Anda di halaman 1dari 8

DOSIMETRI INTERNAL KEDOKTERAN NUKLIR

TUGAS DIKLAT PROFESI FISMED – 07 Agustus 2021


Widya Apriyani S widyaapriyani20@gmail.com

Tugas :
1. Mengapa dosimetry di kedokteran nuklir penting untuk dilakukan terutama terkait dengan
optimisasi di kedokteran nuklir?
2. Buatlah analisis dan resume hasil perhitungan dosis radiofarmaka diatas dan jelaskan
sebagai berikut :
a. Mengapa 2 radiofarmaka memiliki nilai dosis serap yang berbeda-beda
b. Jika anda harus memilih antara radiofarmaka 99mTc-MIBI dan 99mTc Tetrofosmin untuk
pemeriksaan scintimammografi, radiofarmaka mana yang anda pilih, dan mengapa
c. Jelaskan perbedaan antara dosis internal pada pria dewasa dan wanita dewasa, mana
yang lebih tinggi dosis serapnya untuk injeksi dosis yang sama dan jelaskan mengapa.
Tc –Tetrofosmin

Setelah memasukkan nilai data


Ã/Ao masing-masing organ,
diperoleh kalkulasi data.
ABSORBED DOSE
Tc - TETROFOSMIN
Effective dose 103 [mSv/MBq]

Uterus/cervix

Ureters

Tongue

Thymus

Stomach wall

Small intestine wall

Salivary glands

Red (active) bone marrow

Prostate
ORGAN (MGy/MBq)

Pancreas

Oral mucosa

Muscle
Adult Female
Lymph nodes in sys
Adult Male
Lymphatic nodes

Liver

Kidneys

Gallbladder wall

ET2 basal cells

ET region

Colon wall

Bronchi sequestered

Breast

Alveolar-interstitial

Adipose/residual tissue
0.00E+00 5.00E-03 1.00E-02 1.50E-02 2.00E-02
ABSORBED DOSE (MGy/MBq)
Tc – MIBI

Setelah memasukkan nilai data


Ã/Ao masing-masing organ,
diperoleh kalkulasi data.
ABSORBED DOSE
Tc - MIBI
Effective dose 103 [mSv/MBq]

Uterus/cervix

Ureters

Tongue

Thymus

Stomach wall

Small intestine wall

Salivary glands

Red (active) bone marrow

Prostate

Pancreas
ORGAN (mGy/MBq)

Oral mucosa

Muscle
Adult Female
Lymph nodes in sys Adult Male
Lymphatic nodes

Liver

Kidneys

Gallbladder wall

ET2 basal cells

ET region

Colon wall

Bronchi sequestered

Breast

Alveolar-interstitial

Adipose/residual tissue
0.00E+005.00E-031.00E-021.50E-022.00E-022.50E-023.00E-023.50E-024.00E-02
ABSORBED DOSE (mGy/MBq)
Hasil Analisis :
Kita ketahui pengendalian penyinaran medik hanya menerapkan azas justifikasi dan azas
optimisasi, artinya suatu prosedur kedokteran nuklir yang melibatkan radiasi hanya dapat
dilakukan apabila ada indikasi medik yang kuat dan tidak ada cara lain yang dapat memberikan
informasi medik yang dikehendaki. Optimisasi dilakukan mulai sejak perancangan peralatan dan
prosedur kerja. Bagi pasien, dosis radiasi perlu di justifikasi dan dioptimisasi untuk mencegah
terjadinya unintended exposure dan unnecessary exposure. Dosimetri yang umum digunakan
salah satunya menghitung dosis serap radiasi pada terapi di kedokteran nuklir (MIRD). Dengan
berbagai permodelan yang digunakan untuk menghasilkan pengukuran yang akurat,
memungkinkan digunakannya modalitas imaging yang akurat seperti PET dengan waktu paruh
singkat pada tahapan pre-therapy dalam menghitung data biokenetik untuk memprediksi
biodistribusi dari radiofarmaka dengan waktu paruh yang lebih panjang pada tahapan terapi.
Sehingga, pengakajian dosimetri radiasi internal dalam bidang medis akan berfungsi sebagai
perangkat untuk mengkaji resiko yang diterima oleh tubuh. Resiko ini akan meningkat pada
prosedur kedokteran nuklir terapi, dimana dosis injeksi radioisotope yang diberikan lebih besar
daripada injeksi pada prosedur kedokteran nuklir diagnostik karna beberapa organ diketahui
sebagai organ yang beresiko tinggi yang dapat terkena dampak resiko dari proses injeksi
radioisotope tersebut. Selain itu adapula pemberian dosis radiofarmaka yang diberikan
berdasarkan data fisiologis yang spesifik pada pasien, yang memberikan hasil yang optimal dan
memaksimalkan dosis pada organ target dan meminimalkan kerusakan pada jaringan sehat.
Sehingga dapat disimpulkan pengkajian yang berkaitan dengan dosimetri khususnya dosimetri
internal untuk terapi kedokteran nuklir sangat perlu untuk pasien menerima dosis yang spesifik
dan sesuai dengan masing-masing kondisi fisiologisnya. Sehingga, tujuan dari terapi radioisotope
untuk pengobatan benar-benar memaksimalkan kerusakan pada sel kanker dan dapat
meminimalkan resiko bagi jaringan sehat.
Radiofarmaka merupakan senyawa aktif yang dapat diberikan kepada pasien karena
merupakan campuran antara radioaktif dan zat pembawa, dan merupakan sumber terbuka yang di
masukkan ke dalam tubuh dan ikut metabolisme pada tubuh. Suatu zat dikatakan radioaktif
apabila zat tersebut mempunyai aktivitas yang disebabkan oleh ketidakstabilan jumlah proton di
dalam inti atom, dan dalam proses menuju kestabilan zat tersebut akan memancarkan radiasi.
Jenis radiasi yang dipancarkan oleh radioisotope adalah α, β, dan γ. Sedangkan dalam
pengobatan kedokteran nuklir adalah sinar gamma (γ). Namun untuk terapi kanker thyroid
memanfaatkan radiasi beta (β). Dari percobaan yang saya lakukan untuk mengetahui dosis serap
pada organ menggunakan software IDAC-DOSE 2.1 untuk phantom pria dewasa dan wanita
dewasa, dihasilkan bahwa dosis serap terbesar untuk radiofarmaka Tc-Tetrofosmin terdapat pada
organ salivary glands yaitu 1,47 mGy/MBq untuk pria dan 1,83 mGy/MBq untuk wanita.
Berbeda dengan penggunaan radiofarmaka Tc-MIBI, dosis serap terbesar terdapat pada organ
ginjal (kidney) yaitu 2,97 mGy/MBq untuk pria dan 3,45 mGy/MBq untuk wanita. Hal itu
menunjukkan bahwa penggunaan 2 radiofarmaka pada organ yang sama menghasilkan dosis
serap yang berbeda. Perbedaan itu dapat disebabkan respon/reaksi setiap organ dalam menerima
radiofarmaka. Respon pada tiap organ tersebut menyebabkan perubahan dari perbandingan
aktivitas yang terakumulasi pada organ terhadap waktu dengan aktivitas mula-mula atau resident
time. Masing-masing radiofarmaka juga memiliki nilai cacahan atau penimbunan per gram organ
pada organ yang berbeda. Selain itu beda radiofarmaka juga memiliki waktu retensi yang lama
ataupun pendek pada tubuh. Syarat – syarat radioaktif yang digunakan dalam kedokteran nuklir
sebagai berikut :
1. Waktu paruh harus pendek tetapi tidak lebih pendek dari waktu pemeriksaan,
2. Hanya memancarkan radiasi gamma,
3. Energy dari radiasi gamma sekitar 50 – 400 KeV,
4. Sifat kimianya non toxic,
5. Harus ekonomis (Radiofarmaka harus diproduksi secara mudah dan dalam jumlah yang
banyak sehingga harganya terjangkau).
Scintimammografi adalah alat diagnostic non-invasif yang menghasilkan planar dan
tomografi gambar dan memberikan informasi umum mengenai viabilitas sel tumor dan yang
berhubungan dengan sel. Radiofarmaka yang banyak digunakan untuk scintimammografi
merupakan analog kation lipofilik, seperti Tc – 99m sestamibi (MIBI) melalui injeksi/suntikan
intravena dengan aktivitas 15 – 20 mCi (740 – 1110 MBq) melalui vena cubiti. Dalam teknik
pemeriksaan sinctimammography membutuhkan energy untuk koleksi gambar sebesar 10% (± 5
%) berpusat di 140 keV photopeak dari Tc – 99m. Tc – 99m sestamibi (MIBI) ini tidak memiliki
emisi partikel, waktu paruh 6 jam, dominan photon (98%) dengan energy dengan energi 140 keV
yang diperoleh dari peluruhan dari peluruhan radioisotope 99Mo yang memiliki waktu paruh 67
jam dalam sistem generator.
Tc – 99m sestamibi (MIBI) mempunyai basis struktur metoksi-isobutilisonitril yang telah
dikenal merupakan indikator prognostik dari (atau untuk) kanker payudara. Radiofarmaka seperti
ini akan terlokalisasi secara spesifik pada organ kritis patologis, karena organ yang patologis
akan menangkap substrat radiofarmaka jauh lebih kuat dari pada jaringan atau organ lain yang
normal. Pada kasus kanker pencitraan molekuler payudara, Tc – 99m sestamibi (MIBI) telah
dilaporkan memiliki kepekaan dan spesifisitas 80 % - 90 %. Pada sebuah penelitian, sensitivitas
mamografi sendiri adalah 27%, sedangkan sensitivitas mamografi yang digabung dengan Tc –
99m sestamibi (MIBI) menjadi 91%. Tc – 99m sestamibi (MIBI) diketahui terberkonsentrasi di
dalam mitokondria. Mitokondria penting dalam patofisiologi dan terapi kanker dan memiliki
peran sentral dalam kehidupan dan kematian sel.
Menurut hasil perhitungan untuk aktivitas awal 100 MBq diperoleh perhitungan effective
dose dengan protocol ICRP 60 sebesar 5,10E-01 mSv/MBq pada phantom pria dan 6,80E-01
mSv/MBq pada phantom wanita untuk radiofarmaka Tc-Tetrofosmin. Begitu pula menggunakan
radiofarmaka Tc-MIBI diperoleh effective dose sebesar 6,09E-01 mSv/MBq untuk phantom pria
dan 8,02E-01 mSv/MBq untuk phantom wanita. Perbedaan dose juga disebabkan oleh perbedaan
respon radiofarmaka yang digunakan pada kondisi anatomis dan fisiologis dari pria dan wanita.
Perbedaan itu dapat dilihat pada organ yang hanya dimiliki pria dan wanita. Pada pria terdapat
organ prostat dan testis didapat dosis serap sebesar 6,72E-01 mGy/MBq dan 2,71E-01
mGy/MBq dengan radiofarmaka Tc-Tetrofosmin, sedangan dengan Tc-MIBI diperoleh 5,29E-01
mGy/MBq dan 2,62E-01 mGy/MBq. Begitu pula dengan wanita terdapat organ ovarium dan
cervix didapat dosis serap sebesar 1,00 mGy/MBq dan 1,17 mGy/MBq dengan radiofarmaka Tc-
Tetrofosmin, sedangkan dengan radiofarmaka Tc-MIBI diperoleh nilai dosis serap sebesar
8,84E-01 mGy/MBq dan 9,84E-01 mGy/MBq. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan
respon organ untuk setiap rafiofarmaka, dimana nilai residence time pada organ wanita menjadi
lebih tinggi, selain itu ada perbedaan pada weighting factor yang memungkinkan dosis efektif
wanita lebih tinggi dibanding pria. Dosis internal yang diterima oleh wanita lebih tinggi
dibanding pria juga dikarenakan organ pada tubuh wanita lebih kecil sehingga pengaplikasiannya
harus disesuaikan dengan massa organ yang akan dihitung.
Referensi :
[1] ICRP, ICRP Publication no 60. 1991.
[2] ICRP, ICRP Publication no 103. 2007.
[3] Anselmus, S.Si. PPT Kedokteran Nulir. RSCM
[4] Sunarhadijoso; Soenarjo. Mekanisme Lokalisasi Sediain Radiofarmaka Pada Organ Target.
2014. Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka. ISSN 1410-8542. April. Vol 17 no 1 pg 15-26.
[5] Sugiharti, Rizky Juwita; Yana Sumpena; Misyetti. Perbandingan Pola Biodistribusi 99mTc-
CTMP dan 99Tc-MDP pada Hewan Uji sebagai Radiofarmaka Penyidik Tulang. 2009. Jurnal
Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia. ISSN 1411-3481. Agustus. Vol. X no 2 pg. 89-96.
[6] Das BK, Biswal BM, Bhavaraju M. Role of scintimammography in The Diagnosis of Breast
Cancer. 2006. Malays J Med Sci. Vol. 13 no 1 pg. 52-57.
[7] Nur Rahmah Hidayati. Pengkajian Dosimetri Radiasi Internal Pada Terapi Radioisotop untuk
Mendukung Aspek Keselamatan Dalam Kedokteran Nuklir. 2014. Buletin ALARA. ISSN
1410 – 4652. Agustus. Vol. 16 no 1 pg 15-20.

Anda mungkin juga menyukai