Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

Agrogeologi

BATUAN METAMORF

NAMA : ULIL AMRI


NIM : G051211012
KELAS : ILMU TANAH A
KELOMPOK :5
ASISTEN : HUSNUL INAYAH

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Siklus batuan menunjukan kemungkinan batuan untuk berubah bentuk. Batuan yang
terkubur sangat dalam mengalami perubahan akibat adanya tekanan dan temperatur.
Batuan-batuan yang terletak jauh di bawah perut bumi berada dalam kondisi
lingkungan dengan temperatur dan tekanan tinggi sehingga dapat melelehkan
batuan yang bersangkutan. Pada kondisi temperatur dan tekanan demikian batuan
dapat mengalami perubahan bentuk, tekstur, dan komposisi mineral pada batuan
metamorf saat ini(N Islami,2020)
Perubahan-perubahan yang berlangsung dalam keadaan padat ini dapat
terjadi melalui rekristalisasi mineral-mineral dalam batuan, pembentukan mineral
baru akibat rekombinasi berbagai unsur ataupun keduanya. Proses perubahan yang
terjadi dalam keadaan padat ini disebut metamorfisme. Batuan yang terbentuk
merupakan produk dari berbagai variabel, seperti komposisi batuan asal,
temperatur, tekanan, adanya cairan kimia yang reaktif dan ada-tidaknya tekanan
yang merubah bentuk(Muhammad Zuhdi,2019)
Keberadaan batuan metamorf yang dapat diamati langsung di permukaan
bumi tidak sebanyak batuan beku dan sedimen karena mengingat proses
terbentukannya yang cukup kompleks. Salah satu pulau di Indonesia yang dapat
dijumpai batuan metamorf yaitu Papua. Papua terbentuk dari interaksi empat
lempeng besar dunia yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, Lempeng
Pasifik, dan Lempeng Filipina sehingga menjadikan Papua sebagai daerah keadaan
geologi sangat kompleks(Iskandar 2018)
Berdasarkan uraian diatas, maka praktikum mengenai identifikasi batuan
metamorf perlu dilakukan guna mengetahui jenis batuan beku serta karakteristik
ganesanya pada batuan(Anis Kurniawan 2018)
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum identifikasi batuan metamorf yaitu untuk dapat mengidentifikasi
jenis-jenis batuan yang merupakan jenis dari batuan metamorf sendiri berdasarkan
warna, tekstur, dan struktur yang dimiliki.
Sedangkan kegunaan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa
dapat mengidentifikasi jenis-jenis dari batuan metamorf berdasarkan warna, tekstur,
dan struktur yang dimiliki.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batuan Metamorf


Istilah metamorphism berasal dari bahasa yunani "meta" yang berarti "berubah" dan
"morph" yang berarti "bentuk". Dapat di simpulkan bahwa batuan metamorfosa
adalah transisi satu batu ke batu yang lain karena dipengaruhi oleh suhu dan tekanan
sehingga dapat membentuk batuan baru dimana penyusun dari batuan metemorf
yang terkandung mineral-mineralnya yang lebih baik atau kompleks pada batuan
metamorf yang dapat dihasilkan dari batuan induk, seperti batuan beku, batuan
sedimen atau batu metamorf(N Islami, 2020).
Batuan metamorf adalah jenis batuan metamorf yang mengalami proses
metamorfosis sebagai akibat dari adanya tekanan tinggi yang berasal dari tenaga
endogen dalam waktu yang lama. Metamorfisme sendiri merupakan proses-proses
yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh kondisi fisik
dan kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda
dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tentu saja tidak termasuk proses
pelapukan dan diagenesis(Muhammad Zuhdi, 2019).
Metamorfisme terjadi apabila batuan mengalami perubahan kondisi lingkungan
yang menghasilkan ketidakstabilan mineral. Perubahan yang berlebihan dalam
tekanan dan/atau temperatur dapat terjadi melalui beberapa tipe mekanisme
metamorfisme. Terdapat dua jenis tipe mekanisme metamorfisme yaknir
metamorfisme kontak dan metamorfisme regional. Metamorfisme kontak
merupakan hasil dari perubahan temperatur yang sangat tinggi akibat magma yang
bersentuhan dengan batuan di sekitarnya. Jenis metamorfisme ini bersifat lokal.
Panas dan aktivitas kimia dari lelehan magma merupakan agen utama, sehingga
batuan yang dipengaruhinya akan mengalami rekristalisasi menjadi keras dan masif.
Sedangkan metamorfisme regional merupakan hasil dari kombinasi yang memiliki
temperatur tinggi dengan tekanan yang terarah. Batuan yang dihasilkan umumnya
mengalami lipatan batuan(Iskandar,2018).
2.2 Proses Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan metamorf terbentuk oleh proses metamorfisme regional akibat adanya
proses orogenesis yang berlangsung lambat pada daerah yang luas. Sementara itu,
himpunan batuan di daerah penelitian didominasi oleh batuan metamorf derajat
rendah, yang diwakili oleh sekis dan filit, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa
himpunan batuan di daerah penelitian merupakan kompleks konvergen yang lebih
berciri asal kontinen. Interpretasi ini didukung oleh penelitian Prasetyadi (2007),
yang mengungkapkan adanya mikrokontinen Jawa Timur yang menumbuk lempeng
benua Eurasia pada kapur akhir dan mengakibatkan proses subduksi Karang
Sambung berhenti atau tidak aktif.
Proses retrogradasi yang terjadi pada siklus metamorfisme dimungkinkan
terjadi oleh aktivitas pengangkatan atau pengurangan beban dan terjadi sangat
lambat. Sehingga dapat diperkirakan batuan metamorf terbentuk pada fase
sebelumnya yang telah mengalami proses pengangkatan atau pengurangan beban
sehingga temperatur dan tekanan menurun secara perlahan. Setelah mengalami
pengangkatan, batuan ini tersingkap di permukaan dan mengalami proses eksogenik
berupa pelapukan dan erosi.Proses selanjutnya yaitu terjadi penurunan permukaan
oleh patahan sehingga mengalami proses pengendapan pada batuan. Setelah itu,
terjadi perubahan arah subduksi yang mengakibatkan pengangkatan kembali dan
terbentuk busur gunung api, diperkirakan pada kala ini banyak terjadi intrusi.Pada
pembentukan batuan metamorf sendiri mengalami proses tektonik yang ditandai
dengan pengangkatan dan terbentuknya genang laut.Setelah itu kembali terjadi
pengangkatan sehingga batuan yang lebih tua mengalami erosi dan pada zaman
kuarter terbentuk endapan alluvium sebagai satuan litologi yang paling muda dan
menumpang secara tidak selaras sehingga di atas batuan yang lebih tua pada batuan
metamorf pada masanya(Anis Kurniasih 2018).
Dalam pembentukannya, batuan metamorf membutuhkan agen untuk dapat
membentuk batuan baru. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pelapukan
batuan lama menjadi batuan metamorf. Menurut pendapat N Islami (2020) agen
yang paling berperan dalam pembentukan batuan metamorf adalah suhu, tekanan,
dan kandungan kimia.
1. Suhu merupakan agen utama dalam proses pembentukan batuan metamorf .
Perubahan suhu dapat mengubah mineral pada batuan berubah dari padat ke
cair. Namun proses pelapukan mineral pada batuan berbeda-beda, ada yang
membutuhkan suhu hingga 200-700o C baru dapat melapukak, ada juga yang
hanya membutuhkan suhu 65o C sudah dapat melapuk.
2. Tekanan yang menjadi agen metamorfosis terbagi atas dua yaitu tekanan
beban dan tekanan yang tidak diarahkan. Tekanan beban adalah tekanan
seragam karena bekerja ke segala arah. Sedangkan tekanan yang diarahkan
adalah tekanan yang bekerja tidak ke semua arah, contohnya yaitu tekanan
tektonik
3. Cairan kimia aktif bertindak sebagai pembawa yang mempercepat proses
pelapukan batuan, selain itu cairan ini juga mendorong pertumbuhan mineral
baru sehingga merupakan salah satu faktor pendukung pembentukan mineral.
2.3 Karakteristik Batuan Metamorf
Batuan metamorf memiliki karaktersitik yaitu marupakan batuan oogenesis,
maksudnya yaitu terbentuk oleh pross metamorfisme regional akibat waktu dan
tempat. Batuan ini mengalami pengangkatan atau pengurangan beban karena pada
prosesnya selalu ditumpuk sehingga temperatur pada batuan menurun secara
perlahan. Karakteristik yang lebih mencolok pada batuan ini yaitu tergolong sebagai
batuan yang sangat keras serta mineralnya sempurna karena prosesnya terus
tertumpuk dan terus mengurai sehingga apabila batu telah mencapai titik tertinggi
maka sangat sulit melapuk (Anis Kurniasih, 2018).
Terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki oleh batuan metamorf.
Karaktersitik ini menjadi penciri perbedaan batuan metamorf dengan batuan
lainnya. Menurut pendapat dari T Kusmiati (2016) karakteristik batuan metamorf
berdasarkan struktur dapat dibedakan dengan:
1. Hornfels, yaitu terdiri dari mineral equidimensional yang tidak terorientasi
hasil metamorfisma termal.
2. Slate, yaitu batuan yang berbutir sangat halus, memperlihatkan slaty cleavage
dan tanpa lapisan.
3. Phyllite, yaitu batuan berbutir halus, memperlihatkan schistocity, mulai
kelihatan lapisan segregasi, pada bidang foliasi ada kilap dari muskovit atau
chlorit yang berasal dari batuan yang sama dengan slate tetapi butir-butirnya
lebih besar sehingga termasuk metamorfisme regional tingkat tinggi.
Selain karaktersitik berdasarkan struktur, batuan metamor juga memiliki
karakterstik warna, struktur, dan bentuk kristal yang berbeda. Menurut Nafisah
(2021), karakteristik pada batuan metamorf berdasarkan warna, struktur, dan bentuk
kristal dapat dibedakan sebagai berikut:

1.Warna batuan metamorf


Warna pada batuan metamorf terdiri dari feldspar, mika, dan kwarsa. Feldspar
mempunyai ciri khas yaitu adanya belahan pada warna batuan. Mika, yaitu batuan
yang mempunyai belahan dan berwarna hitam yang disebut dengan biotit dan yang
berwarna putih disebut muskovit. Lalu warna kwarsa yaitu putih jernih atau putih
susu.
2.Struktur batuan metamorf
Struktur batuan metamorf ada dua, yaitu foliasi dan non-foliasi. Foliasi yang
berguna sebagai lapisan pada suatu batuan metamorf denagn bentuk yang mirip
dengan belahan. Hal itu adalah hasil dari suatu aktivitas penjajaran beberapa
mineral yang berasal dari suatu penyusun batuannya. Non-faliasi merupakan batuan
yang tanpa belahan. Tidak ada belahan pada proses ini disebabkan oleh beberapa
penyusun utamanya tidak terlihat sehingga tidak bisa diamati.
3.Bentuk kristal batuan metamorf
Bentuk kristal dalam kandungan batuan ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu,
euhedral, subhedral, dan anhedral. Euhedral adalah kristal sempurna, namun
dibatasi dengan tegas, jelas, dan teratur oleh bidang kristal yang ideal. Bentuk kristal
ini yang paling baik diantara ketiganya. Subhedral adalah kandungan batuan yang
memiliki kristal terbatas dengan tidak jelas dan sebagian tidak teratur oleh bidang.
3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum identifikasi batuan metamorf dilaksanakan pada hari Selasa,28
Semptember 2021 pukul 13.00 WITAsampai selesai. Di Laboratorium Genesis dan
Klasifikasi Tanah,Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum identifikasi batuan metamorf adalah lup,
penuntun praktikum, format praktikum, lap halus, lap kasar, dan alat tulis menulis.
Adapun bahan yang digunakan yaitu sampel/contoh batuan metamorf.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum identifikasi batuan metamorf
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, seperti lup dan sampel
batuan metamorf.
2. Melakukan pengamatan batuan metamorf yang mewakili setiap jenis batuan
metamorf.
3. Melakukan pengamatan dengan mengamati warna utama (warna segar) serta
warna lapuk jika ada.
4. Melakukan identifikasi kandungan mineral yang terdapat pada batuan
metamorf.
5. Melakukan pengamatan terhadap tekstur pada batuan metamorf dengan
menggunakan lup. Seperti tingkat tekstur khusus, komposisi mineral, jenis
metamorfosis, agen metamorfosis, serta melakukan pengamatan terhadap
struktur batuan metamorf.
6. Memberikan nama batuan yang diamati berdasarkan kandungan mineral,
tekstur, dan struktur pada tabel penamaan batuan metamorf.
4. 2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis dari data hasil percobaan ditemukan bahwa batuan
metamorf berasal dari proses metamorfisme regional akibat adanya proses
retrograsi yang berlangsung lambat pada daerah yang luas. Proses retrogradasi yang
terjadi pada siklus metamorfisme dimungkinkan terjadi oleh aktivitas pengangkatan
atau pengurangan beban dan terjadi sangat lambat. Sehingga dapat diperkirakan
batuan metamorf terbentuk pada fase sebelumnya yang telah mengalami proses
pengangkatan atau pengurangan beban sehingga temperatur dan tekanan menurun
secara perlahan. Menurut pendapat dari Hestiyanto (2007), bahwa batuan metamorf
merupakan batuan yang telah mengalami perubahan fisik maupun kimiawi. Batuan
metamorf terdiri atas beberapa jenis bergantung pada batuan induknya. Selain itu,
faktor yang memengaruhi perbedaan batuan metamorf adalah suhu yang tinggi,
tekanan yang kuat, dan waktu yang lama.
Pyrit Spotted Slated atau batu pilit merupakan jenis batuan metamorf yang
memiliki warna lapuk segar berwarna hitam. Pyrit terdiri dari besi dan belerang
(FeS2), namun mineral ini bukan merupakan sumber utama dari elemen besi. Besi
biasanya diperoleh dari biji oksida seperti hematit dan magnetit. Batuan ini
memiliki tekstur heteroblastik dengan komposisi mineral pyrit. Batu pirit termasuk
jenis batuan struktur gneisose dimana batu ini termasuk golongan metamorfisme
regional yang tebentuk karena suhu dan tekanan, hal ini sesuai dengan pendapat
Zulfitrah (2018) yang menyatakan batuan pirit terbentuk disekitar wilayah gunung
api sehingga termasuk jenis batuan regional yang terbentuk akibat suhu dan
tekanan.
Quarts- Phylitik merupakan golongan metamorfisme regional yang terbentuk
karena bantuan suhu dan tekanan. Batu ini memiliki warna lapuk abu-abu dengan
warna segar abu-abu gelap. Batu Quarts- Phylitik memiliki tekstur heteroblastik
dengan komposisi mineral berupa kuarsa dan piroksin, hal ini sesuai dengan
pendapat Hadi (2010) kuarsa dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil
pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar.
Hasil pelapukan disebabkan oleh tekanan . Bahan pengisi pasir kuarsa merupakan
bahan galian yang mengandung Kristalkristal silika (SiO2).
Mica Schist merupakan golongan metemorfisme regional yang terbentuk
karena suhu dan tekanan. Batu Mica Schist memiliki warna segara putih
kekuningkuningan yang diikuti oleh warna lapuk coklat muda. Batu ini dibentuk
oleh mineral kuarsa dan berstruktur regional, hal ini sesuai dengan pendapat
Patonah (2014) bahwa Mica Schist adalah batuan bertekstur halus-sedang yang
dibentuk oleh mineral kuarsa dan mika, yang mengakibat batu ini memiliki tingkat
kekerasan sangat keras.
Garnet Quartz Mica Schist merupakan golongan metamorfisme regional
yang terbentuk karena tekanan dan suhu. Batu ini memiliki kandungan mineral
berupa feldspar, K-feldspar, quartz, muscovite mica, biotite mica, amphibole,
olivine, dan calcite. Batuan ini memiliki warna lapuk berupa abu-abu kehitaman
dan warna segar hitam. Batu ini memiliki tekstur heteroblastik yang terbentuk dari
mineral kuarsa dan mika, hal ini sesuai dengan pendapat Raivel (2020) bahwa batu
Garnet Quartz Mica Schist merupakan batu berwarna abu-abu muda hingga tua
yang disusun oleh mineral kuarsa dan mika.
5. KESIMPULAN

Batuan metamorf adalah jenis batuan metamorf yang mengalami proses


metamorfosis sebagai akibat dari adanya tekanan tinggi yang berasal dari tenaga
endogen dalam waktu yang lama. Metamorfisme sendiri merupakan proses-proses
yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh kondisi fisik
dan kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda
dengan kondisi sebelumnya.
Batuan metamorf memiliki beberapa jenis, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya jenis-jenis batuan metamorf terbentuk karena proses dan mineral
penyusunnya berbeda-beda. Contohnya batu pyrit spotted slated atau batu pilit
merupakan jenis batuan metamorf yang memiliki warna lapuk segar berwarna
hitam. Batuan ini memiliki tekstur heteroblastik dengan komposisi mineral pyrit.
Batu pirit termasuk jenis batuan struktur gneisose dimana batu ini termasuk jenis
batuan regional yang tebentuk karena suhu dan tekanan. Contoh lainnya yaitu batu
quarts phylitik merupakan jenis batuan metamorf regional yang terbentuk karena
bantuan suhu dan tekanan. Batu ini memiliki warna lapuk abu-abu dengan warna
segar abu-abu gelap. Batu Quarts- Phylitik memiliki tekstur heteroblastik dengan
komposisi mineral berupa kuarsa dan piroksin. Kemudian ada batu mica schist
merupakan jenis batuan metemorf yang terbentuk karena suhu dan tekanan. Batu
Mica Schist memiliki warna segara putih kekuning-kuningan yang diikuti oleh
warna lapuk coklat muda. Batu ini dibentuk oleh mineral kuarsa dan berstruktur
regional.
DAFTAR PUSTAKA

Bajili A. 2014. Karakteristik Mineral pada Batu Granit di Sekitar Gunung Merapi
Daerah Sumatera Barat. Pillar of Phisics, 1 (3): 1-8.
Hadi. 2020. Identifikasi Batuan Metamorf. Yogyakarta: Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada.
Hestiyanto Y. 2007. Geografi. Jakarta: Yudistira.
Iskandar, B Sumawinata., B Mulyanto, D Tjahyandari, Darmawan, 2018. Penuntun
Praktikum Agrogeologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Islami N. 2020. Batuan Beku. Riau: Universitas Negeri Riau.
Kurniasih, Ikhwannur A., Hadi N., Prakosa R. 2018. Petrogenesis Batuan Metamorf
di Perbukitan Jiwo Barat, Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Jurnal Geosains dan
Teknologi, 1 (1): 1-7.
Kusmiyarti. 2016. Buku Ajar Agrogeologi dan Lingkungan. Denpasar: Fakutas
Pertanian Universitas Udayana.
Nafisah. 2021. Identifikasi Batuan Metamorf Bagian Perbukitan Jawa. Denpasar:
Fakutas Pertanian Universitas Udayana.
Patonah A. 2014. Karakteristik Batuan Metamorf Bayah di Desa Cigaber,
Kabupaten Lebak, Banten. Bulletin of Scientific Contribution, 12 (2): 1-12.
Prasetyadi, C., 2007. Evolusi Tektonik Paleogen Jawa Bagian Timur. Journal
Badan Geologi, 1 (1): 1-15.
Raivel R. 2020. Petrografi Batuan Sekis Kompleks Rumbia, Lengan Tenggara
Slawesi. Jurnal Geomining Teknik Pertambangan, 1 (2): 63-71.
Setiadi dan Sianipar. 2009. Jenis dan Kandungan Mineral dalam Sedimen
LepasPantai di Perairan Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam. Jurnal Geologi Kelautan, 7 (3): 151-161.
Tushadi. 1990. Bahan Galian Industri Indonesia. Bandung: Direktorat Sumberdaya
Mineral, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral.
Victor D. 2019. Perkembangan Fasies Sedimen Formasi Mamberamo Berumur
Mieson Akhir-Pliosen di Cekungan Papua Utara. Jurnal Geologi dan Sumber
Daya Mineral, 20 (1): 37-47.
Wardhani R. 2017. Karakteristik dan Tipe Granitoid di Daerah Mehanggin
Kecamatan Muaradua, Kabupaten Oku Selatan, Indonesia. Procceding,
Seminar Nasional Kebumian-10, 1195-1202.
William, 1906. Geology and Occurences of Limestone and Marble in Nigeria,
Nigeria. Journal of Natural Sciences Research, 1 (2): 99-110
Yulhendra D. 2016. Pemetaan Struktur Batuan Daerah Durian Kapeh Kabupaten
Agam. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan, 9 (3): 129-139.
Zuhdi M. 2019. Buku Ajar Pengantar Geologi. Lombok: Duta Pustaka Ilmu.
Zulfitrah M. 2018. Identifikasi Sebaran Mineral Sulfida (Pirit) Menggunakan
Metode Geomagnet di Daerah Libureng Kabupaten Bone. Jurnal Geologi, 2
(1): 36-41.
Tushadi. 1990. Bahan Galian Industri Indonesia. Bandung: Direktorat Sumberdaya
Mineral, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral.
William, 1906. Geology and Occurences of Limestone and Marble in Nigeria,
Nigeria. Journal of Natural Sciences Research, 1 (2): 99-110

Anda mungkin juga menyukai