Anda di halaman 1dari 181
dejarah Pemikiran EKONOMI ISLAM Kontemporer bar Havis Aravik, S.H.1., M.S.1. ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER Edisi Pertama Copyright © 2017 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 978.602.422.224.6 13,5 x 20,5 em xiv, 206 him Cetakan ke-1, Oktober 2017 Kencana 2017.0848 Penulis Havis Aravik, S.H.I., M.S.| Desain Sampul Irfan Fahmi Penata Letak Jefryandi Percetakan PT Kharisma Putra Utama Penerbit KENCANA JI. Kebayunan RT 003 RW 019 No. 1 Kelurahan Tapos, Kecamatan Tapos, Depok 16457 Telp.: (021) 290-63243 Faks.: (021) 475-4134 Divisi dari PRENADAMEDIA GROUP e-mail: pmg@prenadamedia.com www.prenadamedia.com INDONESIA Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit. SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI [SLAM KONTEMPORER BAB 5 BAB 6 BAB 7 xii 2. Keunggulan Ekonomi Islam 45 3. Ciri-ciri dan Kerangka Institusional 48 4. Konsep Konsumsi 52 5. Konsep Produksi 56 6. Konsep Distribusi 59 PEMIKIRAN EKONOMI MONZER KAHF 63 . Biografi Monzer Kahf 63 . Pemikiran Ekonomi Monzer Kahf 64 1. Konsep Ekonomi Islam 65 2. Konsep Islamic Man 66 3. Konsep Konsumsi 67 4. Konsep Produksi iD 5. Konsep Struktur Pasar 13 6. Teori Makromoneter 14 7. Kebijakan Ekonomi 2B 8. Alat-alat Kebijakan Ekonomi 79 PEMIKIRAN EKONOMI UMER CHAPRA 81 . Biografi Umer Chapra 8 . Pemikiran Ekonomi Umer Chapra 82 1. Prinsip Dasar Islam 83 2. Konsep dan Sistem Ekonomi Islam. 86 3. _Prinsip-prinsip Paradigma Islam 88 4. Kritik Terhadap Kapitalis, Sosialis, dan Negara Sejahtera 92 5. Keuangan Publik 96 6. Prinsip-prinsip Pengeluaran 97 7. Peranan Negara 98 PEMIKIRAN EKONOMI MUHAMMAD NEJATULLAH SIDDIQI 101 . Biografi Muhammad Najatullah Siddigi 101 . Pemikiran Ekonomi Muhammad Najatullah Siddiqi 102 1. Konsep Ekonomi Islam 103 2. Ciri Khas Sistem Ekonomi Islam 3. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam 4. Konsumsi 5. Produksi 6. Distribusi 7. Konsep Asuransi Syariah BAB 8 PEMIKIRAN EKONOMI SYED NAWAB HAIDAR BAB 9 NAQVI A. Biografi Syed Nawab Haidar Naqvi B. Pemikiran Ekonomi Syed Nawab Haidar Naqvi Konsep Ekonomi Islam . Ciri-ciri Ekonomi Islam Aksioma Pokok dalam Konsumsi Keadilan Distribusi Pendapatan Etika Bisnis . Peran Utama Negara dalam Kegiatan Ekonomi SP PeN A. Biografi Muhammad Akram Khan B. Pemikiran Ekonomi Akram Khan 1. Konsep Ekonomi Islam 2. Peta Pemikiran Ekonomi Islam 3. Konsep Bunga Bank dan Riba Ae DAFTAR ISI 105 Ml 13 14 16 1) 123 123 124 124 127 128 134 136 142 PEMIKIRAN EKONOMI MUHAMMAD AKRAM KHAN 145 145 146 146 148 150 Konsep Zakat dan Solusi Pengentasan Kemiskinan 152 BAB 10 PEMIKIRAN EKONOMI MUHAMMAD FAHIM KHAN 155 A. Biografi Muhammad Fahim Khan B. Pemikiran Ekonomi Muhammad Fahim Khan 1. Konsep Ekonomi Islam 2. Konsep Konsumsi dalam Islam BAB 11 PEMIKIRAN EKONOMI MUHAMMAD SHARIF CHAUDRY A. Biografi Muhammad Sharif Chaudhry 155 157 157 160 165 165 xiii SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER B. Pemikiran Ekonomi Muhammad Sharif Chaudhry ROMP yeyY Ciri Khusus Perekonomian Islam . Prinsip Ekonomi Islam Tujuan Ekonomi Islam Konsep Produksi Konsep Distribusi .. Konsep Konsumsi Konsep Keinginan DAFTAR RUJUKAN TENTANG PENULIS xiv 166 166 170 173 176 182 188 190 193 205 1 PENDAHULUAN Perkembangan pemikiran ekonomi Islam secara umum dimulai dari diturunkannya ayat-ayat tentang ekonomi dalam Al-Qur’an, sebagai berikut: pertama, tentang pengelolaan harta (QS. al-A’raaf [7]: 128, ar-Rahman [55]: 33, an-Nisaa’ [4]: 10, 32, al-Baqarah [2]: 188, adz-Dzariyat [51]: 19, al- Ma’arij [70]: 24-25, at-Taubah [9]: 60, al-Bagarah [2]: 277, ar-Rum [30]: 39). Kedua, tentang perdagangan (QS. al-Baqa- rah [2]: 275, 279, 282, ar-Ra‘d [13]: 11, Yunus [10]: 67, al-Lail (92]: 4, at-Taubah [9]: 105, al-Mulk [67]: 15-17, al-Jumu‘ah [62]: 10, an-Nisaa’ [4]: 29, ar-Rahman [55]: 9, al-An’am [6]: 152, al-Israa’ [17]: 35, asy-Sywara [26]: 181, al-A’raf [7]: 31, dan al-Muthafiffin [83]: 1-3). Ketiga, tentang riba (QS. Ali Imran [3]: 130, al-Bagarah [2]: 276, 278, an-Nisaa’ [4]: 161, dan ar-Rum [30]: 39). Ke- empat, tentang utang (QS. al-Bagarah [2]: 280, 282, 283). Kelima, tentang pertanian dan perkebunan (QS. al-An’am [6]: 99). Keenam, tentang perikanan dan perhiasan, Lautan yang mahaluas diciptakan Allah menyimpan potensi-potensi ekonomi yang bisa digunakan untuk memenuhi kehidupan manusia (QS. an-Nahl [16]: 14). Ketujuh, tentang peternakan (QS. an-Nahl [16]: 5). Kedelapan, tentang pertambangan dan industri (QS. al-Hadiid [57]: 25). Kesembilan, tentang pakai- an (QS. al-A’raaf [7]: 26). ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER Kesepuluh, tentang industri konstruksi (QS. al-A raaf [7]: 74, an-Nahl [16]: 80). Kesebelas, tentang industri perkapalan (QS. Hudd [11]: 37). Kedua belas, tentang industri besi baja (QS. al-Anbiya’ [21]: 80, Saba [34]: 10-11). Ketiga belas, ten- tang sumber daya alam dan bahan baku, produksi, distribusi dan konsumsi (QS. al-An’am [6]: 141, al-Mu'minun [23]: 18- 22, an-Nail [16]: 5-9, 114, al-Isra’ [17]: 29-30, al-Hasyr [59]: 7, al-Bagarah [2]: 168, 172, dan al-Mu’minun [23]: 51). Ke- empat belas, tentang kehalalan binatang ternak (QS. al-Mai- dah [5]: 1) dan binatang yang diharamkan (QS. al-Bagarah (2]: 173, al-Maidah [5]: 3, al-An’am [6]: 143, dan an-Nahl [16]: 115). Berbagai ayat di atas menunjukkan bahwa Islam telah menetapkan pokok pemikiran ekonomi sejak disyariatkan Islam atau sejak Rasulullah SAW ditunjuk sebagai Rasul. Rasulullah SAW mengeluarkan sejumlah kebijakan yang me- nyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kema- syarakatan, seperti hukum (igh), politik (siyasah), perkawin- an (munakahat), dan perniagaan atau ekonomi (muamalah). Masalah-masalah ekonomi menjadi perhatian Rasulullah SAW, karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan. Sclanjutnya, kebijakan- kebijakan Rasulullah SAW menjadikan pedoman oleh para penggantinya dalam memutuskan masalah-masalah ekonomi. Al-Qur’an dan Hadis digunakan sebagai dasar pijakan teori ekonomi oleh para khalifah dan seterusnya dalam menata ke- hidupan ekonomi negara. Akan tetapi, pada masa ini bentuk permasalahan perekonomian belum variatif, sehingga teori- teori tentang ekonomi yang muncul belum beragam. Hal ini bisa dilihat bahwa fokus ekonomi hanya tertuju pada peme- nuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan, dan kebebasan, yang tidak lain merupakan objek utama yang menginspirasikan pemikiran ekonomi Islam sejak masa awal 2 we BAB 1 + PENDAHULUAN (Karim, 2015: 10). Muhammad Aslam Haneef, Muhammad Nejatullah Sid- diqi, dan Adiwarman Azwar Karim sepakat bahwa perkem- bangan ekonomi Islam dari sejak masa Nabi Muhammad SAW sampai sekarang dapat dibagi menjadi enam tahapan. Tahap Pertama, dimulai dari 632 sampai tahun 656 M dise- but sebagai pemikiran ekonomi Islam pada masa Rasulullah SAW. Tahap Kedua, dimulai dari tahun 656 M sampai tahun 661 M, disebut sebagai pemikiran ekonomi Islam pada masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Uts- man bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Tahap Ketiga, sering disebut sebagai periode awal pemikiran ekonomi Islam dari kalangan cendikiwan/pemikir-pemikir ekonomi Islam dimu- lai dari tahun 738 M sampai tahun 1037 M. Pemikir-pemikir yang lahir pada periode awal ini, di antaranya: Zayd bin Ali (738 M), Abu Hanifa (787 M), Awzai (774 M), Malik (798 M), Abu Yusuf (798 M), Muhammad bin Hasan al-Syaibani (804), Yahya bin Dam (818 M), Syafi’i (820 M), Abu Ubayd (838 M), Amad bin Hambal (855 M), Yahya bin Hambal (855 M), Yahya bin Umar (902 M), Qudama bin Jafar (948 M), Abu Jafar al Dawudi (1012 M), Mawardi (1058 M), Hasan al-Basri (728 M), Ibrahim bin Dam (874 M) Fudayl bin Ayad (S02 M), Makruf Karkhi (815 M), Dzun Nun al-Misri (859 M), Ibn Maskawih (1030 M), al-Kindi (1073 M), al-Farabi (950 M), dan Ibnu Sina (1037 M). Tahap Keempat atau Periode Kedua, dimulai dari tahun 1058 sampai tahun 1448 M. Pemikir ekonomi Islam yang mewakili periode ini, di antaranya: al-Ghazali (1111 M), Ibnu Taimiyah (1328 M), Ibnu Khaldun (1040 M), Syamsuddin al- Sarakhsi (1090 M), Nizamu Mulk Tusi (1093 M), Ibnu Ma- sud al-Kasani (1182 M), al-Saizari (1993), Fakhruddin al-Razi (1210 M), Najnudin Al-Razi (1256 M), Ibnul Ukhuwa (1329 M), [bnul Qoyyim (1350 M), Muhammad bin Abdul Rahman 3 ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER al-Habshi (1300 M), Abu Ishaq al-Shatibi (1388 M), al-Maqrizi (1441 M), al-Qusyairi (857), al-Hujwary (1096), Abdul Qadir Al-Jailani (1169 M), al-Attar (1252 M), Ibnu Arabi (1240 M), Jalaluddin Rumi (1274 M), Ibnu Baja (1138 M), Ibnulk Tufayl (1185 M), dan Ibnu Rusyd (1198 M). Tahap Kelima atau Periode Ketiga, dimulai dari tahun 1446 sampai pada tahun 1931 M. Pemikir-pemikir yang me- wakili periode ini misalnya, Shah Walilullah al-Delhi (1762 M), Muhammad bin Abdul Wahab (1787 M), Jamaluddin al- Afghani (1897 M), Mufti Muhammad Abduh (1905 M), Mu- hammad Iqbal (1938 M), Ibnu Nujaym (1562 M), Ibnu Abidin (1836 M), dan Syeh Ahmad Sirhindi (1524 M). Tahap Keenam atau Periode Lanjut, dimulai dari tahun 1931 M sampai sekarang. Pada tahap ini, lahir pemikir-pemi- kir ekonomi Islam yang andal, seperti Ali Syariati, Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim al-Sadr, Iraj Toutounchian, Hedayati, Umer Chapra, Metwally, M. A. Mannan, Monzer Kahf, Fahim Khan, Muhammad Akram Khan dan M. N. Sid- diqi, Timur Kuran, Jomo Kwame Sundaram, Muhammad Arif, Muhamad Syafi’i Antoni, dan Adiwarman Azwar Karim. Dari tahapan perkembangan pemikiran ekonomi Islam di atas dapat dipahami bahwa ckonomi Islam pada dasarnya su- dah dibahas dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sejak masa Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya. Akan tetapi, perkembangan ekonomi Islam terhenti, karena adanya dikatomi antara agama dan ilmu pengetahuan yang lahir akibat dogmatisasi yang terjadi pada masa kegelapan (taglid), konsekuensinya ada ketidakpercayaan terhadap ke- mampuan ekonomi Islam dalam menjawab berbagai perma- salahan yang muncul dalam bidang ekonomi. Selain itu, kuat- nya dominasi ekonomi kapitalis dan sosialis buah dari politik imperialisme dan kolonialisme menjadikan ekonomi Islam makin tergerus dan mulai ditinggalkan. ‘ we BAB 1 + PENDAHULUAN Kemudian diperparah dengan diabaikannya kontribusi pemikiran ekonomi tersebut oleh para ilmuwan Barat. Dengan cara buku-buku teks ekonomi Barat yang hampir tidak pernah menyebutkan peranan kaum Muslimin ini. Para sejarawan Barat telah menulis sejarah ekonomi dengan sebuah asumsi bahwa periode antara Yunani dan Skolastik adalah steril dan tidak produktif (Karim, 2015: 8). Baru pada tahun 1930-an ekonomi Islam kembali berge- liat menancapkan eksistensinya sebagai salah satu bangunan ilmu yang kukuh dan mampu menjawab berbagai permasalah- an-permasalahan ekonomi kontemporer. Dalam konteks wa- cana pemikiran ekonomi Islam kontemporer, maka akan di- dapatkan ada tiga mazhab besar yang sangat memengaruhi teori-teori ekonomi Islam. Mazhab-mazhab ekonomi ini me- miliki pandangan yang berbeda terhadap permasalahan eko- nomi. Pemahaman yang berbeda ini tentu dilatarbelakangi oleh metode yang dipakainya. Pertama, Mazhab Iqtishaduna. Mazhab ini dipelopori Muhammad Bagqir al-Sadr dengan bu- kunya Jgtishaduna dan dianut mayoritas cendekiawan Iran dan Irak serta para pengikut Syiah, seperti: Ali Syariati, Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim al-Sadr, Iraj Toutounchian, dan Hedayati. Mazhab ini berpendapat bahwa dalam mempelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek philosophy of economics atau normative economics dan aspek positive economics. Contoh dari positive economics yaitu mempel- ajari teori konsumsi dan permintaan yang merupakan suatu fenomena umum dan dapat diterima oleh siapa pun tanpa di- pengaruhi oleh ideologi. Adapun dari aspek philosophy of eco- nomics yang merupakan hasil pemikiran manusia, maka akan dijumpai bahwa tiap kelompok manusia mempunyai ideologi, cara pandang yang tidak sama, misalnya menyangkut pem- bahasan “keadilan”. Menurut konsep kapitalisme klasik yang 5 ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER dimaksud dengan “adil” adalah you get what you deserved, artinya “Anda mendapatkan apa yang telah anda usahakan’. Adapun menurut kelompok sosialisme klasik menerjemah- kan makna “adil” yaitu no one has previlege to get more than others artinya tidak ada orang yang mendapatkan fasilitas un- tuk memperoleh lebih dari yang lain dengan kata lain bahwa setiap orang mendapat sama rata. Tetapi Islam mempunyai makna tersendiri dalam memaknai “adil” yaitu laa tadhlimuu- na wa laa tudhlamuuna, artinya tidak saling menzalimi satu sama lain (Yuliadi, 2001: 30-31). Maka, menurut Mazhab Igtishaduna bahwa terjadi per- bedaan prinsip antara ilmu ekonomi dan ideologi Islam, se- hingga tidak akan bisa dicari titik temu antara Islam dan ilmu ekonomi. Jadi, ilmu ekonomi (economics) tidak bisa berjalan seirama dengan Islam. Ilmu ekonomi tetaplah ekonomi, dan Islam tetaplah Islam. Kedua hal ini tidak akan bisa disatukan karena berasal dari pengertian dan filosofi yang berbeda. Yang satu anti-Islam (anti-Tuhan) dan yang satu lagi Islam (Tuhan). Perbedaan pengertian dan filosofi ini akan berdampak pada perbedaan cara pandang yang digunakan dalam melihat suatu masalah ekonomi termasuk pula dalam alat analisis yang di- gunakan. Selain itu, mazhab ini berpendapat bahwa permasalahan dalam ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membenarkan terjadinya eksploitasi atas sekelompok pihak yang lemah oleh sekelompok pihak yang kuat, di mana pihak yang kuat akan mampu menguasai sumber daya yang ada se- mentara di pihak lain, pihak yang lemah sama sekali tidak mempunyai akses terhadap sumber daya tersebut. Sehingga masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terba- tas. Dalil yang digunakan mazhab ini didasarkan pada surah 6 we BAB 1 + PENDAHULUAN al-Qamar [54]: 49. (28) #5 OU g GEE 5, Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. Selain itu, dalam Islam telah ditegaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluk di dunia ini termasuk manusia dalam kecukupan sumber daya ekonomi sebagaimana dite- gaskan dalam firman-Nya: “dan Dia telah menciptakan sega- la sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya’ (QS. al-Furqaan [25]: 2). Dengan demikian, Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu terukur secara sempurna. Artinya, Allah SWT telah memberikan sumber da- ya yang cukup bagi manusia. Jadi, dalam hal ini konsep ke- langkaan (scarcity) tidak dapat diterima. Mazhab ini juga menolak anggapan bahwa kebutuhan ma- nusia sifatnya tidak terbatas. Sebab, dalam kebutuhan terten- tu misalnya makan dan minum manakala perut sudah merasa kenyang, maka dia sudah merasa puas karena kebutuhannya telah terpenuhi. Sehingga kesimpulannya, bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas sebagaimana dijelaskan dalam konsep law of diminishing marginal utility bahwa semakin banyak barang dikonsumsi, maka pada titik tertentu justru akan menyebabkan tambahan kepuasan dari setiap tambah- an jumlah barang yang dikonsumsi akan semakin berkurang (Yuliadi, 2001: 33). Dengan berbagai problem di atas, maka istilah ekonomi Islam menurut mazhab ini adalah suatu istilah yang tidak te- pat dan menyesatkan, sehingga istilah ekonomi Islam harus dihentikan dan dihilangkan. Sebagai gantinya untuk menje- laskan mengenai sistem ekonomi dengan prinsip Islam dita- warkan suatu istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yaitu igtishad. Iqtishad menurut mazhab ini bukan sekadar terjemahan dari ekonomi saja. Iqtishad berasal dari bahasa 1 ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER Arab qasd yang secara harfiah berarti equilibrium atau ke- adaan sama, seimbang atau pertengahan. Semua teori ekono- mi konvensional ditolak dan dibuang, serta diganti oleh teori- teori baru yang disusun berdasarkan nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, menyusun dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sebuah keharusan. Kritikan tajam terhadap mazhab ini datang dari Yulizar D. Sanrego dan Ismail (2015: 241), menurutnya mazhab ini, dalam pengembangan metodologi ilmu ekonomi Islamnya (al- igtisad), lebih memilih pada metode deduksi-parsial. Hal ini dikarenakan mereka mengambil suatu kesimpulan (istigra)) dengan sumber hukum Islam yang tidak menyeluruh. Mereka mengambil satu dalil tampa memperhatikan dalil lain. Mere- ka pun tidak menggunakan sejarah (fakta empiris) dan ilmu ekonomi konvensional dalam menganalisis igtishad. Sebagai contoh hasil metodologinya, bahwa ekonomi muncul bukan karena keterbatasan sumber daya alam dan keinginan manu- sia yang tidak terbatas. Pandangan ini lahir dari deduksi salah satu ayat Al-Qur’an, yakni surah al-Qamar [54]: 49. Lebih lan- jut, menurutnya pandangan ini kurang tepat jika melihat ayat lain, seperti surah Yusuf [12]: 48-49 dan surah at-Takaatsur [102]: 1-5. Dari sini jelas terlihat bahwa metodologi yang me- nekankan hanya pada deduksi apalagi deduksi-parsial akan menghasilkan suatu pandangan yang tidak komprehensif. Kedua, Mazhab Mainstream. Mazhab ini dipelopori oleh Umer Chapra, Metwally, M. A. Mannan, Monzer Kahf, Fahim Khan, dan M. N. Siddiqi. Mayoritas mereka adalah para pakar ekonomi yang belajar serta mengajar di universitas-universi- tas Barat, dan sebagian besar di antara mereka adalah eko- nom Islamic Development Bank (IDB). Mazhab ini berbeda pendapat dengan mazhab pertama, mereka justru setuju de- ngan ekonomi konvensional bahwa masalah ekonomi muncul 3 we BAB 1 + PENDAHULUAN karena sumber daya yang terbatas di hadapan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Perbedaannya hanya dalam pe- nyelesaian masalah ekonomi tersebut. Masalah kelangkaan sumber daya menyebabkan manusia harus melakukan pilih- an. Mazhab ini memakai dalil Al-Qur’an surah al-Bagarah [2]: 155. P85 SES Ge abs pbs SHI Ge ey (V9) Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar Adapun keinginan manusia tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah dan bersifat sunatullah serta merupakan fit- rah manusia. Dalilnya adalah surah at-Takaatsur [102]: 1-5: () S Abs Gye u(r) 3 (2) caidl ple ails Se (ey Subs Gp. We Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganiah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pe- ngetahuan yang yakin, 1255 Oy BSS sedi Perbedaan mendasar mazhab ini dengan ekonomi kon- vensional adalah dalam penyelesaian masalah ekonomi ter- sebut. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing- masing tidak peduli apakah itu bertentangan dengan norma serta nilai agama ataukah tidak. Adapun dalam ekonomi Is- lam, penentuan pilihan tidak bisa tanpa aturan, sebab semua sendi kehidupan telah diatur dan dipandu oleh Allah SWT le- wat Al-Qur’an dan Sunnah (Muhammad, 2004: 72, al-Arif dan 9 ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER Amalia, 2014: 30). Sehingga sebagai manusia ekonomi Islam (homo Islamicus), manusia harus selalu patuh pada aturan- aturan syariah yang ada. Oleh karena itu, mazhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensio- nal. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi suatu proses transformasi keilmuwan yang diterangi dan dipandu oleh prinsip-prinsip syariah Islam. Se- bab keilmuwan yang saat ini berkembang di dunia Barat pada dasarnya merupakan pengembangan keilmuwan yang dikem- bangkan oleh para ilmuwan Muslim pada era dark ages, se- hingga bukan tak mungkin ilmu yang berkembang sekarang pun masih ada beberapa yang sarat nilai karena merupakan pengembangan dari pemikiran ilmuwan Muslim terdahulu. Mazhab ini mendapat pujian yang tinggi dari Yulizar D. Sanrego dan Ismail dalam buku Falsafah Ekonomi Islam. Menurut mereka mazhab ini menggunakan metodologi deduk- si-induksi dengan tetap memperhatikan dan menggunakan ilmu ekonomi konvensional sebagai perbandingan (Sanrego dan Ismail, 2015: 241). Sanjungan juga datang dari Immaud- din Yuliadi. Menurutnya pemikiran ekonomi Islam dari Maz- hab Mainstream inilah yang paling banyak memberikan war- na dalam wacana ekonomi Islam sekarang karena kebanyakan tokohnya dari Islamic Development Bank (IDB) yang memi- liki fasilitas dana dan jaringan kerja sama dengan berbagai lembaga internasional (Yuliadi, 2001: 34). Selain itu, karena mayoritas tokoh Mazhab Mainstream ini adalah alumni dari berbagai perguruan tinggi ternama di Amerika dan Eropa, maka mereka mampu menjelaskan feno- mena ekonomi dalam bentuk model-model ekonomi yang canggih dengan pendekatan ekonometrika. Mereka sukses menjelaskan ekonomi Islam dengan wajah “ilmu ekonomi” se- hingga mudah dipelajari dan enak dicerna bagi mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan ekonomi (Yuliadi, 10 a BAB 1 + PENDAHULUAN 2001: 34-35). Ketiga, Mazhab Alternatif-Kritis, mazhab ini dipelopori oleh Prof. Timur Kuran, Jomo Kwame Sundaram, Muhammad Arif, dan lain-lain. Mazhab ini bertentangan dengan Mazhab Iqtishaduna dan Mazhab Mainstream. Mazhab Iqtishaduna dikritik sebagai mazhab yang berusaha menggali dan mene- mukan paradigma ekonomi Islam yang baru untuk mene- mukan sesuatu yang baru yang pada hakikat aslinya sudah ditemukan oleh orang lain. Mereka menghancurkan teori lama, untuk kemudian menggantinya dengan teori baru yang notabene-nya sebagian telah ditemukan. Adapun Mazhab Mainstream dikritik sebagai Mazhab jiplakan dari ekonomi konvensional dengan menghilangkan variabel riba dan mema- sukkan variabel zakat dan niat (Abdullah, 2010: 55). Mazhab Alternatif-Kritis merupakan mazhab yang kritis, mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap ekonomi konvensional (sosialis dan kapi- talis) yang telah ada, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri (Chamid, 2010: 412, Karim, 2012: 33). Sebab ekono- mi Islam muncul sebagai tafsiran manusia atas Al-Qur’an dan Sunnah, di mana tafsiran ini bisa saja salah dan setiap orang mungkin mempunyai tafsiran berbeda atasnya. Setiap teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji ke- benarannya agar ekonomi Islam dapat muncul sebagai rah- matan lil-alamin di dunia ini. Selain itu, perlu juga mengkri- tisi pemikiran-pemikiran ekonom Muslim kontemporer yang senantiasa menyebutkan kelemahan-kelemahan dengan ba- nyak merujuk (memperbandingkan) pada sejarah masa lam- pau, pengalaman masa lalu. Sebagai contoh ekonom Muslim yang menilai bahwa norma-norma perilaku seseorang dipan- du oleh Al-Qur’an dan al-Hadis. Norma ini seperti gaji harus adil (fair), keuntungan (profit) yang diambil seorang Muslim harus normal. Menurutnya, semua ini mengandung ambigu. i ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER Konsep konsumsi pertengahan (moderation in consumption) adalah tak jelas. Ambiguitas ini muncul karena interpretasi yang berubah dari banyak prinsip sosial (Sanrego dan Ismail, 2015: 242). Menurut Agus Salim (2009: 344) pada dasarnya dari ke- tiga mazhab di atas, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, di samping ada kesamaan dan perbedaan. Di antara persamaan dari mazhab-mazhab tersebut adalah me- ngenai dasar-dasar filosofi dari sistem ekonomi Islam. Dasar- dasar itu antara lain: tauhid, khilafah, ibadah, takaful, dan ‘adalah. Di samping mereka juga sepakat terhadap sumber hukum, yakni; Al-Qur’an dan Sunnah, serta prinsip-prinsip umum yang dijelaskan keduanya seperti kewajiban zakat dan pelarangan riba sebagai dasar dari sistem ekonomi Islam (Sa- lim, 2009: 344). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Muhammad Yusuf (2012: 26) bahwa ketiga mazhab ekonomi Islam terse- but, memiliki sebuah kesatuan dan mampu untuk saling mengisi satu sama lain yang didasarkan dari peran teori yang diusung oleh masing-masing mazhab tersebut. Seperti hal- nya kekurangan pada Mazhab Mainstream yang cenderung mudah disalahpersepsikan sebagai ckonomi minus riba plus zakat dapat untuk ditegaskan kembali oleh mazhab Baqir al- Sadr dan dikoreksi secara terus-menerus oleh Mazhab Alter- natif-Kritis. image not available image not available image not available ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER ginya mengenai keadilan (sosial). Oleh sebab itu, kehadiran Islam, khususnya ajarannya tentang ekonomi, bukan hendak menemukan fenomena tentang ekonomi di tengah masyara- kat, akan tetapi ingin menerapkan ajaran Islam di bidang eko- nomi, Demikian pula sistem ekonomi Islam adalah sebuah dok- trin, penerapan ilmu ekonomi dalam praktik sehari-hari bagi individu maupun kelompok masyarakat dalam rangka meng- organisasi faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan dan tunduk dalam peraturan/perun- dang-undangan Islam (sunatullah) (Diana, 2008: 1, Lubis, 2000: 4). Dalam arti, dalam ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam (Arifin, 2003: 12). Al-Sadr mengajak setiap Muslim untuk membedakan an- tara ekonomi sebagai sistem dan ekonomi sebagai ilmu. Se- bagai sistem, ekonomi mengacu pada cara suatu masyarakat mengatur kehidupan ekonominya. Adapun sebagai sebuah ilmu, ekonomi mengacu kepada upaya memahami berbagai peristiwa dan gejala ekonomi berdasarkan kerangka teori ter- tentu yang menjelaskan korelasi antara peristiwa dan gejala itu dengan berbagai faktor yang mengitarinya (Salim, 2009: 337). Al-Sadr melihat bahwa sistem ekonomi Islam sebagai ba- gian dari sistem Islam secara keseluruhan dan harus dipelajari sebagai keseluruhan interdisipliner, bersama dengan seluruh anggota masyarakat yang merupakan agen-agen sistem Islam. Maka, seseorang harus mempelajari pandangan dunia Islam lebih dahulu, jika ingin mendapatkan hasil yang memuaskan dalam menganalisis sistem ekonomi Islam. Karena konsep- konsep dasar dalam ekonomi Islam bersifat tsubut dan dari sini dihasilkan aturan-aturan (teori-teori) yang bersifat fleksi- bel sesuai dengan tuntunan zaman. Di antara doktrin ekono- i we image not available image not available image not available ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER si pekerja yang menjadi wakilnya dalam mendapatkan bahan mentah alami. Kedua, kontrak upah seperti kontrak perwakilan si prin- sipiel tidak menjadi pemilik materiel yang di dapat wakilnya dari alam. Hal ini dikarenakan bahan-bahan mentah alami ti- dak bisa dimiliki kecuali lewat kerja langsung (direct labour). Ketiga, jika si pekerja dalam usahanya mendapatkan bahan- bahan mentah alami menggunakan alat-alat atau instrumen produksi milik orang lain, maka tidak ada bagian alat-alat ini dalam bahan-bahan mentah alami yang didapat si pekerja. Hanya saja si pekerja harus membayar kompensasi atas alat- alat yang digunakan dalam aktivitas produksi. Hubungan yang terdapat di antara teori distribusi dan produksi adalah distribusi merupakan koridor bagi kegiatan produksi dan bu- kan sebaliknya produksilah yang menjadi koridor bagi kegiat- an distribusi (Syafrinaldi dan Riaynol, 2014: 173). Dari sini dapat dipahami bahwa yang menjadi titik awal atau tingkatan pertama dalam sistem ekonomi Islam adalah distribusi, bukan produksi sebagaimana dalam ekonomi poli- tik tradisional. Dalam sistem ekonomi Islam, distribusi sum- ber produksi mendahului proses produksi dan setiap organi- sasi yang terkait dengan proses produksi, otomatis berada pada tingkatan kedua. Karena distribusi menjadi tingkatan pertama berdasarkan pemikiran al-Sadr, maka masalah uta- ma ekonomi adalah berakar dari distribusi itu sendiri. Distribusi berjalan dalam dua tingkatan, yaitu distribusi sumber produksi dan distribusi kekayaan produktif. Distri- busi sumber produksi yang berasal dari alam dijalankan de- ngan cara membagi sumber-sumber tersebut ke dalam tiga bentuk kepemilikan, yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan publik, dan kepemilikan negara. Adapun distribusi kekayaan produktif yaitu penyaluran komoditas (barang-barang modal dan aset tetap) yang merupakan hasil dari proses kombinasi 20 a image not available image not available image not available ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER Ketiga, teori intervensi negara (at-tadakhkhul ad-dau- lah). Intervensi negara menurut al-Sadr adalah negara meng- intervensi aktivitas ekonomi untuk menjamin adaptasi hukum Islam yang terkait dengan aktivitas ekonomi masyarakat. Se- bagai contoh, negara harus melarang jual beli air milik publik, transaksi bisnis dengan bunga, atau penyerobotan lahan mati bukan untuk kegiatan produktif. Kewenangan negara untuk mengintervensi aktivitas eko- nomi seperti penambangan bahan-bahan mineral dari alam— baik oleh individu maupun kelompok—merupakan salah satu asas fundamental dalam sistem ekonomi Islam. Intervensi ini tidak sekadar mengadaptasi hukum Islam yang sudah terte- ra dalam teks-teks dalil, namun mengisi kekosongan hukum yang terjadi dalam hukum Islam (Suntana, 2010: 54). Al-Sadr mengaitkan intervensi negara dengan gagasan konsep ruang kosong (manthigah firaqh) yang ditinggalkan oleh Islam. Ruang kosong menurut al-Sadr adalah prinsip hu- kum Islam bukan merupakan sistem statis yang terwariskan dari masa ke masa, melainkan sistem dinamis yang selaras di segala zaman. Negara memiliki kewenangan—sekaligus kewa- jiban—untuk mengisi ruang kosong tersebut dengan aturan- aturan dinamis yang mengadaptasi perubahan zaman. Selain itu, penjelasan perinci dan filosofis datang dari al-Sadr ten- tang kenapa hukum Islam meninggalkan ruang kosong dan wajib diisi oleh negara. Al-Sadr menghubungkan konsep ru- ang kosongnya dengan fakta hubungan manusia dengan ma- nusia dan hubungan manusia dengan kekayaan alam (Sun- tana, 2010: 55). Maka, dari berbagai penjelasan di atas dapat dipahami bahwa mengingat kepemilikan negara merupakan salah satu bentuk kepemilikan terbesar dalam pemikiran ekonomi Baqir al-Sadr, serta adanya landasan keadilan dalam ekonomi Islam serta adanya ruang kosong dalam ekonomi Islam yang harus 24 a image not available image not available image not available ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER an ini menentang tirani Shah Pahlevi. Akibat ikut gerakan ini, Bani Sadr dipenjara selama tiga kali. Melihat kenyataan tersebut, Bani Sadr kemudian menyingkir ke Paris, Perancis, untuk menyusun kekuatan. Di sana ia melanjutkan studinya pada Strata Doktor jurusan Ekonomi dan Sosiologi Universi- tas Sorbonne. Pada pertengahan tahun 1970-an, ia menjalin hubungan dengan Imam Khomeini. Pada tahun 1978, ketika Khomeini tiba-tiba berada di Paris, ia menjadi salah satu penasihat yang paling dipercaya (trusted advisers) (Kamil, 2016: 62-63). Pada Januari 1979, ia bersama Ayatullah Khomeini, kem- bali ke Iran, setelah jatuhnya Shah akibat revolusi yang me- makan korban puluhan ribu itu. Sebagai orang yang dekat dengan Khomeini, pada periode pascarevolusi, Bani Shadr dipercaya Khomeini menduduki jabatan penting kenegaraan. Antara lain, dipercaya menjabat editor Harian Republik Islam (1979), Menteri Luar Negeri (1979), Menteri Ekonomi dan Ke- uangan pada Kabinet Perdana Menteri Bazargan (1979), dan Anggota Dewan Revolusi, sebuah lembaga yang berfungsi me- ngawasi eksekutif yang didominasi tokoh-tokoh mulah pada 1979-1981. Bahkan, pada 25 Januari 1980, ia dipilih sebagai besar rakyatnya menjadi presiden pertama Iran pascarevolusi (1980-juni 1981). Akan tetapi, sangat disayangkan, dalam per- jalanan kemudian, karena perbedaan visi dengan kalangan mulah radikal, Bani Shadr terlempar dari percaturan politik Iran. Pada 22 Juni 1981 Khomeini memutuskan bahwa Bani Sadr tidak mampu menjalankan tugas kepresidenannya. Se- jak itu, Bani Sadr pindah ke Paris dan tinggal di sana (Kamil, 2016: 65). Sebagai seorang intelektual, Bani Sadr telah banyak mela- hirkan karya tulis, baik dalam bahasa Persia, Inggris atau Perancis. Beberapa, di antaranya Personality Cult, Work and Worked in Islam, Belances, Women in The Shahnameh, The 28 we image not available image not available image not available ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER secara serempak sebagai anggota masyarakat sebagai suatu kesatuan. Inilah ajaran tauhid yang di dalamnya terkandung unsur-unsur pemersatu itu. Selain itu, berdasarkan tauhid, Islam tidak mengenal pengkelasan manusia. Ia tidak melihat manusia dari lapisan kelas teratas sampai ke lapisan kelas terbawah dan juga tidak melihat dari sudut pandang orang yang tertindas. Pandang- an Islam terhadap manusia didasarkan atas tauhid. Allah ada dengan sendirinya dan segala makhluknya adalah sama di ha- dapan-Nya. Kelebihan di antara mereka diberikan atas dasar kualifikasi ketakwaannya kepada Allah. Tak seorang pun di- kurangi martabatnya atau peranannya dalam pandangan Is- lam. Lebih lanjut, tauhid meniscayakan pula agar senantiasa lahir masyarakat yang mencerminkan prinsip-prinsip hida- yah (petunjuk) [Mahi dan meniscayakan bahwa hak milik ha- tus dibatasi oleh tujuan-tujuan yang konstruktif. Tujuan yang konstruktif itu adalah tujuan-tujuan yang mengembangkan kesempatan kepada umat manusia, sehingga tidak cenderung menutup kesempatan bagi generasi berikutnya (Kamil, 2016: 68-69). 2. Konsep Kepemilikan dan Hubungan Individu, Masyarakat, dan Allah Bani Sadr berpandangan bahwa hubungan individu de- ngan Allah SWT itu hanya terwujud dalam konteks hubungan antara Allah dan masyarakat secara keseluruhan. Kepemilikan oleh masyarakat mendahului kepemilikan individu. Dengan demikian, hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Allan SWT ——> Masyarakat ——> Individu Berdasarkan hubungan ini, menurut Bani Sadr kepemi- likan individu dan masyarakat bisa saja ditolak apabila tidak sesuai dengan syariat. Suatu masyarakat dapat menentukan 32 @ image not available image not available image not available ‘SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER annya terhadap ekonomi Islam (Yuliadi, 2001: 53). Setelah menyelesaikan program doktornya, Mannan men- jadi dosen senior dan aktif mengajar di Papua New Guinea University of Tehenology. Di sana ia juga ditunjuk sebagai Pembantu Dekan. Pada 1978, ia ditunjuk sebagai Profesor di Internasional Centre for Research in Islamic Economics, Universitas King Abdul Azis Jeddah. Mannan juga aktif seba- gai visiting Profesor pada Moeslim Institute di London dan Georgetown University di Amerika Serikat. Melalui pengalam- an akademiknya yang panjang, Mannan memutuskan berga- bung dengan Islamic Development Bank (IDB). Tahun 1984 ia menjadi ahli ekonomi Islam senior di IDB. Tahun 1970, Islam berada dalam tahapan pembentukan, berkembang dari pernyataan tentang prinsip ekonomi secara umum. Sampai pada saat itu tidak ada satu universitas pun yang mengajarkan ekonomi Islam. Seiring dengan perkem- bangan zaman, ekonomi Islam mulai diajarkan di berbagai universitas, hal ini mendorong Mannan untuk menerbitkan bukunya pada 1984 yang berjudul The Making of Islamic Eco- nomic Society dan The Frontier of Islamic Economics. Mannan memberikan kontribusi dalam pemikiran eko- nomi Islam melalui bukunya yang berjudul Islamic Economic Theory and Practice yang menjelaskan bahwa sistem ekono- mi Islam sudah ada petunjuknya dalam Al-Qur’an dan Hadis. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada 1986 dan telah diterbitkan sebanyak 15 kali serta telah diter- jemahkan dalam berbagai bahasa tak terkecuali Indonesia (Mannan, 1989: 126). Berbagai penghargaan didapat Mannan seperti dari pe- merintah Pakistan sebagai Highest Academic Award of Paki- stan pada 1974, yang baginya setara dengan hadiah Pulitzer. Beberapa karya penting Mannan, antara lain: An Introduction 36 we

Anda mungkin juga menyukai