Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Tema / Topik kegiatan : Penyakit Tuberculosis (TB paru)


Sasaran Kegiatan : Klien dan keluarga
Waktu Kegiatan : 30 Menit
Hari dan Tanggal Kegiatan : 11 Mei 2020
Tempat Kegiatan : Tempat tinggal klien dan keluarga
Edukator : Grace Nazavira
Tujuan Instruksional umum :
Setelah di lakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit tuberculosis
(TB paru) di harapkan sasaran dapat mengetahui tentang penyakit
tuberculosis (TB paru) dan pengendaliannya .

Tujuan Instruksional Khusus :


1. Menjelaskan pengertian penyakit Tuberculosis (TB paru)
2. Menjelaskan etiologi penyakit Tuberculosis (TB paru)
3. Menjelaskan manifestasi klinis penyakit Tuberculosis (TB paru)
4. Menjelaskan faktor pencetus penyakit Tuberculosis (TB paru)
5. Menjelaskan patofisiologi penyakit Tuberculosis (TB paru)
6. Menjelaskan komplikasi penyakit Tuberculosis (TB paru)
7. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit Tuberculosis (TB paru)

Metode : Ceramah dan Tanya jawab

Media : Leaflet , poster dan power point

Materi : Terlampir
Strategi Kegiatan :

Tahap Sumber Alokasi


No Kegiatan Belajar Metode Media
Kegiatan Belajar Waktu
1 Pendahuluan Pembukaan : Ceramah Power World Health 5 Menit
a. Mengucapkan salam dan point Organization.

b. Memperkenalkan diri Tanya 2018. Global


Tuberculosis
c. Menjelaskan tujuan jawab
Report. WHO
pendidikan kesehatan
Library
Cataloguing in
Publication
Data.
2 Penyajian Penyajian : Ceramah Power Maria.H dkk . 20 Menit
a. Menjelaskan pengertian point 2017. Asuhan
penyakit Tuberculosis dan Keperawatan
(TB paru) poster Gerontik.
b. Menjelaskan etiologi Yogyakarta :
penyakit Tuberculosis Pustaka Baru
(TB paru) Press.
c. Menjelaskan manifestasi Kenedyanti,
klinis penyakit Evin & Lilis
Tuberculosis (TB paru) Sulistyorini.201
d. Menjelaskan faktor 7. Analisis
pencetus penyakit Mycobacterium
Tuberculosis (TB paru) Tuberculosis
e. Menjelaskan Dan Kondisi
patofisiologi penyakit Fisik Rumah
Tuberculosis (TB paru) Dengan
f. Menjelaskan komplikasi Kejadian
penyakit Tuberculosis Tuberkulosis
(TB paru) Paru.
g. Menjelaskan Maria.H dkk .
penatalaksanaan 2017. Asuhan
penyakit Tuberculosis Keperawatan
(TB paru) Gerontik.
Yogyakarta :
Pustaka Baru
Press.
Padila. 2018.
Asuhan
Keperawatan
Penyakit
Dalam.
Yogyakarta :
Nuha Medika
3 Penutup Penutup : Cermah Leaflet Kementrian 5 Menit
a. Membuat kesimpulan dan Kesehatan
b. Memberi sesi Tanya Tanya Republik
jawab jawab Indinesia.
c. Memberi pujian atas 2018. Data
jawaban yang telah di Dan Informasi
sampaikan Profil
d. Mengucapkan salam Kesehatan
Indonesia2017
. Jakarta :
Kementrian
Kesehatan
Republik
Indinesia.

Evaluasi :
a. Standar persiapan
a) Peserta hadir di tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan.
b) Penyelenggara pendidikan kesehatan di Tempat tinggal
kien dan keluarga.
c) Penyelenggaraan penyuluhan di lakukan terstruktur sesuai
dengan rincian kegiatan yang telah di tetapkan.
b. Standar proses
a) Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b) Peserta mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
c) Peserta mengajukan pertanyaan den menjawab pertanyaan
secara benar
c. Standar hasil
a) Peserta mengetahui tentang penyakit tuberculosis (TB
paru) mulai dari pengertian, penyebab dan gejalanya
b) Peserta mengetahui faktor risiko dari penyakit tuberculosis
(TB paru) dan termotivasi untuk menghindarinya
c) Peserta mengetahui tentang tujuan dan manfaat
pencegahan dan penatalaksanaan penyakit tuberculosis
(TB paru) serta termotivasi untuk mencegah terjadinya
penyakit tuberculosis (TB paru).

Literatur :

1. Kenedyanti, Evin & Lilis Sulistyorini.2017. Analisis


Mycobacterium Tuberculosis Dan Kondisi Fisik Rumah Dengan
Kejadian Tuberkulosis Paru.

2. Kementrian Kesehatan Republik Indinesia. 2018. Data Dan


Informasi Profil Kesehatan Indonesia2017. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indinesia.

3. World Health Organization. 2018. Global Tuberculosis Report.


WHO Library Cataloguing in Publication Data.
4. Wildani, A. 2018. Pengaruh Inhalasi Sederhana Dan Batuk
Efektif Terhadap Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada
Tuberkulosis Paru Lansia.

5. Padila. 2018. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta


: Nuha Medika

6. Maria.H dkk . 2017. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta :


Pustaka Baru Press.

7. Aisyah dkk, 2019. Hubungan Persepsi, Pengetahuan TB Paru


dengan Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru . Jakarta Timur
MATERI PEMBELAJARAN

A.   PENGERTIAN

Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.  Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain
seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman Somantri, 2016).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat
bernapas (Widoyono, 2017)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2018).
Tuberkulosis merupakan infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan infiltrasi paru dan
pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi. prognosis penyakit ini sangat bagus
dengan program pengobatan yang benar dan lengkap.

B.   ETIOLOGI

Mycobacterium tuberkulosis  merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm
dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberkulosis  adalah berupa lemak atau lipid
sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. oleh karena itu, M.
tuberkulosis  senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.

C.    MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala
flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.
Pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu :

a. Tahap asimtomatis.
b.   Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
c.   Eksaserbasi yang memburuk
d.    Gejala berulang dan menjadi kronik.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :


1. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
2. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
3.   Secret di saluran napas dan ronkhi.
4.   Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.

D.   FAKTOR PENCETUS
a. Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.
b. Riwayat terpajan TB sebelumnya.
c. Status gangguan imun (missal: lansia, kanker, HIV)
d. Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
e.    Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai (missal : gelandangan,
penduduk miskin, minoritas, dll)
f. Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silicosis, dan malnutrisi).
g.   Imigran dari Negara dengan insidensi TB yang tinggi (misal:Asia Tenggara)
h. Institusionalisasi (misal: penjara)
i. Tinggal di lingkungan padat penduduk  bawah standar.
j. Pekerjaan (misal: tenaga kesehatan)

E. PATOFISIOLOGI

Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja keluarlah
droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara
yang panas, droplet nuclei menguap. Menguapnya bakteri droplei ke udara dibantu dengan pergerakan
angin akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung dalam droplet nuclei terbang ke udara.
Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis.
Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air borne infection.  Bakteri yang terhisap akan
melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana
terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri ( multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini
disebut focus primer, lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang
bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru
terkena infeksi akan menjdi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif
terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan,
yaitu :
1.     Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau melalui sputum
menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.

2.     Sistem saluran limfe


Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara
tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
tuberculosis milier.

3.     Aliran darah


Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau mengangkat material yang
mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah,
yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.

4.     Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)


Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri
tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman (tidur). Ketika suatu saat
kondisi inang melemah akibat sakit keras atau memakai obat yang dapat melemahkan daya tahan
tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut
sebagai reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun
setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri
tuberculosis baru. Biasanya infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks paru.

1. Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara melalui saluran
pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan
ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini
bakter  ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh
makofag yang lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis
yang menarik monosit dan aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional
(hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler ( delayed hipersensitivitas)  terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi
sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan focus inisial
bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut juga TB Primer. Bakteri
menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada  berbagai
organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.
                                                                

2. Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam
keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami kekambuhan.
Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya
jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya
pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa
(perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif
akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa,
pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat dari reaksi
nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler ( delayed hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogan,
terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi
sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin
yang berlebihan. (Isa, 2015)
F.   PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini
tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT, apakah sama
baiknya dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkap sering kali yang terjadi di beberapa
area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap.
2.   CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan paru.
3.   Radiologis TB Paru Milier

Pemeriksaan Laboratorium :
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi
bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis berupa :
a) Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b)   Urine. Urine pertama di pagi hari
c) Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat mengeluarkan
sputum.
d) Bahan-bahan lain, misalnya pus.

G. KOMPLIKASI

1. Kerusakan jaringan paru yang massif


2. Gagal napas
3.    Fistula bronkopleural
4. Pneumotoraks
5.   Efusi Pleura
6.   Pneumonia
7. Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
8. Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat
PATHWAYS TUBERCULOSIS

Invasi bakteri tuberculosis

sembuh
Infeksi primer

Sembuh dengan focus ghon

Risiko infeksi

Bakteri dorman

Bakteri muncul berapa sembuh dengan


tahun kemudian fibrotik

Reaksi infeksi/inflamsi, kavitas


dan merusak parenkim paru

- Produksi secret Reaksi sistematis Ansietas

- Batuk produktif - Kurang tidur


Anoreksia, mual, BB Lemah - Tidak bisa tidur

Bersihan jalan
napas tidak Intoleransi Gangguan
Ketidakseimbangan
efektif aktifitas pola tidur
nutrisi kurang dari
kebutuhan
H. PENATALAKSANAAN

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu pencegahan,
pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).

Pencegahan TB Paru
1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita TB BTA
positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin,  klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative
diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray,  yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu, misal :
penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi pesantren.
3.   Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat di tingkat
puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.

Pengobatan Tuberkulosis Paru


Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT).
a.   Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
b) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b.    Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli  digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly
growing bacilli,  digunakan Pirazinamid (Z).
c) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri
terhadap asam.
d) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino salisilik (PAS), dan
sikloserine.
e)   Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan telah terjadi
resistensi sekunder.
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase lanjutan ( 4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol. (Depkes RI, 2015).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal dengan Directly
Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu
:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.   Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung oleh PMO,
khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.
4.   Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Penemuan penderita.  Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV. Kategori ini didasarkan
pada urutan kebutuhan pengobatan

Anda mungkin juga menyukai