Anda di halaman 1dari 24

REFERAT KONSERVASI

PENGGUNAAN RESIN KOMPOSIT PADA GIGI


FRAKTUR

Disusun oleh:

Ahmad Dzikran Najib, S.KG 2019.16.130

Amanda Jilan Dhiya, S.KG 2019.16.131

Annisa Putri Ginanti, S.KG 2019.16.132

Anthony Nathanael, S.KG 2019.16.133

Asyifa Maunia, S.KG 2019.16.134

Dosen pembimbing:

drg. Grace Syavira, Sp. KG

FAKULTAS KEDOKTERAN GOGO


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2020
DAFTAR ISI

1. DAFTAR ISI...........................................................................................1

2. PENDAHULUAN ..................................................................................2

2.1. Latar Belakang ................................................................................2

2.2. Tujuan Penulisan ..............................................................................3

3. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................4

3.1. Resin Komposit ..............................................................................4

3.2. Fraktur Gigi .....................................................................................8

4. LAPORAN KASUS..............................................................................12

4.1..................................................................................... Contoh Kasus 1

..........................................................................................................12

4.2..................................................................................... Contoh Kasus 2

.........................................................................................................14

5. KESIMPULAN.....................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................22

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Fraktur mahkota gigi adalah bentuk umum dari cedera terutama dialami

oleh anak-anak dan remaja. Fraktur mahkota sederhana pada gigi permanen

memiliki efek yang kuat tidak hanya pada penampilan pasien, tetapi juga pada

fungsi dan kemampuan bicara. Restorasi estetika yang dapat diprediksi dari insisal

edge yang rusak dari insisif sentralis maksila merupakan teknik yang sensitif dan

menuntut. Keberhasilannya tergantung pada keterampilan dan pengetahuan

operator dan juga pada mengikuti pendekatan yang sistematis dan pemecahan

masalah. Suatu metode logis digunakan untuk membangun resolusi komposit

yang benar secara morfologis dengan pemilihan nuansa, warna, dan tingkat

opasitas komposit secara hati-hati. Dalam kombinasi yang akurat, ilusi dari

berbagai transparansi dan opasitas menjadi terlihat di atas struktur gigi alami.1

Prevalensi cedera gigi traumatik di seluruh dunia berkisar antara 6% -37%.

Trauma dental dari gigi insisal dan jaringan pendukungnya, merupakan salah satu

situasi darurat gigi yang paling menantang, memerlukan penilaian dan manajemen

yang cepat karena alasan psikologis dan fisik pasien. Ini sangat penting untuk gigi

permanen muda karena perkembangan yang berkelanjutan untuk meminimalkan

komplikasi yang tidak diinginkan. Pengobatan trauma gigi banyak diabaikan

meskipun dapat menyebabkan rasa sakit, kesulitan dalam artikulasi dan

2
pengunyahan serta memiliki efek negatif yang cukup besar pada kepercayaan diri

pasien. Namun, estetika gigi anterior adalah aspek yang sangat penting dari

penampilan manusia dan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk

keberadaan tambalan, warna gigi, posisi, kesejajaran, bentuk dan jumlah.2

Ilmu konservasi gigi dapat menyelesaikan banyak masalah estetika.

Restorasi yang dilakukan secara langsung mampu memberi kepuasan kepada

pasien dalam satu kali pertemuan, seringkali dengan sedikit atau tanpa

pengurangan email gigi. Bahan komposit saat ini menunjukkan karakteristik yang

luar biasa untuk menduplikasi penampilan gigi secara alami. Hybrid composite

menunjukkan kekuatan tensile dan karakteristik pencampuran yang sangat baik.

Resin komposit microfilled menunjukkan karakteristik yang luar biasa untuk

menduplikasi penampilan struktur gigi alami, terutama karakteristik transparansi

dan reflektansinya. Restorasi komposit langsung dapat digunakan untuk

menggantikan struktur gigi dengan kehilangan jaringan enamel yang besar jika

desain yang tepat, kekuatan oklusal, dan kebiasaan pasien dipertimbangkan.3

1.2 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penulisan makalah referat,

yaitu:

1. Mengetahui penatalaksanaan restorasi resin komposit dengan kasus

fraktur mahkota gigi

2. Membahas mengenai metode teknik restorasi resin komposit

3. Meningkatkan wawasan mengenai resin komposit dan kasus fraktur

mahkota gigi

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Komposit

Resin komposit merupakan bahan restorasi sewarna gigi, resin komposit

memiliki kemampuan daya tahan tekanan terhadap beban kunyah.1 Resin

komposit merupakan bahan tambal sistem polimer untuk merestorasi jaringan

keras gigi seperti email dan dentin. Resin komposit menyerupai warna dan kontur

gigi asli serta menghasilkan restorasi estetik.5 Komponen resin komposit yaitu

matriks resin, bahan pengisi filler, coupling agent.4,5

Resin komposit dapat menyusut setelah proses polimerisasi, dan dapat

berubah warna jika sudah lama digunakan didalam mulut.6,7 Ada dua tipe resin

komposit yaitu tipe flowable (cair) dan tipe packable (pasta). Restorasi

menggunakan resin komposit tipe packable memerlukan waktu karena

mengaplikasikan bahan tambal harus disinari tiap 2 mm.8 Bahan restorasi yang

estetis antara lain sewarna dengan gigi asli, daya translusen baik, dan tekstur hasil

restorasi layaknya gigi asli. Resin komposit memiliki sifat mekanik yaitu kuat dan

konduktivitas termal rendah. Konduktivitas termal rendah baik untuk

perlindungan pulpa pada gigi.9 Resin komposit berkembang dari macrofiller

kemudian microfiller hingga nanofiller, komposit nanofiller dapat menghasilkan

restorasi estetik juga lebih kuat dibanding komposit macrofiller maupun

microfiller.9

4
2.2 Komposisi Resin Komposit

2.2.1 Matriks Resin

Matriks resin adalah komponen aktif kimia pada resin komposit bentuknya

adalah monomer cair. Matriks resin terdiri dari senyawa Bis-GMA (2,2-bis[4(2-

hydroxy-3-methacryloxy-propyloxy)-phenyl] propane) strukturnya seperti Gambar

2.1, UDMA (urethane dimethacrylate) strukturnya seperti Gambar 2.2 dan

TEGDMA (triethyleneglycol dimethacrylate) strukturnya seperti Gambar 2.3.

Kegunaan matriks resin didalam resin komposit adalah untuk membentuk ikatan

silang polimer kuat pada komposisi resin komposit dan mengontrol konsistensi

resin komposit. Matriks resin memiliki kandungan ikatan ganda karbon reaktif

yang dapat berpolimerisasi bila terpapar radikal bebas.5

Gambar 2.1
Struktur Bis-GMA.5

Gambar 2.2
Struktur UDMA.5

Gambar 2.3
Struktur TEGDMA.5
2.2.2 Bahan Pengisi (filler)

5
Filler merupakan kandungan didalam resin komposit. Fungsi filler adalah

untuk memperkuat matriks resin, memberikan efek translusen, dan mengontrol

penyusutan volume komposit selama polimerisasi.5

2.2.3 Coupling Agents

Coupling agent adalah bahan interfasial berfungsi menyatukan matriks

resin dan filler didalam resin komposit. Resin komposit harus memiliki hasil

restorasi estetik, ikatan baik harus terbentuk antara partikel filler anorganik dan

matriks resin organik. Ikatan ini dicapai melalui penggunaan senyawa bernama

coupling agents, senyawa paling umum dipakai di resin komposit adalah silikon

organik yang disebut silane coupling agents. Bahan coupling silane umumnya

adalah MPTS (3-metakrilloxipropiltrimetoksisilan), struktur kimianya ditunjukkan

di Gambar 2.4.5

Gambar 2.4
MPTS.5
2.3 Sifat Resin Komposit

2.3.1 Sifat Mekanik

Sifat mekanik resin komposit yaitu compressive strength artinya resin

komposit memiliki kekuatan menahan tekanan, berperan penting saat menerima

beban kunyah dan kekasaran permukaan yang ditentukan oleh banyaknya tipe

ukuran filler dan jumlah filler, semakin banyak jumlah filler maka semakin tinggi

sifat mekaniknya.5

6
Resin komposit nanofiller mempunyai kekuatan tekan 460 MPa dan

kekasaran permukaan resin komposit nanofiller lebih halus dibandingkan dengan

resin komposit lainnya.5

2.3.2 Sifat Fisik

Sifat fisik resin komposit dapat menyerap air. Penyerapan air dipengaruhi

oleh komposisi matriks resin karena sifat hidrofiliknya. TEGDMA memiliki sifat

hidrofilik paling besar dibandingkan UDMA dan Bis-GMA. Sifat hidrofilik dari

matriks resin mampu menarik muatan negatif dalam air. Muatan negatif yang

ditarik oleh matriks resin mengakibatkan terjadinya reaksi hidrolisis. Reaksi

hidrolisis merupakan terputusnya ikatan matriks resin dengan filler pada ikatan

siloksan, terlepasnya ikatan antara matriks resin dengan filler menyebabkan

adanya ruang kosong antara polimer. Ruang kosong antar polimer memudahkan

air masuk kedalam polimer sehingga proses penyerapan air lebih mudah.5

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Komposit

2.4.1 Kelebihan Resin Komposit

Kelebihan resin komposit adalah menghasilkan tekstur hasil restorasi

layaknya gigi asli, konduktivitas termal rendah, tahan lama untuk gigi anterior,

tidak mudah larut dalam saliva dan sewarna gigi asli. Resin komposit dapat

digunakan pada gigi posterior karena lebih tahan abrasif dibanding semen

ionomer kaca dan estetis jauh lebih baik dibanding amalgam.8

7
2.4.2 Kekurangan Resin Komposit

Kekurangan resin komposit tipe packable adalah harus disinar setiap 2

mm dengan teknik inkremental, sehingga dapat terjadi gelembung atau

kontaminasi pada setiap lapisannya.8

2.5 Fraktur Gigi

Trauma gigi tetap muda merupakan kasus yang sering terjadi, terutama

fraktur sederhana yang disertai luksasi pada gigi anterior. Trauma ini dapat

menyebabkan nekrosis pulpa pada gigi tetap muda dengan akar immatur serta

menghambat pembentukan akar.10 Hal ini disebabkan oleh masuknya toksin

mikroorganisme melalui tubuli dentin sehingga terjadi inflamasi pulpa dan

terputusnya aliran neurovaskular dari apikal. Regenerasi jaringan yang tidak

terjadi dapat menyebabkan sel-sel pulpa mengalami iskemia dan proses

pembentukan akar berhenti. Oleh sebab itu, diperlukan penanganan trauma gigi

tetap muda yang tepat agar proses fisiologis pembentukan akar gigi tetap terjadi

dan tidak terjadi inflamasi pulpa dan kelainan pada jaringan periodontal.10

2.5.1 Definisi Fraktur Gigi

Fraktur gigi merupakan sebagai pecahnya sebagian gigi atau tulang dan salah

satu komplikasi pencabutan gigi. Terdapat tiga jenis fraktur gigi yaitu fraktur

mahkota, fraktur mahkota-akar dan fraktur akar. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Kapil Loomba dkk tahun 2010 , prevalensi terjadinya fraktur mahkota

paling tinggi 26-76% dibandingkan dengan fraktur yang lain, sedangkan prevalensi

fraktur akar terjadi kira-kira 0,5% - 7%, tergantung gigi sulung atau gigi permanen.

8
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Majorana dkk tahun 2002, prevalensi fraktur

akar gigi terjadi pada gigi permanen 7,7% dan prevalensi fraktur akar gigi terjadi pada

gigi sulung 3,8%. Prevalensi terjadinya fraktur akar gigi lebih didominasi oleh laki-

laki dalam gigi permanen (41 lelaki dan 19 perempuan, 68.3% dan 31.7%) dan juga

gigi sulung (12 lelaki dan 4 perempuan, 75% dan 25%). Fraktur akar gigi paling

sering terjadi pada kelompok umur 15-26 untuk gigi permanen dan umur 3-4 untuk

gigi sulung.11

(
Ga
m
ba
r
1:

a.Fraktur email; b. Fraktur mahkota tanpa terbukanya pulpa ; c. Fraktur mahkota


dengan terbukanya pulpa; d. Fraktur akar tidak rumit; e. Fraktur akar rumit; f. Fraktur
akar horizontal11 )

2.5.2 Klasifikasi Fraktur Gigi

9
Terdapat beberapa klasifikasi antara lain klasifikasi World Health

Organization (WHO) berdasarkan jaringan keras, jaringan periodontal, tulang

pendukung, dan gingiva atau oral mucosa. Selain klasifikasi World Health

Organization (WHO), terdapat klasifikasi Ellis dan Davey membagi menjadi

sembilan kelas yang terdiri dari kelas satu hingga kelas delapan untuk gigi

permanen sedangkan kelas sembilan untuk gigi sulung. Fraktur gigi terbagi

menjadi dua yaitu fraktur longitudinal yang sering terjadi pada semua tipe gigi

dan fraktur horizontal pada gigi anterior. 12 Penyebab kasus fraktur longitudinal

disebabkan oleh prosedur dental dan tekanan oklusal, seperti akibat dari kebiasaan

mengunyah es, permen keras, karies yang merusak kekuatan gigi dan preparasi

kavitas yang berlebihan.

Sedangkan etiologi dari fraktur horizontal terbagi menjadi trauma gigi

yang tidak disengaja, trauma gigi yang disengaja dan iatrogenik trauma dental.

Trauma gigi yang tidak disengaja meliputi jatuh, benturan, kegiatan fisik seperti

olahraga, kecelakaan lalu lintas, penggunaan gigi yang tidak tepat, menggigit

benda yang keras, adanya penyakit seperti epilepsi dan keterbatasan fisik. Adapun

trauma gigi yang disengaja seperti kekerasan fisik. Sedangkan iatrogenik trauma

dental yang sering terjadi seperti kerusakan mahkota atau bridge, avulsi hingga

nekrosis pulpa.12

2.5.3 Faktor Terjadinya Fraktur Gigi

Kejadian fraktur gigi tergantung pada banyak faktor seperti anatomi gigi

dan juga keterampilan operator. Fraktur sering terjadi pada manusia dan dapat

terjadi pada golongan anak-anak, orang dewasa dan golongan orang tua. Fraktur

10
gigi dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti trauma dari olahraga, kecelakaan

lalu lintas, pencabutan gigi yang kurang sempurna dan lain-lain. Kejadian fraktur

gigi tergantung pada banyak faktor seperti anatomi gigi dan juga keterampilan

operator. Penelitian menunjukkan bahwa ada sebagian gigi yang lebih sulit

dicabut dari gigi yang lain. Keterampilan operator sewaktu pencabutan gigi juga

merupakan salah satu faktor terjadinya fraktur gigi karena tidak semua dokter gigi

mempunyai keterampilan dan pengalaman yang secukupnya untuk melakukan

pencabutan yang sempurna.11

2.5.4 Gambaran Radiografi Pada Fraktur Gigi

Hasil dari pemeriksaan radiografi merupakan komponen yang sangat vital

untuk konfirmasi diagnosis sesuatu fraktur gigi.11 Untuk mendeteksi fraktur akar

gigi, sinar rontgen harus melewati daerah garis fraktur. Jenis radiografi yang

biasanya digunakan untuk mendiagnosa fraktur gigi adalah jenis radiografi

periapikal, radiografi oklusal dan radiografi panoramik. Foto rontgent tersebut

untuk mengetahui apakah fraktur tersebut mengalami komplikasi pada akar gigi

atau tidak.

11
(Gambar 2: a. Fraktur email; b. Fraktur mahkota tanpa terbukanya pulpa;c.
Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa; d. Fraktur akar11)

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Contoh Kasus 1

Seorang perempuan berusia 19 tahun dilaporkan ke klinik gigi, dengan keluhan

fraktur pada gigi depan atas (Gambar 1). Riwayat gigi menunjukkan perempuan ini

mengalami kecelakaan 2 hari sebelumnya yang menyebabkan cedera. Pemeriksaan ekstraoral

tidak menunjukkan apapun. Saat pemeriksaan intraoral, terdapat fraktur Ellis kelas II pada

gigi insisif rahang atas kiri. Tidak ada kelainan patologis akibat cedera. Terdapat deposit

kalkulus sedang tetapi tidak ada karies gigi. Radiografi periapikal intraoral menunjukkan

fraktur enamel dan dentin tanpa keterlibatan pulpa pada gigi 11 (Gambar 2). 1

Formasi akar gigi 11 tertutup sempurna tanpa adanya kelainan patologis. Pasien

maupun suaminya tidak tertarik pada perawatan irreversible dan indirect, namun mereka

menginginkan restorasi yang lebih konservatif dan cepat (Gambar 3). Untuk mengevaluasi

kasus sepenuhnya penilaian visual dilakukan dan oklusi pasien diperiksa. Pencocokan shade

dilakukan dan shade A1 dipilih untuk kasus ini. Setelah dilakukan isolasi, gigi 21 dibersihkan

seluruhnya. Enamel gigi insisif sentral kanan rahang atas yang berdekatan dengan garis

fraktur difiksasi dan dua retentive grove dibuat dibagian ujung mesial dan distal garis fraktur. 1

Kemudian gigi diaplikasikan dengan pumice, dibilas dan dikeringkan, setelah itu

permukaan di etsa selama 40 detik. Gigi kemudian dibilas dan dikeringkan menggunakan air-

water syringe. Bonding agent kemudian diberikan pada permukaan gigi dan dilakukan light

cure selama 20 detik. Selapis tipis komposit, tidak lebih dari 1 mm ditempelkan pada gigi

insisif sentral kanan rahang atas yang menutupi preparasi fasial hingga lingual. Setelah

12
penempelan komposit selesai pada posisi yang akurat dan tepat dilakukan light cure selama

40 detik pada setiap permukaan. Selama restorasi gigi insisif sentral kanan gigi yang

berdekatan diisolasi menggunakan MylarStrip. (Gambar 4). (Gambar 5).1

Setelah satu minggu, saat tahap finishing dilakukan contouring dan pengurangan

resin komposit dilakukan dengan menggunakan berbagai bur dan diamond points. Tahap

finishing dan polishing menggunakan alat poles komposit. Ujung insisal dibuat menggunakan

polishing disc ultrafine. Setelah restorasi halus kemudian polishing akhir dilakukan

menggunakan polishing point. (Gambar 6).1

(Gambar 1. Pandangan pre operative Gambar 2. Etsa gigi Gambar 3. Bonding

agent)1

13
(Gambar 4. Bentuk insisal enamel diinsersi Gambar 5. Resin komposit

incremental A2 diaplikasikan untuk membuat dentin (Premise-Kerr) dan mammelons

Gambar 6. Permukaan restorasi dipoles dengan finishing discs Gambar 7. Hasil)1

3.1.1 Pembahasan

Estetik natural dan evolusi teknik adhesif memberi kesempatan untuk mendapat

hasil fungsional dan estetik jangka panjang. Terdapat alternatif lain untuk perawatan klinis

yang berhubungan dengan bentuk, posisi, simetri, proporsi, tekstur dan warna gigi anterior.

Fitur ini dapat dievaluasi dari foto awal dan dari model studi untuk merencanakan kasus.

(Gambar 8).1

Pemilihan resin komposit harus difokuskan pada aspek yang berhubungan dengan

kekuatan dan estetik. Dalam konteks ini, pelapisan komposit adalah kunci mencapai restorasi

yang suskes secara estetik. Menurut Nahsan dkk tahun 2012, gigi pada pasien dengan usia

muda, memiliki tingkat karakteristik enamel yang alami sehingga rekonstruksi enamel harus

dilakukan menggunakan resin komposit transparan. Dalam kasus ini, lokasi dan aspek dari

fraktur dengan oklusi yang stabil mengarah kepada kesuksesan klinis.Teknik restorasi adhesif

yang terbatas dapat menyebabkan lepasnya restorasi akibat trauma baru atau restorasi tidak

dapat menghasilkan warna alami. Berkaitan dengan prosedur restoratif , teknik yang dipakai

menghasilkan kontur gigi dan konfeksitas, yang bisa menjadi lebih rumit dan butuh waktu

anjang dengan teknik restorasi direct. Jika dilakukan dengan baik, prognosis perawatan

fraktur mahkota traumatic akan baik, pasien akan merasa puas dengan hasil tersebut 1

3.2 Contoh Kasus 2

Pasien laki-laki berusia 10 tahun tidak memiliki kontraindikasi medis untuk

perawatan gigi. Pasien memiliki riwayat perawatan gigi preventif dan restoratif minimal.

Pasien memiliki gigi-geligi dengan erupsi yang tidak lengkap dan belum pernah

mendapatkan perawatan ortodontik. Insisif sentral rahang atas kirinya mengalami fraktur

14
minor Kelas IV dari tepi insisial mesial dan insisif sentral kiri mengalami fraktur Kelas

IV mayor yang melibatkan kedua tepi insisal yang terjadi saat cedera di halaman sekolah

(Gambar 1a-2b). Awalnya pasien dirujuk ke dokter gigi lain yang merekomendasikan

untuk menunggu selama tiga bulan untuk melihat apakah gigi tetap vital sebelum

pembuatan mahkota.3

Pasien menujukan gigi insisif sentral dengan fraktur horizontal yang melibatkan

kedua sudut insisal yang menyebabkan 35% hingga 40% dari struktur gigi yang hilang.

Fraktur yang sangat kecil terdapat pada gigi insisif sentral kanan. Masih terdapat

mamelon pada gigi insisif sentral kanan dan gigi insisif lateral. Tidak ada pulpa yang

terbuka. Didapatkan respon positif pada gigi 21 untuk tes sensitivitas dingin. Kemudian

dilakukan pemeriksaan radiografi periapikal anterior maksila. Dibutuhkan guideline foto

AACD yang diperoleh pada konsultasi tahap awal. Pencetakan untuk model diagnostik

dibuat.3

Pemeriksaan jaringan keras dan lunak menunjukan tidak ada patologi jaringan

keras atau lunak yang mendasar. Evaluasi oklusal menunjukan hubungan molar Kelas I

dan terdapat hubungan kaninus Kelas I. Ada sekitar 40% overbite tanpa kelebihan overjet

anterior. Tidak ada patahan tambahan di dekat gigi yang rusak atau gigi yang berdekatan,

terlihat pada radiografi dengan transillumination. Tidak terdapat keausan gigi pada

enamel gigi anterior. Mamelon masih terdapat pada gigi insisif lateral dan gigi insisif

sentral kanan. Gigi insisif memiliki permukaan yang tidak rata baik secara makroskopis

(lekukan) dan mikroskopis (striae), yang menambah kompleksitas untuk memoles

restorasi yang sudah jadi. 3

Ketinggian gingiva gigi 11 dan 21 hampir simetris, perbedaan tinggi yang sedikit

tidak akan memengaruhi restorasi yang sudah selesai. terdapat sedikit angulasi mesial

dari kedua gigi, yang mungkin akan terkoreksi ketika gigi kaninus selesai erupsi. Jika

15
tidak, ortodontik dapat memberikan angulasi yang lebih baik untuk gigi-gigi ini. Gigi 11

memiliki variasi yang cukup besar dalam warna, chroma, dan opacity atau translucency.

Seluruh gigi tetap vital tiga bulan setelah cedera traumatis. Orang tua pasien memilih

untuk menunggu walaupun disarankan untuk segera dirawat. Mereka memilih untuk

menyelesaikan perawatan dengan kosmetik konservatif seperti yang dijelaskan di bawah

ini. 3

Pasien memiliki tampilan gigi yang baik ketika tersenyum, selain gigi insisif

sentral yang fraktur, yang merupakan keluhan utama. Operator menjelaskan keuntungan

dari restorasi direct komposit lalu Ibu pasien untuk menyelesaikan perawatan ini sesegera

mungkin.

Rencana perawatan awal dan perawatan adalah sebagai berikut 3:

1. Enameloplasty insisal minor pada gigi 11

2. Restorasi omposit mesial insisal distal (MID) di 21.

Rencana perawatan dan perawatan yang direvisi adalah sebagai berikut 3:

1. Restorasi komposit insisal mesial di gigi 11

2. MID di gigi 21

Wax-up diagnostik untuk gigi 21 dibuat (berdasarkan rencana perawatan) dan matriks

polyvinyl silane (PVS) dibuat dari model ini sebelum janji perawatan (Gambar 3).

Preparasi shoulder 2-mm dengan kedalaman 0.5-mm dibuat dibelakang garis fraktur pada

gigi 21 dengan bur diamond , Bevel 1-mm dibuat di shoulder. Kemudian serangkaian

bevel tidak beraturan dibuat di permukaan fasial.3

Enameloplasty minor dilakukan pada gigi 11 untuk menentukan apakah dengan

merestorasi gigi 21 akan menghasilkan estetik dan oklusi yang baik. Gigi 21 direstorasi

untuk menyamakan gigi 11 yang telah dikontur ulang. Strip matriks dipasang untuk

mengisolasi gigi-geligi. Permukaan yang di bond di etsa terlebih dahulu dengan gel asam

16
fosfat 40%. Permukaan gigi kemudian dilapisi dengan sistem two-step bonding yang

mengandung primer berbasis air. 3

Contouring awal untuk mendapat anatomi yang baik dilakukan dengan bur flame

diamond dengan kekasaran medium. Dilakukan pencobaan untuk mengembangkan

anatomi vertikal pada tahap awal, kemudian horizontal dan tampilan tidak beraturan

dibuat menggunakan bur berujung bulat multi-fluted dengan tekanan kecil dan leluasa.

Margin dipoles dengan polishing disc kasar sebagai tahap awal yang berputar ke arah

margin. Tidak digunakan polishing disc dengan kekasaran medium dan halus dengan

tujuan menjaga refleksi dari pola tidak beraturan agar serupa dengan gigi 11. 3

Ujung dari flexible point dengan kekasaran digunakan untuk menghaluskan area

permukaan yang tersembunyi. Pemolesan awal dilakukan dengan sikat chamois wheel

bulu kambing yang dipasang pada mandril lurus. Dilakukan pemolesan dengan tekanan

minimal agar menghindari pemerataan tekstur yang telah dibuat pada langkah

sebelumnya. Langkah pemolesan kedua dilakukan dengan kombinasi brush/chamois pada

mandril lurus, dengan pasta pemoles yang cocok untuk enamel microfill. Foto diambil

untuk penelitian sebelum pasien kembali untuk foto setelah perawatan, yang dilakukan

setelah gigi 11 dihidrasi kembali. Ibu pasien mengemukakan kepuasan terhadap hasil

yang didapat.3

Saat kunjungan berikutnya, dilakukan koreksi anatomis minor pada permukaan

fasial berdasarkan fotografi yang diambil dikunjungan sebelumnya. Restorasi dipoles

ulang dan dilakukan pengambilan foto baru. Pada kasus ini ditunjukan bentuk yang

belum selesai pada Advanced Accreditation Workshop saat pertemuan tahunan AACD

tahun 2013. Komentar dari hadirin lain dan pengajar/mentor sangat positif, namun

disarankan agar kasus ini dapat dikembangkan. Pasien sangat bersedia untuk kembali

agar dapat dilakukan perubahan yang dijelaskan di bawah. 3

17
Walaupun serupa dengan gigi 11, setelah peninjauan kembali foto postoperative,

ditarik kesimpulan bahwa akan lebih baik untuk pasien jika persimpangan mesioinsisal

gigi 11 dan 21 direstorasi agar dapat dicapai bentuk gigi yang lebih ideal berdasarkan

kriteria akreditasi. Hal ini memungkinkan embrasure insisal yang lebih baik. Ditemukan

juga terlalu banyak ochre chroma. Ditemukan terdapat sedikit komposit berlebih pada

margin mesial.

Dibuat bevel tidak beraturan pada mesioinsisal pada kedua gigi. Bagian yang

mengalami kelebihan chroma dibuang menggunakan ujung tumpul dari bur diamond.

Daerah yang direstorasi menggunaakan komposit microfill B1 dibond dengan bonding

resin. Margin gingival mesial dieksisi menggunakan pisau bedah dan dihaluskan

menggunakan strip amplas dengan kekasaran halus. Pasien dijadwalkan untuk kembali

pada minggu berikutnya dan pengambilan foto untuk akreditasi AACD . Tahap untuk

mencapai restorasi akhir dapat dibandingkan di Gambar 5. 3

18
3.2.1 Pembahasan

Kasus ini mendemonstrasikan solusi dari dua masalah yang ditemukan oleh

dokter gigi dalam mengoreksi fraktur enamel kelas IV yaitu menyembunyikan garis

fraktur dan meniru permukaan dengan tekstur yang tidak beraturan. 3

Terdapat pemilihan perawatan yang membuat pasien menikmati senyum yang

baik dan dapat mencegah pembuangan struktur gigi yang berlebih, yang dapat

melemahkan gigi dan menyebabkan potensi terjadinya nekrosis pulpa yang besar. Pada

masa remaja hal ini memungkinkan maturasi arsitektural gingiva dan pembentukan dentin

tambahan jika preparasi gigi yang invasif akan dilakukan di masa mendatang. Bagi dokter

gigi, hal ini adalah kesempatan untuk memaksimalkan aplikasi material masa kini untuk

meniru keadaan gigi yang alami dan memberi kepuasan pada pasien. 3

19
BAB 4

KESIMPULAN

Kemajuan baru dalam bahan komposit memungkinkan kita untuk

mereproduksi bentuk anatomis alami dan fungsi dalam cara yang konservatif.

Ketika kita menerapkan teknik pendekatan konservatif, kita menerapkan

kemungkinan pilihan kosmetik yang lebih lanjut di masa depan, yang sangat

penting bagi pasien muda. Fraktur gigi anterior selalu menjadi masalah kosmetik

dalam banyak kasus. Sebelum melakukan tindakan, diagnosis yang tepat dari

penyebabnya, mengetahui harapan dan harapan pasien, pilihan perawatan yang

tersedia, daya tahan efektif biaya perawatan dan konsumsi waktu harus

dipertimbangkan.

Pada kasus pertama, rehabilitasi estetika fraktur gigi insisif sentral anterior

yang direstorasi dengan direct resin komposit, sama halnya dengan kasus ke dua,

rehabilitasi estetika fraktur kelas IV gigi insisif menggunakan teknik direct resin

komposit. Restorasi direct bonded resin komposit terhadap kasus fraktur mahkota

gigi merupakan rehabilitasi konservatif dan berharga yang bisa dilakukan dengan

biaya yang rasional dengan hasil mendekati struktur alami dari anatomi gigi.

Dalam hal ini, disarankan pada dokter gigi agar melakukan preparasi

dengan teknik yang konservatif dan berhati-hati agar ruang pulpa tidak terbuka

saat preparasi, kemudian memperhatikan pemilihan shade yang sewarna gigi agar

hasil restorasi terlihat seperti gigi asli. Waktu polimerisasi cahaya yang dilakukan

untuk etsa dan bonding adalah 40 detik dan komposit dipolimerisasi sinar selama

20 detik. Segera lakukan pembilasan etsa yang telah dipolimerisasi sinar dan

20
aplikasikan bonding agar komposit berikatan dengan kuat dengan gigi. Aplikasi

komposit dilakukan secara inkremental kemudian dipolimerisasi sinar pada setiap

permukaan yang tertutup komposit agar setiap permukaan terpolimerisasi dengan

baik. Aplikasi komposit dilakukan secara hati-hati agar penuh dan tidak ada udara

yang terjebak. Disarankan untuk pasien agar tidak mengonsumsi makanan dan

minuman setidaknya satu jam setelah gigi selesai direstorasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Azzaldeen A, Nezar W, Muhamad AH. Restoring Fractured Anterior


Tooth Using Direct Composite Restoration: A Case Report. Global
Journal of Dental Sciences. 2019:1
2. Azzaldeen A, Mai A, Muhamad AH. Fractured Anterior Tooth Using
Direct Composite Restoration : A Case Report. IOSR Journal of Dental
and Medical Sciences. 2017:1
3. Strain R. Class IV Composite Repair: A Heavily Textured Central Incisor.
Journal of Cosmetic Dentistry. 2014:1

4. Özturk E, Güder G. Correlation Between Three-Dimentional Surface


Topography and Color Stability of Different Nanofilled Composites.
Wiley Periodicals. 2015; 37(1): 438–445.
5. Sakaguchi RL, Powers JM. Restorative Dental Materials. Craig’s
Restorative Dental Materials Thirteenth Edition. Philadelphia. 2012: 143,
162, 163-165, 167, 169-170.
6. Thamara CA, Erlita I, Diana S. The Effect of Bagasse Fiber (Saccharum
Officinarum L.) Addition On The Compressive Strength Of Bulk Fill
Composite Resin. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. Banjarmasin:
Universitas Lambung Mangkurat. 2018; 3(1): 61-66.
7. ALShetili MSM, Al-Omari M. Color Stability of Nano-filled, Micro-
hybrid, and Silorane-based Dental Composite Resin Materials. S J Oral
Sci. 2016; 3(1): 42-48.
8. Nurhapsari Arlina. Perbandinga Kebocoran Tepi antara Restorasi Resin
Komposit Tipe Bulk-Fill dan Tipe Packable dengan Penggunaan Sistem
Adhesif Total Etch dan Self Etch. ODONTO Dent J. 2016; 3(1): 8-13.
9. Puoci F. Springer International Publishing. Advanced Polymers in
Medicine. Switzerland. 2015: 276.

22
10. Haryuni RF, Fuziah E, Penatalaksanaan fraktur Ellis kelas II pada gigi
tetap muda, Indonesian Journal of Paediatric. Juli 2018, Volume 1,
Number 2
11. Kershaun Y, Prevalensi Fraktur Gigi Premolar yang Dilakukan
Pencabutan Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Departemen Bedah
Mulut RSGM-P FKG USU Tahun 2014-2016. 2017.
12. Farani W, Nurunnisa W, Distribusi Frekuensi Fraktur Gigi Permanen di
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2018. Insisiva Dental Journal, Vol. 7 No. 1

23

Anda mungkin juga menyukai