Anda di halaman 1dari 2

Tradisi, adat istiadat serta budaya disebut dengan Acara.

Kata acara (ācāra) antara lain diartikan:


peraturan, tindakan, tingkah laku, perilaku yang baik, kebiasaan, praktik, dan aturan perilaku.
Acara mengacu pada aturan perilaku dan adat kebiasaan (custom law) yang tumbuh dalam
kehidupan masyarakat. Acara ini memiliki kapasitas sebagai media untuk mensosialisasikan
ajaran Veda dengan bahasa lokal, agar sampai menjadi tradisi atau Adat Hindu yang kuat, serta
memiliki sifat yang kenyal dan elastis. 1, maka acara berarti adat kebiasaan atau tindakan yang
sesuai ajaran agama. Acara sebagai kebiasaan mendekati arti kata drsta yang berarti memandang
atau melihat. Kemudian, kata drsta memiliki makna konotatif sebagai tradisi (Sudharma, 2000).
Drsta dibagi menjadi lima (panca drsta), yaitu:

1. sastra drsta, tradisi yang bersumber dari pustaka suci Hindu;


2. desa drsta, tradisi agama yang berlaku pada wilayah tertentu;
3. loka drsta, tradisi agama yang berlaku secara umum pada wilayah yang lebih luas;
4. kuna atau purwa drsta, tradisi agama yang berlaku secara turun-temurun dan diikuti terus-
menerus sejak lama; dan
5. kula drsta, tradisi agama yang berlaku dalam keluarga.

Dengan demikian, acara mencakup keseluruhan praktik keagamaan, baik yang bersumber dari
pustaka suci Weda maupun tradisi atau budaya lokal. Secara umum, acara agama Hindu
menampakkan diri dalam praktik ritual, baik upacara maupun upakara. Upacara berarti rangkaian
tindakan dalam kegiatan ritual, sedangkan upakara berarti pelayanan yang ramah, dan sarana
kebaktian (Sura, dkk., 2005:139—140).2 Acara sebagai sistem ritual keagamaan Hindu
mengisyaratkan adanya sejumlah elemen di dalamnya, yaitu

1. konsep ritual yang terimplementasikan dalam ajaran panca yadnya;


2. aturan mengenai tempat dan waktu pelaksanaan ritual;
3. komponenkomponen dalam ritual, seperti pelaksana ritual dan sarana ritual; dan
4. budaya pendukung ritual.

Pengetahuan acara harus diintegrasikan dengan pengetahuan tattwa dan susila sehingga terbentuk
sistem pengetahuan secara utuh dan terpadu. Keterampilan dalam pelaksanaan ritual juga
penting, mengingat acara agama Hindu merupakan ranah praksis keagamaan. Sementara itu,
1
https://adoc.pub/tradisi-dalam-beragama-hindu-oleh-ni-made-ratini.html diakses pada 19 October 2021
2
https://media.neliti.com/media/publications/266376-pendidikan-acara-agama-hindu-antara-trad-3c3ea5b1.pdf
diakses pada 19 October 2021
kesadaran yang penting dibangun adalah menginternalisasikan nilai-nilai acara agama Hindu
sebagai pedoman dalam sikap dan perilaku keagamaan.

Tradisi merupakan Dharma Pramana, sebagai salah satu ukuran/barometer/salah satu sumber
hukum agama Hindu, untuk menentukan contain/isi dari sebuah kebenaran dari perspektif ajaran
agama Hindu. Dalam kapasitasnya sebagai sumber hukum, acara tidaklah bersifat statis,
melainkan dinamis. Ini terjadi sebagai akibat dari tuntutan zaman yang senantiasa berubah ,
mmenyesuaikan perkembangan pembangunan, maka tafsiranyapun wajib direkontruksi
akibatnya tradisipun mengalami perubahan untuk menterjemahkan tafsir itu. Di sinilah hukum
relativitas berlaku dari zaman ke zaman dalam penerapan ajaran Dharma. Mengingat fungsi dari
acara itu sebagai pengembangan ajaran dan lembaga pembinaan umat Hindu, maka tradisi/acara
haruslah mampu menampilkan ajaran Hindu yang selalu segar, sehat dan menarik, sehingga
ajaran Hindu selalu tersaji sebagai suatu hidangan spiritual yang penuh gairah disukai oleh
semua golongan sesuai dengan jamannya. Dengan demikian pengembangan tradisi secara terus
menerus melalui pembinaan yang sistematis dan demokrasi perlu diupayakan dalam rangka
menjawab tantangan zaman yang terus berubah-ubah. Melalui cara ini umat Hindu akan selalu
betah pada pelaksanaan agamanya sehingga tidak ada keluhan-keluhan, karena kakunya
tradisi/adat agama Hindu yang diberlakukan.

Anda mungkin juga menyukai