Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH PASCAERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP

PEREKONOMIAN MASYARAKAT SEKITAR

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran


Bahasa Indonesia

Disusun oleh

Nama: Haris Wahyu Hermanto

Kelas :XI IPA 4

SMA NEGERI 6 CIREBON

Jalan Wahidin Sudirohusodo No. 79


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kebesaran dan limpahan rahmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “PENGARUH PASCAERUPSI
GUNUNG MERAPI TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT
SEKITAR”
Adapun penulisan karya tulis ini disusun berdasarkan tugas yang diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas tahun ajaran 2018/2019 di SMA Negeri 6
Cirebon Dalam penulisan karya tulis ini, berbagai hambatan telah penulis
alami.Oleh karena itu, terselesaikannya karya tulis ini tentu saja bukan karena
kemampuan penulis semata-mata.Namun karena adanya dukungan dan bantuan
dari pihak-pihak yang terkait.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis juga berterima kasih kepada semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan karya tulis ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan karya tulis ini
yang terdapat banyak kekurangan, kesalahan, maupun kelemahannya baik dalam
penulisan ataupun pengembangan materi. Ini semua disebabkan karena
keterbatasannya kemampuan.Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan dan penulis hargai.
Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Cirebon,20 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………...….. i


DAFTAR ISI ……………………………………………........ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………..… 1
B. Ruang Lingkup ………………………………………………..… 2
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………. 2
D. Metode Penulisan …………………………………………..….. 3
1. Metode Observasi ………………………………………...... 3
2. Metode Wawancara ……………………………………..…. 3
3. Metode Kepustakaan ………………………………….….... 3
E. Sistematika Penulisan …………………………………………. 3

BAB II LANDASAN TEORI


A. Letak Geografis Gunung Merapi…………………………………… 6
B. Kronologis Gunung Merapi…………………………………………. 7

BAB III PEMBAHASAN


1. Kondisi Perekonomian Masyarakat Terhadap Gunung
Merapi ……………………………………………………….... 8
2. Deskripsi Perekonomian Gunung Merapi ………..………. 11
a. Sistem Pertanian ……………………………………...… 11
b. Sistem Peternakan ……………………………….…..… 13
3. Pola Adaptasi Perekonomian Masyarakat Terhadap
Gunung Merapi ……………………………………….…..… 16
a. Pola Adaptasi Pertanian …………………………….… 16
b. Pola Adaptasi Peternakan …………………………….. 17
4. Dampak Ekonomi Terhadap Pariwisata ………………...… 17
5. Dampak Bencana Terhadap Hilangnya Mata
Pencaharian …………………………………………………. 19
6. Estimasi Kerugian Ekonomi ………………………………… 20

BAB IV PENUTUP ………………………………………….. 22

iii
A. Kesimpulan …………………………………………… 22
B. Saran ………………………………………………….. 25

DAFTAR GAMBAR …………………………………….….. viii


DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..… ix
LAMPIRAN ………………………………………………..… xi

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gunung adalah sebuah bentuk tanah yang menonjol di atas wilayah
sekitarnya.Gunung adalah bagian dari permukaan bumi yang menjulang
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya.Beberapa otoritas
mendefinisikan gunung dengan puncak lebih dari besaran tertentu.Gunung
pada umumnya memiliki lereng yang curam dan tajam atau bisa juga
dikelilingi oleh puncak-puncak atau pegunungan.
Terdapat tiga jenis tipe utama dari gunung. Gunung api, gunung
lipatan, dan gunung patahan. Ketiga tipe ini terbentuk dari lempeng
tektonik ketika bagian dari kerak bumi bergerak, roboh dan
tenggelam.Tenaga endogen, pengangkatan isotasi dan intrusi magma
mengangkat lapisan batuan ke atas dan membentuk sebuah dataran yang
lebih tinggi dari dataran sekitar.Ketinggian dari pengangkatan ini
membentuk bukit, jika bukitnya lebih tinggi dan lebih curam maka
terbentuklah gunung.
Manfaat gunung bagi kehidupan sangat banyak.Indonesia sebagai
salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia memiliki tanah
yang subur sebagai manfaat dari abu vulkanik yang dikeluarkan oleh
gunung.Diantara manfaat gunung yaitu menyuburkan tanah, mengeluarkan
material yang bermanfaat, sebagai tempat penyimpan air, sebagai objek
wisata, dan juga pendakian.Selain itu, gunung juga memiliki beberapa
fungsi yaitu sebagai penahan goncangan, penyalur pembuangan tenaga
panas bumi, menjaga keseimbangan panas antara kutub dan khatulistiwa,
penyubur tanah, dan berperan dalam siklus aliran air.
Gunung Merapiadalah gunung berapi di bagian tengah Pulau
Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Gunung
ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern
mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali
dan dikelilingi oleh permukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548,
gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.Kota Magelang dan Kota
Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari
puncaknya. Di lerengnya masih terdapat permukiman sampai ketinggian
1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena
tingkat kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas

1
gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade
Ini (Decade Volcanoes).
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar
sekitar 10-15 tahun sekali.Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar
tercatat pada tahun 1006 , 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan terbaru,
2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama.
Letusan tahun 1930, merupakan letusan dengan catatan korban terbesar
hingga sekarang.
Sejak peristiwa erupsi, masyarakat sekitar yang bekerja di sektor
pariwisata secara praktis mengalami perubahan pendapatan dan pola
penghidupan.Hal tersebut dikarenakan modal penghidupan mereka banyak
yang mengalami kerusakan bahkan ada pula yang hilang.Bencana erupsi
sangat berdampak pada wisata alam.Dampak tersebut mulai dari
perubahan kondisi objek wisata, jumlah kunjungan dan ekonomi
masyarakat setempat yang bekerja di sektor pariwisata.Dampak yang
dihasilkan akibat erupsi tidak selalu negatif, tetapi bisa juga erupsi tersebut
berdampak positif terhadap objek wisata dan aktifitas di dalamnya.

B. Ruang Lingkup Penulisan


Untuk memudahkan penulisan karya tulis ini, penulis membatasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh pascaerupsi Gunung Merapi terhadap perekonomian
masyarakat sekitar?
2. Adakah Kerugian pascaerupsi Gunung Merapi terhadap masyarakat
sekitar?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh pascaerupsi Gunung Merapi terhadap
perekonomian masyarakat sekitar.
2. Untuk Mengetahui Estimasi Kerugian yang dialami masyarakat
sekitar.

D. Metode Penulisan
Dalam memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun karya
tulis ini, penulis menggunakan metode-metode dengan teknik pengolahan
data sebagai berikut:

2
1. Metode Observasi
Metode Observasi adalah proses pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan lalu mencatatnya dengan sistematis terhadap
objek. Oleh karena itu, penulis menggunakan metode ini agar lebih
jelas dan secara langsung dapat mengetahui Gunung Merapi yang
berada di Daerah Merapi.

2. Metode Wawancara
Metode Wawancara adalah suatu metode yang apabila kita
kunjungi langsung ketempat yang kita tinjau.Maka secara langsung
kita dapat mengumpulkan data-data secara langsung.

3. Metode Kepustakaan
Metode Kepustakaan adalah suatu sistem metode dimana dalam
pembuatan karya tulis ini penulis harus mengumpulkan atau mencari
buku yang berkaitan dengan pascaerupsi Gunung Merapi terhadap
perekonomian masyarakat sekitar dan industri pariwisata.

E. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis memutuskan untuk
melampirkan sistematika penulisan. Dimana sistematika ini untuk
memudahkan pembaca dalam memahami karya tulis ini penulis
menggunakan urutan sebagai berikut:

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Penulisan
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
1. Metode Observasi
2. Metedo Wawancara
3. Metode Kepustakaan
E. Sistematika Penulisan

BAB II LANDASAN TEORI


1.Letak Geografis Gunung Merapi
2. Kronologis Gunung Merapi
BAB III PEMBAHASAN
1. Kronologis Gunung Merapi
2. Kondisi Perekonomian Masyarakat Terhadap Gunung Merapi
3. Deskripsi Perekonomian Gunung Merapi
a. Sistem Pertanian
b. Sistem Peternakan
4. Pola Adaptasi Perekonomian Masyarakat Terhadap Gunung
Merapi
a. Pola Adaptasi Pertanian
b. Pola Adaptasi Peternakan
5. Dampak Ekonomi Terhadap Pariwisata
6. Dampak Bencana Terhadap Hilangnya Mata Pencaharian
7. Estimasi Kerugian Ekonomi

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
LANDASAN TEORI
Gunung Merapi terletak dalam wilayah provinsi Jawa Tengah:
Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten:
Dan Daerah Istimewa Yogyakarta: Kabupaten Sleman. Jarak puncak
Merapi dari kota terdekat adalah sekita 3 km dari Yogyakarta, kira-kira
26,5 km dari Magelang, lebih kurang 25 km dari Klaten dan sekitar
27,5 km dari Boyolali. Menurut Atlas Tropische van Nederland (1938)
lembar 21,gunung ini teletak pada posisi geografi 7°32,5’ Lintang
selatan dan 110°26,5’ Bujur Timur dengan tinggi pinggir kawah
sebelah Timur sebelum longsor tahun 1958 adalah 2911 M diata
permukaan laut. Sementara, menurut Sandy (1977:18) tinggi merapi
adalah 2914 M diatas permukaan air laut. Pendakian puncak gunung
ini termudah jika dilakukan melalui boyolali, dengan melwati pos
observasi vulkanologi yang terletak dikecematan selo yang memakan
waktu pendakian sekitar 3,5 sampai 4 jam. Puncak merapi dapat pula
dicapai melalui kaliurang kabupaten Sleman menerobos hutan hutan
lindung dengan resiko pendakian lebih sulit dan memakan waktu lebih
dari 4 jam.
Gunung Merapi digolongkan sebagai gunung api jenis strato
karena sering mengalami pelongsoran pada puncaknya. Ciri strato
yang dimilikinya adalah lereng terjal, Topografinya berubah-ubah
akibat tumpukan material disekitar kepundannya labil dan melongsor
sewaktu-waktu, teristimewa dimusim penghujan. Gunung ini diaggap
sebagai gunung api paling berbahaya di Indonesia selain Gunung
Kelud di Jawa Timur dan gunung Awu di pulau sangir, Sulawesi Utara
(Pardyanto, et al. 1982 : 18), dan dimasukkan kedalam tipe A
didasarkan pernah meletus dalam data sejarah, baik data yang
didaptkan secara lisan melalui penduduk setempat maupun data yang
diperoleh para ahli Geologi.
Gunung yang sangat giat ini terletak di titik silang dua buah sesar,
yaitu sesar Transversal yang memisahkan Jawa Timur dan Jawa
Tengah, dan sebuah Sesar Longitudinal lewat Jawa. Kegiatan gunung
Merapi selalu berpindah-pindah dari Utara ke Barat laut kemudian ke
barat daya hingga kini (Suriyo dan Kumudinata, 1973 : 4). Puncak
merapi acap berubah-ubah, Kadang-kadang ditempati doma lava. Di
puncak Merapi terdapat 4 buah kawah yaitu pasar bubar, pusung
London, Kawah 48 dan 46, dengan 5 buah lapangan fumarola yaitu
woro I, II, III dan gendol A, B (Reksowirogo, 1979 : 250). Terdapat 13
sungai yang akan dipenuhi banjir material merapi terutama lahar disaat
saat meletus dan musim penghujan, ialah sungai Wowo, Gendol,

5
Kuning, Kode, C, Bebeng, Boyong, Krasak, Batang, Putih, Lamat,
Blongkeng, Senowo, dan Pabean.

1. Kronologis Gunung Merapi


Indonesia adalah salah satu negara yang berada pada jalur Ring of
Fire, yaitu daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan
gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik sehingga
Indonesia memiliki banyak gunung api yang tersebar sepanjang pulau
Sumatera sampai Sulawesi. Posisi Indonesia yang berada pada
Lingkaran Cincin Api Pasifik ini menyebabkan Indonesia sering
mengalami peristiwa gempa bumi dan gunung meletus (erupsi).
Selama kurun waktu tahun 1970-2010 tercatat telah terjadi 5
peristiwa gunung meletus yang tergolong besar, antara lain letusan
Gunung Merapi tahun 2010, letusan Gunung Kelut tahun 1990, letusan
Gunung Colo tahun 1983, letusan Gunung Galunggung tahun 1982,
dan letusan Gunung Merapi pada tahun 1972. Berdasarkan data
tersebut, dapat diketahui Gunung Merapi telah mengalami dua kali
erupsi besar selama kurun waktu 40 tahun terakhir.Gunung Merapi
adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang
mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran.Gunung ini terbentuk
karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang
bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya
aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa.
Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas
vulkanik semakin tinggi.Pada tahun 2010 Gunung Merapi telah
mengalami dua kali erupsi yaitu pada tanggal 26 Oktober 2010 dan 5
November 2010.Akibat erupsi tersebut, kawasan rawan Bencana
Gunung Merapi mengalami kerusakan parah. Tercatat dampak bencana
erupsi Gunung Merapi tersebut telah menimbulkan total kerusakan dan
kerugian sebesar Rp 3,557 triliun.
Bencana alam dapat memberikan dampak dalam penurunan
ekonomi lokal serta hilangnya mata pencaharian masyarakat.Aset
natural, finansial, fisik, manusia, dan sosial dapat terdampak sehingga
pasar menjadi kacau dan efek dari semua itu adalah terganggunya
kondisi sosial serta ekonomi wilayah yang mengalami bencana (FAO
& ILO, 2009).Erupsi Gunung Merapi ini tentunya dapat menimbulkan
dampak bagi masyarakat sekitar dan lingkungan.Pasca peristiwa
terjadinyabahaya yang memicu bencana, terdapat kelompok
masyarakat yang selamat dan bertahan hidup. Namun, mereka harus

6
merasakan dampak tidak hanya pada segi fisik, tetapi mereka juga
dapat menghadapi adanya potensi dampak sosial, seperti stagnasi
pertumbuhan ekonomi, melemahnya hubungan sosial, meningkatnya
angka kemiskinan, hilangnya mata pencaharian dan lainnya

2. Kondisi Perekonomian Masyarakat Terhadap Gunung


Merapi
Kondisi perekonomian di beberapa wilayah Kabupaten Magelang
nyaris lumpuh pasca hujan abu dan pasir erupsi Merapi, sementara
aktivitas perdagangan di Kota Yogyakarta mulai pulih meski abu
masih menyelimuti kota itu. Di beberapa wilayah Magelang seperti di
Muntilan sejak Rabu hingga Minggu, di beberapa titik tidak ada toko
yang buka, begitu juga di kawasan Borobudur perdagangan nyaris
lumpuh total.
Pasar tidak buka sehingga yang pedagang tidak berjualan. Buruh-
buruh bangunan tidak mendapatkan pekerjaan.Padahal, bagi mereka,
hasil upah kerja hari ini adalah untuk biaya hidup esok hari.Kalau
sudah tujuh hari tidak bekerja otomatis tidak ada pemasukan.Warga
masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan, meliputi dusun
Ngasem, Bintaro, Nepen dan dusun lainnya di desa Gunungpring,
Kecamatan Muntilan.Ada juga di desa Tersangede, Kecamatan
Salam.Masih ada banyak lagi daerah nasibnya seperti itu dan belum
mendapatkan bantuan.
Warga korban bencana letusan Merapi saat ini memang mengalami
kelangkaan kebutuhan pangan. Sementara selama Gunung Merapi
meletus, mereka tidak bisa bekerja sehingga mereka pun tidak
mempunyai uang untuk membeli kebutuhan makan. Warga masyarakat
tersebut bahkan terancam kelaparan. Yang pedagang tidak bisa
berjualan karena perekonomian berhenti. Sedangkan, warga yang
menjadi penambang pasir juga takut mencari pasir karena banjir lahar
dingin. Intinya, kegiatan perekonomian mereka terhenti sehingga sulit
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Erupsigunung Merapi juga berdampak pada pertanian dan
peternakan sekitar lereng Merapi salah satunya seperti tanaman kopi
dan ternak sapi perah di Dusun Jambu, Desa Kepuharjo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman Propinsi DIY. Erupsi gunung Merapi
mengakibatkan sumber air menjadi rusak sehingga peternak
mengalami kesulitan mendapatkan air untuk ternaknya. Pada saat
hujan abu yang terkena dampak adalah hijauan pakan ternak karena

7
helai daun terkontaminasi oleh abu sehingga banyak peternak
membeli pakan hijauan dari luar daerah yaitu dari Kabupaten
Gunungkidul dan Kab. Kulonprogo dengan harga Rp 5000,- per 40 kg.
Hal tersebut menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi dan
berakibat sebagian peternak yang menjual ternaknya dengan harga
sangat murah yaitu 50% dari harga normal. Akibat dari aktivitas
Gunung Merapi terjadi penurunan produktivitas susu dan kopi
glondong. Pada kondisi normal (tidak ada aktivitas Merapi) produksi
susu sebesar 9-10 liter per hari per ekor, dengan adanya aktivitas
Merapi produksi susu turun menjadi 7-8 liter/hari/ekor, sedang
produktivitas kopi glondong turun 33%. Dampak letusan gunung
Merapi terhadap produksi pakan ternak juga dirasakan oleh sebagian
besar peternak di kawasan lereng Gunung Merapi. Rumput untuk
pakan ternak tidak dapat termanfaatkan sepenuhnya karena tercampur
dengan abu. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dan
observasi lapang terhadap peternak dan petugas Dinas Peternakan
setempat serta ternak sapi yang ada di lokasi dampak. Diketahui bahwa
sekitar 10 – 12 kg dari 30 – 40 kg rumput dan daun- daunan yang
diberikan pada ternak tidak termakan. Berdasarkan data tersebut dapat
diprediksikan bahwa pakan yang terbuang sebanyak 22,30%.
Letusan Gunung Merapi juga berimbas pada sektor pariwisata di
Yogyakarta dan wilayah Jawa Tengah yang dekat dengan gunung
berapi teraktif di dunia tersebut.Sejumlah lokasi pariwisata terpaksa
ditutup akibat serangan debu vulkanik Merapi.Sementara tempat
wisata yang buka mengalami penurunan jumlah pengunjung. Kawasan
wisata Candi Borobudur, misalnya.Untuk sementara objek wisata
Borobudur ditutup akibat tebalnya abu dan material pasir dari Gunung
Merapi yang menyelimuti semua bangunan candi.Ketebalan abu
vulkanik yang menempel pada bangunan candi mencapai tiga
centimeter.
Menurut pihak Balai Konservasi dan Taman Wisata Candi
Borobudur, candi akan ditutup untuk proses pembersihan kembali.
Pembersihan dilakukan karena abu vulkanik mengandung tingkat
keasaman yang tinggi yang dikhawatirkan bisa merusak struktur batu
candi.Erupsi Merapi juga berpengaruh pada menurunnya jumlah
pengujung di Candi Prambanan di Klaten, Jateng.Penurunan
kunjungan mencapai 30 hingga 50 persen.Sebelum Merapi meletus,
biasanya akhir pekan pengunjung candi mencapai 5.000 orang.Kini
hanya sekitar seribu hingga 1.500 saja.

8
Kondisi tak jauh berbeda dialami objek-objek wisata lainnya di
Provinsi DIY dan Jateng.Akibat letusan Merapi, pariwisata di
Kabupaten Sleman bagian utara, lumpuh total.Sebanyak sembilan
lokasi wisata yang berada di dalam zona rawan bencana Merapi--
sejauh 10 - 20 kilometer--telah tutup. Rencananya Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata setempat akan menutup tidak langsung 4 lokasi wisata
lainnya.
Untuk mengurangi kerugian lebih banyak serta menjaring
wisatawan, pemerintah setempat akan mengalihkan tujuan wisata ke
obyek wisata sejarah yang masih bertahan serta aman. Dengan
tutupnya obyek wisata itu Pemda Sleman telah kehilangan pemasukan
retribusi dari berbagai sektor wisata, seperti sektor pariwisata alam,
belanja, pendidikan, agrowisata serta minat khusus. Jumlah
pengunjung 5.000 orang pada hari biasa serta meningkat tiga kali lipat
saat event tertentu, saat ini anjlok hingga nol persen.
Kita hanya dapat berharap pemerintah segera memulihkan
perekonomian warga lereng Merapi. Sebab, warga sudah terlalu lama
di pengungsian dan kehilangan pekerjaannya. Antara lain dengan
membantu membangkitkan aktivitas ekonomi masyarakat seperti pasar
tradisional agar kehidupan masyarakat berangsur-angsur pulih.

3. Deskripsi Perekonomian Akibat Erupsi Gunung Merapi


a. Kondisi Pertanian
Sebelum tahun 1912 penduduk melakukan peladangan
didalam hutan.Pada waktu itu setiap keluarga rata-rata memiliki
area perladangan didalam hutan sebanyak 3 sampai 4
tempat.Masing-masing tanah garapan diolah maksimum sebanyak
3 sampai 4 kali masa panen, kemudian dibelokkan selama 2 tahun
lebih. Setelah pohon-pohon keras ditebang dan proses pembakaran
selesai, dimulai lah segera masa tanam pertama. Panen pertama
tidak begitu berhasil akibat belum semua daun mengalami
pembusukan.Panen kedua dan ketiga merupakan panen yang
berhasil baik karena daun daun telah membusuk secara sempuirna
sehingga kesuburan tanah meningkat.Panen keempat, biasanya,
hasilnya kembali berkurang atau menyusut seperti panen pertama;
tanah mulai berkurang kesuburannya.Ini berartitanah harus segera
diberokan sehingga sebidang tanah baru perlu dibuka dan diolah.
Proses itu berlangsung selama beberapa tahun dan akan kembali ke

9
bidang tanah yang pertama setelah diperkirakan kesuburannya
pulih.
Tanaman utama ditegalan adalah jagung yang merupakan
makanan utama sehari hari. Khusus di Wukirsari, pekarangan
banyak ditanami tanaman obat obatan seperti adas, pulosari, dan
sejenisnya, sedangkan tanaman yang diusahakan secara khusus
untuk diperdagangkan adalah tembakau.
Hasil tegalan dan pekarangan biasanya hanya pas pasan
untuk dikonsumsi keluarga.Apabila terdapat kelebihan hasil
pertanian barulah kelebihannya dibawah kepasar terdekat untuk
ditukarkan dengan kebutuhan sehari hari seperti garam, minyak
goring, minyak tanah, sabun, gula, dan sebagainya. Harga kayu
bakar perikat, sebesat 40 sampai 50 kg, dipasar terdekat sekitar
Rp.750,00 hingga Rp.1000,00 (pada 1991). Pada musim kemarau
rumput akan menjadi barang komoditi yang dijual dipasar pasar
terdekat dengan harga antara Rp.500,00 sampai Rp.750,00 untuk
satu pikul, seberat 50 kg (tahun 1991).
Beralih mengenai erupsi Gunung Merapi terhadap
pertanian, erupsi tersebut telah menghasilkan sekitar 140 juta m3
material erupsi.Material dan awan panas yang dikeluarkan tersebut
telah mengakibatkan kerusakan lahan pertanian, perkebunan, dan
infrasrtuktur irigasi. Material vulkanik menutupi lahan pertanian
rata-rata setebal 5-10 cm, bahkan mencapai 29 cm. Material ini
mempunyai sifat fisik yang keras dan sulit ditembus air.
Material piroklastik atau tuf-volkanik dari erupsi Gunung
Merapi menimbulkan kerusakan lahan pertanian, perkebunan,
pemukiman, dan lain-lain.Kerusakan yang berdampak berat
terhadap lahan pertanian adalah penurunan sifat fisik dan kimia
tanah.Materi kasar erupsi mengubah sifat-sifat tanah produktif
menjadi tidak subur dan menurunkan produktivitasnya dalam
tempo relatif singkat.Sifat fisik material tuf-volkanik pada
umumnya bertekstur kasar/pasir, berat volume tanah tinggi, dan
kapasitas daya pegang air sangat rendah, sehingga berpotensi
menyebabkan terjadinya bahaya longsor, terutama pada wilayah
berlereng. Lapisan atas dari bahan tuf-volkanik umumnya
memiliki unsur dan kapasitas tukar kation sangat rendah.
Meskipun kadar P dan K total tanah tergolong tinggi,
namun sebagian besar P dan K tanah berada dalam bentuk yang
tidak dapat dipertukarkan, sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

10
Upaya yang diperlukan untuk perbaikan lahan rusak adalah
rehabilitasi dan konservasi tanah, yang mencakup tiga aspek, yaitu:
1. Memperbaiki tanah yang telah rusak (didasarkan atas peta-peta
tanah – tataguna lahan – bahaya erosi – kapabilitas lahan).
2. Melindungi tanah dari kerusakan (didasarkan atas pertanian –
konservasi – usahatani konservasi – sistem pengawasan).
3. Membuat tanah semakin subur (didasarkan atas konservasi
tanah – komprehensif - mempercepat tercapainya suksesi
alami).
Penyuluhan kepada masyarakat akan menginspirasi mereka dalam
upaya rehabilitasi lahan terdegradasi dan perbaikan lingkungan.

b. Kondisi Peternakan
Sebelum tahun 1912 ternak hanya berfungsi sebagai
tabungan dan status social, kemudian bertambah fungsinya sebagai
pendukung sistem pertanian, yaitu sebagai penghasil pupuk
kandang untuk menyuburkan tanah tegalan dan pekarangan. Selain
itu, pertenakan sapi terutama sapi perah akan menghasilkan susu
untuk meningkatkan kesehatan keluarga atau untuk menambah
penghasilan keluarga. Selain dikonsumsi sendiri susu perah ini
mereka pasarkan ke KUD setempat dengan harga Rp.200,00
perliter (tahun1991).
Hasil identifikasi jumlah sapi potong dan sapi perah yang
mati akibat erupsi gunung Merapi dilaporkan masing-masing
adalah 1,2 dan 8,3% dari total ternak yang terancam yang berada di
KRB I, II dan III. Proporsi ternak terancam terhadap populasi
sebelum terjadi erupsi gunung Merapi berturut-turut adalah 14,1;
39,1 dan 21,5% untuk ternak sapi potong, sapi perah dan kerbau
(PUSLITBANG PETERNAKAN, 2010). Dilaporkan bahwa erupsi
gunung Merapi tidak menyebabkan kematian pada ternak kerbau,
meskipun terinventarisasi sekitar 21,5% berada dalam wilayah
KRB.
Pemerintah sangat mengkhawatirkan kondisi populasi
ternak ruminansia besar (sapi potong, sapi perah dan kerbau) akibat
erupsi gunung Merapi ini.Ternak unggas, domba dan kambing
sebenarnya mengalami kematian yang cukup besar, namun
informasi yang diperoleh menjadi tidak lengkap karena pemerintah
hanya fokus pada ternak ruminansia besar.Jumlah ternak mati di
masing-masing wilayah untuk ternak sapi disajikan secara rinci
pada Tabel 1. Jumlah ternak mati terbanyak adalah di Kabupaten

11
Sleman mencapai 2.468 ekor atau sekitar 21% dari populasi ternak
terancam di wilayah tersebut. Jumlah kematian ternak lain seperti
domba, kambing dan unggas tidak teridentifikasi secara lengkap di
masingmasing kabupaten. Hal ini diakibatkan karena pemerintah
memang hanya akan melakukan ganti rugi serta pembelian ternak
untuk sapi dan kerbau.

Tabel 1. Jumlah ternak sapi yang mati akibat erupsi Merapi


Jumlah ternak mati (ekor)
Kabupaten
Sapi potong Sapi perah
Boyolali 14 52
Klaten 223 132
Magelang 16 td
Sleman 235 2.233
Total 488 2.419
Td: Tidak diketahui
Sumber: TIM IDENTIFIKASI PENANGANAN TERNAK
KORBAN MERAPI, 1 DESEMBER 2010 (unpublished)

Kematian ternak disebabkan oleh berbagai hal, utamanya


adalah terkena awan panas dan lahar Merapi saat terjadinya erupsi
bagi ternak-ternak yang belum sempat dievakuasi. Sebagian besar
peternak yang tergabung dalam Koperasi Peternakan ‘Sarono
Makmur’ di Dusun Srunen, Desa Glagaharjo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman mengalami kerugian akibat
ternak sapi perah yang mati cukup besar. Dari populasi sekitar
1.450 ekor, 83% diantaranya mati terkena awan panas dan 150
ekor lainnya terpaksa dijual akibat luka bakar yang sangat parah.
Koperasi ini merupakan salah satu koperasi susu yang terdampak
erupsi gunung Merapi paling parah dibandingkan 2 koperasi susu
lainnya. Koperasi ‘UPP Kaliurang’ yang terletak di Dusun Boyong,
Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem dan Koperasi Susu
‘Warga Mulya’ di Dusun Bunder, Desa Purwobinangun,
Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman tidak terlalu mengalami
dampak erupsi secara langsung. Kedua koperasi ini berada di
wilayah barat Kali Gendol yang menjadi kanal utama aliran lahar
dan awan panas.Kematian sapi dilaporkan sebanyak 22 ekor yang
disebabkan karena sapi-sapi tersebut tidak sempat dievakuasi ke
lokasi penampungan sementara, sehingga tidak terurus karena tidak
ada yang memberi pakan dan minum. Rendahnya jumlah ternak

12
yang dievakuasi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah
keterbatasan sarana penampungan ternak dan ketersediaan pakan
baik hijauan maupun konsentrat. Sampai dengan batas akhir tahap
identifikasi dan inventarisasi ternak yang telah ditetapkan, tercatat
sejumlah 183 titik lokasi penampungan ternak sementara, dimana
Kabupaten Sleman, yang didominasi oleh usaha peternakan sapi
perah, masih menunjukkan adanya peningkatan jumlah lokasi sejak
awal bulan November sampai dengan awal Desember 2010. Hal ini
sangat dipahami mengingat ke-3 kabupaten lain yang berada di
wilayah Jawa Tengah I dan II sudah kembali dalam posisi aman
dari KRB.
Pemerintah telah menetapkan harga pembelian ternak sapi
dan kerbau berdasarkan jenis dan umur ternak.Sapi jantan siap
potong adalah Rp. 22 ribu/kg bobot hidup dan sapi betina tidak
produktif adalah Rp. 20 ribu/kg bobot hidup. Pedet dihargai
maksimal Rp. 5 juta/ekor, sapi dara sekitar Rp. 7 juta/ekor,
sementara sapi bunting dan sapi perah sedang laktasi,
masingmasing adalah Rp. 9 juta/ekor dan Rp. 10 juta/ekor.
Pemerintah juga menetapkan akan mengganti ternak yang mati
melalui mekanisme yang telah ditetapkan dengan petunjuk teknis
dari Ditjen Peternakan, Kementerian Pertanian. Berdasarkan
informasi dan hasil dari narasumber kunci maupun pengolahan
data dari berbagai sumber di tingkat kabupaten, menunjukkan
bahwa diperoleh data tentang dinamika populasi ternak mati
berdasarkan umur ternak sesuai dengan kondisi yang ada di lokasi
penampungan sementara.Persentase komposisi ternak yang
terdapat di lokasi penampungan sementara pada masing-masing
kabupaten disajikan dalam Tabel 2.Hal ini dipergunakan dalam
mengestimasi kerugian ekonomi pada ternak mati.

4. Pola Adaptasi Perekonomian Masyarakat Terhadap Gunung


Merapi
a. Pola Adaptasi Pertanian
Pengukuhan hutan di lereng merapi sebagai hutan lindung
sejak tahun 1912 menyebabkan penduduk meninggalkan sistem
pertanian peladangan dan beralih ke sistem tegalan dengan
mengintensifkan pengelolaan tanah yang terletak dipinggir-pinggir
hutan lindung, dipinggir jurang, yang terletak diperbatasan desa.
Tanah yang dipilih adalah tanah yang terbebas dari pasir dan

13
batuan vulkanik serta rata.Alasan pemilihan tanah seperti itu
karena tanah yang berbatu kebanyakan tidak subur dan sangat
mungkin dihuni lelembut.Selain itu, tanah yang rata dan tidak
berpasir lebih mudah untuk digarap dan ditanami.
Dalam setahun tanaman jagung hanya ditanam sebanyak
dua kali meskipun pada rata-rata umur 90 hari sudah dapat dituai.
Keadaan ini disebabkan terbatasnya jumlah tenaga kerja dalam
keluarga untuk menanam dan memanen jagung lebih dari dua kali
dalam setahun; juga kebutuhan pupuk kandang akan meningkat,
padahal belum pasti setiap keluarga dapat memenuhinya. Kecuali
itu, kesuburan tanah menjadi berkurang jika ditanami jagung lebih
dari dua kali dalam setahun.Beberapa bidang tanah tegalan sengaja
diberokan karena terbatasnya tenaga kerja dalam
keluarga.Pemberian itu, juga ditujukan untuk mengembalikan
kesuburan tanah dan penyedia makanan ternak.
Tanaman penyeling diusahakan tidak hanya di tegalan,
tetapi juga di kebun yang terletak di pekarangan rumah, yang
digunakan untuk menutupi kebutuhan konsusmsi keluarga sehari-
hari.Tanaman penyeling ini sengaja mereka pilih karena mudah
ditanam, dipelihara, dan berumur pendek, sehingga dapat dipetik
hasilnya sewaktu-waktu.
Sebagian besar hasil panenan yang biasanya disimpan
didalam lumbung atau pogo, dikonsumsi seluruh anggota keluarga
dan sebagian lainnya disediakan sebagai bibit untuk masa tanam
berikutnya.Apabila terdapat sisa hasil panen, barulah mereka jual
ke pasar terdekat untuk ditukarkan dengan barang kebutuhan hidup
sehari-hari yang tak dapat diproduksi sendiri, seperti sabun,
minyak tanah, dan goreng, dan sebagainya.
Masa panen pertama, seusai hujan abu, merupakan masa
sulit, tanah belum begitu subur karena lapisan teratas banyak
mengandung abu vulkanik yang masih panas.Akan tetapi, panen
berikutnya merupakan panen yang melimpah ruah, sebab tanah
menjadi lebih subur daripada sebelumnya.

b. Pola adaptasi Peternakan


Adanya pengukuhan hutan lindung membawa akibat
berubahnya teknik pemeliharaan, dari teknik penggembelan ke
teknik pemeliharaan didalam kandang, dengan risikopemilik ternak
harus merumput setiap hari.Untuk mempercepat perkembangan
tubuh dan daya tahan ternak terhadap penyakit, setiap sore ternak

14
dikeluarkan dari kandang dan diajak berjalan-jalan menggerakkan
badan keliling desa.
Kandang ternak dibangun seluas sekitar enam meter persegi
atau lebih di samping teampat tinggal mereka. Kandang ini terbuat
dari bambu atau kayu, beratapkan genting atau alang-alang kering
bagi yang tidak berpunya.
Pada hari biasa perumputan dilakukan setiap pagi dan sore
di pekarangan maupun di tegalan dan di dalam hutan lindung yang
berbatasan dengan desa.Pada musim kemarau perumputan hanya
dilakukan pada pagi hari saja karena sulitnya mendapatkan rumput
hijau.Untuk mencukupi kebutuhan ternak pada musim itu, pada
siang hari penduduk mencari rambanan yang terdapat di
pekarangan dan di tegalan.Pada musim itu, mereka terpaksa
melalukan perumputan di lereng atas sejarak sekitar tiga-empat jam
perjalanan pergi-pulang.

5. Dampak Ekonomi Terhadap Pariwisata


Secara formal, para ahli membedakan dampak ekonomi yang
terjadi karena kegiatan pariwisata, terdiri dari Efek Langsung (Direct
Effects), Efek Tidak Langsung (Indirect Effects) dan Efek Induksi
(Induced Effects). Sementara itu, Efek Tidak Langsung dan Efek
Induksi kadang-kadang disebutnya sebagai Efek Sekunder (Secondary
Effects) yang menyertai Efek Langsung selaku Efek Primer (Primary
Effect). Dampak total ekonomi pariwisata merupakan jumlah
keseluruhan dampak yang terjadi baik langsung, tidak langsung
maupun induksi, yang masing-masing dapat diukur sebagai keluaran
bruto (gross output) atau penjualan (sales), penghasilan (income),
penempatan tenaga kerja (employment) dan nilai tambah (value
added).
a) Direct Effects
Perubahan produksi sehubugan dengan dampak langsung atas
perubahan belanja wisatawan. Misalnya, kenaikan jumlah
wisatawan yang menginap di hotel-hotel akan langsung
menghasilkan kenaikan penjualan di sektor perhotelan. Tambahan
Penjualan yang diterima hotel-hotel dan perubahan pembayaran
yang dilakukan hotel-hotel untuk upah dan gaji karyawan, pajak
dan kebutuhan barang dan jasa merupakan effek langsung (direct
effect) dari belanja wisatawan itu.

b) Indirect Effects
Perubahan produksi yang dihasilkan dari pembelanjaan berbagai
babak berikutnya dari penerimaan hotel kepada industri para

15
pemasoknya, yaitu pemasok barang dan jasa kepada hotel.
Misalnya, perubahan penjualan, lapangan kerja dan penghasilan
dalam industri linen (sprei, selimut, bed-cover, handuk, taplak
dsb.) adalah salah satu dari efek tidak langsung (indirect effect)
dari perubahan penjualan hotel. Usaha-usaha pemasok barang dan
jasa kepada perusahaan linen merupakan babak lain dari efek tidak
langsung, yang akhirnya tidak terlepas dari keterkaitan hotel
dengan banyak sektor ekonomi lainnya di daerah itu sampai pada
beberapa tingkat.

c) Induced Effects
Perubahan dalam kegiatan ekonomi yang terjadi karena belanja
rumah tangga dari penghasilan yang diperoleh langsung atau tidak
langsung dari belanja wisatawan. Misalnya, karyawan hotel dan
industri linen, yang ditunjang langsung atau tidak langsung oleh
adanya pariwisata, membelanjakan uang mereka di daerah
setempat untuk perumahan, makanan, angkutan dan serangkaian
kebutuhan barang dan jasa untuk rumah tangga. Maka penjualan,
penghasilan dan lapangan kerja yang dihasilkan oleh belanja rumah
tangga dari tambahan upah, gaji atau penghasilan pemilik
merupakan Efek Induksi (induced Effects).

Angka-angka yang digunakan merupakan angka yang lazim


dijumpai dalam penelitian dampak ekonomi pariwisata pada
umumnya.Masing-masing penelitian dapat menunjukkan angka-angka
yang berbeda dan mungkin lebih lengkap tergantung pada luas
lingkupnya. Penelitian yang lebih lengkap mungkin akan mengukur
juga sektor mana yang menerima dampak primer atau sekunder dan
mungkin juga mengungkapkan perbedaan tentang belanja serta
dampak dari sub-kelompok (market segment) wisatawan tertentu.
Penelitian lain dapat juga mengungkapkan dampak perpajakan dari
belanja wisatawan dengan menerapkan tingkat pajak daerah itu atas
perubahan penjualan dan penghasilan yang terkait. Selain itu, dampak
lainnya seperti konstruksi serta kegiatan pemerintah (lintas sektoral,
pusat dan daerah) yang berkaitan dengan pariwisata dapat juga
diperhitungkan.
Melalui efek tidak langsung dan efek induksi, perubahan belanja
wisatawan sebetulnya dapat mempengaruhi tiap sektor ekonomi
dengan berbagai jalan.Besaran efek sekunder tergantung pada
kecenderungan usaha dan rumah tangga di daerah tersebut untuk
membeli barang dan jasa dari pemasok lokal. Efek induksi akan
dirasakan, khususnya jika sebuah pemberi kerja menutup usahanya.
Bukan hanya industri penunjangnya yang menderita (indirect effect),
melainkan seluruh ekonomi setempat terkena dampaknya mengingat
berkurangnya penghasilan rumah tangga di daerah itu.Misalnya, toko-
toko eceran tutup, “kebocoran uang” ke luar daerah itu meningkat

16
karena penduduk pergi ke luar daerah untuk mencari barang dan jasa.
Dampak sebaliknya akan terjadi jika kenaikan penghasilan dan
lapangan kerja meningkat tajam.
Pemakai terakhir (Final demand) merupakan istilah yang acap
digunakan oleh para ekonom untuk penjualan kepada konsumen
terakhir.Nah, bagaimana dengan pariwisata?Pemakai terakhir barang
dan jasa pariwisata adalah rumah tangga, yaitu rumah tangga para
wisatawan, para karyawan, pegawai negeri, para pengusaha, para
petani, para peternak dsb.Demikian pula halnya belanja pemerintah
dinilai sebagai pemakai terakhir.

6. Dampak Bencana Terhadap Hilangnya Mata Pencaharian


Sebelum bencana, sebagian besar masyarakat Umbulharjo bekerja
sebagai peternak. Data dari Potensi Desa Umbulharjo menunjukkan
bahwa pada tahun 2008, jumlah penduduk yang bekerja sebagai
peternak adalah 2.520 orang atau sebesar 57,53% dari total penduduk
Desa Umbulharjo, sedangkan pada tahun 2011, setelah terjadi bencana,
masyarakat yang bekerja sebagai peternak hanya sebesar 327 orang
atau sebesar 6,99% dari jumlah penduduk Desa Umbulharjo secara
keseluruhan. Artinya jumlah peternak berkurang sebesar 2.193 orang
jika dibandingkan pada tahun 2008.
Penurunan jumlah peternak tersebut disebabkan oleh banyaknya
ternak yang menjadi korban erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010,
akan tetapi bukan hanya hal tersebut saja yang menjadi alasan.
Pemerintah sebenarnya telah berusaha untuk memberikan uang ganti
rugi pada ternak yang mati, yakni 8,5 juta untuk ternak induk, 5,5 juta
untuk ternak dara, dan 3,5 juta untuk ternak yang masih kecil.
Sebenarnya dengan uang tersebut bisa saja masyarakat kembali
membeli ternak dan kembali menjadi peternak, akan tetapi karena
dampak yang terjadi akibat bencana mencakup hampir seluruh aspek
kehidupan, maka sebagian besar masyarakat lebih memilih
menggunakan uang tersebut sebagai simpanan untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Oleh Chambers dan Conway (1991), strategi
bertahan hidup seperti ini disebut dengan strategi penyimpanan
(hoard), hal ini dilakukan agar masyarakat mampu mengatasi tekanan
yang terjadi pada kehidupannya.
Hal lain yang juga menyebabkan masyarakat kehilangan pekerjaan
adalah kondisi yang serba sulit dalam memelihara ternak di tempat
penampungan. Sebelum bencana, masyarakat peternak memiliki
kandang ternak di setiap rumahnya, namun kehancuran rumah
membuat masyarakat harus mengungsi.Di tempat pengungsian, kondisi
kandang komunal yang disediakan oleh pemerintah sangat tidak
mendukung.Luas kandang begitu sempit dan air sulit dicari untuk
memelihara ternak.Belum lagi sumber pakan ternak juga sulit

17
didapatkan akibat tidak adanya rumput yang tumbuh beberapa saat
pascabencana.Dengan demikian ternak yang masih hidup dijual.Hal ini
lah yang membuat peternak kehilangan pekerjaan meski ternaknya
tidak menjadi korban dalam erupsi Merapi 2010.

7. Estimasi Kerugian Ekonomi


Estimasi kerugian ekonomi yang dilakukan meliputi faktor
sumberdaya, yang terdiri dari lahan kebun hijauan dan jumlah ternak.
Faktor lain seperti tenaga kerja dan modal tidak diperhitungkan dalam
diperlukan.
Estimasi kerugian ekonomi pada usaha peternakan dilakukan
dengan perhitungan volume dan nilai masing-masing komoditas,
seperti jumlah ternak mati dan kebun hijauan pakan ternak yang rusak.
Komponen lain seperti sarana kandang dan alat-alat pendukung serta
SDM peternakan tidak diperhitungkan dalam kajian ini. Informasi
yang akurat tentang hal ini sulit diperoleh karena peternak masih
dalam kondisi yang tidak kondusif dan sebagian besar masih tinggal di
barak-barak pengungsian.Estimasi yang dilakukan mengacu kepada
jumlah ternak mati (sapi dan kerbau) berdasarkan komposisi
persentase ternak.Ternak domba dan kambingdiasumsikan 10%
mengalami kematian dari total ternakyang terancam. Nilai ekonomi
diestimasi berdasarkannilai yang berlaku saat pengamatan di lapang
danpenetapan harga dari pemerintah untuk ternak sapi dankerbau.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa kerugian terbesar dalam usaha
peternakan terjadi di wilayah Kabupaten Sleman, mencapai lebih dari
43 milyar.Hal ini disebabkan karena identifikasi ternak di wilayah ini
berjalan dengan sangat baik, sehingga semua komponen dapat
diestimasi kerugiannya. Estimasi kerugian ini berdasarkan jumlah
ternak yang mati, kerusakan kebun hijauan pakan ternak serta
menurunnya produksi susu selama 3 bulan. Kerugian-kerugian lain,
seperti kerusakan infrastruktur lembaga pemasaran susu berupa
peralatan mulai dari tingkat peternak sampai koperasi susu belum
diestimasi secara rinci. Estimasi kerugian ekonomi pada usaha
peternakan hampir mencapai Rp. 55 milyar, belum termasuk dengan
jumlah ternak yang telah dan akan dijual. Tidak dapat dipungkiri
bahwa pada kenyataannya banyak ternak sapi yang telah dijual oleh
peternak.Tim identifikasi melaporkan bahwa sampai dengan tanggal. 1
Desember 2010 tercatat sejumlah 83 ekor sapi potong dan 331 ekor
sapi perah telah dijual oleh peternak di Kabupaten Sleman. Selain
memang kondisi sapi yang sudah cukup parah akibat luka bakar,
pemeliharaan ternak di lokasi penampungan ternak sementara dan
berada di tempat pengungsian menjadi alasan lain bagi para peternak
yang telah dan ingin menjual ternaknya. Kerugian ekonomi akibat
erupsi gunung Merapi yang mengakibatkan ternak sapi yang sudah

18
terjual dan akan dijual oleh peternak. Informasi ini dilaporkan hanya
untuk ternak sapi potong dan sapi perah.
Estimasi total kerugian ekonomi pada usaha peternakan mencapai
Rp. 88,320 milyar di ke-4 kabupaten terdampak erupsi Merapi. Hal ini
mungkin saja merupakan nilai yang under estimate mengingat estimasi
berdasarkan informasi yang diperoleh dengan akurat dan terdapat
beberapa data yang tidak dilaporkan. Sebagai contoh, ternak domba
dan kambing yang cukup banyak ditemukan di lokasi penampungan
ternak sementara mengindikasikan bahwa mungkin juga banyak ternak
tersebut yang sudah dijual atas akan dijual oleh peternak. Namun, hal
ini tidak dilaporkan secara reguler dan tim identifikasi tidak
menginventarisir ternak lain selain sapi dan kerbau. Demikian pula
halnya, dengan komoditas ayam ras (pedaging dan petelur) yang
terdampak erupsi Merapi di wilayah selain Kabupaten Sleman.
Pernyataan pemerintah tentang penggantian ternaksapi dan kerbau
yang akan dijual mencapai sekitar Rp. 29,75milyar. Hal ini masih jauh
di bawah rencana alokasi anggaran pembelian ternak sebesar Rp. 100
milyar.Anggaran tersebut memang tidak dialokasikan seluruhnya
untuk pembelian ternak, namun juga untuk sarana pendukung lainnya
seperti pengadaan pakan, obat-obatan dan kandang relokasi
sementara.Pada kenyataannya juga bahwa tidak semua peternak
berkeinginan untuk menjual ternaknya.Pemerintah juga telah
menetapkan untuk mengganti ternak yang mati, bahkan Menteri
Pertanian juga menyatakan akam mengganti ternak yang mati, selain
sapi dan kerbau (KOMPAS, 2011).Hal ini menunjukkan
bahwidentifikasi perlu menggali kembali up datinginformasi untuk
pengumpulan data-data ternak selainsapi dan kerbau.
Estimasi kerugian ekonomi berdasarkansumberdaya petani yang
dimiliki meliputi lahan, tenagakerja dan modal tidak dapat dihitung
secarakeseluruhan. Kerugian karena lahan pertanian yangrusak akibat
tertutup abu vulkanik tidak akanmenghasilkan produksi untuk jangka
waktu yang relative cukup lama dan hal ini akan berdampak
terhadapterganggunya proses produksi. Tenaga kerja keluargajuga
mengalami dampak kerugian ini karena lapanganpekerjaan yang hilang
maupun tidak memperolehpenghasilan sebagai upah buruh
kerja.Pemerintahdiharapkan dapat menanggulangi upaya
operasionalyang bersifat koordinatif dalam bentuk kegiatanmitigasi
bencana dengan meminimalkan dampakbencana terhadap kehidupan
manusia.
Hal ini sesuaidengan ketentuan BNPB dalam pokok-
pokokkegiatannya sehingga kerugian jiwa dan material serta kerusakan
yang terjadi dapat segera diatasi melalui upaya mitigasi yang meliputi
kesiap-siagaan (preparedness) serta penyiapan kesiapan fisik,
kewaspadaan dan kemampuan (BNPB, 2008).Mengingat rumitnya
masalah pascabencana erupsi Merapi, maka program tanggap darurat
tersebut harus dikoordinasikan secara baik dan terencana dalam satu

19
wilayah. Penyelamatan nyawa manusia menjadi prioritas dalam
menangani kasus bencana alam, namun kenyataannya ternak di
wilayah terdampak erupsi Merapi menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam proses penyelamatan ini. Berbagai upaya mitigasi
dan adaptasi dalam subsektor peternakan dapat dilakukan, diantaranya
adalah pembangunan kandang-kandang sementara bagi ternak yang
dievakuasi dan dilengkapi dengan kebutuhan air dan pakan yang
memadai.BADAN LITBANG PERTANIAN (2010) telah
merekomendasikan untuk dapat disusun suatu standar operasional
prosedur dalam penanganan bencana alam termasuk erupsi gunung
berapi, bagi kegiatan usaha pertanian.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adanya bencana erupsi Gunung Merapi 2010 menimbulkan
dampak langsung maupun tidak langsung bagi lingkungan sekitar. Adapun
dampak langsung akibat erupsi Gunung Merapi antara lainperubahan lahan
yang sangat signifikan, terutama terkait dengan perubahan tata guna lahan
dan juga membawa dampak terhadap lahan yang terkena erupsi. Akibat
erupsi Gunung Merapi ratusan hektar lahan pertanian hancur dan ribuan
ternak mati. Kerusakan pada bidang peternakan dan pertanian ini diiringi
dengan menurunnya jumlah produksi komoditas unggulan, yakni susu,
sehingga mengindikasikan bahwa banyak peternak kehilangan pekerjaan.
Selain hal tersebut, uang ganti rugi tidak digunakan untuk membeli ternak,
kondisi tempat penampungan yang tidak mendukung serta kesulitan
mencari pakan ternak juga yang membuat peternak kehilangan pekerjaan.
Sedangkan dampak tidak langsung adanya erupsi Gunung Merapi
adalah hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat, gangguan
kesehatan yang berkepanjangan, dan masalah transportasi.
Namun, disamping itu adanya erupsi Gunung Merapi juga membawa
berkah bagi lingkungan, yaitu tanah sekitar menjadi subur, dan material
pasir Gunung Merapi dapat dimanfaatkan masyarakat untuk bahan
bangunan. Meski demikian, ternyata kerusakan wilayah akibat bencana
menjadi daya tarik wisata sehingga dibukalah Kawasan Wisata Volcano
Tour. Selain karena adanya daya tarik wisata, hal lain yang menjadi alasan
dibukanya Kawasan Wisata Volcano Tour adalah kemauan masyarakat

20
untuk berusaha bersama memulihkan kondisi ekonomi yang terpuruk
akibat bencana. Pembukaan Kawasan Wisata Volcano Tour ini terbukti
mampu memberikan peluang kerja bagi masyarakat.Dengan demikian,
alasan perubahan pekerjaan masyarakat di wilayah studi adalah hilangnya
pekerjaan masyarakat sebagai peternak dan terbukanya peluang kerja di
kawasan wisata Volcano Tour.Ada pun jenis-jenis pekerjaan yang ada di
kawasan wisata tersebut antara lain penjual makanan di warung, penjual
suvenir, penyedia jasa angkut ojek, motor trail, dan jeep, serta petugas
tiket dan parkir.
Meski mampu membantu masyarakat untuk pulih dari bencana,
namun daya tarik Kawasan Wisata Volcano Tour menunjukkan
kecenderungan menurun, terlihat dari jumlah pengunjung dan hasil
penjualan tiket yang semakin berkurang serta pemandangan kerusakan
yang semakin hilang. Dengan demikian dikhawatirkan bahwa kegiatan di
kawasan ini tidak akan berlanjut. Sampai saat ini belum ada dukungan
optimal dari pemerintah untuk mengembangkan kegiatan wisata.Padahal
kawasan Volcano Tour yang dikembangkan dapat menjadi suatu
penghidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat serta menciptakan
ketahanan sosial.
Kerugian ekonomi yang cukup besar akibat erupsi Gunung Merapi
terhadap usaha peternakan sudah selayaknya mendapat perhatian yang
serius dari pemerintah.Hal ini terkait dengan pelaku usaha yang hampir
seluruhnya adalah peternak rakyat. Estimasi total kerugian pada usaha
peternakan mencapai Rp. 88,320 milyar berdasarkan jumlah ternak mati,
ternak yang sudah dijual dan akan dijual, kerusakan kebun pakan ternak
dan menurunnya produksi susu. Program rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana pada usaha ini harus betul-betul menyentuh pada usaha
peternakan rakyat yang memerlukan waktu relatif cukup lama.Diperlukan
program jangka pendek, menengah dan panjang dalam upaya memulihkan
kehidupan peternak berdasarkan lokasi tempat tinggal peternak dalam
kawasan rawan bencana.
Kerugian ekonomi yang cukup besar akibat erupsi Merapi terhadap
usaha peternakan sudah selayaknya mendapat perhatian yang serius dari
pemerintah.Hal ini terkait dengan pelaku usaha yang hampir seluruhnya
adalah peternak rakyat. Estimasi total kerugian pada usaha peternakan
mencapai Rp. 88,320 milyar berdasarkan jumlah ternak mati, ternak yang
sudah dijual dan akan dijual, kerusakan kebun pakan ternak dan
menurunnya produksi susu. Program rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana pada usaha ini harus betul-betul menyentuh pada usaha
peternakan rakyat yang memerlukan waktu relatif cukup lama.Diperlukan

21
program jangka pendek, menengah dan panjang dalam upaya memulihkan
kehidupan peternak berdasarkan lokasi tempat tinggal peternak dalam
kawasan rawan bencana.
Program jangka pendek menengah bagi peternak di wilayah KRB I
dan II meliputi pemulihan kondisi ternak dengan pemberian pakan cukup
dan penyembuhan luka bakar, terutama di bagian ambing.Penanaman
hijauan pakan ternak perlu ditingkatkan dengan memanfaatkan lahan-lahan
kosong dan pematang sawah untuk membantu terjaminnya pasokan
hijauan pakan.Pengadaan bantuan pakan konsentrat untuk sapi perah
sangat diperlukan karena kondisi peternak yang belum pulih sepenuhnya
dalam menata kehidupan sehari-hari.Hal tersebut bagi peternak di wilayah
KRB III perlu didorong untuk memperbaiki kondisi kandang
penampungan ternak sementara. Bantuan kandang dengan rancangan
knock down sangat diharapkan mengingat kandang ini dapat dipergunakan
kembali saat peternak kembali ke lokasi asal, ataupun di tempat relokasi
yang baru.
Program jangka menengah bagi peternak di wilayah KRB III dapat
dicarikan peluang alternative dengan usaha peternakan lainnya, seperti
ayam ras pedaging.Hal ini diharapkan dapat menjadi alternative usaha
yang dapat memberikan penghasilan bulanan karena masa panen sekitar 35
hari per periode pemeliharaan. Pola kemitraan inti-plasma dapat dibangun
dan difasilitasi oleh pemerintah daerah dengan melibatkan lembaga
pembiayaan, seperti perbankan maupun danacorporate social
responsibility perusahaan inti.
Program jangka panjang diutamakan untuk peternak sapi perah di
KRB III dengan perbaikan infrastruktur kelembagaan koperasi susu
melalui program padat karya. Perlu dikaji mekanisme beban kredit yang
saat ini ditanggung oleh peternak, utamanya bagi koperasi yang baru saja
menerima kredit seperti kredit usaha pembibitan sapi (KUPS) dan
sebagian besar sapinya terdampak bencana Merapi.Mekanisme pengadaan
kredit ketahanan pangan dan energi (KKPE) dengan bunga ringan untuk
pemulihan usaha peternakan perlu diakselerasi guna memperbaiki
perekonomian peternak.

22
B. Saran
Peran pemerintah dalam mengenali tanda-tanda bencana perlu
diperkuat agar dapat memberikan pengarahan kepada masyarakat dalam
evakuasi.BNPB dan BPBD selaku lembaga yang berfungsi dalam
perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi serta pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana diharapkan dapat bertindak secara cepat, tepat,
efektif dan efisien dalam meminimalisir bencana.Koordinasi dengan
lembaga terkait terutama Dinas Kesehatan sangat diperlukan untuk
mengurangi dampak kesehatan yang dialami masyarakat.Demikian juga,
koordinasi dengan lembaga lainnya seperti Badan Lingkungan Hidup,
Palang Merah Indonesia serta LSM diperlukan untuk penanganan dampak
yang lebih lanjut.
Selain itu, juga diperlukan penanganan pasca erupsi yang bertujuan
untuk meminimalisir adanya kerusakan lanjut akibat adanya erupsi
Gunung Merapi. Hal yang dapat dilakukan antara lain:
a. Melakukan evakuasi terhadap masyarakat yang terkena erupsi Gunung
Merapi.
b. Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan.
c. Mengidentifikasi daerah yang terancam bencana.
d. Memberikan saran penanggulangan bencana.
e. Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang.
f. Memperbaiki fasilitas yang rusak.
g. Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun.
h. Melanjutkan pemantauan secara berkesinambungan.
i. Melakukan perbaikan infrakstruktur yang rusak.

Karena sesungguhnya tidak ada pengetahuan yang bisa mengontrol


kemauan alam, termasuk mengatur Merapi. Hanya Merapi itu sendirilah
yang tau apa yang akan terjadi pada dirinya dari waktu ke waktu. Toh
demikian, alam masih berbaik hati dengan menyampaikan pesan-pesannya
kepada manusia setiap kali dirinya akan menggeliat.
Masalahnya, manusia (modern) sering kurang tanggap dengan
pesan-pesan yang disampaikan oleh alam, bahkan cenderung
mengabaikannya.Tetapi tidak demikian halnya dengan masyarakat yang
tinggal di lereng-lereng.Mereka punya sistem kepercayaan sendiri
mengenai lingkungan alam yang diwariskan secara turun menurun.Mereka
percaya bahwa hal terpenting dalam lingkungan orang desa disekitar
merapi dengan lingkungan adalah sarana kehidupan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adger, N. (2003). Social Capital, Collective Action, and Adaptation to


Climate Change. Economic Geography, Vol. 79, No. 4 , 387-404
BADAN LITBANG PERTANIAN. 2010. Laporan Hasil Kajian Singkat
(Quick Assessment): Dampak Erupsi Gunung Merapi di Sektor
Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian.
Bappenas. (2011). Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Erupsi
Gunung Merapi Provinsi DIY dan Jawa Tengah Tahun 2011-2013
Chambers, R., & Conway, G. (1991).Sustainable Rural Livelihood:
Practical Concepts for 21st Century. IDS Discussion Paper 296 , 1-
29.
Harjito, D. A. (2011).Recovery Pengembangan Wisata Bencana
Pascaerupsi. Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi:
Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat
Pascabencana , 172-181.
Inskeep, E. (1991). Tourism Planning, An Integrated And Sustainable
Approach. New York: Van.
International Recovery Platform(IRP). (2009). Supporting Livelihood in
Disaster Recovery. Knowledge for Recovery Series Info Kit
Livelihoods 2
Kelman, I., & Mather, T. A. (2008).Living with Volcanoes: The Sustainable
Livelihoods Approach for Volcano Related Opportunities. Journal of
Volcanology and Geothermal Research 172 , 189–198.
Mill, R.C. and A.M. Morrison. (1985), The Tourism System: An Introductory
Text, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
Miller, C.D., 1985, Holocene eruptions at the Inyo volcanic chain,
California-implications for possible eruptions in the Long Valley
caldera: Geology, v. 13, p.14-17.
Petford, N., & al, e. (2010).On the Economics and Social Typology of
Volcano Tourism with Special Reference to Montserrat, West Indies.
Dalam P. Ertfud-Cooper, & M. Cooper, Volcano and geothermal
tourism : Sustainable Geo-resources for Leisure and Recreation (hal.
85-93).

http://princesshaa.blogspot.co.id/2013/01/dampak-ekonomi-pariwisata-
paska-erupsi.html

viii
http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/viewFile/9
59/968
http://ilmu-perpustakaan.blogspot.co.id/2011/12/dampak-letusan-gunung-
merapi-terhadap.html
http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-
Anastasia.pdf
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/en/berita-terbaru-
topmenu-58/968-meraapi

ix
LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

Nama : Haris Wahyu Hermanto


Agama : Islam
Tempat,tanggal lahir : Cirebon,6 Agustus 2002
Riwayat Pendidikan : SDN Kebon Baru 3
SMP Negeri 6 Cirebon
SMA Negeri 6 Cirebon
Hobi : Membaca Buku
Status : Anak ke-1 dari 2 bersaudara
Cita-cita : Pembisnis
Email : Hariswh0608@yahoo.co.id
Facebook : Haris Hermanto

Anda mungkin juga menyukai