Anda di halaman 1dari 2

Hari Nusantara merupakan perwujudan dari Deklarasi Djuanda yang dianggap sebagai Deklarasi

Kemerdekaan Indonesia kedua. Melalui deklarasi tersebut, Indonesia merajut dan mempersatukan
kembali wilayah dan lautannya yang luas, menyatu menjadi kesatuan yang utuh dan berdaulat.[1]

Melalui Keppres No.126/2001 dikukuhkan sebagai Hari Nusantara, artinya setiap tanggal 13 Desember
mulai diperingati sebagai salah satu Hari Nasional.[2]

Hari Nusantara yang diperingati setiap tanggal 13 Desember merupakan penegasan dan pengingatan
bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan terbesar di dunia. Sayangnya, potensi sumberdaya kelautan
Indonesia sebesar kurang lebih 3000 triliun rupiah/tahun belum tergarap secara maksimal. Laut belum
dilihat sebagai sumber pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan pemecah masalah kemiskinan.

Berikut pidato resmi kenegaraan yang disampaikan oleh Wakil Presiden (saat itu) Boediono saat puncak
acara Hari Nusantara tahun 2010 di Balikpapan, Kalimantan Timur:[3]

Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia
pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut
Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu
kesatuan wilayah NKRI.

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda
1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan
zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan
setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing
boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan


(Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga
laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi
Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas
wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan
pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara
internasional.

Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian
Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut[1].

Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan
ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of
The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985
tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.

Pada tahun 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari
Nusantara.[2] Penetapan hari ini dipertegas oleh Presiden Megawati dengan menerbitkan Keputusan
Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, sehingga tanggal 13 Desember resmi
menjadi hari perayaan nasional tidak libur.

Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:

Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan

Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari
deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :

Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat

Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara Kepulauan

Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI

Hari Nusantara yang diperingati setiap tahun berawal dari Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada
tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda
Kartawidjaya.”Deklarasi Djoeanda tersebut menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia di antara
dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI,” ujar Sutijastoto mengawali
pembacaan sejarah Hari Nusantara.

Setelah konsepsi negara kepulauan dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut
internasional (United Nations Convention On The Law of The Sea, UNCLOS) oleh PBB tahun 1982.
Deklarasi ini dipertegas kembali dalam UU No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982 bahwa
Indonesia adalah negara kepulauan. Adanya Deklarasi Djuanda tersebut, luas wilayah Republik Indonesia
menjadi 2,5 kali lipat dari luas sebelumnya yaitu 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².

Bertolak dari Deklarasi Djuanda tersebut, maka pada tanggal 13 Desember 1999 dicanangkan sebagai
"Hari Nusantara". Dan dua tahun kemudian, pada tanggal 11 Desember 2001, Presiden RI Megawati
Soekarnoputri, melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 2001, menetapkan bahwa tanggal
13 Desember dinyatakan sebagai ”Hari Nusantara”, dan resmi dinyatakan sebagai hari perayaan nasional
yang diperingati setiap tahun.

Empat tujuan Hari Nusantara adalah, satu, merubah mindset bangsa Indonesia mengenai ruang hidup
dan ruang juang dari matra darat menjadi matra laut (matra darat dan matra laut berimbang), kedua,
menjadikan bidang kelautan sebagai arus utama (Mainstream) pembangunan nasional, ketiga,
menghasilkan model pembangunan terintegrasi bagi kepulauan terluar dan atau terpencil, dan
keempat, mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mampu mengelola potensi sumber daya
alam laut untuk kesejahteraan masyarakat dan disegani dunia.

Peringatan Hari Nusantara dilaksanakan setiap, dengan Ketua Pelaksanaan Hari Nusantara dipilih secara
bergilir dari Kementerian Anggota Dewan Kelautan Indonesia. “Tahun 2015 ini Menteri ESDM terpilih
sebagai Ketua Pelaksana Nasional,” ujar Situjastoto. (SF)

https://id.m.wikipedia.org/wiki

Jumat 12-08-2016 05.41

Anda mungkin juga menyukai