi
masyarakat.Dengan demikian, alasan perubahan pekerjaan
masyarakat di wilayah studi adalah hilangnya pekerjaan
masyarakat sebagai peternak dan terbukanya peluang kerja di
kawasan wisata Volcano Tour.Ada pun jenis-jenis pekerjaan yang
ada di kawasan wisata tersebut antara lain penjual makanan di
39
warung, penjual suvenir, penyedia jasa angkut ojek, motor trail, dan
jeep, serta petugas tiket dan parkir.
Meski mampu membantu masyarakat untuk pulih dari
bencana, namun daya tarik Kawasan Wisata Volcano Tour
menunjukkan kecenderungan menurun, terlihat dari jumlah
pengunjung dan hasil penjualan tiket yang semakin berkurang serta
pemandangan kerusakan yang semakin hilang. Dengan demikian
dikhawatirkan bahwa kegiatan di kawasan ini tidak akan berlanjut.
Sampai saat ini belum ada dukungan optimal dari pemerintah untuk
mengembangkan kegiatan wisata.Padahal kawasan Volcano Tour
yang dikembangkan dapat menjadi suatu penghidupan yang
berkelanjutan bagi masyarakat serta menciptakan ketahanan
sosial.
Kerugian ekonomi yang cukup besar akibat erupsi Gunung
Merapi terhadap usaha peternakan sudah selayaknya mendapat
perhatian yang serius dari pemerintah.Hal ini terkait dengan pelaku
usaha yang hampir seluruhnya adalah peternak rakyat. Estimasi
total kerugian pada usaha peternakan mencapai Rp. 88,320 milyar
berdasarkan jumlah ternak mati, ternak yang sudah dijual dan akan
dijual, kerusakan kebun pakan ternak dan menurunnya produksi
susu. Program rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana pada
usaha ini harus betul-betul menyentuh pada usaha peternakan
rakyat yang memerlukan waktu relatif cukup lama.Diperlukan
program jangka pendek, menengah dan panjang dalam upaya
memulihkan kehidupan peternak berdasarkan lokasi tempat tinggal
peternak dalam kawasan rawan bencana.
Kerugian ekonomi yang cukup besar akibat erupsi Merapi
terhadap usaha peternakan sudah selayaknya mendapat perhatian
yang serius dari pemerintah.Hal ini terkait dengan pelaku usaha
yang hampir seluruhnya adalah peternak rakyat. Estimasi total
kerugian pada usaha peternakan mencapai Rp. 88,320 milyar
berdasarkan jumlah ternak mati, ternak yang sudah dijual dan akan
dijual, kerusakan kebun pakan ternak dan menurunnya produksi
susu. Program rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana pada
usaha ini harus betul-betul menyentuh pada usaha peternakan
rakyat yang memerlukan waktu relatif cukup lama.Diperlukan
program jangka pendek, menengah dan panjang dalam upaya
memulihkan kehidupan peternak berdasarkan lokasi tempat tinggal
peternak dalam kawasan rawan bencana.
40
Program jangka pendek menengah bagi peternak di wilayah
KRB I dan II meliputi pemulihan kondisi ternak dengan pemberian
pakan cukup dan penyembuhan luka bakar, terutama di bagian
ambing.Penanaman hijauan pakan ternak perlu ditingkatkan
dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong dan pematang sawah
untuk membantu terjaminnya pasokan hijauan pakan.Pengadaan
bantuan pakan konsentrat untuk sapi perah sangat diperlukan
karena kondisi peternak yang belum pulih sepenuhnya dalam
menata kehidupan sehari-hari.Hal tersebut bagi peternak di wilayah
KRB III perlu didorong untuk memperbaiki kondisi kandang
penampungan ternak sementara. Bantuan kandang dengan
rancangan knock down sangat diharapkan mengingat kandang ini
dapat dipergunakan kembali saat peternak kembali ke lokasi asal,
ataupun di tempat relokasi yang baru.
Program jangka menengah bagi peternak di wilayah KRB III
dapat dicarikan peluang alternative dengan usaha peternakan
lainnya, seperti ayam ras pedaging.Hal ini diharapkan dapat
menjadi alternative usaha yang dapat memberikan penghasilan
bulanan karena masa panen sekitar 35 hari per periode
pemeliharaan. Pola kemitraan inti-plasma dapat dibangun dan
difasilitasi oleh pemerintah daerah dengan melibatkan lembaga
pembiayaan, seperti perbankan maupun danacorporate social
responsibility perusahaan inti.
Program jangka panjang diutamakan untuk peternak sapi
perah di KRB III dengan perbaikan infrastruktur kelembagaan
koperasi susu melalui program padat karya. Perlu dikaji mekanisme
beban kredit yang saat ini ditanggung oleh peternak, utamanya
bagi koperasi yang baru saja menerima kredit seperti kredit usaha
pembibitan sapi (KUPS) dan sebagian besar sapinya terdampak
bencana Merapi.Mekanisme pengadaan kredit ketahanan pangan
dan energi (KKPE) dengan bunga ringan untuk pemulihan usaha
peternakan perlu diakselerasi guna memperbaiki perekonomian
peternak.
41
B. Saran
Peran pemerintah dalam mengenali tanda-tanda bencana
perlu diperkuat agar dapat memberikan pengarahan kepada
masyarakat dalam evakuasi.BNPB dan BPBD selaku lembaga yang
berfungsi dalam perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi serta
pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
diharapkan dapat bertindak secara cepat, tepat, efektif dan efisien
dalam meminimalisir bencana.Koordinasi dengan lembaga terkait
terutama Dinas Kesehatan sangat diperlukan untuk mengurangi
dampak kesehatan yang dialami masyarakat.Demikian juga,
koordinasi dengan lembaga lainnya seperti Badan Lingkungan
Hidup, Palang Merah Indonesia serta LSM diperlukan untuk
penanganan dampak yang lebih lanjut.
Selain itu, juga diperlukan penanganan pasca erupsi yang
bertujuan untuk meminimalisir adanya kerusakan lanjut akibat
adanya erupsi Gunung Merapi. Hal yang dapat dilakukan antara
lain:
a. Melakukan evakuasi terhadap masyarakat yang terkena erupsi
Gunung Merapi.
b. Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil
letusan.
c. Mengidentifikasi daerah yang terancam bencana.
d. Memberikan saran penanggulangan bencana.
e. Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka
panjang.
f. Memperbaiki fasilitas yang rusak.
g. Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun.
h. Melanjutkan pemantauan secara berkesinambungan.
i. Melakukan perbaikan infrakstruktur yang rusak.
42
masyarakat yang tinggal di lereng-lereng.Mereka punya sistem
kepercayaan sendiri mengenai lingkungan alam yang diwariskan
secara turun menurun.Mereka percaya bahwa hal terpenting dalam
lingkungan orang desa disekitar merapi dengan lingkungan adalah
sarana kehidupan.
43
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR PUSTAKA
ix
http://princesshaa.blogspot.co.id/2013/01/dampak-ekonomi-pariwisata-
paska-erupsi.html
http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/viewFile/9
59/968
http://ilmu-perpustakaan.blogspot.co.id/2011/12/dampak-letusan-gunung-
merapi-terhadap.html
http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-
Anastasia.pdf
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/en/berita-terbaru-
topmenu-58/968-meraapi
x
LAMPIRAN
xi
Gambar 2.Singkapan Batuan Merapi