Makalah Marsinah
Makalah Marsinah
DISUSUN OLEH:
KELAS XI MIPA 2
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia
itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan
kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia
manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak
asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain,
atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Salah satu kasus yang mencoreng latar belakang Indonesia dalam hal
HAM dan demokrasi adalah kematian seorang pekerja perempuan bernama
Marsinah pada tahun 1993. Kasus Kematian Marsinah yang akan kami kaji tidak
lepas dari perkara hak asasi manusia dan hak demokrasi. Kasus ini
mencerminkan tantangan serius yang dihadapi oleh negara dalam menjaga HAM
dan demokrasi di tengah perjalanan demokrasi yang masih muda.
Alasan kami memilih kasus ini untuk dikaji atau diulas karena kasus
Marsinah menjadi salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang belum
terpecahkan. Kasus ini telah disebut dalam kajian lembaga International Labour
Organization. Marsinah juga mendapat penghargaan karena peruangannya dalam
membela hak-hak pekerja (buruh). Kasus ini terbilang menarik karena terjadi
pada masa kepemimpinan Soeharto yang terkenal dengan sistem
pemerintahannya yang otoriter.
1. Siapa Marsinah?
2.1.1 Marsinah
Marsinah (10 April 1969 – 8 Mei 1993) adalah seorang aktivis dan buruh
pabrik pada masa Orde Baru, bekerja pada PT Catur Putra Surya
(CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan
terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya
ditemukan di hutan yang berada di Wilangan dengan tanda-tanda bekas
penyiksaan berat.
Marsinah adalah seorang buruh pabrik yang bekerja di PT. Catur Putra Surya
Porong, Sidoarjo dan juga aktivis pada Zaman Pemerintahan Orde Baru. Beliau
bernama lengkap Marsinah, wanita kelahiran Nganjuk Jawa Timur 10 April 1969.
Sejak usianya menginjak 3 tahun, ibu Marsinah meninggal dunia sehingga ia
diasuh oleh neneknya yang bernama Pu'irah dan tinggal bersama bibinya yang
bernama Sini di Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah menempuh
pendidikan sekolah dasarnya di SD Karangasem 189 melanjutkan pendidikannya
di SMPN 5 Nganjuk dengan mondok di SMA Muhammadiyah Kota Nganjuk.
Menginjak dewasa di akhir hidupnya Marsinah sedang bekerja sebagai buruh
pabrik di PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo dan juga aktivis pada Zaman
Pemerintahan Orde Baru. Marsinah diculik dan kemudian ditemukan sudah
terbunuh pada tanggal 8 Mei 1993 setelah 3 hari menghilang. Mayatnya
ditemukan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
2.1.2 Kronologi Kejadian
2. Pada tanggal 3 Mei 1993, buruh PT Catur Putra Surya shift 1 sampai
dengan shift 3 mogok kerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun
tangan mencegah aksi buruh.
3. Pada tanggal 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12
tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per
hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan
bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Hal itu tercatat dalam penelitian iyut Qurniasari dan 1.G. Krisnadi yang
termuat di Jurnal Publika Budaya Universitas Jember berjudul "Konspirasi
Politik dalam Kematian Marsinah di Porong Sidoarjo Tahun 1993-1995"
Sembilan terdakwa dibebaskan, tapi siapa pembunuh Marsinah hingga kini tak
pernah diungkap pengadilan. "Persidangan dimaksudkan untuk mengaburkan
militer tanggung jawab atas pembunuhan itu," tulis Amnesty Internasional dalam
laporannya, Indonesia: Kekuasaan dan Impunitas: Hak Asasi Manusia di bawah
Orde Baru. Trimoelja D Soerjadi, pengacara Marsinah, menuturkan, semua
terdakwa secara bengis disiksa dan dianiaya. Intervensi militer itu adalah
"Pengalaman yang getir, menyakitkan dan paling mengerikan serta menakutkan,"
kata Soerjadi saat menerima Yap Thiam Hien Award untuk Marsinah di Jakarta
pada 10 Desember 1994.
Dalam kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat karena terdapat unsur
yang memunculkan pelanggaran HAM berat yakni pasal 9 UU No 26 Tahun
2000 unsur kejahatan manusia dan juga mengandung unsur pelanggaran hak
asasi manusia. Dasar hukum yang dilanggar pada sila ke-2 yaitu "kemanusiaan
yang adil dan beradab". Didalamnya terdapat tindak kejahatan seperti
pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan. Dan penganiayaan
terhadap seseorang atau kelompok yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin yang telah diakui universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
Maka dari itu Tim United States Trade Representative (USTR), suatu
perkumpulan yang biasa menangani pelayanan GSP, tanggal 24 September
1993 berkunjung di Surabaya mengatakan turut prihatin karena penaggulangan
masalah tindak pidana Marsinah memakan waktu lama. Adanya tekanan itu
menimbulkan keresahan sehingga pemerintah kita membuat Tim Terpadu
dengan tujuan menyelidiki kematian buruh Marsinah. Tanggal 30 September
1993 Tim Terpadu berhasil ditetapkan dan dikepalai Kadit Serse Polda
Jawa Timur Kol Pol Drs. Engkesman R. Hillep. Satgas tersebut menyelidiki
142 saksi terhadap siapa saja yang tahu mengenai peristiwa besar ini.
Selanjutnya, pria berpangkat kolonel polisi mengungkapkan telah
memperoleh petunjuk sehingga dapat dipastikan beliau sudah bisa
menjaring para tersangka. Selanjutnya dari penjelasan 142 saksi, pelaku
pembunuhan diduga kuat merupakan orang yang mempunyai PT. CPS serta
kedelapan pekerjanya.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Marsinah
https://www.researchgate.net/publication/
348547879_ANALISIS_PELANGGARAN_HAM_BERAT_STUDI_KA
SUS_PEMBUNUHAN_MARSINAH
https://bemu.umm.ac.id/id/berita/menolak-lupa-30-tahun-kematian-marsinah.html
https://www.youtube.com/watch?v=GmOMxis2p2c