Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP ENZIM

Nama : Witri Muetia


NIM : B1A020087
Rombongan :I
Kelompok :1
Asisten : Latifah Khusnul Fauziah

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Enzim merupakan katalis dalam sistem biologi atau biokatalisator.


Katalis adalah molekul yang berfungsi mempercepat reaksi kimia
(Maryati.,2000). Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalis
untuk proses biokimia. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai
1011 kali lebih cepat daripada tanpa menggunakan katalis (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2006). Enzim adalah konstituen penting dari sistem biologis.
Semua reaksi kimia yang menopang kehidupan dikatalisis oleh enzim
(McCord, 2000).. Enzim berbeda dengan katalisator anorganik dan organik
sederhana yang umumnya dapat mengkatalisis berbagai reaksi kimia. Enzim
memiliki spesifitas yang sangat tinggi, baik terhadap reaktan (substrat)
maupun jenis reaksi yang dikatalisiskan. Suatu enzim pada umumnya hanya
mengkatalisis satu jenis reaksi dan bekerja pada suatu substrat tertentu
(Hawab., 2003). Enzim sebagai suatu senyawa yang berstruktur protein baik
murni maupun protein yang terikat pada gugus non protein, memiliki sifat
yang sama dengan protein lain yaitu, dapat terdenaturasikan oleh panas,
terpresipitasikan atau terendapkan oleh senyawa-senyawa organik cair seperti
etanol dan aseton juga oleh garam-garam organik berkonsentrasi tinggi seperti
ammonium sulfatmemiliki bobot molekul yang relatif besar sehingga tidak
dapat melewati membran semi permeabel atau tidak dapat terdialisis
(Poedjiadi, 1994). Enzim yang diisolasi dari sumber alamnya dapat dipakai
secara in vitro untuk penelitian secara rinci reaksi-reaksi yang dikatalisis. Laju
reaksi dapat diubah dengan mengubah parameter-parameternya seperti pH,
suhu dan dengan mengubah secara kualitatif maupun kuantitatif komposisi ion
dari medianya atau dengan mengubah ligand selain substrat atau koenzim
(Poedjiadi, 1994).
Faktor yang mempengaruhi kerja enzim yaitu 1. Konsentrasi Substrat
Konsentrasi substrat mempengaruhi kecepatan reaksi suatu enzim.
Konsentrasi yang tinggi dapat memperbesar laju reaksi. Tapi jika konsentrasi
substrat diperbesar maka tidak akan ada lagi penambahan laju reaksi (Stryer.,
2002). Keadaan ini telah dijelaskan oleh Michealis – Menten dengan hipotesis
mereka tentang terjadinya kompleks enzim substrat. Untuk dapat terjadi
kompleks enzim substrat, perlu adanya kontak antara enzim dengan substrat.
Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian
aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya
menampung substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar,makin
banyak substrat yang berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut.
Dengan demikian konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal
ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas
konsentrasi substrat tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat
atau telah jenuh dengan substrat. Dalam hal ini, bertambahnya konsentrasi
substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim
substrat, sehingga jumlah hasil reaksi pun tidak bertambah besar. 2. Suhu
Pada suhu rendah reaksi berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang
tinggi reaksi berlangsung cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu
protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses
denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan
terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang
dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. 3. pH Seperti protein pada
umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim
dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter
ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap
efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Di
samping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH
tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan
mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. 4. Inhibitor Hambatan atau
inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim sebagai katalis dapat
terjadi apabila penggabungan substrat pada bagian aktif enzim mengalami
hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi tersebut
dinamakan inhibitor. Hambatan yang dilakukan inhibitor dapat berupa
hambatan tidak reversibel atau hambatan reversibel. Hambatan tidak
reversibel pada umumnya disebabkan oleh terjadinya modifikasi sebuah gugus
fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversibel
dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing. 5. Ko-enzim
dan aktivator Enzim sering kali memerlukan bantuan substansi lain agar
berfungsi secara efektif. Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang
mengaktifkan enzim (Stryer., 2002).
Denaturasi protein adalah fenomena transformasi struktur protein yang
berlipat menjadi terbuka. Perubahan konformasi protein mempengaruhi sifat
protein (Estiasih, 2016). Selama denaturasi, ikatan hidrogen dan ikatan
hidrofobik dipecah, sehingga terjadi peningkatan entropi atau peningkatan
kerusakan molekulnya. Denaturasi mungkin dapat bersifat bolak-balik
(reversibel), seperti pada kimotripsin yang hilang aktivitasnya bila
dipanaskan, tetapi aktivitasnya akan pulih kembali bila didinginkan. Namun
demikian, umumnya tidak mungkin memulihkan protein kembali ke bentuk
aslinya setelah mengalami denaturasi. Kelarutan protein berkurang dan
aktivitas biologisnya juga hilang pada saat denaturasi. Aktivitas biologis
protein di antaranya adalah sifat hormonal, kemampuan mengikatantigen,
serta aktivitas enzimatik. Protein-protein yang terdenaturasi cenderung untuk
membentuk agregat dan endapan yang disebut koagulasi. Tingkat kepekaan
suatu protein terhadap pereaksi denaturasi tidak sama, sehingga sifat tersebut
dapat digunakan untuk memisahkan protein yang tidak diinginkan dari suatu
campuran dengan cara koagulasi (Bintang, 2010).
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum pengaruh lingkungan terhadap enzim adalah untuk


mengetahui pengaruh pH dan suhu terhadap enzim.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum pengaruh lingkuang terhadap enzim


diantaranya yaitu 2 gelas kaca, 2 gelas stainless, stopwatch, kompor, panci dan
sendok.
Bahan yang digunakan pada praktikum pengaruh lingkungan terhadap
enzim diantaranya yaitu 4 putih telr, air dan asam cuka.
B. Metode

A. Cara kerja Pengaruh Suhu

1. Disiapkan air sebanyak 500 ml kemudian dipanaskan hingga mendidih

2, Disiapkan putih telur kemudian masukkan kedalam gelas stainless

3. Gelas stainless berisi putih telur dimasukkan kedalam panci lalu diamati saat

mulai terjadi koagulasi dengan mengguanakan stopwatch

4. Dicatat waktu saat koagulasi terjadi dan diulangi perlakuan dari awal sampai

akhir

B. Cara kerja pengaruh Ph

1. Disiapkan gelas kaca kemudian diisi dengan putih telur

2. Ditambahkan asam cuka kemudian diamati

3. Ditambahkan air sebanyak 2 kali sendok teh diaduk dan diamati yang terjadi

4. Diulangi perlakuan tersebut


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Pengamatan Pengaruh pH


Kondisi (Setelah Kondisi (Setelah Ditambah
Gelas Sifat Reaksi
DiberiAsamCuka) Air dan Diaduk)
I Menggumpal Menggumpal Irreversible
II Menggumpal Menggumpal Irreversible
Keterangan:

I= asam cuka 1 sendok teh, air 2


sendok teh
II= asam cuka 2 sendok teh, air 2
sendok teh

Tabel 3.2 Pengamatan Pengaruh Suhu


Gelas Waktu (detik) Kondisi Sifat Reaksi

I 95 Sangat Irreversible
menggumpal
II 313 menggumpal Irreversible
Keterangan:

I = gelas di dalam air yang sedang mendidih


II = gelas di dalam air yang didiamkan 10 menit setelah mendidih

Gambar:

Pengaruh pH perlakuan 1

Gambar 3.1 sebelum perlakuan diberikan penambahan air


Gambar 3.2 setelah penambahan air dan diaduk

Pengaaruh pH perlakuan 2

Gambar 3.3 sebelum perlakuan diberikan penambahan air

Gaambar 3.4 setelah penambahan air dan diaduk

Gambar 3.5 sebelum perlakuan 1 dilakukan

Gambar 3.6 gelas di dalam air yang sedang mendidih


Gambar 3.7 sebelum dilakukan perlakuan 2

Gambar 3.8 gelas di dalam air yang didiamkan 10 menit setelah mendidih

B. Pembahasan

Flokulasi adalah proses penggabungan flok-flok kecil (proses koagulasi)

dengan flok-flok yang berukuran besar sehingga mudah mengendap. Pada proses

flokulasi kontak antar partikel dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu kontak

karena gerak brown, kontak karena gerak cairan serta kontak yang dihasilkan dari

partikel yang mengendap dengan adanya tumbukan antar partikel. Secara garis

besar ada 4 tahapan proses pembentukan flok, yaitu tahap destabilisasi koloid,

tahap pembentukan mikro flok, tahap penggabungan mikro flok serta tahap

Pembentukan makro flok. Koloid merupakan partikel yang sangat halus, yang

menyebabkan campuran tidak jenuh, tetapi juga sangat sulit untuk mengendap,

adapun ciri-ciri koloid yaitu tidak jernih, antara homogen dan heterogen, diameter

partikel antara 10-7 cm – 10-5 cm, tak dapat disaring serta sulit untuk mengendap

Koagulasi adalah proses penambahan bahan kimia (koagulan) ke dalam

air baku dengan maksud mengurangi daya tolak menolak antar partikel koloid,

sehingga partikel-partikel tersebut bergabung menjadi flok-flok kecil


(Degremont, 1991). Koagulasi dan flokulasi disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain karakteristik partikel, kekeruhan, warna, pH, temperatur, waktu

detensi, komposisi zat kimia dalam air, jenis koagualan dan flokulan, zeta

potensial. Karakteristik partikel dibedakan menjadi 2 yaitu berdasarkan ukuran

dan water solid interface (Metcalf dan Eddy, 1991). Pada saat pemanasan enzim

atau protein pada putih telur makan akan mengalami koagulasi karena telah

terjadi peningkatan temperatur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Reynold

(1984), yaitu Perubahan temperatur dapat menyebabkan perubahan viskositas,

semaki panas suhu viskositas makin kecil. Waktu detensi yang melebuhi kriteria

desain akan menyebabkan terjadinya pengendapan pada system kontinyu

sedangkan jika kurang akan terbentuk flok yang relatif kecil sehingga sukar untuk

mengendap (Reynold, 1984). Perubahan temperatur dapat menyebabkan

perubahan viskositas, semaki panas suhu viskositas makin kecil. Waktu detensi

yang melebuhi kriteria desain akan menyebabkan terjadinya pengendapan pada

system kontinyu sedangkan jika kurang akan terbentuk flok yang relatif kecil

sehingga sukar untuk mengendap.


KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah pH sangat berpengaruh pada

proses koagulasi dan flokulasi, karena itu pemilihan pH yang tepat akan

mempengaruhi dosis optimum dari koagulan. Hal ini disebabkan sifat kimia

koagulan tergantung terhadap pH. Batasan nilai pH dapat terjadi karena

pengaruh jenis koagulan yang dipakai dan komposis zat kimia yang ada dalam air.
DAFTAR PUSTAKA

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.

Degremont. (1991). Water Treatment Handbook. 9th edition. Vol 1: New York.

Estiasih, T., dkk. 2016. Kimia dan Fisik Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Hawab HM. 2003. Pengantar Biokimia. Malang: Bayumedia

Maryati S. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga

McCord J.M., 2000. The evolution of free radicals and oxidative

stress. American J. Medicine, 108, 652-659.

Poedjiadi, A., 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.

Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta: UI Press.

Reynold, T.D. (1984). Operation And Prosesses in Environmental Engineering.

Texas A and M University:Texas.

Stryer, Lubert, Berg, Jeremy M., Tyomoczko, John L., 2002, Biochemistry, Fifth

edition, W.H. Freeman and Company, New York.

Susanti, Enny dan Hartati, Ati., 2003. Koagulasi Flokulasi Untuk Menurunkan

Warna Deangan Koagulasi PAC Pada Efluen Pengolahan Limbah

Pencelupan Benang. Vol 4., No.1.

Anda mungkin juga menyukai