Anda di halaman 1dari 31

Ilmu Ushuluddin, Juli 2009, hlm. 255-285 Vol.8, No.

2
ISSN 1412-5188
TRANSMISI HADIS DAN KONTRIBUSINYA
DALAM PEMBENTUKAN JARINGAN KEILMUAN
DALAM ISLAM

Saifuddin

Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari, Jln. Jend.


Ahmad Yani,
Km. 4,5 Banjarmasin, Telp. (0511) 3266593

Abstraksi: Transmisi dan difusi ilmu-ilmu keislaman sepanjang


sejarahnya hampir selalu melibatkan semacam “jaringan ulama”. Proses
terbentuknya jaringan ulama ini tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan tradisi Islam sendiri. Tidak diragukan hadis merupakan
cabang ilmu yang secara khusus memiliki peran signifikan. Dalam studi
dan transmisi hadis terdapat sebuah tradisi keilmuan yang dikenal dengan
“al-rihlat fî thalab al-hadîts”. Selain itu, sistem jaringan sanad (isnâd)
yang sangat dipentingkan dalam transmisi hadis juga mempunyai
pengaruh nyata dalam pembentukan jaringan ulama.

Kata kunci: transmisi hadis, rihlah, isnâd, jaringan ulama

PENDAHULUAN khususnya yang berkaitan erat


dengan proses penyebaran dan
Studi tentang transmisi transmisi hadis.1
hadis (riwâyat al-hadîts) berikut Transmisi hadis yang
kontribusinya dalam proses dimaksudkan di sini adalah
pembentukan jaringan ulama kegiatan penerimaan dan
dan keilmuan dalam Islam penyampaian hadis, serta
menjadi salah satu topik penyandaran hadis itu kepada
pembicaraan yang menarik para periwayatnya dengan lafal-
perhatian. Proses historis
terbentuknya jaringan ulama dan 1
Azyumardi Azra dan Oman
keilmuan dalam Islam Fathurrahman, “Jaringan Ulama”,
bagaimanapun tidak dapat dalam Taufik Abdullah et al. (ed.),
dipisahkan dari perkembangan Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,
awal tradisi Islam sendiri, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2005), jilid V, h. 105-106.
256 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

lafal tertentu.2 Dengan demikian, juga tidak dapat dinyatakan


orang yang telah menerima sebagai orang yang telah
hadis dari seorang periwayat, melakukan periwayatan hadis.3
tetapi dia tidak Jadi, dalam transmisi hadis
menyampaikannya kepada orang setidaknya tercakup tiga unsur
lain, maka dia tidak dapat kegiatan: (1) menerima hadis
disebut sebagai orang yang telah dari periwayat sebelumnya; (2)
melakukan periwayatan hadis. menyampaikan hadis kepada
Begitupun sekiranya orang orang lain; dan (3) ketika
tersebut menyampaikan hadis menyampaikan hadis itu, mata-
yang telah diterimanya kepada rantai periwayatnya juga
orang lain, tetapi ketika disebutkan.4
menyampaikan hadis itu dia Dalam proses transmisi
tidak menyebutkan rangkaian hadis tersebut terjalin hubungan
para periwayatnya, maka dia yang kompleks dan saling silang
antara guru dan murid, sesama
2
Pengertian transmisi atau guru, ataupun sesama murid, dan
periwayatan (al-riwâyah), menurut membentuk semacam
para sarjana hadis, dapat dilihat dalam “jaringan”5 yang dalam disiplin
Jalâl al-Dîn al-Suyûthiy, Tadrîb al-
Râwiy fî Syarh Taqrîb al-Nawâwiy,
3
(Kairo: Dâr al-Hadits, 1423 H/2002 Nûr al-Dîn „Itr, Manhaj al-
M), h. 24-25; Nûr al-Dîn „Itr, Manhaj Naqd, h. 188; Nûr al-Dîn „Itr, Manâhij
al-Naqd fî ‘Ulûm al-Hadîts, al-Muhadditsîn, h. 34; M. Syuhudi
(Damaskus: Dâr al-Fikr, 1418 H/1997 Ismail, Kaedah Kesahihan, h. 23.
4
M), h. 188; Nûr al-Dîn „Itr, Manâhij al- M. Syuhudi Ismail, Kaedah
Muhadditsîn al-‘Âmmah, (Damaskus: Kesahihan, h. 23-24. Bandingkan
Maktabat Dâr al-Furûq, 1420 H/1999 dengan Ibrâhîm Dasûkiy al-Syahâwiy,
M), h. 34; Muhammad ibn Muhammad Mushthalah al-Hadîts, (t.t.: Syirkat al-
Abû Syuhbah, al-Wasîth fî ‘Ulûm wa Thibâ„at al-Fanniyyat al-Muttahidah,
Mushthalah al-Hadîts, (Kairo: 1971), h. 68.
5
Maktabat al-Sunnah, 1427 H/2006 M), Istilah “jaringan” sejauh ini
h. 41; Ahmad „Umar Hâsyim, Qawâ‘id telah banyak digunakan dalam berbagai
Ushûl al-Hadîts, (Beirut: Dâr al-Fikr, cabang keilmuan. Setidaknya ada
t.th.), h. 230; Muhammad Jamâl al-Dîn beberapa komponen dan prinsip-prinsip
al-Qâsimiy, Qawâ‘id al-Tahdîts min mendasar yang memungkinkan
Funûn Mushthalah al-Hadîts, (t.t.: Îsâ “sesuatu” dapat dikategorikan sebagai
al-Halabiy, 1353 H), h. 75; M. Syuhudi sebuah “jaringan”. Komponen-
Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad komponen dimaksud adalah: (1)
Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan sekumpulan orang, objek, atau
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, kejadian; minimal berjumlah tiga
(Jakarta: Bulan Bintang, 1415 H/1995 satuan—yang berperan sebagai
M), h. 23. terminal (pemberhentian). Biasanya
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 257

ilmu hadis dikenal dengan sanad bagaimana arus penyebaran dan


(isnâd). Hubungan-hubungan transmisi hadis telah
seperti itu pada gilirannya juga memberikan kontribusi nyata
terbentuk dalam berbagai cabang bagi terbentuknya jaringan
disiplin ilmu keislaman lainnya. ulama dan keilmuan dalam
Tulisan berikut ini berusaha Islam.
mengeksplorasi lebih lanjut
tentang perjalanan historis PEMBAHASAN
penyebaran dan transmisi hadis,
dan sekaligus menelusuri Penyebaran dan Transmisi
Hadis: Perspektif Historis
direpresentasikan dengan titik-titik, Sejarah penyebaran dan
yang dalam peristilahan jaringan transmisi hadis telah melewati
disebut sebagai aktor atau node; (2) serangkaian fase historis yang
seperangkat ikatan yang
menghubungkan satu titik ke titik-titik
panjang dan rumit. Dimulai pada
lainnya dalam jaringan; (3) arus, yang periode kenabian, arus
dalam diagram digambarkan dengan penyebaran dan transmisi hadis
„anak panah‟. Sedangkan prinsip- mengalami pertumbuhan yang
prinsip yang mendasar bagi sebuah sangat pesat pada dua ratus
jaringan adalah: (1) ada pola tertentu.
Sesuatu yang mengalir dari titik yang
tahun pasca hijrah Nabi. Meski
satu ke titik-titik lainnya, saluran atau terjadi beberapa pemalsuan
jalur yang harus dilewati tidak terjadi hadis yang dilandasi oleh
secara acak, artinya bisa memilih berbagai motif, paling tidak
sekehendaknya; (2) rangkaian ikatan- mendekati akhir abad II H
ikatan itu menyebabkan sekumpulan
titik-titik yang ada bisa diketegorikan
aktivitas tersebut telah
sebagai satu kesatuan yang berbeda sepenuhnya berkembang
dengan satu kesatuan yang lain; (3) menjadi salah satu cabang
ikatan-ikatan yang menghubungkan disiplin ilmu keislaman yang
satu titik ke titik-titik lainnya harus sangat penting. Disiplin ilmu
bersifat permanen (ada unsur waktu,
yaitu masalah „durasi‟); (4) ada hukum
tersebut kemudian dikenal
yang mengatur saling keterhubungan sebagai ‘ulûm al-hadîts dengan
masing-masing titik di dalam jaringan, perangkat metodologinya yang
ada hak dan kewajiban yang mengatur unik untuk menentukan
masing-masing titik (anggota), keotentikan transmisi hadis.6
hubungan titik yang satu terhadap titik-
titik yang lain, hubungan semua titik
dengan titik-titik pusat dan sebagainya.
6
Lihat Ruddy Agusyanto, Jaringan Munawar Ahmad Anees dan
Sosial dalam Organisasi, (Jakarta: Alia N. Athar, Guide to Sira and
Raja Grafndo Persada, 2007), h. 7-13. Hadith Literature in Western
258 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

Perkembangan awal transmisi hadis, selain


penyebaran dan transmisi hadis, terkonsentrasi di seputar wilayah
dengan demikian, dapat Madinah, untuk sebagian juga
dikatakan sudah dimulai sejak sudah mulai merambah ke
periode kenabian. Dalam sejumlah daerah di sekitar
berbagai kesempatan Nabi saw. Arabia. Tersebarnya hadis
menyampaikan hadisnya dan sepanjang periode tersebut
kemudian direkam oleh para setidaknya didorong oleh
sahabatnya. Muhammad beberapa faktor berikut.
Mustafa Azami mencatat bahwa Pertama, gencarnya Nabi saw.
Nabi saw. menyampaikan menyampaikan dakwahnya dan
hadisnya melalui tiga kategori: menyebarkan Islam ke berbagai
(1) pengajaran verbal (verbal penjuru dan kabilah Arab.
teaching); (2) media tertulis Kedua, karakteristik Islam dan
(writing medium); dan (3) sistem ajarannya yang baru,
demonstrasi praktis (practical telah membuat orang bertanya-
demonstration).7 Hadis tersebut tanya tentang aturan-aturan
kemudian direkam oleh para hukum, tentang pembawa agama
sahabat juga melalui tiga cara: itu, dan masalah lainnya.
(1) hafalan (memorizing); (2) Sebagian mereka yang pernah
tulisan (recording); dan (3) menerima dakwah, kemudian
praktik (through practise).8 menghadap Nabi saw., bertanya
Selama periode tentang Islam, dan menyatakan
kenabian, proses penyebaran dan diri masuk Islam. Selanjutnya
mereka kembali ke kaumnya
Language, (London: Manshell
untuk menyampaikan apa yang
Publishing Limited, 1986), h. xii. telah dilihat dan mengabarkan
7
Muhammad Mustafa Azami, yang apa yang pernah
Studies in Hadith Methodology and didengarnya. Ketiga, giatnya
Literature, (Indianapolis: Islamic para sahabat mempelajari hadis,
Teaching Center, 1997), h. 9-10.
Justice Muhammad Taqi Usmani
menghafal, dan
dalam kasus yang sama menyebutkan menyampaikannya kepada orang
empat kategori, yakni: (1) hafalan; (2) lain. Keempat, peranan istri-istri
diskusi; (3) praktik; dan (4) tulisan. Nabi saw. juga tidak kecil dalam
Lihat Justice Muhammad Taqi Usmani, menyampaikan ajaran Islam dan
The Authority of Sunnah, (New Delhi:
Kitab Bhavan, t.th.), h. 83-93.
menyebarkan hadis kepada para
8
Muhammad Mustafa Azami, perempuan muslimah. Kelima,
Studies in Hadith Methodology, h. 13- para sahabat perempuan diakui
14.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 259

mempunyai andil besar dalam khotbah yang didengar oleh


memelihara hadis dan puluhan ribu orang, kemudian
menyebarkannya kepada orang mereka menyampaikannya
lain. kembali kepada para anggota
Keenam, pengiriman kabilah di berbagai penjuru
para utusan Nabi saw. dan para negari.9
gubernur muslim yang dipercaya Kegiatan penyebaran dan
untuk menyampaikan surat-surat transmisi hadis semakin meluas
tentang ajakan memeluk Islam sejalan dengan derasnya
kepada sejumlah kepala negara ekspansi komunitas muslim ke
dan pemimpin kabilah. Ketujuh, luar batas-batas wilayah Arabia.
peristiwa penaklukan kota Dalam satu atau beberapa
Makkah (8 H) telah menjadi dasawarsa setelah Nabi saw.
momentum penting pertemuan wafat, Islam mulai meluas ke
Nabi saw. dengan kaum muslim berbagai wilayah, seperti
dari berbagai penjuru negeri. Afghanistan, Iran, Syria, Irak,
Mereka pun berkesempatan Mesir, dan Lybia. Seiring
untuk menanyakan langsung dengan itu, tersebar pula hadis
kepada Nabi saw. masalah- ke berbagai wilayah kekuasaan
masalah agama dan syariat Islam. Akibatnya, peredaran
Islam. Kedelapan, kedatangan hadis tidak hanya terkonsentrasi
para delegasi dari kabilah- di sekitar Madinah. Boleh jadi
kabilah Arab pasca peristiwa beberapa hadis tertentu sudah
penaklukan kota Makkah diperkenalkan para sahabat
berperan penting dalam ketika menjelajahi Irak, Mesir,
penyebaran hadis ke berbagai atau wilayah-wilayah lainnya.10
pelosok negeri. Para delegasi
datang kepada Nabi saw., 9
diajarkan kepada mereka agama Muhammad „Ajjâj al-
Khathîb, Ushûl al-Hadîts: ‘Ulûmuhu
Islam, lalu kembali ke wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dâr al-
kabilahnya untuk Fikr, 1409 H/1989 M), h. 72-78;
menyampaikan ajaran agama Muhammad „Ajjâj al-Khathîb, al-
tersebut. Kesembilan, peristiwa Sunnat Qabl al-Tadwîn, (Beirut: Dâr
haji wadak (10 H) juga memiliki al-Fikr, 1401 H/1981 M), h. 69-74.
10
Muhammad Muhammad
pengaruh besar dalam Abû Zahwu, al-Hadîts wa al-
penyebaran hadis ke sejumlah Muhadditsûn, (Mesir: Dâr al-Fikr al-
kabilah Arab. Dalam peristiwa „Arabiy, 1376 H), h. 100-101;
itu Nabi saw. memberikan Muhammad Mustafa Azami, Studies in
Hadith Methodology, h. 15.
260 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

Penyebaran dan transmisi hadis maka sangat mungkin seluruh


semakin ekstensif ketika jejak hadis akan hilang, tanpa
sejumlah besar sahabat dapat dikenali oleh generasi
berpindah dari Madinah dan sesudahnya. Para sahabat sendiri
kemudian menetap di berbagai tampaknya cukup antusias
wilayah yang ditaklukkan oleh menyebarkan hadis kepada
laskar muslim.11 masyarakat, dan yang terpenting
Peran generasi sahabat adalah melalui media
diakui sangat sentral dalam pengajaran. Keterlibatan mereka
proses penyebaran dan transmisi dalam aktivitas itu pada
hadis. Daniel W. Brown dasarnya dapat dibagi menjadi
mencatat, para sahabat menjadi dua: pertama, kelompok yang
rantai penghubung yang sangat mengambil peran pada saat
diperlukan dalam rantai masyarakat membutuhkannya.
epistemologis antara Nabi saw. Rupanya mereka terdorong
dan manusia lainnya. Para melakukan tugas itu karena takut
sahabat menjadi satu-satunya ancaman dan dosa
agen, yang dengan perantaraan menyembunyikan ilmu; kedua,
mereka pengetahuan andal kelompok yang mencurahkan
mengenai diri Nabi saw. (hadis) segala jerih payahnya untuk
dan al-Qur‟an dapat tujuan ini dan biasanya
12
ditransmisikan. Artinya, tanpa mengajarkan hadis secara
peran aktif mereka dalam proses teratur.13
perekaman dan transmisi hadis, Selama periode sahabat
ini, tepatnya dalam masa
11
Muhammad Abû Zahwu,
pemerintahan al-khulafâ’ al-
al-Hadîts wa al-Muhadditsûn, h. 101. râsyidûn, terjadi perkembangan
Sebuah studi yang cukup luas dan yang cukup menarik dan penting
komprehensif menyangkut penyebaran terkait dengan penyebaran dan
para sahabat Nabi ke berbagai wilayah transmisi hadis. Perkembangan
Islam dilakukan oleh Fu‟ad Jabali
dalam disertasi doktoralnya. Lihat
itu antara lain ditandai dengan:
Fu‟ad Jabali, The Companions of The pertama, upaya pembatasan
Prophet: A Geographical Distribution periwayatan hadis; dan kedua,
and Political Alignments, (Leiden: kehati-hatian dalam transmisi
Brill, 2003), h. 110-182, 200-513. hadis, baik ketika menerima
12
Daniel W. Brown,
Rethinking Tradition in Modern
13
Islamic Thaught, (Cambridge: Muhammad Mustafa
Cambridge University Press, 1994), h. Azami, Studies in Hadith Methodology,
85. h. 15.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 261

maupun menyampaikan kembali banyak sahabat yang menahan


kepada orang lain.14 Upaya diri untuk menyampaikan hadis
pembatasan periwayatan hadis ketika mereka merasa bahwa
tampaknya didasari oleh sebuah ingatannya meragukan.17 Alasan
kekhawatiran bahwa orang- lain dari upaya pembatasan
orang yang banyak periwayatan hadis adalah agar
meriwayatkan hadis akan dapat para sahabat berkonsentrasi
tergelincir karena suatu penuh menghafal al-Qur‟an dan
kesalahan atau kelupaan yang tidak terganggu oleh urusan
menjadikan mereka menyerupai lainnya.18 Sementara itu,
berbuat dusta tentang diri Nabi kehatian-hatian dalam transmisi
saw. secara tidak sadar.15 hadis tampaknya juga didasari
Dampak dari kesalahan ini oleh suatu alasan yang kurang
bagaimanapun akan tetap sama
dengan yang disengaja sejauh
dikaitkan dengan benar tidaknya (Saudi Arabia: Maktabat al-Kautsar,
sebuah hadis.16 Karenanya 1410 H/ 1990 M), h. 5.
17
Muhammad Mustafa
Azami, Studies in Hadith Methodology,
14
Mannâ„ al-Qaththân, h. 46. Hal itu antara lain didukung oleh
Mabâhits fî ‘Ulûm al-Hadîts, (Kairo: pernyataan Anas ibn Mâlik yang
Maktabat Wahbah, 1425 H/2004 M), menyebutkan bahwa sekiranya dia
h. 51-52; Nûr al-Dîn „Itr, al-Madkhal tidak takut berbuat kekeliruan niscaya
ilâ ‘Ulûm al-Hadîts, (Madinah: al- semua apa yang telah didengarnya dari
Maktabat al-„Ilmiyyah, 1972), h. 4; Nabi saw. akan dikemukannya kepada
Muhammad Abû Zahwu, al-Hadîts wa orang lain. Dalam laporan lain, Anas
al-Muhadditsûn, h. 66-69; Nûr al-Dîn ibn Mâlik juga menyatakan bahwa
„Itr, Manhaj al-Naqd, h. 52; Nûr al- dirinya dilarang untuk meriwayatkan
Dîn „Itr, Manâhij al-Muhadditsîn, h. hadis dalam jumlah yang banyak. Lihat
28-29. „Abdullâh ibn „Abd al-Rahmân al-
15
Muhammad „Abd al-„Azîz Dârimiy al-Samarqandiy, Sunan al-
al-Khûliy, Miftâh al-Sunnat au Târîkh Dârimiy, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.),
Funûn al-Hadîts, (Beirut: Dâr al-Kutub jilid I, h. 76-77; Abû al-Husain Muslim
al-„Ilmiyyah, t.th.), h. 20; Muhammad ibn al-Hajjâj al-Qusyairiy al-
Abû Zahwu, al-Hadîts wa al- Naisâbûriy, Shahîh Muslim, (Kairo:
Muhadditsûn, h. 67; Nûr al-Dîn „Itr, Dâr Ibn al-Haitsam, 1422 H/2001 M),
Manhaj al-Naqd, h. 52; Nûr al-Dîn „Itr, h. 5.
18
Manâhij al-Muhadditsîn, h. 28; Nûr al- Muhammad Abû Zahwu,
Dîn „Itr, al-Madkhal, h. 4; Mannâ„ al- al-Hadîts wa al-Muhadditsûn, h. 67;
Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm, h. 51. Nûr al-Dîn „Itr, Manhaj al-Naqd, h. 52;
16
Muhammad Mustafa Nûr al-Dîn „Itr, Manâhij al-
Azami, Manhaj al-Naqd ‘inda al- Muhadditsîn, h. 28; Nûr al-Dîn „Itr, al-
Muhadditsîn: Nas’atuhu wa Târîkhuhu, Madkhal, h. 4.
262 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

lebih sama dengan kasus sahabat yang mereka temui. Jika


pembatasan periwayatan hadis.19 melihat populasi tabiin yang
Penyebaran dan jumlahnya jauh lebih besar
transmisi hadis mengalami dibandingkan generasi sahabat,
peningkatan signifikan ketika maka dapat dipastikan bahwa
memasuki periode sahabat kecil kegiatan penyebaran dan
dan tabiin besar yang lebih transmisi hadis juga mengalami
dikenal dengan “zaman intisyâr peningkatan. Apalagi
al-riwâyat ilâ al-amshâr” pembatasan periwayatan hadis
(periode penyebaran riwayat ke selama periode tabiin tidak lagi
kota-kota).20 Pusat-pusat hadis menonjol.
mulai menyebar di berbagai Sejak pertengahan abad
kota. Selain kota Madinah yang II H, penyebaran dan transmisi
sudah menjadi pusat hadis sejak hadis mengalami perkembangan
awal Islam, kota-kota yang yang lebih pesat. Para ulama
merupakan pusat penyebaran sangat giat meriwayatkan hadis
hadis adalah Makkah, Kufah, dan kemudian menyusunnya
Bashrah, Syria, Mesir, Maghrib, dalam karya-karya kompilasi
Yaman, Jurjan, Qazwin, dan hadis yang lebih sistematis. Di
Khurasan.21 Di kota-kota inilah antara mereka yang paling
sejumlah besar tabiin menonjol adalah: „Abd al-Malik
mempelajari hadis dari para ibn „Abd al-„Azîz ibn Juraij (w.
150 H), Muhammad ibn Ishâq
(w. 151 H), Ma„mar ibn Râyid
19
Muhammad Thâhir al-
Jawâbiy, Juhûd al-Muhadditsîn fî Naqd (w. 153 H), Sa„îd ibn Abî
Matn al-Hadîts al-Nabawiy al-Syarîf,
(t.t.: Mu‟assasât „Abd al-Karîm ibn
„Arûbah (w. 156 H), „Abd al-
„Abdillâh, 1406 H/1986 M), h. 104- Rahmân ibn „Amr al-Auzâ„iy
105; Muhammad „Ajjâj al-Khathîb, (w. 156 H), Muhammad ibn
Ushûl al-Hadîts, h. 84.
20
„Abd al-Rahmân ibn Abî Dzi„b
Periode ini berlangsung (w. 158 H), al-Rabî‟ ibn Shabîh
sejak masa awal dinasti Umayyah
sampai akhir abad I H. Lihat M.
(w. 160 H), Sufyân al-Tsauriy
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu (w. 161 H), Hammâd ibn
Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991), h. Salamah (w. 167 H), Mâlik ibn
98. Anas (w. 179 H), Husyaim ibn
21
Muhammad „Ajjâj al- Basyîr (w. 188 H), Jarîr ibn
Khathîb, Ushûl al-Hadîts, h. 116-128;
Muhammad „Ajjâj al-Khathîb, al-
„Abd al-Hamîd (w. 188 H),
Sunnat Qabl al-Tadwîn, h. 164-175; „Abdullâh ibn al-Mubârak (w.
Muhammad Abû Zahwu, al-Hadîts wa 181 H), „Abdullâh ibn Wahb
al-Muhadditsûn, h. 101-107.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 263

(197 H), Wakî„ ibn al-Jarrâh (w. sejumlah besar ulama hadis
197 H), Sufyân ibn „Uyainah (w. terlibat aktif dalam kegiatan
198 H), dan Muhammad ibn periwayatan hadis dan sebagian
Idrîs al-Syâfi„iy (w. 204 H).22 mereka telah membukukannya
Proses penyebaran dan dalam karya-karya kompilasi
transmisi hadis mencapai standar yang dikenal dengan “al-
puncaknya pada abad III H yang Kutub al-Sittah”—yakni Shahîh
dianggap sebagai masa paling al-Bukhâriy, Shahîh Muslim,
cemerlang atau era keemasan Sunan Abî Dâwud, Jâmi‘ al-
dalam sejarah perkembangan Tirmidziy, Sunan al-Nasâ’iy, dan
hadis.23 Sepanjang abad ini Sunan Ibn Mâjah—ataupun
dalam karya-karya kompilasi
22
hadis lainnya.24 Pasca abad III
Muhammad ibn Ja„far al- H, penyebaran dan transmisi
Kattâniy, al-Risâlat al-Mustathrafah,
(Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah,
hadis, terutama yang bersifat
1400 H), h. 8; Muhammad ibn Mathar lisan (al-riwâyat al-
al-Zahrâniy, Tadwîn al-Sunnat al- syafahiyyah), sudah jauh lebih
Nabawiyyah, (Thaif: Maktabat al-
Shadîq, 1412 H), h. 88-89; Muhammad
Muhammad Abû Syuhbah, Fî Rihâb Musyarrafah, (Madinah: Maktabat al-
al-Sunnat al-Kutub al-Shihâh al-Sittah, „Ulûm al-Hikam, 1415 H/1994 M), h.
(Kairo: Majma„ al-Buhûts al- 308; Muhammad Abû Syuhbah, Fî
Islâmiyyah, 1389 H/1969 M), h. 23-24; Rihâb al-Sunnat, h. 27; Muhammad
Mushthafâ al-Sibâ„iy, al-Sunnat wa ibn Mathar al-Zahrâniy, Tadwîn al-
Makânatuhâ fî al-Tasyrî‘ al-Islâmiy, Sunnat, h. 93; Mushthafâ al-Sibâ„iy, al-
(Kairo: Dâr al-Qaumiyyat li al-Thibâ„at Sunnat wa Makânatuhâ, h. 103; Nûr al-
wa al-Nasyr, 1368 H/1949 M), h. 103; Dîn „Itr, Manhaj al-Naqd, h. 61;
al-Nu„mân „Abd al-Muta„âl al-Qâdliy, Muhammad Abû Syuhbah, al-Wasîth fî
al-Hadîts al-Syarîf: Dirâyatan wa ‘Ulûm, h. 73-74.
24
Riwâyatan, (Kairo: al-Majlis al-A„lâ li Shubhiy al-Shâlih, ‘Ulûm
al-Syu‟ûn al-Islâmiyyah, 1395 H/1975 al-Hadîts wa Mushthalahuhu, (Beirut:
M), h. 30-31; Muhammad „Ajjâj al- Dâr al-„Ilm li al-Malâyîn, 1988 M), h.
Khathîb, Ushûl al-Hadîts, h. 182; 48; Muhammad ibn Ja„far al-Kattâniy,
Muhammad „Ajjâj al-Khathîb, al- al-Risâlat al-Mustathrafah, h. 9-10;
Sunnat Qabl al-Tadwîn, h. 337-338; Muhammad ibn Mathar al-Zahrâniy,
Muhammad Abû Zahwu, al-Hadîts wa Tadwîn al-Sunnat, h. 97-143;
al-Muhadditsûn, h. 244; „Abd al-„Azîz Muhammad Abû Syuhbah, Fî Rihâb
al-Khûliy, Miftâh al-Sunnat, h. 21; al-Sunnat, h. 27-28; Mushthafâ al-
Muhammad Abû Syuhbah, al-Wasîth fî Sibâ„iy, al-Sunnat wa Makânatuhâ, h.
‘Ulûm, h. 71; Jamâl al-Dîn al-Qâsimiy, 103-104; Muhammad Abû Syuhbah,
Qawâ‘id al-Tahdîts, 70. al-Wasîth fî ‘Ulûm, h. 73-74; „Abd al-
23
Akram Dliyâ‟ al-„Umariy, „Azîz al-Khûliy, Miftâh al-Sunnat, h.
Buhûts fî Târîkh al-Sunnat al- 33-34.
264 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

berkurang dan kemudian (al-rihlat fî thalab al-hadîts)


25
mengalami masa surut. tumbuh sejalan dengan
meluasnya domain kekuasaan
Tradisi Rihlah Ilmiah dalam Islam ke luar batas-batas
Arus Penyebaran dan wilayah Arabia. Para sarjana
Transmisi Hadis hadis awal telah datang dari
Rihlah ilmiah pada berbagai kota yang jauh untuk
dasarnya merujuk pada setiap memperoleh pengetahuan
perjalanan untuk menuntut ilmu, mengenai hadis. Saat itu rihlah
mencari tempat belajar yang dianggap lebih mulia daripada
baik, mencari guru yang lebih terbenam dalam kenyamanan
otoritatif, atau juga perjalanan mempelajari buku-buku
seorang ilmuwan ke berbagai (kitâbah).27 Dalam rihlahnya,
tempat, apakah dia secara formal mereka rela tidak tidur
melakukan aktivitas akademik sepanjang malam, menempuh
atau tidak. Dengan demikian, perjalanan yang jauh,
rihlah ilmiah bisa mencakup mengarungi padang pasir yang
sebuah perjalanan yang memang gersang, dan memasuki berbagai
direncanakan untuk tujuan negeri. Di tengah keterbatasan
ilmiah (belajar, mengajar, bekal dan sulitnya transportasi,
berdiskusi, mencari kitab, dan mereka layak dicatat sebagai
seterusnya), atau sekadar ulama yang terus abadi di
perjalanan biasa yang dilakukan sepanjang masa.28
oleh orang-orang yang terlibat Secara historis, tradisi
dalam kegiatan keilmuan.26 rihlah tersebut diawali oleh
Tradisi rihlah ilmiah perjalanan keilmuan yang
dalam konteks pencarian hadis dilakukan oleh para sahabat
Nabi saw. untuk mencari hadis.
25
Jâbir ibn „Abdillâh (w. 78 H),
Mushthafâ al-Sibâ„iy, al- misalnya, ketika sampai
Sunnat wa Makânatuhâ, h. 104; Akram
Dliyâ‟ al-„Umariy, Buhûts fî Târîkh al-
kepadanya sebuah hadis yang
Sunnat, h. 308; M; „Abd al-„Azîz al- konon berasal dari salah seorang
Khûliy, Miftâh al-Sunnat, h. 34; sahabat Nabi saw., ia pun
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis,
h. 120.
26 27
Hasan Asari, Menguak Munawar Ahmad Anees
Sejarah Mencari ‘Ibrah: Risalah dan Alia N. Athar, Guide to Sira and
Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Hadith, h. xix.
28
Klasik, (Bandung: Citapustaka Media, Muhammad Abû Syuhbah,
2006), h. 198. Fî Rihâb al-Sunnat, h. 23.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 265

membeli unta, lalu mengadakan al-Ghimâd,31 tentu aku akan


perjalanan dengan mengendarai mengadakan perjalanan ke
32
unta itu selama satu bulan sana.”
hingga sampai di negeri Syria. Selama periode tabiin,
Ternyata sahabat dimaksud perjalanan keilmuan untuk
adalah „Abdullâh ibn Unais. mencari hadis semakin gencar
Jâbir pun menanyakan langsung dilakukan oleh para ulama hadis.
hadis itu kepadanya.29 Sahabat Sa„îd ibn Musayyab (w. 94 H),
lainnya, Abû Ayyûb al-Anshâriy misalnya, telah mengadakan
(w. 52 H) juga mengadakan perjalanan siang dan malam
perjalanan dari Madinah ke selama beberapa hari untuk
Mesir untuk mencari sebuah mendapatkan sebuah hadis.33
hadis dari „Uqbah ibn „Âmir.30 Abû Qilâbah (w. 104 H)
Sementara itu, Abû al-Dardâ‟ mengaku pernah tinggal selama
(w. 32 H) memberikan tiga hari di Madinah untuk
pernyataan, “Seandainya aku
mendapati kesulitan memahami
31
ayat al-Qur‟an, tetapi tidak ada Birk al-Ghimâd paling tidak
yang dapat membantu menunjuk pada dua tempat: (1) sebuah
tempat yang letaknya jauh di belakang
memecahkannya kecuali kota Makkah; dan (2) suatu daerah
seseorang yang tinggal di Birk yang berada di negeri Yaman. Menurut
Ibn al-Dumainah, yang dimaksud Birk
al-Ghimâd dalam pernyataan Abû
Dardâ‟ tadi adalah sebuah daerah yang
letaknya paling jauh di Yaman. Lihat
29
Abû „Amr Yûsuf ibn „Abd Abû „Abdillâh Yâqût ibn „Abdillâh al-
al-Barr al-Namariy al-Qurthubiy al- Hamawiy al-Rûmiy al-Baghdâdiy,
Andalusiy, Jâmi‘ Bayân al-‘Ilm wa Mu‘jam al-Buldân, (Beirut: Dâr al-
Fadllih, (Beirut: Dâr al-Kutub al- Kutub al-„Ilmiyah, t.th.), juz I, h. 475.
32
„Ilmiyah, t.th.), juz I, h. 93; Abû Bakr al-Khathîb al-Baghdâdiy,
Ahmad ibn „Aliy ibn Tsâbit al-Khathîb al-Rihlat fî Thalab al-Hadîts, (Beirut:
al-Baghdâdiy, al-Kifâyat fî ‘Ilm al- Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 1395 H/1975
Riwâyah, (Beirut: Dâr al-Kutub al- M), h. 195; Yâqût ibn „Abdillâh al-
„Ilmiyah, 1409 H/1988 M), h. 402. Hamawiy, Mu‘jam al-Buldân, juz I, h.
30
al-Hâkim Abû „Abdillâh 475.
33
Muhammad ibn „Abdillâh al-Hâfidz al- al-Khathîb al-Baghdâdiy,
Naisâbûriy, Ma‘rifat ‘Ulûm al-Hadîts, al-Rihlat fî Thalab al-Hadîts, h. 127-
(Hyderabad: Dâirat al-Ma„ârif al- 129; al-Khathîb al-Baghdâdiy, al-
„Utsmâniyah, t.th.), h. 7-8; Ibn „Abd al- Kifâyat fî ‘Ilm al-Riwâyah, h. 402; Ibn
Barr, Jâmi‘ Bayân al-‘Ilm, juz I, h. 93- „Abd al-Barr, Jâmi‘ Bayân al-‘Ilm, juz
94; al-Khathîb al-Baghdâdiy, al- I, h. 94; al-Hâkim al-Naisâbûriy, ‘Ulûm
Kifâyat fî ‘Ilm al-Riwâyah, h. 402. al-Hadîts, h. 7-8
266 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

bertemu dengan seseorang yang serupa pernah dilakukan oleh


memiliki hadis agar dia dapat „Âmir al-Sya„biy,38 Makhûl,39
meriwayatkan hadis darinya.34 Abû al-„Âliyah,40 dan Ibn al-
Hasan al-Bashriy (w. 110 H) Dailamiy.41
juga mengadakan perjalanan dari Sejak abad II H hingga
Bashrah ke Kufah menemui beberapa abad setelahnya,
Ka„ab ibn „Ujrah untuk perjalanan ilmiah mencari hadis
menanyakan suatu masalah.35 menjadi fenomena yang sangat
Busr ibn „Ubaidillâh al- umum. Seperti diungkapkan
Hadlramiy (w. 110 H) mengaku Muhammad Mustafa Azami,
pernah berkelana ke Mesir untuk “Thus from the second century
mendengarkan sebuah hadis.36 to a few centuries later a
Demikian juga, al-Zuhriy (w. general requirement of a student
124 H) pernah melakukan of hadith was to make extensive
pengembaraan ke Syria journeys for learning hadith”.42
menjumpai „Athâ‟ ibn Yazîd, Selama beberapa abad ini,
Ibn Muhairîz, dan Ibn Haiwah, banyak ulama yang melakukan
lalu ke Mesir, Irak, dan negeri- perjalanan dari negeri asalnya
negeri Islam lainnya untuk menuju berbagai negeri Islam
mencari hadis.37 Aktivitas
H/1984 M), h. 231; „Âdil Muhammad
34
al-Dârimiy, Sunan al- Muhammad Darwîsy, Nazhrât fî al-
Dârimiy, jilid I, h. 140; al-Khathîb al- Sunnat wa ‘Ulûm al-Hadîts, (t.t.: t.p.,
Baghdâdiy, al-Rihlat fî Thalab al- 1419 H/1998 M), h. 91.
38
Hadîts, h. 144-145. al-Khathîb al-Baghdâdiy,
35
al-Khathîb al-Baghdâdiy, al-Rihlat fî Thalab al-Hadîts, h. 142;
al-Rihlat fî Thalab al-Hadîts, h. 143; al-Khathîb al-Baghdâdiy, al-Kifâyat fî
al-Khathîb al-Baghdâdiy, al-Kifâyat fî ‘Ilm al-Riwâyah, h. 402; Ibn „Abd al-
‘Ilm al-Riwâyah, h. 402; Akram Dliyâ‟ Barr, Jâmi‘ Bayân al-‘Ilm, juz I, h. 95.
39
al-„Umariy, Buhûts fî Târîkh al-Sunnat, al-Khathîb al-Baghdâdiy,
h. 279. al-Rihlat fî Thalab al-Hadîts, h. 198.
36 40
al-Dârimiy, Sunan al- al-Dârimiy, Sunan al-
Dârimiy, jilid I, h. 140; al-Khathîb al- Dârimiy, jilid I, h. 140; al-Khathîb al-
Baghdâdiy, al-Rihlat fî Thalab al- Baghdâdiy, al-Kifâyat fî ‘Ilm al-
Hadîts, h. 147-148; Ibn „Abd al-Barr, Riwâyah, h. 402-403; Akram Dliyâ‟ al-
Jâmi‘ Bayân al-‘Ilm, juz I, h. 95; „Umariy, Buhûts fî Târîkh al-Sunnat, h.
Akram Dliyâ‟ al-„Umariy, Buhûts fî 280.
41
Târîkh al-Sunnat, h. 279-280. al-Khathîb al-Baghdâdiy,
37
al-Hasan ibn „Abd al- al-Rihlat fî Thalab al-Hadîts, h. 135.
42
Rahmân al-Râmahhurmuziy, al- Muhammad Mustafa
Muhaddits al-Fâshil baina al-Râwiy Azami, Studies in Hadith Methodology,
wa al-Wâ‘iy, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1404 h. 50.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 267

lainnya untuk mendapatkan 204 H) pernah mengadakan


suatu hadis. Al-Auzâ„iy (w. 157 perlawatan untuk mencari hadis
H) yang berasal dari Beirut yang ada pada Mâlik ibn Anas
mengadakan perjalanan menuju (w. 179 H) di Madinah,
Yahyâ ibn Abî Katsîr yang kemudian ke Baghdad dan
berada di Yamamah, selanjutnya Mesir.46
memasuki kota Bashrah.43 Demikian pula, Ahmad
Syu„bah ibn al-Hajjâj (w. 160 ibn Hanbal (w. 241 H), pernah
H), ketika mengecek sebuah melawat dan mengumpulkan
hadis, mengadakan perjalanan hadis yang ada di Irak, Yaman,
ke Makkah untuk menjumpai Kufah, Bashrah, Jazirah,
„Abdullâh ibn „Athâ‟. Ibn „Athâ‟ Makkah, Madinah, dan Syria.47
ternyata mendapatkan hadis itu
dari Sa„ad ibn Ibrâhîm. Syu„bah
pun mengadakan perjalanan ke Dilaporkan pula, Sufyân al-Tsauriy
Madinah untuk menemui Sa„ad. pernah berkelana ke Khurasan, Rayy,
Ternyata hadis itu diterima Jurjan, Palestina, Tha„if, dan Makkah.
Sa„ad dari Ziyâd ibn Mikhraq. Lihat „Ishâm Muhammad al-Hajj „Aliy,
Maka Syu„bah melanjutkan al-Imâm Sufyân ibn Sa‘îd al-Tsauriy:
Sayyid al-Huffâzh, (Beirut: Dâr al-
perjalanan ke Bashrah untuk Kutub al-„Ilmiyah, 1412 H/1992 M), h.
menemui Ziyâd. Ziyâd ternyata 61-65.
46
menerima hadis itu dari Syahr Jamâl al-Dîn „Abd al-
ibn Hausyab dari Abû Raihanah Rahîm al-Asnawiy, Thabaqât al-
dari „Uqbah ibn „Âmir dari Nabi Syâfi‘iyyah, (Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyah, 1407 H/1987 M), juz I, 18;
saw.44 Sufyân al-Tsauriy (w. 161 Ahmad ibn „Aliy ibn Hajar al-
H) telah melakukan perjalanan „Asqalâniy, Sîrat al-Imâmain al-Laitsiy
dari Kufah ke Bashrah, lalu ke wa al-Syâfi‘iy, (Kairo: Matabat al-
Yaman, untuk mendapatkan Âdâb, 1415 H/1994 M), 117-121; Abû
suatu hadis.45 Al-Syâfi„iy (w. al-„Abbâs Syams al-Dîn Ahmad ibn
Muhammad ibn Abî Bakr ibn
Khallikân, Wafayât al-A‘yân wa Anbâ’
43
al-Hasan ibn „Abd al- Abnâ’ al-Zamân, (Beirut: Dâr al-
Rahmân al-Râmahhurmuziy, al- Tsaqâfah, t.th.), jilid IV, h. 165.
47
Muhaddits al-Fâshil, h. 231. al-Hasan ibn „Abd al-
44
al-Khathîb al-Baghdâdiy, Rahmân al-Râmahhurmuziy, al-
al-Rihlat fî Thalab al-Hadîts, h. 152- Muhaddits al-Fâshil, h. 230; Abû al-
153; Akram Dliyâ‟ al-„Umariy, Buhûts Faraj „Abd al-Rahmân ibn al-Jauziy,
fî Târîkh al-Sunnat, h. 281. Manâqib al-Imâm Ahmad ibn Hanbal,
45
al-Hasan ibn „Abd al- (Beirut: Dâr al-Afâq al-Jadîdah, 1402
Rahmân al-Râmahhurmuziy, al- H/1982 M), h. 22; Muhammad Abû
Muhaddits al-Fâshil, h. 231. Zahrah, Ibn Hanbal, (Kairo: Dâr al-
268 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

Al-Bukhâriy (w. 256 H), juga Perjalanan keilmuan


berkelana dan mengumpulkan tersebut, selain tentu untuk
hadis yang tersebar di berbagai mendapatkan hadis sebagai
daerah, seperti Makkah, tujuan utamanya, juga dapat
Madinah, Syria, Mesir, mendatangkan sejumlah
Baghdad, Kufah, Bashrah, manfaat. Pertama, untuk
Wasith, Merv, Hara‟, Jazirah, pengokohan dari sisi ilmiah.
Naisabur, „Asqalan, Homsh, dan Sebuah perjalanan ilmiah mesti
Khurasan.48 Al-Hâkim al- dilakukan dalam upaya
Naisâbûriy (w. 405 H) telah menuntut ilmu agar dapat
mengembara ke Irak, Khurasan, memperoleh sejumlah manfaat
Transoxiana, dan Hijaz, untuk dan kesempurnaan ketika
tujuan yang sama.49 Sementara bertemu langsung dengan
al-Khathîb al-Baghdâdiy (w. 463 beberapa guru serta bergaul
H) pernah mengadakan dengan banyak orang.51 Kedua,
perjalanan mencari hadis dari untuk penyebaran ilmu yang
Baghdad ke daerah-daerah lain, telah dihasilkan oleh ulama.
seperti Kufah, Bashrah, Rihlah ilmiah yang dilakukan
Naisabur, Syria, Makkah, dan oleh seorang ulama menjadi
lainnya.50 salah satu sebab bagi
kemunculan ilmu dan sekaligus
Fikr al-„Arabiy, 1418 H/1997 M), h. penyebarannya ke berbagai
23-24. daerah. Ketiga, untuk perluasan
48
al-Husain „Abd al-Majîd budaya masyarakat Islam.
Hâsyim, al-Imâm al-Bukhâriy Ketika mengadakan
Muhadditsan wa Faqîhan, (Kairo: Dâr
al-Qaumiyah, t.th.), h. 28-36; Carl
pengembaraan ilmiah ke
Brockelmann, Târîkh al-Adab al- berbagai negeri, para ulama
‘Arabiy, terj. „Abd al-Halîm al-Najjar, dapat mengadakan kontak
(Kairo: Dâr al-Ma„ârif, 1977), juz III,
h. 163.
49
Tâj al-Dîn Abî Nashr „Abd Jâmi‘ li Akhlâq al-Râwiy wa Âdâb al-
al-Wahhâb ibn „Aliy ibn „Abd al-Kâfiy Sâmi‘, (Beirut: Mu‟asasat al-Risâlah,
al-Subkiy, Thabaqât al-Syâfi‘iyyat al- 1401 H/1981 M), jilid I, h. 30-36.
51
Kubrâ, (Mesir: „Îsâ al-Babiy al-Halabiy Dalam kasus ini, Ibn
wa Syurakah, 1385 H/1966 M), juz IV, Khaldûn berkomentar, “Bahwasanya
h. 156; al-Sayyid Mu„zham Husain, perjalanan mencari berbagai ilmu dan
“Tadzikarat al-Mushannif”, dalam al- menemui sejumlah guru dapat
Hâkim al-Naisâburiy, ‘Ulûm al-Hadîts, menambah kesempurnaan dalam
h. c. pembelajaran.” Lihat „Abd Rahmân ibn
50
Abû Bakr Ahmad ibn „Aliy Khaldûn, Muqaddimat Ibn Khaldûn,
ibn Tsâbit al-Khathîb al-Baghdâdiy, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 541.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 269

dengan orang-orang yang isolasi ilmiah. Akan tetapi, para


beragam budaya dan tradisi, ulama dengan senang hati
yang kemudian terjadi melakukan pengembaraan
pertukaran budaya ketika para ilmiah ke berbagai daerah dan
ulama pengembara berpindah sekaligus menimba ilmu dari
dari satu negeri ke negeri pusat-pusat pemikiran yang
lainnya. Keempat, untuk berbeda-beda di dunia Islam.53
menumbuhkan keutamaan dan Segaris dengan al-„Umariy,
kesempurnaan jiwa. Hal itu Shubhiy al-Shâlih,
justru yang dicari oleh para mengungkapkan bahwa dampak
ulama dalam pengembaraannya. dari perjalanan keilmuan
Kelima, untuk mendapatkan mencari hadis adalah berupa
sahabat-sahabat baru yang tulus. penyatuan nas hadis dan
Rihlah ilmiah ternyata menjadi mengubah wataknya dari corak
sarana efektif untuk kedaerahan ke corak umum yang
mendapatkan kawan-kawan baru universal.54
yang saling kenal dan sayang. Dalam kegiatan rihlah
Karenanya antar sesama muslim ilmiah dan transmisi hadis itu
terjalin rasa sayang dan terbangun jalinan hubungan
kerjasama yang tinggi, sehingga yang erat antarsesama ulama
seluruh negeri Islam terbuka hadis dari berbagai kota dan
bagi setiap orang yang beragama negeri, yang pada gilirannya
Islam.52 membentuk semacam “jaringan
Lebih lanjut, Akram ulama” yang luas di antara
Dliyâ‟ al-„Umariy menyatakan mereka. Pola hubungan yang
bahwa sekiranya bukan karena terjadi dalam “jaringan ulama”
al-rihlat fî thalab al-‘ilm (rihlah itu jika diskemakan dapat saja
ilmiah untuk mencari hadis), mengambil bentuk hubungan
maka yang akan muncul adalah antara guru dan murid, antara
corak pemikiran yang bersifat guru hadis yang satu dengan
kedaerahan pada setiap kota di yang lainnya, maupun
dunia Islam karena adanya antarsesama murid yang

52
Nûr al-Dîn „Itr, “I„jâz al-
Nubuwwat al-„Ilmiy”, dalam al-
53
Khathîb al-Baghdâdiy, al-Rihlat fî Akram Dliyâ‟ al-„Umariy,
Thalab al-Hadîts, h. 24-28. Buhûts fî Târîkh al-Sunnat, h. 284.
54
Bandingkan dengan Hasan Asari, Shubhiy al-Shâlih, ‘Ulûm
Menguak Sejarah, h. 207-210. al-Hadîts, h. 59.
270 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

meriwayatkan hadis dari guru murid-muridnya.56 Proses


yang sama.55 terbentuknya jaringan ulama
secara umum terkait erat dengan
Kontribusi Transmisi Hadis perkembangan tradisi keilmuan
dalam Pembentukan Jaringan Islam sendiri. Dalam konteks ini
Ulama barangkali hadis merupakan
Jaringan ulama cabang ilmu yang secara khusus
merupakan hubungan yang memiliki peran istimewa.
kompleks dan luas, baik yang Seperti telah disinggung
terjalin antarsesama ulama sebelumnya, dalam studi dan
maupun antara ulama yang transmisi hadis terdapat sebuah
berfungsi sebagai guru dengan tradisi keilmuan yang dikenal
dengan “al-rihlat fî thalab al-
hadîts” (rihlah ilmiah untuk
mencari hadis).
Azyumardi Azra dan
55
Dalam penelitian dan studi Oman Fathurrahman menyetujui
hadis dikenal adanya istilah al-i’tibâr, bahwa tradisi rihlah ilmiah
yakni menyertakan seluruh mata-rantai secara historis bermula dari
transmisi (sanad) untuk matan hadis perjalanan keilmuan yang
tertentu. Untuk lebih mudahnya
biasanya dibuat sebuah skema. Dari
dilakukan oleh para sahabat
situ akan terlihat dengan jelas seluruh sepeninggal Nabi saw. untuk
jalur sanad yang diteliti, nama-nama mengumpulkan dan merekam
periwayat, dan metode transmisi yang hadis yang ditinggalkannya.
digunakan. Selain itu, dalam skema Dalam perkembangan lebih
sanad yang menyeluruh akan
tergambar dengan jelas hubungan guru
lanjut, perjalanan keilmuan
dan murid, sesama guru, ataupun tersebut ternyata tidak hanya
sesema murid yang menerima hadis menghasilkan koleksi hadis,
dari guru yang sama. Penjelasan tetapi juga mendorong
tentang al-i’tibâr ini, lihat Abû „Amr terbentuknya semacam
„Utsmân ibn „Abd al-Rahmân ibn al-
Shalâh al-Syahrzuriy, ‘Ulûm al-Hadîs,
“jaringan” sahabat Nabi saw.
(Madinah: al-Maktabat al-„Ilmiyyah, yang terlibat dalam usaha
1972), h. 74-76; Jalâl al-Dîn al-
Suyûthiy, Tadrîb al-Râwiy, h. 205;
Mahmûd al-Thahhân, Taisir
Mushthalah al-Hadîts, (Beirut: Dâr al-
Qur‟ân al-Karîm, 1399 H/1979 M), h.
56
140; M. Syuhudi Ismail, Metodologi Azyumardi Azra dan Oman
Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Fathurrahman, “Jaringan Ulama”, h.
Bintang, 1413 H/1992 M), h. 51-52. 105.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 271

merekam, menghafal, dan Sejarah intelektual Islam klasik


mencatat hadis.57 dengan jelas menunjukkan
Setelah generasi sahabat bahwa para ulama pada semua
berlalu dan persoalan bidang keilmuan turut
pengumpulan serta perekaman melakukan rihlah ilmiah.60
hadis diambil alih oleh generasi Dalam studi sejarah, misalnya,
tabiin, jarak yang diperlukan tercatat nama al-Balâdzuriy (w.
dalam perjalanan keilmuan 279 H), yang pernah melakukan
tersebut menjadi semakin jauh rihlah ke Aleppo, Damaskus,
seiring dengan meluasnya Homs, Antiokia, Irak, dan kota
wilayah kekuasaan Islam dan lainnya.61 Sejarawan lainnya, al-
bertambahnya jumlah pusat- Ya„qûbiy (w. 284 H), pernah
pusat ilmu pengetahuan. Maka mengembara ke Armenia,
jadilah perjalanan keilmuan Transoxania, Zanjan,
dalam rangka mencari hadis, Azerbaijan, Hamadzan, Isfahan,
mengumpulkan, menyeleksi, Naisabur, Merv, Badighistan,
menilai, dan kemudian Sijistan, Balkh, Bukhara,
mengkodifikasikannya sebagai Samarkand, Makkah, Madinah,
wujud awal tradisi rihlah ilmiah Yaman, Aljazair, Homsh, Syria,
dalam sejarah Islam.58 Yordania, Aleppo, India, Mesir,
Ketika hadis telah Palestina, Libya, Tunisia,
terkumpul dan dihimpun dalam Maroko, Spanyol, dan negeri
karya-karya kompilasi hadis lainnya.62 Al-Thabariy (w. 310
yang otoritatif, perjalanan H) melakukan rihlah ilmiah dari
keilmuan tersebut tidak lagi
terjadi dalam konteks 60
Hasan Asari, Menguak
pengumpulan hadis, tetapi lebih Sejarah, h. 201.
61
jauh dalam upaya menuntut dan Ridlwân Muhammad
mengembangkan ilmu-ilmu Ridlwân, “Hayât al-Balâdzuriy”, dalam
Abû al-Hasan al-Balâdzuriy, Futûh al-
keislaman secara keseluruhan.59 Buldân, (Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyah, 1412 H/1991 M), h. 7.
62
Husain „Âshiy, al-Ya‘qûbiy:
57
Azyumardi Azra dan Oman ‘Ashruh, Sîrat Hayâtih, Manhajuh al-
Fathurrahman, “Jaringan Ulama”, h. Târîkhiy, (Beirut: Dâr al-Kutub al-
105. „Ilmiyah, 1413 H/1992 M), h. 42-43;
58
Hasan Asari, Menguak Yusri Abd al-Ghani Abdullah,
Sejarah, h. 201. Historiografi Islam: Dari Klasik
59
Azyumardi Azra dan Oman hingga Kontemporer, terj. Sudrajat,
Fathurrahman, “Jaringan Ulama”, h. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
105. h. 169-176.
272 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

kota kelahirannya, Thibristan, Khurasan, Turkistan,


menuju Baghdad, lalu ke Mesir, Afghanistan, Srilangka, Cina,
Syria, dan Irak.63 Al-Mas„ûdiy Fez, Spanyol, Gibraltar, Sudan,
berkelana dari Baghdad menuju dan lainnya.66
Mesir, kemudian ke Persia, Perjalanan keilmuan
Kerman, India, Srilangka, yang sama juga ditempuh oleh
Oman, Zanzibar, pesisir Afrika para ulama sufi. Seorang sufi
Timur, Sudan, Madagaskar, terkemuka, Abû Hâmid al-
Jurjan (Georgia), Syria, Ghazâliy (w. 505 H), dari kota
Palestina, dan Antiokia.64 Rihlah kelahirannya, Thus, pernah
ini akhirnya mencapai hasil mengembara ke Jurjan
mengagumkan di tangan Ibn (Georgia), Naisabur, Baghdad,
Baththûthah (w. 779 H). Ia Damaskus, Yerusalem, Makkah,
mengembara ke berbagai Madinah, dan Hamadzan.67 Sufi
penjuru dunia. Selama 30 tahun lainnya, Ibn „Arabiy (w. 638 H),
mengembara, ia menempuh pernah mengembara ke Sevilla,
perjalanan lebih dari 75.000 Ceuta, Rota, Tunisia, Fez, Mesir,
mil.65 Negeri-negeri yang pernah Makkah, Madinah, Yerusalem,
disinggahinya adalah Marokko, Baghdad, Mosul, Ronda, Konya,
Aljazair, Tunisia, Libya, Mesir, Damaskus, Hebron, Aleppo,
Palestina, Lebanon, Syria, Hijaz, Armenia, dan beberapa kota
Yaman, Oman, Bahrain, India, lainnya untuk menjumpai para
guru sufi.68 Pengembaraan
63
„Effat al-Sharqawi, Filsafat
66
Kebudayaan Islam, terj. Ahmad Rofi‟ Asmâ‟ Abû Bakr
Usmani, (Bandung: Pustaka, 1406 Muhammad, Ibn Baththûthah: al-Rajul
H/1986 M), h. 269. wa al-Rihlah, (Beirut: Dâr al-Kutub al-
64
Husain Âshiy, Abû al- „Ilmiyah, 1412 H/1992 M), h. 39-41.
67
Husain al-Mas‘ûdiy: al-Mu’arrikh wa Abdul Fattah Sayyid
al-Jughrâfiy, (Beirut: Dâr al-Kutub al- Ahmad, Tasawuf Antara al-Ghazali &
„Ilmiyah, 1413 H/1993 M), h. 50-51; Ibn Taimiyah, terj. Muhammad
Shukrieh R. Merlet, “Arab Muchson Anasy, (Jakarta: Khalifa,
Historiography”, dalam Mohamed 2005), h. 57-61; Osman Bakar,
Taher (ed.), Encyclopaedic Survey of Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-
Islamic Culture, (New Delhi: Anmol Pikir Islamisasi Ilmu Menurut al-
Publications Pvt. Ltd., 1997), vol. V, h. Farabi, al-Ghazali, Quthb al-Din al-
85; „Effat al-Sharqawi, Filsafat Syirazi, terj. Purwanto, (Bandung:
Kebudayaan Islam, h. 285. Mizan, 1997), h. 181-188.
65 68
Jamil Ahmad, Hundred Claude Addas, Mencari
Great Muslims, (Lahore, Rawalpindi, Belerang Merah: Kisah Hidup Ibn
Karachi: Ferozsons Ltd., 1984), h. 500. ‘Arabi, terj. Zaimul Am, (Jakarta:
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 273

seperti ini sudah sangat lazim di Dalam perkembangan historis


kalangan sufi. Para ulama fikih, lebih lanjut, terutama pada masa
tafsir, kalam, atau lainya, juga pertumbuhan jaringan ulama,
sering melakukan rihlah untuk sanad ini mengacu pada
mendapatkan ilmu. Perjalanan rangkaian sejumlah guru dengan
para sarjana muslim dari murid-muridnya yang menerima
berbagai latar belakang pelajaran tentang ilmu hadis.70
keilmuan tersebut pada Oleh karena itu, dalam
gilirannya membentuk jaringan proses penyebaran dan transmisi
ulama di kalangan mereka. hadis terbentuk sebuah jaringan
Lebih jauh, pembentukan yang dikenal dengan “jalur
jaringan ulama dan keilmuan sanad” (al-thuruq), yakni suatu
dalam Islam tampaknya tak jalinan yang menghubungkan
dapat dipisahkan dari sistem antara guru dan murid.71
jaringan sanad (isnâd) yang Predikat dan jalinan hubungan
sangat dipentingkan dalam guru dan murid dalam kasus
transmisi hadis. Sebagaimana transmisi hadis ini barangkali
diketahui, studi dan transmisi cukup lentur. Seorang periwayat
hadis melibatkan serangkaian suatu saat diposisikan sebagai
otoritas yang dikenal dengan murid ketika ia menerima hadis
“sanad” (isnâd). Sanad dari periwayat sebelumnya,
merupakan mata-rantai transmisi namun ia juga dapat dipandang
yang berkesinambungan sampai sebagai guru ketika
kepada Nabi Muhammad saw.69 menyampaikan hadis kepada
orang lain.72 Bahkan, tak jarang
Serambi, 2004), h. 167-312; Kautsar terjadi pertukaran posisi ketika
Azhari Noer, Ibn al-‘Arabi: Wahdat al-
Wujûd dalam Perdebatan, (Jakarta:
Paramadina, 1995), h. 19-24. M), h. 15-16; Mahmûd al-Thahhân,
69
Penjelasan tentang sanad Taisir Mushthalah al-Hadîts, h. 15;
(isnâd), menurut para sarjana hadis, Muhammad „Ajjâj al-Khathîb, Ushûl
lihat Zhafar Ahmad al-„Utsmâniy al- al-Hadîts, h. 32.
70
Tahânawiy, Qawâ‘id fî ‘Ulûm al- Azyumardi Azra dan Oman
Hadîts, Kairo: Dâr al-Salâm, 1421 Fathurrahman, “Jaringan Ulama”, h.
H/2000 M), h. 26; Mahmud al- 106.
71
Thahhan, Ushûl al-Takhrîj wa Dirâsat Ibrâhîm Dasûkiy al-
al-Asânîd, (Riyadl: Maktabat al- Syahâwiy, Mushthalah al-Hadîts, h.
Ma„ârif, 1412 H/1991 M), h.138; 68.
72
Muhammad Mathar al-Zahrâniy, ‘Ilm Ibrâhîm Dasûkiy al-
al-Rijâl: Nasy’atuhu wa Târîkhuhu, Syahâwiy, Mushthalah al-Hadîts, h.
(Riyadl: Dâr al-Hijrah, 1417 H/1996 68.
274 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

para periwayat saling Dalam perspektif sejarah


meriwayatkan hadis satu sama ilmu-ilmu keislaman, sistem
lain. jaringan sanad (isnâd) ini juga
Sistem jaringan sanad diterapkan dalam berbagai
(isnâd), dengan demikian, cabang keilmuan, seperti tafsir,
mendorong terbentuknya fikih, dan sejarah Islam. Sebagai
jaringan ulama di kalangan para misal, dalam bidang tafsir
ahli hadis. Secara faktual, terdapat sebuah corak penafsiran
sebuah hadis terkadang yang lebih mementingkan mata-
ditransmisikan melalui banyak rantai transmisi, yang dikenal
“jalur sanad” (al-thuruq). dengan tafsîr bi al-ma’tsûr atau
Dengan adanya jalur sanad yang tafsîr bi al-riwâyah.74 Demikian
banyak itu sudah cukup untuk pula, dalam studi sejarah Islam,
melahirkan semacam jaringan ditemukan model historiografi
ulama di antara para periwayat dengan al-riwâyah.75 Sementara
hadis. Apalagi, jika hadis yang itu, studi fikih pada masa
ditransmisikan dalam jumlah awalnya juga sangat
yang lebih besar, maka akan mengandalkan sanad karena
tersusun jaringan ulama hadis fikih semula memang
yang lebih luas. Kalau sekiranya merupakan bagian yang tak
para sarjana hadis rata-rata terpisahkan dari hadis.76
mentransmisikan hadis dalam
jumlah puluhan, ratusan, atau
ribuan, tentu akan terbentuk
jaringan ulama yang sangat Studies on the Origins and Uses of
Islamic Hadith, (Aldershot: Variorum,
kompleks dan ekstensif. Dalan 1996), h. 343-383.
jaringan itu mungkin sekali 74
Muhammad Husain al-
terjadi hubungan saling silang di Dzahabiy, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn,
antara banyak ulama yang (Kairo: Maktabat Wahbah, 1424
terlibat dalam transmisi hadis.73 H/2003 M), juz I, h. 11; Muhammad
„Aliy al-Shâbûniy, al-Tibyân fî ‘Ulûm
al-Qur’ân, (Beirut: „Âlam al-Kutub,
73
Penjelasan yang lebih luas 1405 H/1985 M), h. 67.
75
tentang penyebaran jaringan sanad „Effat al-Sharqawi, Filsafat
hadis, lihat Muhammad Mustafa Kebudayaan Islam, h. 259.
76
Azami, Studies in Hadith Methodology, Muhammad Zubayr
h. 33-42; G.H.A. Juynboll, “Some Shiddiqi, “Hadith—A Subject of Keen
Isnâd —Analytical Methods Illustrated Interest”, dalam P.K. Koya (ed.),
on the Basis of Several Women — Hadith and Sunnah: Ideals and
Demeaning Sayings from Hadith Realities, (Kuala Lumpur: Islamic
Literature”, dalam G.H.A. Juynboll, Book Trust, 1996), h. 13.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 275

Selain itu, penggunaan Studi disertasi


sanad (isnâd) yang lebih luas Azyumardi Azra yang
ditemukan dalam tarekat. Sistem membahas tentang jaringan
jaringan sanad dalam tarekat ulama Timur Tengah dan
disebut dengan “silsilah”. Melayu-Nusantara pada abad
Silsilah tarekat XVII dan XVIII M juga
berkesinambungan satu sama menegaskan bahwa sanad hadis
lain ke atas sampai kepada Nabi dan silsilah tarekat mempunyai
saw. atau bahkan sampai kepada peranan signifikan dalam
Malaikat Jibril dan Allah swt. menghubungkan para ulama
yang merupakan sumber dari yang terlibat dalam jaringan.
segala pengetahuan spiritual.77 Melalui telaah-telaah hadis, para
Sebagaimana halnya sanad guru dan murid-murid dalam
dalam hadis, silsilah yang jaringan ulama terkait satu sama
berkesinambungan merupakan lain. Demikian pula, organisasi
salah satu syarat terpenting bagi tarekat, melalui silsilah yang
kesahihan otoritas dalam berkesinambungan, menjadi
keilmuan dan penerimaan sarana untuk menghubungkan
tasawuf atau tarekat sehingga ulama satu sama lainnya.79
tarekat tersebut dapat dipandang Lepas dari pentingnya
sah (mu‘tabarah).78 Silsilah sanad dan sisilah sebagai faktor
tarekat ini juga turut membentuk penting yang menimbulkan
jaringan ulama dan keilmuan keterpaduan dalam jaringan
dalam Islam. ulama, pada dasarnya jaringan
ulama yang terbetuk dan
77
Azyumardi Azra dan Oman berkembang sepanjang sejarah
Fathurrahman, “Jaringan Ulama”, h. Islam tidaklah terorganisasi
106. secara formal, apalagi menjadi
78
Gambaran umum tentang sebuah organisasi formal
silsilah atau jaringan guru-murid dalam
beberapa tarekat maktabarah, antara
tertentu. Jaringan antara mursyid
lain dapat dilihat dalam Sri Mulyati et dan wakil mereka memang
al., Mengenal dan Memahami Tarekat- seringkali terjalin melalui
tarekat Muktabarah di Indonesia, kerangka organisasi terekat,
(Jakarta: Kencana, 2005), h. 26-397;
Zamakhsyari Dhofir, Tradisi
79
Pesantren: Studi tentang Pandangan Azyumardi Azra, Jaringan
Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
79-81; Endang Turmudi, Nusantara Abad XVII dan XVIII,
Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, (Bandung: Mizan, 1994), h. 105-107,
(Yogyakarta: LKiS, 2004), h. 73-90. 295.
276 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

tetapi jaringan antarmereka tidak yang dikenal dengan “sanad”


terorganisasi secara formal. (isnâd). Dari proses transmisi
Karenanya jaringan ulama lebih hadis inilah terbentuk sebuah
merupakan ikatan yang bersifat jaringan yang dikenal dengan
longgar dan informal, tetapi “jalur sanad” (al-thuruq), yakni
karena berbagai faktor ikatan itu suatu jalinan yang
menjadi cukup solid dan efektif menghubungkan antara guru dan
dalam mencapai tujuan keilmuan murid. Dalam perkembangan
Islam khususnya dan penyebaran selanjutnya, khususnya pada
Islam umumnya.80 masa pertumbuhan jaringan
ulama, jalur sanad mengacu
PENUTUP kepada rangkaian sejumlah guru
Dari pemaparan di muka dengan murid-muridnya yang
terungkap dengan jelas bahwa menerima pelajaran tentang ilmu
proses pembentukan jaringan hadis.
intelektual dan keilmuan dalam Sistem jaringan sanad
Islam berkaitan erat dengan (isnâd) tersebut kemudian
perkembangan historis diterapkan dalam berbagai
penyebaran dan transmisi hadis cabang disiplin ilmu keislaman,
maupun tradisi al-rihlat fî thalab seperti tafsir, fikih, dan sejarah
al-hadîts (rihlah ilmiah untuk Islam. Dalam bidang tafsir
mencari hadis). Dalam arus terdapat sebuah corak penafsiran
penyebaran dan transmisi hadis yang lebih mementingkan mata-
terjadi pola hubungan yang rantai transmisi, yang dikenal
kompleks dan saling silang dengan tafsîr bi al-ma’tsûr atau
antara guru dan murid, sesama tafsîr bi al-riwâyah. Dalam studi
guru, ataupun sesama murid, sejarah Islam, ditemukan model
yang kemudian membentuk historiografi dengan al-riwâyah.
semacam “jaringan ulama” yang Penggunaan sanad juga
terdiri atas para sarjana hadis. ditemukan dalam bidang fikih.
Sebagaimana diketahui, proses Jaringan sanad (isnâd) yang
transmisi hadis melibatkan lebih luas dijumpai dalam
rangkaian otoritas yang tarekat yang dikenal dengan
berkesinambungan sampai “silsilah”. Silsilah tarekat
kepada Nabi Muhammad saw. berkesinambungan satu sama
lain ke atas sampai kepada Nabi
80
Azyumardi Azra dan Oman saw. atau bahkan sampai kepada
Fathurrahman, “Jaringan Ulama”, h. Malaikat Jibril dan Allah swt.
106.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 277

Jaringan sanad dan silsilah dihimpun dalam karya-karya


tarekat ini juga turut membentuk kompilasi hadis yang otoritatif,
jaringan ulama dan keilmuan perjalanan ilmiah tidak lagi
dalam Islam. terjadi dalam konteks
Tradisi al-rihlat fî thalab pengumpulan hadis, tetapi lebih
al-hadîts (rihlah ilmiah untuk jauh dalam upaya menuntut dan
mencari hadis) yang tumbuh mengembangkan ilmu-ilmu
bersamaan dengan proses keislaman secara keseluruhan,
penyebaran dan transmisi hadis mulai bidang tafsir, fikih, kalam,
juga diakui memberikan tasawuf, hingga sejarah Islam.
kontribusi penting dalam Perjalanan para ulama dari
pembentukan jaringan ulama berbagai latar belakang
dan keilmuan dalam Islam. keilmuan pada gilirannya
Secara historis, tradisi rihlah membentuk jaringan ulama di
ilmiah bermula dari perjalanan kalangan mereka.
keilmuan yang dilakukan oleh
para sahabat sepeninggal Nabi
saw. untuk mengumpulkan dan DAFTAR PUSTAKA
merekam hadis yang
ditinggalkannya. Perjalanan Abdullah, Taufik et al. (ed.).
keilmuan tersebut pada Ensiklopedi Tematis
gilirannya bukan hanya Dunia Islam. Jilid V.
menghasilkan koleksi hadis, Jakarta: Ichtiar Baru Van
tetapi juga mendorong Hoeve, 2005.
terbentuknya semacam
“jaringan” sahabat Nabi saw. Abdullah, Yusri Abd al-Ghani.
yang terlibat dalam usaha Historiografi Islam:
merekam, menghafal, dan Dari Klasik hingga
mencatat hadis. Setelah sahabat, Kontemporer. Terj.
para sarjana hadis dari generasi Sudrajat. Jakarta: Raja
tabiin, atbâ’ al-tâbi‘în, dan Grafindo Persada, 2004.
seterusnya juga giat melakukan
perjalanan keilmuan untuk Abû Syuhbah, Muhammad ibn
mengumpulkan dan merekam Muhammad. al-Wasîth fî
hadis yang kemudian ‘Ulûm wa Mushthalah
membentuk semacam “jaringan al-Hadîts. Kairo:
ulama” di antara mereka. Ketika Maktabat al-Sunnah,
hadis telah terkumpul dan 1427 H/2006 M.
278 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

____________. Fî Rihâb al- Jakarta: Raja Grafndo


Sunnat al-Kutub al- Persada, 2007.
Shihâh al-Sittah. Kairo:
Majma„ al-Buhûts al- „Aliy, „Ishâm Muhammad al-
Islâmiyyah, 1389 Hajj. al-Imâm Sufyân
H/1969 M. ibn Sa‘îd al-Tsauriy:
Sayyid al-Huffâzh.
Abû Zahrah, Muhammad. Ibn Beirut: Dâr al-Kutub al-
Hanbal. Kairo: Dâr al- „Ilmiyah, 1412 H/1992
Fikr al-„Arabiy, 1418 M.
H/1997 M.
Anees, Munawar Ahmad dan
Abû Zahwu, Muhammad Alia N. Athar. Guide to
Muhammad. al-Hadîts Sira and Hadith
wa al-Muhadditsûn. Literature in Western
Mesir: Dâr al-Fikr al- Language. London:
„Arabiy, 1376 H. Manshell Publishing
Limited, 1986.
Addas, Claude. Mencari
Belerang Merah: Kisah Asari, Hasan. Menguak Sejarah
Hidup Ibn ‘Arabi. Terj. Mencari ‘Ibrah: Risalah
Zaimul Am. Jakarta: Sejarah Sosial-
Serambi, 2004. Intelektual Muslim
Klasik. Bandung:
Ahmad, Abdul Fattah Sayyid. Citapustaka Media,
Tasawuf Antara al- 2006.
Ghazali & Ibn Taimiyah.
Terj. Muhammad „Âshiy, Husain. al-Ya‘qûbiy:
Muchson Anasy. Jakarta: ‘Ashruh, Sîrat Hayâtih,
Khalifa, 2005. Manhajuh al-Târîkhiy.
Beirut: Dâr al-Kutub al-
Ahmad, Jamil. Hundred Great „Ilmiyah, 1413 H/1992
Muslims. Lahore, M.
Rawalpindi, Karachi:
Ferozsons Ltd., 1984. ____________. Abû al-Husain
al-Mas‘ûdiy: al-
Agusyanto, Ruddy. Jaringan Mu’arrikh wa al-
Sosial dalam Organisasi. Jughrâfiy. Beirut: Dâr
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 279

al-Kutub al-„Ilmiyah, ____________. dan Oman


1413 H/1993 M. Fathurrahman. “Jaringan
Ulama”, dalam Taufik
al-Asnawiy, Jamâl al-Dîn „Abd Abdullah et al. (ed.).
al-Rahîm. Thabaqât al- Ensiklopedi Tematis
Syâfi‘iyyah. Juz I. Dunia Islam. Jilid V.
Beirut: Dâr al-Kutub al- Jakarta: Ichtiar Baru Van
„Ilmiyah, 1407 H/1987 Hoeve, 2005.
M.
al-Baghdâdiy, Abû Bakr Ahmad
al-„Asqalâniy, Ahmad ibn „Aliy ibn „Aliy ibn Tsâbit al-
ibn Hajar. Sîrat al- Khathîb. al-Kifâyat fî
Imâmain al-Laitsiy wa ‘Ilm al-Riwâyah. Beirut:
al-Syâfi‘iy. Kairo: Dâr al-Kutub al-
Matabat al-Âdâb, 1415 „Ilmiyah, 1409 H/1988
H/1994 M. M.
Azami, Muhammad Mustafa. ____________. al-Rihlat fî
Studies in Hadith Thalab al-Hadîts. Beirut:
Methodology and Dâr al-Kutub al-
Literature. Indianapolis: „Ilmiyah, 1395 H/1975
Islamic Teaching Center, M.
1997.
____________. Jâmi‘ li Akhlâq
____________. Manhaj al-Naqd al-Râwiy wa Âdâb al-
‘inda al-Muhadditsîn: Sâmi‘. Beirut: Mu‟asasat
Nas’atuhu wa al-Risâlah, 1401 H/1981
Târîkhuhu. Saudi M.
Arabia: Maktabat al-
Kautsar, 1410 H/ 1990 Bakar, Osman. Hierarki Ilmu:
M. Membangun Rangka-
Pikir Islamisasi Ilmu
Azra, Azyumardi. Jaringan Menurut al-Farabi, al-
Ulama Timur Tengah Ghazali, Quthb al-Din
dan Kepulauan al-Syirazi. Terj.
Nusantara Abad XVII Purwanto. Bandung:
dan XVIII. Bandung: Mizan, 1997.
Mizan, 1994.
280 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

al-Balâdzuriy, Abû al-Hasan. Maktabat Wahbah, 1424


Futûh al-Buldân. Beirut: H/2003 M.
Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyah, 1412 H/1991 al-Hâkim, Abû „Abdillâh
M. Muhammad ibn
„Abdillâh al-Hâfidz al-
Brockelmann, Carl. Târîkh al- Naisâbûriy. Ma‘rifat
Adab al-‘Arabiy. Terj. ‘Ulûm al-Hadîts.
„Abd al-Halîm al-Najjar. Hyderabad: Dâirat al-
Juz III Kairo: Dâr al- Ma„ârif al-„Utsmâniyah,
Ma„ârif, 1977. t.th.

Brown, Daniel W. Rethinking al-Hamawiy, Abû „Abdillâh


Tradition in Modern Yâqût ibn „Abdillâh al-
Islamic Thaught. Rûmiy al-Baghdâdiy.
Cambridge: Cambridge Mu‘jam al-Buldân.
University Press, 1994. Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyah, t.th.
al-Dârimiy, „Abdullâh ibn „Abd
al-Rahmân al- Hâsyim, Ahmad „Umar.
Samarqandiy. Sunan al- Qawâ‘id Ushûl al-
Dârimiy. Jilid I. Beirut: Hadîts. Beirut: Dâr al-
Dâr al-Fikr, t.th. Fikr, t.th.

Darwîsy, „Âdil Muhammad Hâsyim, al-Husain „Abd al-


Muhammad. Nazhrât fî Majîd. al-Imâm al-
al-Sunnat wa ‘Ulûm al- Bukhâriy Muhadditsan
Hadîts. T.t.: t.p., 1419 wa Faqîhan. Kairo: Dâr
H/1998 M. al-Qaumiyah, t.th.

Dhofir, Zamakhsyari. Tradisi Husain, al-Sayyid Mu„zham.


Pesantren: Studi tentang “Tadzikarat al-
Pandangan Hidup Kyai. Mushannif”, dalam al-
Jakarta: LP3ES, 1994. Hâkim Abû „Abdillâh
Muhammad ibn
al-Dzahabiy, Muhammad „Abdillâh al-Hâfidz al-
Husain. al-Tafsîr wa al- Naisâbûriy. Ma‘rifat
Mufassirûn. Juz I. Kairo: ‘Ulûm al-Hadîts.
Hyderabad: Dâirat al-
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 281

Ma„ârif al-„Utsmâniyah, Ismail, M. Syuhudi. Kaedah


t.th. Kesahihan Sanad Hadis:
Telaah Kritis dan
Ibn „Abd al-Barr, Abû „Amr Tinjauan dengan
Yûsuf al-Namariy al- Pendekatan Ilmu
Qurthubiy al-Andalusiy. Sejarah. Jakarta: Bulan
Jâmi‘ Bayân al-‘Ilm wa Bintang, 1415 H/1995
Fadllih. Juz I. Beirut: M.
Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyah, t.th. ____________. Metodologi
Penelitian Hadis Nabi.
Ibn al-Jauziy, Abû al-Faraj „Abd Jakarta: Bulan Bintang,
al-Rahmân. Manâqib al- 1413 H/1992 M.
Imâm Ahmad ibn
Hanbal. Beirut: Dâr al- ____________. Pengantar Ilmu
Afâq al-Jadîdah, 1402 Hadits. Bandung:
H/1982 M. Angkasa, 1991.

Ibn Khaldûn, „Abd Rahmân. „Itr, Nûr al-Dîn. Manhaj al-


Muqaddimat Ibn Naqd fî ‘Ulûm al-Hadîts.
Khaldûn. Beirut: Dâr al- Damaskus: Dâr al-Fikr,
Fikr, t.th. 1418 H/1997 M.

Ibn Khallikân, Abû al-„Abbâs ____________. Manâhij al-


Syams al-Dîn A ibn Muhadditsîn al-‘Âmmah.
Muhammad ibn Abî Damaskus: Maktabat
Bakr. Wafayât al-A‘yân Dâr al-Furûq, 1420
wa Anbâ’ Abnâ’ al- H/1999 M.
Zamân. Jilid IV. Beirut:
Dâr al-Tsaqâfah, t.th. ____________. al-Madkhal ilâ
‘Ulûm al-Hadîts.
Ibn al-Shalâh, Abû „Amr Madinah: al-Maktabat
„Utsmân ibn „Abd al- al-„Ilmiyyah, 1972.
Rahmân al-Syahrzuriy.
‘Ulûm al-Hadîs. ____________. “I„jâz al-
Madinah: al-Maktabat Nubuwwat al-„Ilmiy”,
al-„Ilmiyyah, 1972. dalam al-Khathîb al-
Baghdâdiy. al-Rihlat fî
Thalab al-Hadîts. Beirut:
282 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

Dâr al-Kutub al- Mustathrafah. Beirut:


„Ilmiyah, 1395 H/1975 Dâr al-Kutub al-
M. „Ilmiyyah, 1400 H.

Jabali, Fu‟ad. The Companions al-Khathîb, Muhammad „Ajjâj.


of The Prophet: A Ushûl al-Hadîts:
Geographical ‘Ulûmuhu wa
Distribution and Mushthalahuhu. Beirut:
Political Alignments. Dâr al-Fikr, 1409
Leiden: Brill, 2003. H/1989 M.

al-Jawâbiy, Muhammad Thâhir. ____________. al-Sunnat Qabl


Juhûd al-Muhadditsîn fî al-Tadwîn. Beirut: Dâr
Naqd Matn al-Hadîts al- al-Fikr, 1401 H/1981 M.
Nabawiy al-Syarîf. T.t.:
Mu‟assasât „Abd al- al-Khûliy, Muhammad „Abd al-
Karîm ibn „Abdillâh, „Azîz. Miftâh al-Sunnat
1406 H/1986 M. au Târîkh Funûn al-
Hadîts. Beirut: Dâr al-
Juynboll, G.H.A. “Some Isnâd Kutub al-„Ilmiyyah, t.th.
—Analytical Methods
Illustrated on the Basis Koya, P.K. (ed.). Hadith and
of Several Women — Sunnah: Ideals and
Demeaning Sayings Realities. Kuala Lumpur:
from Hadith Literature”, Islamic Book Trust,
dalam G.H.A. Juynboll. 1996.
Studies on the Origins
and Uses of Islamic Merlet, Shukrieh R. “Arab
Hadith. Aldershot: Historiography”, dalam
Variorum, 1996. Mohamed Taher (ed.).
Encyclopaedic Survey of
____________. G.H.A. Studies Islamic Culture. Vol. V.
on the Origins and Uses New Delhi: Anmol
of Islamic Hadith. Publications Pvt. Ltd.,
Aldershot: Variorum, 1997.
1996.
Muhammad, Asmâ‟ Abû Bakr.
al-Kattâniy, Muhammad ibn Ibn Baththûthah: al-
Ja„far. al-Risâlat al- Rajul wa al-Rihlah.
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 283

Beirut: Dâr al-Kutub al- al-Qaththân, Mannâ„. Mabâhits


„Ilmiyah, 1412 H/1992 fî ‘Ulûm al-Hadîts.
M. Kairo: Maktabat
Wahbah, 1425 H/2004
Mulyati, Sri et al. Mengenal dan M.
Memahami Tarekat-
tarekat Muktabarah di al-Râmahhurmuziy, al-Hasan
Indonesia. Jakarta: ibn „Abd al-Rahmân. al-
Kencana, 2005. Muhaddits al-Fâshil
baina al-Râwiy wa al-
Muslim, Abû al-Husain ibn al- Wâ‘iy. Beirut: Dâr al-
Hajjâj al-Qusyairiy al- Fikr, 1404 H/1984 M.
Naisâbûriy. Shahîh
Muslim. Kairo: Dâr Ibn Ridlwân, Ridlwân Muhammad.
al-Haitsam, 1422 H/2001 “Hayât al-Balâdzuriy”,
M. dalam Abû al-Hasan al-
Balâdzuriy, Futûh al-
Noer, Kautsar Azhari. Ibn al- Buldân. Beirut: Dâr al-
‘Arabi: Wahdat al- Kutub al-„Ilmiyah, 1412
Wujûd dalam H/1991 M.
Perdebatan. Jakarta:
Paramadina, 1995. al-Shâbûniy, Muhammad. „Aliy
al-Tibyân fî ‘Ulûm al-
al-Qâdliy, al-Nu„mân „Abd al- Qur’ân. Beirut: „Âlam
Muta„âl. al-Hadîts al- al-Kutub, 1405 H/1985
Syarîf: Dirâyatan wa M.
Riwâyatan. Kairo: al-
Majlis al-A„lâ li al- al-Shâlih, Shubhiy. ‘Ulûm al-
Syu‟ûn al-Islâmiyyah, Hadîts wa
1395 H/1975 M. Mushthalahuhu. Beirut:
Dâr al-„Ilm li al-
al-Qâsimiy, Muhammad Jamâl Malâyîn, 1988 M.
al-Dîn. Qawâ‘id al-
Tahdîts min Funûn al-Sharqawi, „Effat. Filsafat
Mushthalah al-Hadîts. Kebudayaan Islam. Terj.
T.t.: Îsâ al-Halabiy, 1353 Ahmad Rofi‟ Usmani.
H. Bandung: Pustaka, 1406
H/1986 M.
284 Ilmu Ushuluddin Vol. 8, No. 2

Shiddiqi, Muhammad Zubayr. ‘Ulûm al-Hadîts. Kairo:


“Hadith—A Subject of Dâr al-Salâm, 1421
Keen Interest”, dalam H/2000 M.
P.K. Koya (ed.). Hadith
and Sunnah: Ideals and al-Thahhân, Mahmûd. Taisir
Realities. Kuala Lumpur: Mushthalah al-Hadîts.
Islamic Book Trust, Beirut: Dâr al-Qur‟ân al-
1996. Karîm, 1399 H/1979 M.

al-Sibâ„iy, Mushthafâ. al-Sunnat ____________. Ushûl al-Takhrîj


wa Makânatuhâ fî al- wa Dirâsat al-Asânîd. Riyadl:
Tasyrî‘ al-Islâmiy. Maktabat al-Ma„ârif, 1412
Kairo: Dâr al-Qaumiyyat H/1991 M.
li al-Thibâ„at wa al-
Nasyr, 1368 H/1949 M. Turmudi, Endang.
Perselingkuhan Kiai dan
al-Subkiy, Tâj al-Dîn Abî Nashr Kekuasaan. Yogyakarta: LKiS,
„Abd al-Wahhâb ibn 2004.
„Aliy ibn „Abd al-Kâfiy.
Thabaqât al-Syâfi‘iyyat al-„Umariy, Akram Dliyâ‟
al-Kubrâ. Mesir: „Îsâ al- Buhûts fî Târîkh al-
Babiy al-Halabiy wa Sunnat al-Musyarrafah.
Syurakah, 1385 H/1966 Madinah: Maktabat al-
M. „Ulûm al-Hikam, 1415
H/1994 M.
al-Suyûthiy, Jalâl al-Dîn. Tadrîb
al-Râwiy fî Syarh Taqrîb Usmani, Justice Muhammad
al-Nawâwiy. Kairo: Dâr Taqi. The Authority of
al-Hadits, 1423 H/2002 Sunnah. New Delhi:
M. Kitab Bhavan, t.th.

al-Syahâwiy, Ibrâhîm Dasûkiy. al-Zahrâniy, Muhammad ibn


Mushthalah al-Hadîts. Mathar. Tadwîn al-
T.t.: Syirkat al-Thibâ„at Sunnat al-Nabawiyyah.
al-Fanniyyat al- Thaif: Maktabat al-
Muttahidah, 1971. Shadîq, 1412 H.

al-Tahânawiy, Zhafar Ahmad al- ____________. ‘Ilm al-Rijâl:


„Utsmâniy. Qawâ‘id fî Nasy’atuhu wa
SAIFUDDIN Transmisi Hadis 285

Târîkhuhu. Riyadl: Dâr


al-Hijrah, 1417 H/1996
M

Anda mungkin juga menyukai