Anda di halaman 1dari 16

INFLASI PERSPEKTIF AL-MAQRIZI DALAM EKONOMI ISLAM

A. Pendahuluan
Sejak dahulu manusia telah mempergunakan berbagai cara untuk
melangsungkan pertukaran barang, guna memenuhi kebutuhan mereka. Pada
peradaban yang masih sangat sederhana, manusia melakukan tukar menukar
kebutuhan dengan cara barter. Namun barter ini mensyaratkan adanya double
coincidence of wants dari pihak-pihak yang melakukan pertukaran ini. Semakin
banyak dan kompleks kebutuhan manusia, semakin sulit melakukan barter sehingga
mempersulit muamalah antar manusia. Itulah sebabnya manusia dari dulu sudah
memikirkan perlunya suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat
tukar demikian disebut uang.
Sebagai seorang sejarawan, Al-Maqrizi mengemukaan beberapa pemikiran
tentang uang melalui penelaahan sejarah mata uang yang digunakan oleh umat
manusia. Bagi Al-Maqrizi, mata uang mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan umat manusia, karena, dengan menggunakan uang manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidup serta memperlancar aktivitas kehidupannya.
Pemikiran terhadap uang merupakan fenomena yang jarang diamati para
cendikiawan muslim. menurut survey Islahi, selain Al-Maqrizi, diantara sedikit
pemikir muslim yang memiliki perhatian terhadap uang adalah Al-Ghazali, Ibnu
Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah dan Ibnu Khaldun.1 Dengan demikian, secara
kronologis dapat dikatakan bahwa Al-Maqrizi merupakan cendikiawan muslim
abad pertengahan yang terakhir mengamati permasalahan tersebut.
Dalam tulisan ini akan dibahas pemikiran ekonomi Islam Al-Maqrizi, yang
menjadi sub pokok pembahasannya adalah:
1. Biaografi singkat Al-Maqrizi

1
A. A. Islahi, Konsep Pemikiran Ibnu Taimiyah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997, h. 19

1
2. Pemikiran ekonomi Islam Al-Maqrizi yang terdiri dari: Konsep Uang dan Teori
Inflasi.

B. Pembahasan
1. Biografi Singkat Al-Maqrizi
Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu-Abbas Ahmad bin
Abdul Qadir Al-Huasani. Ia lahir di desa Barjuan, Kairo, pada tahun 766 H
(1364 – 1365). Keluarga berasal dari Maqarizah, sebuah desa yang terletak di
kota Ba’labak. Oleh karena itu, ia cenderung dikenal sebagai Al-Maqrizi. 2
Ketika berusia 22 tahun, Al-Maqrizi terlibat dalam berbagai tugas
pemerintahan Dinasti Mamluk. Pada tahun 788 H (1386 M), Al-Maqrizi
memulai kiprahnya sebagai pegawai di Diwan Al-Insya, semacam sekretariat
negara. Pada tahun 791 H (1389 M), Sultan Barquq mengangkat Al-Maqrizi
sebagai muhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama dua tahun.
Pada masa ini Al-Maqrizi mulai banyak bersetuhan dengan berbagai
permasalahan pasar, perdagangan, sehingga perhatiannya terfokus pada
harga-harga yang berlaku, asal-usul uang, dan kaidah-kaidah yang berlaku.
Pada tahun 881 H(1408 M), Al-Maqrizi diangkat sebagai pelaksana
administrasi waqaf di Qalanisiyah, sambil bekerja di rumah sakit an-Nuri,
Damaskus.
Lima tahun kemudian, Al-Maqrizi kembali kekampung halamanya,
Barjuan, Kairo. Disni ia juga aktif mengjar dan menulis, terutama sejarah
Islam, hingga terkenal sebagai sebagaiseorang sejarawan besar pada abad ke-9
Hijrah. Al-Maqrizi meninggal dunia di Kairo pada tanggal 27 Ramadhan 845 
H atau bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1442 M.3

2
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010, h. 288
3
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2004, h.
416

2
Semasa ,Al-Maqrizi sangat produktif menulis berbagai bidang sejarah
islam. Buku-buku kecilnya memiliki urgensi yang khas serta menguraian
berbagai macam ilmu yang tidak tidak terbatas pada tulisan sejarah. Al-Syayal
mengelompokkan buku-buku kecil tersebut menjadi empat kategori. Pertama,
buku yang membahas peristiwa sejarah umum Kedua, buku yang berisi
ringkasan sejarah beberapa penjuru dunia Islam yang belum terbahas oleh
sejarawan lainnya. Ketiga, buku yang menguraikan sejarah singkat para raja.
Keempat, buku yang menguraikan aspek ilmu murni atau sejarah beberapa
aspek sosial dan ekonomi di dunia Islam pada umumnya dan di Mesir pada
khususnya, seperti Syudzur Al-Uqud fi Dzikr Al-Nuqud, kitab Al-Akyal wa
Al-Auzan Al-Syari’yyah, kitab Risalah fi Al-Nuqud Islamiyah, dan kitab
Igatsah Al-Ummah bi Kasyf Al-Ghummah.4
2. Pemikiran Al-Maqrizi Tentang Ekonomi
Al-Maqrizi berada pada fase kedua dalam sejarah pemikiran ekonomi
Islam. Yaitu sebuah fase yang mulai terlihat tanda-tanda melambatnya berbagai
kegiatan intelektual yang inovatif dalam dunia Islam. Latar belakang
kehidupan Al-Maqrizi yang bukan seorang sufi atau filosof dan relatif
didominasi oleh aktivitasnya sebagai sejarawan muslim sangat mempengaruhi
corak pemikirannya tentang ekonomi. Ia senantiasa melihat setiap persoalan
dengan flash back dan mencoba memotret apa adanya mengenai fenomena
ekonomi suatu Negara dengan memfokuskan perhatiannya pada beberapa hal
yang mempengaruhi naik turunnya suatu pemerintahan.
Al-Maqrizi merupakan pemikir ekonomi Islam yang melakukan studi
khusus tentang uang dan inflasi.5 Pada masa hidupnya, Al-Maqrizi dikenal
sebagai seorang pengeritik keras kebijakan-kebijakan moneter yang
diberlakukan pemerintahan Bani Mamluk Burji yang dianggapnya sebagai
sumber malapetaka dan menghancurkan perekonomian negara dan masyarakat

4
Ibid, h. 417
5
Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001, h. 67

3
Mesir. Prilaku para penguasa Mamluk Burji yang menyimpang dari
ajaran-ajaran agama dan moral telah mengakibatkan krisis ekonomi yang
sangat parah yang didominasi oleh kecendrungan inflasioner yang semakin
diperburuk dengan merebaknya wabah penyakit menular yang melanda Mesir
selama beberapa waktu.
Dengan bekal pengalaman yang memadai sebagai seorang muhtasib
(pengawas pasar), Al-Maqrizi membahas permasalahan inflasi dan peranan
uang di dalamnya. Sebuah pembahasan yang sangat menakjubkan di masa itu
karena mengkolerasikan dua bahan yang jarang dilakukan oleh para pemikir
muslim maupun barat.6
a. Konsep Uang
Sebagai seorang sejarawan, Al-Maqrizi mengemukakan seberapa
pemikiran uang melalui penalaahan sejarah mata uang yang digunakan
umat manusia. Pemikirannya ini meliputi sejarah dan fungsi uang,
implikasi penciptaan mata uang buruk, dan daya beli uang.
1) Sejarah dan Fungsi Uang
Bagi Al-Maqrizi, mata uang mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan umat manusia. Sebab dengan menggunakan
uang, manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup serta memperlancar
aktivitas kehidupannya. Oleh karena itu, untuk membuktikan validitas
premisnya terhadap permasalahan ini, ia mengungkapkan sejarah
penggunaan mata uang oleh umat manusia sejak masa dahulu kala
hingga masa pemerintahan dinasti mamluk. Menurut Al-Maqrizi pada
masa sebelum maupun sesudah kedatangan Islam, mata uang
digunakan oleh umat manusia untuk menentukan berbagai harga
barang dan biaya tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan ini, mata uang
yang dipakai hanya terdiri dari emas dan perak.7

6
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi dari Masa Klasik hingga Kontemporer, Jakarta:
Pustaka Asatruss, 2005, h. 220
7
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, Jakarta: Kencana, 2010, h. 17

4
Dalam sejarah perkembangannya, Al-Maqrizi menguraikan
bahwa bangsa Arab jahiliyah menggunakan dinar emas dan dirham
perak sebagai mata uang mereka. Setelah Islam datang Rasulullah
menetapkan berbagai praktik muamalah yang menggunakan kedua
mata uang tersebut. Penggunaan mata uang ini terus berlanjut tanpa
perubahan sedikit pun hingga tahun 18 H.8
Perubahan yang signifikan terhadap mata uang ini terjadi pada
tahun 76 H, setelah berhasil menciptakan stabilitas politik dan
keamanan, khalifah Abdul Malik bin Marwan melakukan reformasi
moneter dengan mengacak dinar dan dirham Islam. Penggunaan kedua
mata uang ini terus berlanjut, tanpa perubahan yang berarti, hingga
pemerintahan Al-Mu’tashim khalifah terakhir dinasti Abbasiyah.
Dalam pandangan Al-Maqrizi, kekacauan mulai terlihat ketika
pengaruh kaum mamluk semakin kuat dikalangan istana, termasuk
dalam kebijakan percetakan mata uang dirham campuran. Percetakan
fulus, mata uang yang terbuat dari tembaga, dimulai pada masa
pemerintahan Dinasti Ayyubiyah Sultan Muhammad Al-Kamil. Yang
dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang
signifikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnya.9
Pada masa pemerintahan Sultan Al-Kamil percetakan mata
uang tersebut terus berlanjut hingga pejabat di tingkat propinsi
terpengaruh laba yang besar dari aktivitas ini. Kebijakan sepihak
mulai diterapkan dengan meningkatkan rasio 24 fulus per dirham.
Akibatnya, rakyat menderita kerugian besar karena barang-barang
yang dahulu berharga ½ dirham menjadi 1 dirham. Keadaan semakin
memburuk ketika aktivitas percetakan fulus meluas pada masa
pemerintahan Sultan Al-Adil Kitabugha Sultan Al-Zahir Barquq yang

8
Nur Chamid, Op.Cit, h. 292
9
Ibid

5
mengakibatkan penurunan nilai mata uang dan kelengkaaan
barang-barang. Al-Maqrizi mengindikasikan bahwa mata uang dapat
diterima sebagai standar nilai, baik menurut hukum, logika, maupun
tradisi hanya terdiri dari emas dan perak.10
2) Implikasi Penciptaan Mata Uang Buruk
Al-Maqrizi menyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan
kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas
baik. Pada masa Shalahuddin Al-Ayubi, mata uang yang dicetak
mempunyai kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan mata
uang yang telah ada di peredaran. Dalam menghadapi kenyataan
tersebut, masyarakat akan lebih memilih untuk menyimpan mata uang
yang berkualitas baik dan meleburnya menjadi perhiasan dan
melepaskan mata uang yang berkualitas buruk ke dalam peredaran.
Akibatnya mata uang lama keluar dari peredaran.
Menurut Al-Maqrizi, hal tersebut juga tidak terlepas dari
pengaruh pergantian penguasa dan dinasti yang masing-masing
menerapkan kebijakan yang berbeda dalam pencetakan bentuk dan
nilai dinar dan dirham. Konsekuensinya terjadi ketidakseimbangan
dalam kehidupan ekonomi ketika persediaan logam bahan mata uang
tidak mencukupi untuk memproduksi sejumlah unit mata uang. Begitu
pula halnya ketika harga emas atau perak mengalami penurunan.11
3) Konsep Daya Beli Uang
Menurut Al-Maqrizi, pencetakan mata uang harus disertai
perhatian yang lebih besar dari pemerintah untuk untuk menggunakan
mata uang tersebut dalam bisnis selanjutnya.12 Al-Maqrizi
memperingatkan para pedagang agar tidak terpukau dengan

10
Ibid, h. 293
11
Euis Amalia, Op.Cit, h. 223
12
Aidit Ghazali, Islamic Thinkers on Economic, Administration, and Transaction, Kuala
Lumpur: Quill Publisher, 1991, h. 159

6
peningkatan laba nominal mereka. Menurutnya, mereka akan
menyadari hal tersebut ketika membelanjakan sejumlah uang yang
lebih besar untuk berbagai macam pengeluarannya. Dengan kata lain,
seorang pedagang dapat terlihat memperoleh keuntungan yang lebih
besar sebagai seorang produsen, namun, sebagai seorang konsumen, ia
akan menyadari bahwa dirinya tidak memperoleh keuntungan sama
sekali.13
Dari uarian konsep uang di atas, analisis penulis tentang
pendapat Al-Maqrizi yang menyatakan bahwa mata uang dapat
diterima sebagai standar nilai hanya terdiri dari emas dan perak dan
selain emas dan perak tidak layak disebut sebagai mata uang. Jika
dikaitkan dengan masa sekarang ini, kita ketahui bahwa uang yang
beredar bukanlah uang yang terbuat dari emas dan perak. Disatu sisi
apa yang diungkapkan Al-Maqrizi benar karena standar nilai emas dan
perak relatif stabil, namun secara fisik emas dan perak jumlahnya
sangat terbatas, jadi tidak sembarangan dalam pencetakannya, artinya
memerlukan biaya untuk mencari emas dan perak dalam pembetukan
uang tersebut. Kemudian emas dan perak juga bisa dijadikan sebagai
perhiasan berharga. Bagaimana jika emas dan perak habis, tentu
pemerintah tidak dapat mencetak uang lagi.
Dengan demikian negara mencetak uang sesuai dengan tingkat
kemampuan negara tersebut. Sekarang ini standar nilai mata uang
Indonesia didasarkan atas mata uang dollar cenderung tidak stabil
nilainya, cepat berubah seiring dengan naik turunnya perekonomian
Amerika. Maka turun pulalah standar nilai mata uang Indonesia karena
dipengaruhi perekonomian Amerika Serikat. Secara fisik uang
Indonesia memang mudah rusak, terbakar, basah berbeda dengan uang
jika terbuat dari emas dan perak yang tahan lama.

13
Ibid, h. 224

7
Nilai nominal dan nilai intrinsik uang Indonesia juga tidak
sebanding, pencetakan uang 100.000,- tidak akan menghabiskan
modal sampai 100.000,- . sehingga dengan demikian pemerintah akan
mudah mencetak uang karena biaya produksiya yang murah. Semakin
banyak uang yang dicetak tentunya akan semakin banyak yang beredar
di masyarakat, dengan demikian banyaknya peredaran uang
dimasyarakan akan membawa dampak kenaikan harga barang,
sehingga nilai mata uang tersebut akan turun dibanding nilai barang.
Berbeda dengan nilai emas dan perak yang nilai nominal dan
intrinsiknya sama.
b. Teori Inflasi
Inflasi adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah yang harus
dibayarkan (nilai penghitungan moneter) terhadap barang-barang atau
komoditas dan jasa.14
Dengan mengemukakan berbagai fakta bencana kelaparan yang
pernah terjadi di Mesir, Al-Maqrizi menyatakan bahwa peristiwa inflasi
merupakan sebuah fenomena alam yang menimpa kehidupan masyarakat.
Menurutnya, inflasi terjadi ketika harga-harga secara umum mengalami
kenaikan dan berlangsung terus menerus. Pada saat ini persediaan barang
dan jasa mengalami kelangkaan dan konsumen, karena sangat
membutuhkannya harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk sejumlah
barang dan jasa yang sama.
Al-Maqrizi membahahas permasalahan inflasi secara lebih
mendetail. Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor penyebabnya
terhadap dua hal, yaitu inflasi alamiah dan inflasi yang disebabkan
kesalahan manusia.15
1) Inflasi Alamiah

14
Testru Hendra, HUtang dan Inflasi Solusi Alternatif Ekonomi Islam, Padang: Hayfa Press,
2007, h. 36
15
Adiwarman Azwa Karim, Op.Cit, h. 425

8
Inflasi ini disebabkan oleh berbagai faktor alamiah yang tidak
bisa dihindari umat manusia. Menurut Al-Maqrizi, ketika suatu
bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil bumi lainnya
mengalami gagal panen, sehingga persediaan barang-barang tersebut
mengalami penurunan yang sangat drastic dan terjadi kelangkaan.
Dilain pihak, karena sifatnya yang sangat signifikan dalam kehidupan,
permintaan terhadap beberapa barang itu mengalami peningkatan.
Harga-harga jauh membumbung tinggi jauh melebihi daya beli
masyarakat. Hal ini sangat berimplikasi terhadap kenaikan harga
berbagai barang dan jasa lainnya. Akibatnya, transaksi ekonomi
mengalami kemacetan bahkan berhenti sama sekali, yang pada
akhirnya menimbulkan kelaparan, wabah penyakit dan kematian di
kalangan masyarakat.
Keadaan yang semakin memburuk tersebut memaksa rakyat
untuk menekan pemerintah agar segera memperhatikan keadaan
mereka. Untuk menanggulangi bencana itu, pemerintah mengeluarkan
sejumlah besar dana yang mengakibatkan pembendaharaan negara
mengalami penurunan. Al-Maqrizi juga menyatakan, bahwa sekalipun
suatu bencana telah berlalu, kenaikan harga-harga tetap berlangsung.16
Menurut analisis penulis tentang penyebab inflasi salah
satunya adalah inflasi alamiah sesuai dengan kenyataan. Karena
kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh faktor alamiah memang
tidak bisa dihindari oleh manusia, berbagai bencana terjadi di
Indonesia ini seperti tsunami, banjir, longsong yang mengakibatkan
bahan makanan dan hasil bumi di tempat tersebut mengalami gagal
panen, sehingga persediaan barang-barang menurun dan terjadi
kelangkaan terhadap barang-barang tersebut. Jika barang tersebut
langka dan yang membutuhkannya banyak maka harga akan naik

16
Ibid, h. 426

9
sesuai dengan teori permintaan. Hal yang demikian tersebut
merupakan salah satu penyebab terjadinya inflasi. Jika pada masa
Al-Maqrizi untuk menanggulangi bencana yang terjadi pemerintah
mengeluarkan sejumlah besar dana yang mengakibatkan
pembendaharaan negara mengalami penurunan. Solusinya untuk
sekarang ini negara mulai membuat alternatif penanggulan bencana
tersebut dengan menyediakan bahan-bahan cadangan seperti gudang
beras bulog meskipun pengedarannya belum sesuai dengan yang
seharusnya.
2) Inflasi Karena Kesalahan Manusia
Selain faktor alam, Al-Maqrizi menyatakan bahwa inflasi
dapat terjadi akibat kesalahan manusia. Ia telah mengidentifikasi tiga
hal yang baik secara sendiri-sendiri maupun maupun bersama-sama
menyebabkan terjadinya inflasi ini. Ketiga hal tersebut adalah korupsi
dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan, dan peningkatan
sirkulasi mata uang fulus.
a) Korupsi dan Administrasi yang Buruk
Al-Maqrizi menyatakan bahwa pengangkatan para pejabat
pemerintahan yang berdasarkan pemberian suap, dan bukan
kapabilitas, akan menempatkan orang-orang yang tidak mempunyai
kredibilitas pada berbagai jabatan penting dan terhormat, baik
dikalangan legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Kondisi ini
sangat mempengaruhi moral dan efisiensi administrasi karena para
pejabat tersebut mulai menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih
kepentingan pribadi, baik untuk memenuhi kebutuhan financialnya
ataukebutuhan hidup. Perbuatan pejabat tersebut membuat kondisi
rakyat semakin memprihatinkan, sehingga mereka terpaksa
meninggalkan kampung halaman dan pekerjaaannya. Akibatnya
terjadi penurunan jumlah penduduk dan tenaga kerja serta

10
hasil-hasil produksi yang sangat berimplikasi terhadap penurunan
penerimaan pajak dan pendapatan Negara.17
b) Pajak yang Berlebihan
Menurut Al-Maqrizi, akibat dominasi para pejabat
bermental korup dalam suatu pemerintahan, pengeluaran Negara
mengalami peningkatan. Sebagai kompensasinya mereka
menerapkan sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan
memberlakukan berbagai pajak baru serta menaikkan tingkat pajak
yang telah ada. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi para petani
yang merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat. Para
pemilik tanah yang ingin selalu berada dalam kesenangan akan
melimpahkan beban pajak kepada para petani melalui peningkatan
biaya sewa tanah. Karena tertarik dengan hasil pajak yang sangat
menjanjikan, tekanan para pejabat dan pemilik tanah terhadap para
petani menjadi lebih besar dan intensif. Frekuensi berbagai pajak
untuk pemeliharaan bendungan dan pekerjaan-pekerjaan yang
serupa semakin meningkat. Konsekuensinya, biaya-biaya untuk
penggarapan tanah, penaburan benih, pemungutan hasil panen, dan
sebagainya meningkat. Dengan kata lain, panen padi yang
dihasilkan pada kondisi ini membutuhkan biaya yang lebih besar
hingga melebihi jangkauan para petani.
Kenaikan harga-harga tersebut, terutama benih padi, hampir
mustahil mengalami penurunan karena sebagian besar benih padi
dimiliki oleh para pejabat yang sangat haus kekayaan. Akibatnya,
para petani kehilangan motivasi untuk bekerja dan memproduksi.
Dengan demikian, terjadi penurunan jumlah tenaga kerja dan
peningkatan lahan tidur yang akan sangat mempengaruhi tingkat
hasil produksi padi serta hasil bumi lainnya dan, pada akhirnya,

17
Nur Chamid, Op.Cit, h. 297

11
menimbulkan kelangkaan bahan makanan serta meningkatkan
harga-harga.18
c) Peningkatan Sirkulasi Mata Uang Fulus
pada awalnya, mata uang fulus yang mempunyai nilai
intrinsik jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai nominalnya
dicetak sebagai alat transaksi untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidup sehari-hari yang tidak signifikan. Oleh sebab itu, jumlah mata
uang ini hanya sedikit yang terdapat dalam peredaran.
pemerintah melakukan pencetakan mata uang fulus secara
besar-besaran. Menurut al-Maqrizi, kegiatan tersebut semakin
meluas pada saat ambisi pemerintah untuk memperoleh keuntungan
yang besar dari pencetakan mata uang yang tidak membutuhkan
biaya produksi tinggi ini tidak terkendali. Sebagai penguasa, mereka
mengeluarkan maklumat yang memaksa rakyat menggunakan mata
uang itu. Jumlah fulus yang dimiliki masyarakat semakin besar dan
sirkulasinya mengalami peningkatan yang sangat tajam, sehingga
fulus menjadi mata uang yang dominan.
al-Maqrizi mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah
tersebut berimplikasi terhadap keberadaan mata uang lainnya.
Seiring dengan keuntungan besar yang diperoleh dari pencetakan
fulus, pemerintah menghentikan pencetakan perak sebagai mata
uang.
Keadaan ini menempatkan fulus sebagai standar nilai bagi
sebagian besar barang dan jasa. Kebijakan pencetakan fulus secara
besar-besaran, menurut al-Maqrizi, sangat mempengaruhi
penurunan nilai mata uang secara drastis. Akibatnya, uang tidak lagi

18
Ibid, 298

12
bernilai dan harga-harga membumbung tinggi yang pada gilirannya
menimbulkan kelangkaan bahan makanan.19
Analisis penulis tentang pendapat Al-Maqrizi yang
menyatakan bahwa inflasi dapat terjadi akibat kesalahan manusia
jika dikaitkan dengan inflasi yang pernah terjadi di Indonesia pada
tahun 1998 yang berawal dari tahun 1990, yakni adanya kebijakan
pemerintah yang agak longgar atau mudah dalam persyaratan
pendirian bank, sehingga pada saat itu banyak berdiri bank-bank
baru. Pada tahun 1997, ternyata bank-bank tersebut mengalami
kemunduran, hutang bank banyak yang jatuh tempo, begitu juga
dengan hutang negara pun mulai menumpuk. Dan dengan
banyaknya hutang serta bunga yang harus dibayar oleh negara
akhirnya negara mencetak uang banyak-banyak untuk memenuhi
hutang tersebut, secara domagtis nilai mata uang tersebut turun.
Turunnya nilai mata uang tersebut membuat rupiah yang
ditutup pada level Rp 4.850/dollar AS pada tahun 1997, meluncur
dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dollar AS pada 22 Januari
1998. Anjloknya rupiah secara dramatis, menyebabkan pasar uang
dan pasar modal juga rontok, bank-bank nasional dalam kesulitan
likuiditas. Ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga
konglomerat, bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan
yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau nota bene bangkrut.
Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor
konstruksi, manufaktur, dan perbankan, sehingga melahirkan
gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengangguran
melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an,
yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja.
Akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini, jumlah

19
Ibid, 299

13
penduduk di bawah garis kemiskinan juga meningkat mencapai
sekitar 50 persen dari total penduduk.20
Dengan banyaknya pemerintah mencetak uang, sehingga
menyebabkan nilai uang tersebut turun, menjadikan laju inflasi
hingga Agustus 1998 sudah mencapai 54,54 persen. Inflasi yang
terjadi menimbulkan krisis keuangan.
Kemudian dalam pasar uang, dinaikkannya suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 70,8 persen dan Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU) menjadi 60 persen pada Juli 1998
(dari masing-masing 10,87 persen dan 14,75 persen pada awal
krisis), menyebabkan kesulitan likuiditas bank semakin memuncak.
Perbankan mengalami negative spread dan tak mampu menjalankan
fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil
Dengan demikian salah satu penyebab inflasi terjadi
memang akibat kesalahan manusia yakni adminstrasi yang buruk
dalam suatu negara. Hal ini sangat mempengaruhi terjadinya inflasi
begitu juga dengan peningkatan sirkulasi peredaran uang.
C. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, yakni:
1. Al-Maqrizi merupakan pemikir ekonomi Islam yang melakukan studi khusus
tentang uang dan inflasi
2. Konsep uang menurut Al-Maqrizi bahwa mata uang dapat diterima sebagai
standar nilai hanya terdiri dari emas dan perak dan selain emas dan perak
tidak layak disebut sebagai mata uang.

20
http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Reformasi/Krisis_ekonomi.htm, diakses pada tanggal
15 Mei 2010

14
3. Inflasi adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah yang harus dibayarkan
(nilai penghitungan moneter) terhadap barang-barang atau komoditas dan
jasa.
4. Menurut Al-Maqrizi inflasi terjadi ketika harga-harga secara umum
mengalami kenaikan dan berlangsung terus menerus. Pada saat ini
persediaan barang dan jasa mengalami kelangkaan dan konsumen, karena
sangat membutuhkannya harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk
sejumlah barang dan jasa yang sama.
5. Al-Maqrizi mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor penyebabnya
terhadap dua hal, yaitu inflasi alamiah dan inflasi yang disebabkan kesalahan
manusia.

15
DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Islahi, A., Konsep Pemikiran Ibnu Taimiyah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997

Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi dari Masa Klasik hingga Kontemporer,
Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005

Azwar Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press,
2004

---------------------------------, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema


Insani Press, 2001

Chamid, Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010

Ghazali, Aidit, Islamic Thinkers on Economic, Administration, and Transaction, Kuala


Lumpur: Quill Publisher, 1991

Hendra, Testru, Hutang dan Inflasi Solusi Alternatif Ekonomi Islam, Padang: Hayfa
Press, 2007

Huda, Nurul dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, Jakarta: Kencana,
2010

http://antaranews.com/berita/230456/bi-inflasi-2011-di-bawah-6, diaksese pada tanggal


15 Mei 2011

16

Anda mungkin juga menyukai