Anda di halaman 1dari 2

Kasus 1

DOKTER DISPENSING

Pada sebuah Rumah Sakit di suatu kabupaten X di Indonesia, terdapat sebuah


kejanggalan yang dilakukan oleh seorang Dr. Spesialis Kandungan, dimana dokter tersebut
melakukan dispensing obat secara langsung kepada pasiennya. Pihak rumah sakit telah
menghimbau kepada dokter tersebut untuk menyerahkan tanggung jawab penyerahan obat
(dispensing obat) kepada instalasi farmasi rumah sakit. Tetapi dokter tersebut bersikeras untuk
tetap melakukan dispensing yang dikelola oleh istrinya yang bukan seorang tenaga kesehatan.
Motif yang dilakukan dokter ini adalah untuk mengambil keuntungan pribadi atas harga jual
obat. Sampai saat ini pihak rumah sakit khususnya instalasi farmasi tidak mampu berbuat banyak
karena dokter tersebut merupakan satu-satunya dokter spesialis kandungan di R.S Kabupaten
tersebut.
Pada ilustrasi diatas, jelas sekali terlihat pelanggaran yang dilakukan oleh dokter tersebut
dimana kewenangan terhadap penyerahan obat seharusnya berada ditangan Apoteker pada
instalasi farmasi yang bersangkutan.
Sebagai seorang apoteker, seharusnya kita berusaha untuk meluruskan tindakan yang
menyimpang tersebut sesuai dengan Sumpah Apoteker dan Kode Etik Apoteker yang berlaku
saat ini.

Berikut pembahasan kasus di atas berdasarkan :


1.      SUMPAH APOTEKER
a.    Bertentangan dengan poin ke empat yang menyatakan bahwa “ Saya akan menjalankan tugas
saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
”. Sesuai poin tersebut, seharusnya kita sebagai seorang apoteker tidak membiarkan kewenangan
penyerahan obat (dispensing) dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan lain yang tidak
berkompeten dibidang kefarmasian.
b.    Bertentang dengan poin ke lima yang menyatakan “ Dalam menunaikan kewajiban saya, saya
akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
keagamaan, kebangsaan, kesukuan, kepartaian / kedudukan sosial ”. Berdasarkan poin diatas,
seharusnya kita sebagai apoteker berani menegur dan memberikan peringatan kepada dokter
tersebut untuk melakukan prosedur yang semestinya, tanpa terpengaruh oleh pertimbangan
apapun termasuk kedudukan sosial antara dokter dan apoteker sebagai rekan sejawat.

2.      KODE ETIK APOTEKER


a.    Pasal 6
     Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
        Pembahasan: Seorang apoteker seharusnya mampu meluruskan kekeliruan yang   terjadi di
rumah sakit tersebut.

b.   Pasal 7
     Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
        Pembahasan: Dalam menjalankan profesinya, hendaknya apoteker yang menjadi  informan
yang baik untuk masyarakat mengenai obat bukan tenaga kesehatan lain seperti yang di
ilustrasikan pada kasus diatas.

c.    Pasal 8
    Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di Bidang
Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.
      Pembahasan: Seorang apoteker harus selalu peka terhadap informasi terbaru dalam hal ini
terkain peraturan perundang-undangan di Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang
Farmasi pada khususnya.

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah Apoteker
Keputusam Kongres Nasional XVIII/2009. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia No. 006/KONGRES
XVIII/ISFI/2009 tentang Kode Etik Apoteker Indonesia dan Implementasi-Jabaran Kode Etik.

Anda mungkin juga menyukai