Anda di halaman 1dari 6

PUISI KONTEMPORER

HARAPAN TENGAH MALAM

Malam yang melelapkan


Umat sedang diselimuti mimpi
Mataku terjaga dengan penuh Tanya
Apa yang hendak kulakukan ?
Malam yang melelapkan
Kusucikan diriku dengan air dari surga
Air yang memancarkan cahaya dari
Wajah yang basah penuh dosa
Malam yang melelapkan
Tuhan kusembah engkau dengan cinta
Hendaklah dosa ini kau hapus
Dengan air mata penuh taubat
Taubatan Nasuha
Tuhan terimalah harapanku di tengah malam
Karya : DzulIkram

Sang Surya

Sang Surya,
Pagi ini engkau tertutup mendung
Tak terlihat secerah sinarmu
Tapi mereka tahu dimana dirimu
Sang Surya,
Kehadiranmu sangat dinantikan
Mereka ingin kau dating membantunya
Memberi kehidupan lewat sinar yang kamu pancarkan
Sang Surya,
Dengan sinarmu dedaunan dapat berfotosintesa
Hewan dapat mengahngatkan tubuhnya
Manusia dapat mempertahankan hidupnya
Karya : Nitha

Jembatan Ampera

Malam ini
Aku bergembira
Berada di atas Jembatan Ampera
Jembatan yang megah terkenal di Indonesia
Pemandangan malam
Sungguh indah menawan
Terlihat lampu lampu elayan berjalan
Di sungai Musi mereka mencari ikan
Suasana itu
Menggoncang jiwaku
Mengajakku lebih
Mensyukuri karunia Ilahi
Rasanya
Aku tak ingin pulang
Aku ingin menghabiskan hari libur di sini
Di atas Jembatan Ampera yang indah ini

Siapa Bilang Ia Pahlawan

Siapa Bilang Ia Pahlawan


Kalau belajar saja tak mau
Siapa Bilang Ia Pahlawan
Kalau membantu ibu pun enggan
Siapa Bilang Ia Pahlawan
Kalau suka berbohong
Siapa Bilang Ia Pahlawan
Kalau suka menyakiti hati teman
Siapa Bilang Ia Pahlawan
Kalau suka mengajak teman berbuat cela
Siapa Bilang Ia Pahlawan
Kalau suka mendendam
Siapa Bilang Ia Pahlawan
Kalau tak sayang pada sesame
Pahlawan tak butuh pujian
Pahlawan tak pernah menyebut dirinya pahlawan
Karya : Dian

SUNGAI

Saat kupandang engkau


Terlihat keagungan Tuhan
Engkau mengalir dengan indah
Engkau mengalir dengan jernih
Sayang kini kau tak seindah dulu
Banyak kotoran dan sampah
Menggunung dan menumpuk
Semua ini ulah siapa?
Aku ingin engkau kembali
Kembali seperti yang dulu
Bersih, indah dan jernih
Mengalir dengan deras
Mengalir seperti permata
Karya : Jefta

Duhai Penari Kecil

Malam itu
Aku begitu terkesan
Melihat penampilanmu di panggung
Dengan selendang di pinggangmu
Kau menari dengan lemah gemulai
Malam itu
Kau begitu menawan
Menawan setiap orang yang menontonmu menari
Tepuk tangan bergemuruh
Ketika kau menari
Rasanya
Aku ingin sepertimu
Duhai penari kecil
Meskipun usiamu masih dini
Tapi kau telah ikut melestarikan kebudayaan negri ini
Karya : Nita

HERMAN

herman tak bisa pijak di bumi tak bisa malam di bulan


tak bisa hangat di matari tak bisa teduh di tubuh
tak bisa biru di lazuardi tak bisa tunggu di tanah
tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan
tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut di mulut
tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa

di mana herman? kau tahu?


tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng!

Sutardji Calzoum Bachri, O AMUK KAPAK ,1981 1


IDUL FITRI

Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia-sia
Telah kulaksanakan puasa ramdhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nunu Ka'bah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

Maka aku girang-girangkan hatiku


Aku bilang: Tardji rindu yang kau wudhukan setiap malam Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si
bandel Tardji ini sekali merindu Takkan pernah melupa Takkan kulupa janjiNya Bagi yang merindu insya-
Allah kan
ada mustajab Cinta

Maka walau tak jumpa denganNya


Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesiasiaan pada usia lama yang lalai
berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini


ngebut di jalan lurus Jangan kau depakkan lagi aku ke trotoir tempat usia lalaiku menenggak arak di warung
dunia
Kau biarkan aku menenggak marak cahayaMu di ujung usia

O usia lalai yang berkepanjangan


yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus Tuhan jangan Kau depakkan lagi aku di trotoir tempat dulu
aku
menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini


Kukenakan zirah la ilaha illallah aku pakai sepatu siratal mustaqiem akupun lurus menuju lapangan tempat
shlat ied
Aku bawa masjid dalam diriku Kuhamparkan di lapangan Kutegakkan shalat dan kurayakan kelahiran
kembali di sana

MANTERA

lima percik mawar


tujuh sayap merpati
sesayat langit perih
dicabik puncak gunung
sebelas duri sepi
dalam dupa rupa
tiga menyan luka
mengasapi duka

puah!
kau jadi Kau!
Kasihku
BATU

batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu jarum
batu bisu
kaukah itu
teka
teki
yang
tak menepati janji?

Dengan seribu gunung langit tak runtuh dengan seribu perawan


hati tak jatuh dengan seribu sibuk sepi tak mati dengan seribu
beringin ingin tak teduh. Dengan siapa aku mengeluh?
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai mengapa
gunung harus meletus sedang langit tak sampai mengapa peluk
diketatkan sedang hati tak sampai mengapa tangan melambai sedang
lambai tak sampai. Kau tahu?

batu risau
batu pukau
batu Kau-ku
batu sepi
batu ngilu
batu bisu
kaukah itu
teka
teki
yang
tak menepati
janji?

SATU

kuterjemahkan tubuhku ke dalam tubuhmu


ke dalam rambutmu kuterjemahkan rambutku
jika tanganmu tak bisa bilang tanganku
kuterjemahkan tanganku ke dalam tanganmu
jika lidahmu tak bisa mengucap lidahku
kuterjemahkan lidahku ke dalam lidahmu
aku terjemahkan jemariku ke dalam jemarimu
jika jari jemarimu tak bisa memetikku
ke dalam darahmu kuterjemahkan darahku
kalau darahmu tak bisa mengucap darahku
jika ususmu belum bisa mencerna ususku
kuterjemahkan ususku ke dalam ususmu
kalau kelaminmu belum bilang kelaminku
aku terjemahkan kelaminku ke dalam kelaminmu

daging kita satu arwah kita satu


walau masing jauh
yang tertusuk padamu berdarah padaku

Anda mungkin juga menyukai