Disusun Oleh :
Kelompok C
Tia Elvira (1911312031)
Hilma Sari (1911312034)
Salshabila (1811312037)
Fadila Ramani (1911312040)
Berliana Putri (1911312043)
Cintia Adinda Putri (1911312046)
Jihan Azzah Hanifah (1911312049)
Saskia Putri Maharani (1911312052)
Qusyaivi Annisa Ratu (1911312058)
Radha Vestika Utama (1911312061)
Puja Juniza (1911312064)
Selva Oktaviani (1911312067)
Jamaliatin Nisa (1911313003)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tercurahkan
kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Eliminasi Urin” ini dapat
terselesaikan dengan baik karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak.Penulis menyadari
bahwa penulisan dari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.Penulis berharap makalah ini memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi
pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................................2
Daftar Isi.........................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................4
C. TUJUAN .............................................................................................................................5
BAB 2 ISI........................................................................................................................................6
A. PENGEERTIAN MIKSI.....................................................................................................6
A. Kesimpulan........................................................................................................................26
B. Saran..................................................................................................................................26
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari miksi?
2. Apa saja sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi urin?
3. Bagaimana proses berkemih?
4. Apa saja komposisi urin?
5. Apa ciri ciri urin normal?
6. Apa faktor-faktor yang mempangaruhi proses berkemih?
7. Apa permasalahan yang berhubungan dengan kebutuhan eliminasi urine?
8. Bagaimana ASKEP yang dilakukan terhadap masalah kebutuhan eliminasi urine?
4
C. TUJUAN MAKALAH
1. Menjelaskan pengertian dari miksi
2. Menjelaskan apa saja sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi urin
3. Menjelaskan proses berkemih
4. Menjelaskanapa saja komposisi urin
5. Menjelaskanapa ciri ciri urin normal
6. Menjelaskanapa faktor-faktor yang mempangaruhi proses berkemih
7. Menjelaskanapa permasalahan yang berhubungan dengan kebutuhan eliminasi
urine
8. Menjelaskanbagaimana ASKEP yang dilakukan terhadap masalah kebutuhan
eliminasi urine
5
BAB II
ISI
A. PENGEERTIAN MIKSI
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung
kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai
ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini
bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
6
akandibuang sebagai urin. Sekitar 90% filtrat diabsorpsi kembali kedalam plasma,
dan 1% sisanya dieksresikan sebagai urin (Potter & Perry, 2005).
2. Ureter
Ureter meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan
mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis
renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter merupakan struktur
tubular yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang
dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung
kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureterovesikalis.Urin keluar
dari ureter ke kandung kemih umumnya steril (Potter & Perry, 2005).
Gerakan peristaltik menyebabkan urin masuk ke dalam kandung kemih dalam
bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap.Ureter masuk ke dalam
dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring.Pengaturan ini dalam kondisi
normal mencegah refluks urin dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi
(proses berkemih) dengan menekan ureter pada sambungan ureterovesikalis
(sambungan ureter dengan kandung kemih) (Potter & Perry, 2005).
3. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi, tersusun
atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin dan merupakan organ
eksresi.Apabila kosong, kandung kemih berada di dalam rongga panggul di belakang
simfisis pubis (Potter & Perry, 2005).
Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin. Tekanan di dalam
kandung kemih biasanya rendah walaupun sedang terisi sebagian, sehingga hal ini
melindungi dari bahaya infeksi (Potter & Perry, 2005).
Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang sampai ke
atas simfisis pubis.Kandung kemih yang mengalami distensi maksimal dapat
mencapai umbilikus.Pada waktu hamil, janin mendorong kandung kemih sehingga
menimbulkan perasaan penuh dan mengurangi daya tampung kandung kemih.Hal ini
dapat terjadi baik pada trimester pertama maupun trimester ketiga (Potter & Perry,
2005).
4. Uretra
7
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra.Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat
urin bebas dari bakteri.Membran mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra
mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan
membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri.Lapisan otot polos yang
tebal mengelilingi uretra (Potter & Perry, 2005).
Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm. Sfingter uretra eksterna
yang terletak di sekitar setengah bagian bawah uretra, memungkinkan aliran volunter
urin. Panjang uretra yang pendek padawanita menjadi faktor predisposisi untuk
mengalami infeksi.Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah
perineum.Pada wanita meatus uretra urinarius (lubang) terletak di antara labia minora,
diatas vagina dan dibawah klitoris (Potter & Perry, 2005).
C. PROSES BERKEMIH
Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis.
Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini
disebabkan oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih sampai reseptor
pada uretra posterior ketika mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih
tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih ke segmen sakral medula spinalis
melalui nervus pelvikus kemudian secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui
syaraf parasimpatis (Syaifuddin, 2001).
Berkemih pada dasarnya merupakan reflek spinal yang akan difasilitasi dan
dihambat oleh pusat-pusat susunan syaraf yang lebih tinggi. Urin yang memasuki
kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai terisi penuh. Pada
kandung kemih ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi organ tersebut,
tetapi jari-jaripun bertambah, oleh karena itu peningkatan tekanan hanya akan sedikit
saja, sampai organ tersebut relatif penuh. Selama proses berkemih otot-otot perinium dan
sfingter uretra eksterna relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urin akan mengalir
melalui uretra. Kontraksi otot-otot perinium dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara
8
volunter, sehingga mencegah urin mengalir melewati uretra atau menghentikan aliran
urin saat sedang berkemih (Guyton, 2006).
Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi penuh.
Proses miksi terdiri dari dua langkah utama:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat
diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. Terjadinya
distensi atau peningkatan tegangan pada kandung kemih mencetuskan refleks I
yang menghasilkan kontraksi kandung kemih dan refleks V yang menyebabkan
relaksasi uretra.
2. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya menimbulkan
kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal uretra mengalirkan
urin maka akan mengaktifkan refleks II yang akan menghasilkan kontraksi
kandung kemih dan IV sehingga stingfer eksternal dan uretra akan berelaksasi,
sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi pada uretra yang bisa disebabkan
karena sumbatan, atau kelemahan sfingter uretra maka akan mengaktifkan refleks
III, sehingga kontraksi kandung kemih melemah.
Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat autonomik,
tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak.Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah
berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan membuat kontraksi tonik
terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik
untuk berkemih.Jika sudah tiba saat berkemih, pusat cortical dapat merangsang pusat
berkemih sacral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu yang
bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih
dapat terjadi (Guyton, 2006).
Pada kondisi tertentu, proses berkemih tidak dapat terjadi secara normal, oleh
karenanya diperlukan tindakan khusus untuk tetap dapat mengeluarkan urin dari kandung
kemih, yaitu dengan pemasangan kateter.Pola eliminasi urin sangat tergantung pada
individu, biasanya berkemih setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya dalam
sehari sekitar lima kali. Jumlah urin yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan,
9
dan status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 sampai 1500 ml per hari atau 150-
600 ml per sekali berkemih.
D. KOMPOSISI URIN
Komposisi urin yang paling utama adalah terdiri dari air,urin pada kondisi
normal unumnya mengandung 90% air. Kandungan lain urea,asam urat dan ammonia
yang merupakan zat sisa dari pembongkaran protein,zat warna empedu yang membuat
warna urin kita menjadi kuning,bermacam-macam garam/ NaCl,dan terdapat beberapa
zat yang beracun (Rahmat,2015).
Jumlah urin normal rata-rata 1-2 liter sehari,tetapi berbeda-beda sesuai jumlah
cairan yang dimasukan. Banyak nya bertambah pula bila terlampau banyak protein yang
dimakan,sehingga tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk melarutkan urea. Urin
normal berwarna bening orange pucat tanpa endapan, baunya tajam,reaksinya sedikit
asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6, berat jenisnya berkisar dari 1.010 sampai
1.025 (Pearce.E.C,2009).
10
berkembang hingga umur 35-40 tahun. Menjelang umur 50 tahun, ukuran dan fungsi
ginjal mulai menurun. Pada usia lansia, mulai tidak dapat mengatur toileting lagi dan
beresiko akan infeksi saluran urinaria.
2. Psikososial
Kondisi individu akan mempengaruhi micturition reflex. Hal ini diakibatkan oleh
ansietas dan tekanan yang tidak dapat merelaksasikan abdomen, otot perineal, dan
spincter eksternal sehingga proses berkemih tidak dapat dikontrol.
3. Asupan cairan dan nutrisi
Beberapa cairan, seperti alcohol dan kafein, akan meningkatkan pengeluaran urin.
Lain halnya dengan makanan dengan sodium tinggi akan mengurangi pengeluaran
urin. Lalu, ada beberapa makanan yang dapat mengubah warna urin, seperti makanan
dengan karotin dapat membuat urin terlihat lebih kuning dari biasanya.
4. Obat-obatan.
Contohnya obat diuretics yang dapat meningkatkan produksi urin
5. Kondisi patologi
Hal ini dapat menyebabkan penurunan kerja ginjal dan sistem urinaria.Adapun
faktor yang lain, diantaranya:
a. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan didalam urinaria sehingga mempengaruhi
ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
b. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
elliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianya fasilitas toilet.
c. Stres Psikologis
Meningkatnya stress dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk berkemih
dan jumlah urin yang diproduksi.
6. Tingkat aktivitas
11
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter.Hilagnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
7. Kebiasaan seseorang
Seseorang memiliki kebiasaan berkemih mengalami kesulitan untuk berkemih
dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
8. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan pemberian obat anestesi,
menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat mempengaruhi jumlah produksi urine.
9. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,
khususnya prosedur-prosedur yang berkebutuhan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti IVY(intra venus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah
asupan sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu, tindakan sistoskopi dapat
menimbulkan edema local pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.
1. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.Hal ini
menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.Dalam keadaan distensi,
vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine.Tanda klinis
retensi:
ketidaknyamanan daerah pubis
distensi vesika urinaria
ketidak sanggupan untuk berkemih
sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)
ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
12
meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
Penyebab:
operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
trauma sum sum tulang belakng
tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah
sphincter yang kuat
sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
2. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab
dari inkontinensia urine adalah proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta
penuaaan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik. Inkotinensia terdiri atas:
a) Inkotinensia Dorongan : Merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluaran urine tanpa sadar,terjadi segera setelah merasa
dorongan yang kuat untuk berkemih.
Tanda-tanda inkotinensia dorongan:
Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)
Sepasme kandung kemih
Kemungkinan penyebab
13
b) Inkontinensia total : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab:
Dispungsi neurologis
Kontraksi independent dan refleks detrusor karena pembedahan
Trauma atau penyakit yang mempengaruhi syaraf medula spinalis
Fistula
Neuropati
Tanda-tanda inkontinensial total:
Aliran konstant yang terjadi pada saat tidak diperkirakan
Tidak ada distensi kandung kemih
Nocturia
Pengobatan inkontinensia tidak berhasil
c) Inkontinensia stress : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan
abdomen.
Kemungkinan penyebab:
Perubahan degeneratif pada otot pelfis dan struktur penunjang
yang berhubungan dengan penuaan.
Tekanan intra abdominal tinggi (obesitas)
Distensi kandung kemih
Otot pelfis dan struktur penunjang lemah
Tanda-tanda inkontensia setres:
Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
Adanya dorongan berkemih
Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
d) Inkotinensia Refleks : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang tidak dirasakan<terjadi pada interval yang dapat
diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
Kemungkinan penyebab:
14
erusakan neurologis (lesi medula spinalis)
Tanda-tanda Inkontinensia refleks:
Tidak ada dorongan berkemih.
Merasa bahwa kandung kemih penuh.
Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak di hambat pada
interval teratur.
e) Inkontinensial fugsional : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami
pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab:
Kerusakan neurologis(lesi medula sepinalis)
Tanda-tanda inkontinensial fungsional:
Adanya dorongan untuk berkemih
Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak
mampu mengontrol sphincter eksternal.Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau
otang jompo.Umumnya enuresis terjadi pada malam hari.
Faktor penyebab:
Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal
Vesika urinaria peka ransang, dan seterusnya tidak dapat menampung
urine dalam jumlah besar
Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah
Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neorologis sistem perkemihan
Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral
Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
4. Ureterotomi
Uretrotomi adalah prosedur medis untuk menangani penyempitan
uretra.Penyempitan biasa disebabkan oleh jaringan parut yang terbentuk akibat iritasi,
15
infeksi, atau cedera. Ini dapat menyebabkan keinginan untuk buang air kecil lebih
sering, keinginan mendadak untuk buang air kecil,dan laju urin melambat
7. Anuria
16
dan pembuangan limbah tubuh yang tidak lagi dibutuhkan.Normalnya, orang dewasa
dapat menghasilkan 1.000-2.000 ml urine dalam sehari. Sedangkan seseorang akan
dikatakan memiliki anuria jika hanya mampu memproduksi kurang dari 500 ml urine
per hari.
1. Pengkajian Keperawatan.
Frekuensi berkemih.
Urgensi.
Disturia.
Poliuria.
Keadaan produksi urine yang abnormal dalam jumlah besar tanpa adanya
peningkatan asupan cairan.
Urinaria Supresi.
17
Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Secara normal,
produksi urine oleh ginjal pada orang dewasa memiliki kecepatan 60-
120ml/jam (720-1440ml/hari)
Volume urine.
No Usia Jumlah/hari
18
No Keadaan Normal Interpretasi
19
sementara.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan :
Ketidakmampuan saluran kemih akibat anomaly saluran urinaria.
Penurunan kapasitas/iritasi kandung kemih akibat penyakit.
Kerusakan pada saluran kemih.
Efek pembedahan saluran kemih.
Hambatan lingkungan ke kamar mandi.
b. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan :
Kerusakan mobilitas.
Hambatan lingkungan.
Kehilangan kemampuan motoris dan sensoris (lansia).
c. Inkontinensia refleks berhubungan dengan :
Gagalnya konduksi rangsangan di atas tingkatan arkus refleks akibat cedera pada
medulla spinalis.
d. Inkontinensia stress berhubungan dengan :
Penurunan tonus otot (pada lansia)
Ketidakmampuan kandung kemih mengeluarkan urine akibat kelainan
kongenital.
e. Inkonteninsia total berhubungan dengan :
Defisit komunikasi/persepsi.
f. Inkontinensia dorongan berhubungan dengan :’
Penurunan kapasitas kandung kemih akibat penyakit infeksi, trauma,
faktor penuaan dll.
Iritasi pada reseptor peregang kandung kemih akibat penggunaan alkhohol
dll.
20
g. Retensi urine berhubungan dengan :
Adanya hambatan pada afingter akibat penyakit struktur, BPH, dll.
Strss/ketidaknyamanan.
h. Perubahan body image berhubungan dengan inkontinensia, ureterostami,
eneuresis.
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
a) Memahami arti eliminasi urine.
b) Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh.
c) Mencegah infeksi.
d) Mempertahankan integritas kulit.
e) Memberi rasa nyaman.
f) Mengembalikan fungsi kandung kemih.
g) Memberikan asupan cairan secara cepat.
h) Mencegah kerusakan kulit.
i) Memulihkan self esteem/ mencegah tekanan emosional.
Rencana Tindakan :
I. KATETERISASI URIN
1. Pengertian
Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke
dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop,
2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik atau
karet melalui uretra ke dalam kandung kemih yang berfungsi untuk mengalirkan urin
pada klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami
obstruksi (Potter & Perry, 2005). Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan yaitu
22
untuk menentukan jumlah urin, sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air
kecil (Smelzter, 2008).Pemasangannya pun dilakukan atas program dokter karena
penggunaan kateter tergantung dari kebutuhan dan indikasi.Selain itu digunakan
untuk memantau pengeluaran urin pada pasien yang mengalami gangguan
hemodinamik (Brunner & Suddarth, 2002).Pemasangan kateter urin dapat menjadi
tindakan yang menyelamatkan jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau
pasien tidak mampu melakukan urinasi.
2. Indikasi Kateterisasi
Kateterisasi sementara digunakan pada penatalaksanaan jangka panjang klien
yang mengalami cidera medulla spinalis, degenerasi neuromuscular, atau kandung
kemih yang tidak kompeten, pengambilan spesimen urin steril, pengkajian residu urin
setelah pengosongan kandung kemih dan meredakan rasa tidak nyaman akibat
distensi kandung kemih (Perry dan Potter, 2005). Menurut Hidayat (2006) kateterisasi
sementara diindikasikan pada klien yang tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah
operasi, retensi akut setelah trauma uretra, tidak mampu berkemih akibat obat
sedative atau analgesic, cidera pada tulang belakang, degerasi neuromuscular secara
progresif dan pengeluaran urin residual.
Kateterisasi menetap (foley kateter) digunakan pada klien paskaoperasi uretra dan
struktur di sekitarnya (TUR-P), obstruksi aliaran urin, obstruksi uretra, pada pasien
inkontinensia dan disorientasi berat (Hidayat, 2006).
Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien dengan indikasi lain,
yaitu: untuk menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang
air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk
menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung kemih, daerah vagina atau
prostat, atau menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam
pada pasien yang sakit berat (Smelzter, 2001).
3. Tipe Kateterisasi
Menurut Hidayat pemasangan kateter dengan dapat bersifat sementara atau
menetap.Pemasangan kateter sementara atau intermiten catheter (straight kateter)
dilakukan jika pengosongan kandung kemih dilakukan secara rutin sesuai dengan
23
jadwal, sedangkan pemasangan kateter menetap atau indwelling catheter (folley
kateter) dilakukan apabila pengosongan kateter dilakukan secara terus menerus
(Hidayat, 2006).
a. Kateter sementara (straight kateter)
Pemasangan kateter sementara dilakukan dengan cara kateter lurus yang
sekali pakai dimasukkan sampai mencapai kandung kemih yang bertujuan
untuk mengeluarkan urin. Tindakan ini dapat dilakukan selama 5 sampai 10
menit. Pada saat kandung kemih kosong maka kateter kemudian ditarik
keluar, pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan berulang jika tindakan
ini diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko infeksi
(Potter dan Perry, 2002 ). Pemasangan kateter sementara dilakukan jika
tindakan untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih pasien dibutuhkan.
Efek samping dari penggunaan kateter ini berupa pembengkakan pada uretra,
yang terjadi saat memasukkan kateter dan dapat menimbulkan infeksi
(Thomas, 2007).Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara
yang dikemukakan oleh Japardi (2000) antara lain:1) Mencegah terjadinya
tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengakibatkan aliran darah
ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal mungkin.2) Kandung
kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi
normal.3) Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis,
maka penderita dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga
fedback ke medula spinalis tetap terpelihara4) Teknik yang mudah dan klien
tidak terganggu kegiatan sehari harinya.
Kerugian kateterisasi sementara ini adalah adanya bahaya distensi
kandung kemih, resiko trauma uretra akibat kateter yang keluar masuk secara
berulang, resiko infeksi akibat masuknya kuman-kuman dari luar atau dari
ujung distal uretra (flora normal) (Japardi, 2000).
24
pemakaian sebelum dilakukan pergantian kateter.Pemasangan kateter ini
dilakukan sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau
selama pengukuran urin akurat dibutuhkan (Potter dan Perry,
2005).Pemasangan kateter menetap dilakukan dengan sistem kontinu ataupun
penutupan berkala (clamping).Pemakaian kateter menetap ini banyak
menimbulkan infeksi atau sepsis. Bila menggunakan kateter menetap, maka
yang dipilih adalah penutupan berkala oleh karena kateterisasi menetap yang
kontinu tidak fisiologis dimana kandung kencing yang selalu kosong akan
mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta
penurunan tonus otot kandung kemih (Japardi, 2000).Kateter menetap terdiri
atas foley kateter (double lumen) dimana satu lumen berfungsi untuk
mengalirkan urin dan lumen yang lain berfungsi untuk mengisi balon dari luar
kandung kemih. Tipe triple lumen terdiri dari tiga lumen yang digunakan
untuk mengalirkan urin dari kandung kemih, satu lumen untuk memasukkan
cairan ke dalam balon dan lumen yang ketiga dipergunakan untuk melakukan
irigasi pada kandung kemih dengan cairan atau pengobatan (Potter dan Perry,
2005).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari materi yang kita bahas di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
eliminasi urine merupakan proses pengeluaran urin yang melalui ginjal(renal), ureter,
25
kandung kemih(vesika urinaria), uretra. Eliminasi urine dipengaruhi oleh diet dan asupan,
respon keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stress psikologis, tingkat aktivitas,
tingkat perkembangan, kondisi penyakit, sosiokultural, kebiasaan seseorang, tonus otot,
pembedahan, dan pengobatan. Dalam eliminasi urine terdapat masalah yang sering kita
jumpai salah satunya retensi urine dan inkontinensial urine.
B. SARAN
Setelah membahas materi tentang eliminasi urine kami berharap agar pembaca
mampu memahi tentang eliminasi urine itu sendiri dan bagi para pembaca dapat
mengambil tindakan dalam asuhan keperawatan yang berhubungan dengan masalah
eliminasi urine.
DAFTAR PUSTAKA
http://ppg.spada.ristekdikti.go.id/master/pluginfile.php/16131/mod_label/intro/MODUL
%2018_%20keb%2elimiasi-new.pdf
26
Kasiati, Wayan Dwi Rosmalawati, Ni. 2016. Modul bahan ajar cetak : Kebutuhan Dasar Manusia
I. Pusdik SDM Kesehatan : Jakarta Selatan. Vol 1 : 102-121
27