Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN IMUNOSEROLOGI

PEMERKSAAN HIV

DI SUSUN OLEH:

PUTRI REGITA KATILI

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN

FAKULTAS SAINS TEKNOLOGI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BINA MANDIRI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan

sehingga saya dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. tanpa

pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan

yang berjudul “Pemeriksaan HIV”.

Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita

yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan masih

banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. untuk itu, saya

mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya laporan ini

nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi. kemudian apabila terdapat

banyak kesalahan pada laporan ini saya mohon maaf .

Gorontalo, 27 April 2021

Penuli
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), yang termasuk

kelompok lentivirus (subkelompok retrovirus). Memiliki pengetahuan terkait

dengan informasi HIV/AIDS merupakan dasar bagi seseorang konselor konseling

HIV. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup.

Kebanyakan orang dengan infeksi HIV akan tidak memperlihatkan gejala

(asimptomatik) untuk jangka waktu yang panjang tapi tetap dapat menularkan

kepada orang lain. Perkiraan kematian akibat AIDS seluruh dunia pada akhir

tahun 2011 sekitar 3,5 juta, dengan jumlah kematian sekitar 1,7 juta jiwa, di

subsahara Afrika. Penurunan kematian telah terjadi sebesar 32 % dalam 7 tahun

terakhir dikarenakan oleh perluasan pelayanan pengobatan anti retroviral (ARV).3

Konseling adalah suatu proses dengan dialog antara sesorang yang bermasalah

(klien) dengan orang yang menyediakan pelayanan konseling (konselor) dengan

tujuan memberdayakan klien agar mampu menghadapi permasalahannya dan

sanggup mengambil keputusan yang mandiri atas permasalahan tersebut.

Konseling dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu Voluntary Counseling and Testing

(VCT) dan Provider Initiated Testing and Counseling (PITC) (Kemenkes,2012)

Konseling pada kedua cara tersebut menyediakan dukungan psikologis,

informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah penularan HIV,

mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV,


dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS.4

Pemeriksaan laboratorium HIV adalah untuk mengetahui adanya infeksi HIV di

tubuh seseorang yang dapat diselenggarakan di layanan kesehatan formal dan non

formal. Pemeriksaan laboratorium HIV yang dapat digunakan yaitu Western blot

dan Enzyme Like Immunosorbent Assay (ELISA). 1,3 Tinjauan pustaka ini

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai konseling dan pemeriksaan

laboratorium HIV (Kemenkes,2012).

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari praktikum ini yaitu mengetahui positif atau

negative pada serum untuk pemeriksaan hiv

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui positif atau negative

pada serum untuk pemeriksaan hiv


BAB II

TINJAUAN PUASTAKA

2.1 Definisi HIV

Human Immunodeficiency Virus Human Immunodeficiency Virus adalah

virus yang menyebabkan penyakit AIDS, yang termasuk kelompok lentivirus

(subkelompok retrovirus). Acquired Immunodeficiency Syndrome didefinisikan

oleh Centers for Disease Control (CDC) sebagai kumpulan gejala pada HIV

seropositif dengan jumlah sel T Cluster of Differention (CD4) + < 200/µL,

persentase sel T CD4 (Kemenkes,2013)

2.2 Struktur Human Immunodeficiency Virus Human Immunodeficiency

Virus memiliki struktur yang berbeda dari retrovirus lainnya. Human

Immunodeficiency Virus mempunyai bentuk seperti bola dengan diameter sekitar

120 nm, sekitar 60 kali lebih kecil dari sel darah merah. Virus terdiri dari dua

salinan positif untai tunggal RNA yang mengkode sembilan gen tertutup oleh

kapsid berbentuk kerucut yang terdiri dari 2.000 salinan dari p24 protein virus.

Single-stranded RNA terikat erat dengan protein nukleokapsid, p7, dan enzim-

enzim yang diperlukan untuk pengembangan virion seperti reverse transcriptase,

protease, ribonuclease dan integrase. Sebuah matriks yang terdiri dari p17 protein

virus mengelilingi kapsid, yang memastikan keutuhan partikel virion. 6,7,8 Virus

dikelilingi oleh selubung virus yang terdiri dari dua lapisan molekul lemak yang

disebut fosfolipid diambil dari membran sel manusia ketika partikel virus yang

baru terbentuk bertunas dari sel. Protein yang menempel pada selubung virus

adalah protein dari sel host dan sekitar 70 salinan dari protein virus HIV yang
menonjol melalui permukaan partikel virus. Protein ini, yang dikenal sebagai

Env, terdiri dari penutup yang terbuat dari tiga molekul yang disebut glikoprotein

(gp) 120, dan sebuah bentuk batang yang terdiri dari tiga molekul gp41 yang

menempel pada selubung virus. Kompleks glikoprotein ini digunakan virus untuk

menempel dan bergabung dengan sel-sel target untuk menginisiasi siklus infeksi.

Kedua protein permukaan ini, terutama gp120, dipertimbangkan sebagai target

pengobatan di masa depan atau vaksin terhadap HIV.8,9,10 Gambar 1. Diagram

Virus HIV (Kemenkes,2013)

2.3 Kemampuan Virus Human Immunodeficiency Virus Untuk Dapat Hidup di

Suatu Sel/Jaringan

Human Immunodeficiency Virus dapat menginfeksi berbagai sel kekebalan

tubuh seperti sel T CD4 +, makrofag, dan sel mikroglia. HIV-1 masuk ke

makrofag dan sel T CD4 + diperantarai melalui interaksi dari glikoprotein

selubung virion (gp120) dengan molekul CD4 pada sel target dan juga dengan

co-receptors kemokin.9,11 Makrofag (M-tropic) strain HIV-1, atau strain non-

syncytia inducing (NSI) menggunakan reseptor kemokin β chemokine co-

receptor 5 (CCR5) untuk masuk, dengan demikian, mampu bereplikasi dalam

makrofag dan sel T CD4 +.Co-receptor CCR5 ini digunakan oleh hampir seluruh

isolat primer HIV-1. Makrofag memainkan peran kunci dalam beberapa aspek

penting dari infeksi HIV. Makrofag merupakan sel pertama yang terinfeksi oleh

HIV dan mungkin sumber produksi HIV saat sel T CD4 + habis dalam tubuh

host. Makrofag dan sel mikroglia adalah sel yang terinfeksi oleh HIV pada sistem

saraf pusat. Dalam tonsil dan adenoid pada pasien yang terinfeksi HIV, makrofag
menyatu menjadi sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell) yang

memproduksi virus dalam jumlah besar.12,13 Human immunodeficiency virus -2

kurang patogen dari HIV-1 dan dibatasi distribusinya di seluruh dunia. Adopsi

"gen aksesori" oleh HIV-2 dan pola penggunaan coreseptor yang tidak memilih-

milih (termasuk CD4-independent) dapat membantu virus dalam adaptasinya

untuk menghindari faktor restriksi pembatasan dalam sel host (Arthos, J, 2011).

2.4 Siklus Replikasi Virus Human Immunodeficiency Virus

Human Immunodeficiency Virus memasuki makrofag dan sel T CD4 + oleh

adsorpsi glikoprotein pada permukaan reseptor pada sel target diikuti oleh

penggabungan dari selubung virus dengan membran sel dan pelepasan kapsid

HIV ke dalam sel.9,15 Masuknya HIV ke dalam sel dimulai melalui interaksi

kompleks selubung trimerik (gp160 spike) dan kedua CD4 dan reseptor kemokin

(umumnya baik CCR5 atau chemokine co- receptor 4 (CXCR4), tetapi yang lain

dikenal untuk berinteraksi) pada permukaan sel gp120 berikatan pada integrin

α4β7 yang mengaktifasi lymphocyte function associated antigen 1 (LFA-1)

sebuah integrin pusat yang terlibat dalam pembentukan sinapsis virologi, yang

memfasilitasi penyebaran sel ke sel yang efektif dari HIV-1. Lonjakan gp160

berisi domain pengikat untuk CD4 dan reseptor kemokin.9,15,16 Setelah HIV

terikat pada sel target, HIV RNA dan berbagai enzim, termasuk reverse

transcriptase, integrase, ribonuclease, dan protease, disuntikkan ke dalam sel.

Selama transpor berbasis mikrotubulus ke inti, genom ribonucleic acid (RNA)

untai tunggal virus ditranskripsi menjadi deoksiribonucleic acid (DNA) untai

ganda, yang kemudian diintegrasikan ke dalam kromosom host Human


Immunodeficiency Virus dapat menginfeksi sel dendritik (SD) melalui CD4-

CCR5 ini, akan tetapi cara lain menggunakan reseptor lektin tipe C yang spesifik

dengan manosa/mannose specific type lectin receptors seperti DCSIGN juga

dapat digunakan. SD adalah salah satu sel pertama yang dihadapi oleh virus

selama transmisi seksual. SD diperkirakan memainkan peranan penting dengan

mentransmisikan HIV pada sel T ketika virus ditangkap pada mukosa oleh SD.

Kehadiran fasciculation and elongation protein zeta 1 (FEZ 1), yang terjadi

secara alami di neuron, diyakini dapat mencegah infeksi sel oleh HIV.17,18

Masuknya HIV-1, serta masuknya banyak retrovirus lainnya, telah lama diyakini

terjadi pada membran plasma. Baru – baru ini ditemukan infeksi produktif oleh

endositosis dari HIV-1 bergantung kepada clathrin dan tidak bergantung pH. Hal

ini telah dilaporkan untuk membentuk satu-satunya rute masuk

produktif.19,20,21 Rekombinasi virus menghasilkan variasi genetik yang

kemungkinan memberikan kontribusi terhadap terjadinya resistensi terhadap

terapi antiretroviral. Rekombinasi dapat berkontribusi, pada prinsipnya untuk

mengatasi pertahanan kekebalan dari host (Arthos, J, 2011).

2.5 Penyebaran Virus Human Immunodeficiency Virus

Dalam Tubuh Human Immunodeficiency Virus kini diketahui menyebar di

antara sel-sel T CD4 + oleh dua rute paralel: penyebaran tanpa sel dan

penyebaran sel ke sel, sebagai contoh, ia menggunakan mekanisme penyebaran

hibrida. Dalam penyebaran tanpa sel, partikel virus bertunas melalui sel T yang

terinfeksi, memasuki darah / cairan ekstraseluler dan kemudian menginfeksi sel T

lain saat bertemu. HIV dapat juga menyebar dengan transmisi langsung dari satu
sel ke sel lain dengan proses penyebaran sel ke sel. Dua jalur transmisi sel ke sel

telah dilaporkan. Pertama, sel T yang terinfeksi dapat menularkan virus secara

langsung ke sel T target melalui sinaps virologi. Kedua, sel penyaji antigen /

antigen presenting cell (APC) juga dapat menularkan HIV ke sel T melalui

proses yang melibatkan infeksi produktif. Infeksi melalui transfer sel ke sel

dilaporkan jauh lebih efisien daripada transfer beberapa sel. Penyebaran sel-sel

dianggap sangat penting dalam jaringan limfoid di mana limfosit T CD4 + sangat

padat dan cenderung sering berinteraksi (Chan,2008).

2.6 Macam Pemeriksaan Laboratorium HIV

Uji diagnostik pertama untuk HIV, yaitu EIA disetujui oleh FDA pada tahun

1985 untuk skrining darah transfusi supaya suplai darah aman. Dalam 2 tahun

berikutnya, klinis konseling dan pemeriksaan laboratorium HIV yang dibiayai

publik didirikan sehingga mereka yang dicurigai terinfeksi memiliki alternatif ke

bank darah untuk diagnosis.30,31 Model konseling dikembangkan bersama

dengan pemeriksaan HIV untuk mengakomodasi penundaan pemeriksaan

konfirmasi yang dibutuhkan selama 1-2 minggu yaitu menggunakan pemeriksaan

laboratorium Western blot atau immunofluorescence assay (IFA). Model standar

konseling dan pemeriksaan laboratorium HIV dirancang untuk mencapai empat

tujuan utama: (1) untuk mengidentifikasi orang yang terinfeksi HIV untuk

intervensi klinis; (2) untuk memberi konseling mengenai penurunan risiko bagi

orang yang negatif HIV yang berisiko terinfeksi HIV dan orang positif HIV yang

berisiko menularkan HIV; (3) untuk memberi rujukan bagi layanan kesehatan

dan penanganan kasus untuk HIVseropositif dan untuk intervensi pencegahan


bagi mereka yang berisiko tinggi 21 21 terinfeksi HIV; dan (4) untuk memulai

pemberian informasi kepada partner klien yang positif HIV.29,30,31 Dalam 2

minggu sejak pemeriksaan laboratorium HIV pertama pada tahun 1985, tempat

pemeriksaan yang berganti-ganti dibuat untuk menyediakan tempat bagi orang

risiko tinggi untuk pemeriksaan antibodi HIV selain di bank darah. Seiring

waktu, tempat pemeriksaan yang berganti-ganti berkembang dengan menekankan

pada konseling untuk mengurangi risiko. Setelah laporan pertama pada tahun

1989 mengenai efikasi zidovudin pada pasien terinfeksi HIV dengan jumlah CD4

1%. Mereka merekomendasikan tempat klinik prioritas secara bertahap pada

pemeriksaan laboratorium HIV rutin.30 Tahun 2007 UNAIDS mempublikasikan

panduan baru untuk pemeriksaan laboratorium dan konseling yang disarankan

oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Kerangka rekomendasi berpusat

pada panduan operasional dasar untuk pemeriksaan laboratorium dan konseling

HIV yang disarankan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Pemeriksaan

laboratorium HIV disarankan sebagai bagian rutin dari pelayanan kesehatan

dengan pendekatan “opt out” dengan epidemi HIV yang luas. Mereka

menyarankan prioritas pada klinik untuk melakukan pemeriksaan laboratorium

HIV rutin (Chan,2008).

Pemeriksaan HIV dilakukan di laboratorium yang tersedia di fasilitas layanan

kesehatan. Jika pemeriksaan tidak tersedia di fasilitas tersebut, maka

pemeriksaan dapat dilakukan di laboratorium yang tersedia di fasilitas tersebut,

maka pemeriksaan HIV yang digunakan sesuai dengan pedoman pemeriksaan

laboratorium HIV kementerian kesehatan. Sebaiknya pemeriksaan HIV


menggunakan pemeriksaan laboratorium cepat HIV yang sudah dievaluasi oleh

kementerian kesehatan (Chan,2008).

Pemeriksaan laboratorium cepat yang sesuai prosedur sangat layak dilakukan

dan memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara cepat serta meningkatkan

jumlah orang yang mengambil hasil, meningkatkan kepercayaan akan hasilnya

serta terhindar dari kesalahan pencatatan atau tertukarnya hasil antar pasien.

Pemeriksaan laboratorium cepat dapat dilakukan di luar sarana laboratorium,

tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan di sarana kesehatan

primer.28,29 Pemeriksaan laboratorium ELISA mungkin lebih layak dilakukan

di sarana kesehatan dengan sarana laboratorium yang lengkap dan tenaga yang

terlatih dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan tidak perlu hasil

pemeriksaan laboratorium segera (misalnya untuk pasien rawat inap di rumah

sakit) dan laboratorium rujukan.29,30,31 Pemilihan antara menggunakan

pemeriksaan laboratorium cepat HIV atau pemeriksaan laboratorium ELISA

harus mempertimbangkan faktor tatanan tempat pelaksanaan pemeriksaan

laboratorium HIV; biaya dan ketersediaan perangkat pemeriksaan laboratorium,

reagen dan peralatan; pengambilan sampel, transportasi, sumber daya manusia

(SDM) serta kesediaan pasien untuk kembali mengambil hasil.29,31 Dalam

melaksanakan pemeriksaan laboratorium HIV, perlu merujuk pada alur

pemeriksaan sesuai dengan pedoman nasional pemeriksaan yang berlaku dan

dianjurkan menggunakan alur serial (Merati,2007)

Pemeriksaan laboratorium HIV secara serial adalah apabila pemeriksaan

laboratorium yang pertama memberi hasil non reaktif atau negatif, maka
pemeriksaan laboratorium antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil

pemeriksaan laboratorium pertama menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan

pemeriksaan laboratorium HIV kedua pada sampel yang sama dengan

menggunakan antigen dan / atau dasar pemeriksaan yang berbeda dari yang

pertama. Perangkat pemeriksaan laboratorium yang persis sama namun dijual 23

23 dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi tersebut

(Chan,2008).

Hasil pemeriksaan laboratorium kedua yang menunjukkan reaktif kembali

maka akan di daerah atau di kelompok populasi dengan prevalensi HIV 5% atau

lebih dapat dianggap sebagai hasil yang positif. Di daerah kelompok prevalensi

rendah yang cenderung memberikan hasil positif palsu, maka perlu dilanjutkan

dengan pemeriksaan laboratorium HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan dalam

Pedoman Nasional dianjurkan untuk selalu menggunakan alur serial tersebut

karena lebih murah dan pemeriksaan laboratorium kedua dianjurkan untuk selalu

menggunakan alur serial tersebut karena lebih murah dan pemeriksaan

laboratorium kedua hanya diperlukan bila pemeriksaan laboratorium pertama

memberi hasil reaktif saja Indonesia dengan prevalensi HIV di bawah 10%

menggunakan strategi III dengan tiga jenis reagen yang berbeda sensitifitas dan

spesifitasnya (Nora,T 2007). Dalam melakukan pemeriksaan laboratorium HIV

dari alur tersebut direkomendasikan untuk menggunakan reagen pemeriksaan

laboratorium HIV sebagai berikut :

1. Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%.

2. Reagen kedua memiliki spesifisitas minimal 98%.


3. Reagen ketiga memiliki spesifisitas minimal 99%.29

Kombinasi pemeriksaan laboratorium HIV tersebut perlu dievaluasi secara

nasional sebelum digunakan secara luas.29,30 Pemeriksaan HIV harus disertai

dengan adanya sistem jaminan mutu dan program perbaikannya untuk

meminimalkan hasil positif palsu dan negatif palsu, kalau tidak maka

klien/pasien akan menerima hasil yang tidak benar dengan akibat serius yang

panjang. Jaminan mutu juga diperlukan untuk kualitas konseling

(Spielberg,2007)

 
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan waktu

Praktikum hematologi dilaksanakan pada hari rabu 21 april 2021 pada pukul

13.00 s.d selesai, yang bertempat dilingkungan universitas bina mandiri

gorontalo khususnya labolatorium kimia

3.2 Alat dan bahan

3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan yaitu : dispo 3 ml, rak tabung, tabung

reaksi, tabung EDTA, dan caset

3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan yaitu NaCL

3.3 Prosedur kerja

Adapun cara kerja dari praktikum ini yaitu :

1. Siapkan alat dan bahan

2. Ambil darah menggunakan dispo 3 ml

3. Lalu masukkan kedalam tabung EDTA

4. Kemudian sentrifuge

5. Pipet satu tetes serum kedalam caset

6. Lalu tambahkan NaCL sebanyak 3 tetes dalam caset

7. Amati hasilnya
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari praktikum yang telah dilakukan pada tanggal 21 april 2020 hasil
pengamatan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Identitas Gambar Hasil

Regina septiani umar Negatif (-)

18 tahun

perempuan

4.2 Pembahasan

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), yang termasuk

kelompok lentivirus (subkelompok retrovirus). Memiliki pengetahuan terkait

dengan informasi HIV/AIDS merupakan dasar bagi seseorang konselor konseling

HIV. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup.

Kebanyakan orang dengan infeksi HIV akan tidak memperlihatkan gejala


(asimptomatik) untuk jangka waktu yang panjang tapi tetap dapat menularkan

kepada orang lain, seseorang dapat tertular HIV melalui darah, sperma, atau cairan

vagina dari seseorang yang terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Hal ini dapat

terjadi melalui berbagai cara, antara lain: Hubungan seks. Infeksi HIV dapat terjadi

melalui hubungan seks baik melalui vagina maupun dubur (anal). Meskipun

sangat jarang, HIV juga dapat menular melalui seks oral. Akan tetapi, penularan

lewat seks oral hanya akan terjadi bila terdapat luka terbuka di mulut penderita,

misalnya seperti gusi berdarah atau sariawan. berbagi jarum suntik. Berbagi

penggunaan jarum suntik dengan penderita HIV, adalah salah satu cara yang

dapat membuat seseorang tertular HIV. Misalnya menggunakan jarum suntik

bersama saat membuat tato, atau saat menggunakan NAPZA suntik. transfusi

darah. Penularan HIV dapat terjadi saat seseorang menerima donor darah dari

penderita HIV.

Hasil tes dikatakan normal atau negatif jika tidak ditemukan antibodi HIV di

dalam darah pasien, untuk pemeriksaan HIV pasien yang bernama regina septiani

umar, umur 18 tahun, jenis kelamin perempuan, di dapatkan hasil negative (-)

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada pemeriksaan HIV yaitu pasien

yang bernama regina septiani umar, umur 18 tahun , jenis kelamin perempuan

didapat hasil negative (-).

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu diharapkan untuk mahasiwa agar

bisa memperhatikan cara pengambilan darah vena dan cara sentrifugasi yang

baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Arthos, J., Cicala, C., Martinelli, E., Macleod, K., Van Ryk, D., Wei, D.,et al. 2011
"HIV-1 envelope protein binds to and signals through integrin
alpha(4)beta(7), the gut mucosal homing receptor for peripheral T cells".
Nature Immunology In Press (3): 301–9.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNUD. Buku Pegangan Konselor HIV AIDS.
Surabaya. Yayasan Kerti Praja; 2005. p.1.3-3.31. 29.

Chan, D.C., Fass, D., Berger, J.M., Kim, P.S. 2008 Core structure of gp41 from the
HIV envelope glycoprotein. Cell 1997; 89:263-273.

Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal. 2013. Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. Pedoman nasional tes dan konseling HIV. Jakarta :
Kementerian kesehatan RI;p.3,9,20-26,27-30,53-54. 30.

Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal. 2012. Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta : Kementerian kesehatan RI;.
p.15-16,38-39

Miyauchi, K., Kim, Y., Latinovic, O., Morozov, V., Melikyan, G.B. 2009 "HIV
Enters Cells via Endocytosis and Dynamin-Dependent Fusion with
Endosomes". Cell 137 (3): 433–44.

Merati, T.P., Sumiartha, M.E., Yuliana, Edi, A., Pantja, N.M., Wontu, N.,et al. 2007
Prosedur layanan konseling tes HIV sukarela dan terapi ARV. Denpasar:
Yayasan Citra Usada Indonesia;. p. 3.
Nora, T., Charpentier, C., Tenaillon, O., Hoede, C., Clavel, F., Hance, A.J. 2007
"Contribution of recombination to the evolution of human immunodeficiency
viruses expressing resistance to antiretroviral treatment". J. Virol; 81 (14):
7620–8.

Spielberg, F., Kurth, A.E. 2008. Sexually Transmitted Diseases 4 th edition. New
York: Mc Graw Hill, Inc.p. 1311-28. 31.
LAMPIRAN GAMBAR

Proses sentrifugasi Proses penuangan serum di caset

Hasil pemeriksaan HIV (negative)

Anda mungkin juga menyukai