Anda di halaman 1dari 3

KREATIFITAS DAN INOVASI SEBAGAI ASET

PEMBANGUNAN DAYA SAING BANGSA


Sebagai seoraang mahasiswa dalam menuntut ilmu dharuskan untuk
mempunya sifat bepikir kritis dalam menangani berbagai hal dalam bidang
apapun itu, dan semua itu tergantung dalam kreativitas dari setiap individu
manusia. Dalam era zaman 4.0 ini banyak akses yang mudah kita dapat kan
dalam meningkatkan kreativitas diri kita masing masing dengan mengembangkan
bakat dalam diri masing masing. Salah satu nya dalam bidang pembangunan guna
memajukan daya saing bangsa didalam bidang pembangunan daerah, seperti hal
dalam kreatifitas pembangunan yang biasanya di lakoni oleh mahasiswa teknik,
banyak hal yang menunjang bagi anak anak mahasiswa teknik dalam memajukan
bangsa dalam bidang pembangunan. Bagaiamana kriteria pembanguinan yang
baik dan benar serta kreatif dengan memanfaat kan pemikiran visioner dan kreatif
maka kritria tersebut akan dibagi dalam aspek aspek berikut yakni
Konsepsi pembangunan sesungguhnya tidak perlu dihubungkan dengan
aspek-aspek spasial. Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan
ekonomi dalam banyak hal membuktikan keberhasilan. Hal ini antara lain dapat
dilukiskan di negara-negara Singapura, Hongkong, Australia, dan negara-negara
maju lain. Kebijakan ekonomi di negara-negara tersebut umumnya dirumuskan
secara konsepsional dengan melibatkan pertimbangan dari aspek sosial
lingkungan serta didukung mekanisme politik yang bertanggung jawab sehingga
setiap kebijakan ekonomi dapat diuraikan kembali secara transparan, adil dan
memenuhi kaidah-kaidah perencanaan. Dalam aspek sosial, bukan saja aspirasi
masyarakat ikut dipertimbangkan tetapi juga keberadaan lembaga-lembaga
sosial (social capital) juga ikut dipelihara bahkan fungsinya
ditingkatkan. Sementara dalam aspek lingkungan, aspek fungsi
kelestarian natural capital  juga sangat diperhatikan demi kepentingan umat
manusia. Dari semua itu, yang terpenting pengambilan keputusan juga berjalan
sangat bersih dari beragam perilaku lobi yang bernuansa kekurangan (moral
hazard) yang dipenuhi kepentingan tertentu (vested interest) dari keuntungan
semata (rent seeking). Demikianlah, hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati
oleh seluruh masyarakat secara adil melintasi (menembus) batas ruang (inter-
region) dan waktu (inter-generation). Implikasinya kajian aspek spasial menjadi
kurang relevan dalam keadaan empirik yang telah dilukiskan di atas (Nugroho dan
Rochmin Dahuri, 2004).
Namun demikian, konsepsi pembangunan yang dikemukakan di atas
sejalan dengan kajian terhadapnya maupun implementasi diberbagai negara dan
wilayah lain, dikemukakan berbagai kelemahan. Kelemahan tersebut muncul
seiring ditemukannya fenomena yang khas, antara lain kesenjangan, kemiskinan,
pengelolaan public good  yang tidak tepat, lemahnya mekanisme kelembagaan dan
sistem politik yang kurang berkeadilan. kelemahan-kelemahan itulah yang
menjadi penyebab hambatan terhadap gerakan maupun aliran penduduk, barang
dan jasa, prestasi, dan keuntungan (benefit) dan kerugian (cost) di dalamnya.
Seluruh sumberdaya ekonomi dan non-ekonomi menjadi terdistorsi alirannya
sehingga divergence menjadi makin parah. Akibatnya, hasil pembangunan
menjadi mudah diketemukan antar wilayah, sektor, kelompok masyarakat,
maupun pelaku ekonomi. implisit, juga terjadi dichotomy antar waktu
dicerminkan oleh ketidakpercayaan terhadap sumberdaya saat ini karena penuh
dengan berbagai resiko (high inter temporal opportunity cost). Keadaan ini bukan
saja jauh dari nilai-nilai moral tapi juga cerminan dari kehancuran (in
sustainability). Ikut main di dalam permasalahan di atas adalah mekanisme pasar
yang beroperasi tanpa batas. Perilaku ini tidak mampu dihambat karena beroperasi
sangat massif, terus-menerus, dan dapat diterima oleh logika ekonomi disamping
didukung oleh kebanyakan kebijakan ekonomi secara sistematis.
Kecendrungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan
peluang baru bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era seperti ini,
kondisi persaingan antar pelaku ekonomi (badan usaha dan/atau negara) akan
semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini, tiap pelaku
ekonomi (tanpa kecuali) dituntut menerapkan dan mengimplementasikan secara
efisien dan efektif strategi bersaing yang tepat (Kuncoro, 2004). Dalam konteksi
inilah diperlukan ”strategi berperang” modern untuk memenangkan persaingan
dalam lingkungan hiperkompetitif diperlukan tiga hal (D’Aveni, 1995), pertama,
visi terhadap perubahan dan gangguan. Kedua, kapabilitas, dengan
mempertahankan dan mengembangkan kapasitas yang fleksibel dan cepat
merespon setiap perubahan. Ketiga, taktik yang mempengaruhi arah dan gerakan
pesaing.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan yang memeiliki kritaria baik dan
benar harsu juga memiliki ide-ide yang berinovasi dan juga kreatif.

Anda mungkin juga menyukai