Dinamika hubungan kebijakan luar negrinya pemerintah Indonesia dalam
pembiayan pembangunan internasional melalui pinjaman luar negeri dana asing terhadap China selama ini cenderung menunjukan sisi perubahan yang cukup positif pada ekonominya Indonesia. Namun di sisi lain meningkatkan jumlah hutang luar negerinya Indonesia dengan China. Hal ini sendiri di sampaikan yang dimana di dalam penelitiannya Peter Gammeltoft tahun 2013 yang dimana dalam penelitiannya ia menunjukan bagaimana baiknya hubungan yang terjalin diantara China dan Indonesia sejak zamannya Sukarno walaupun sering kali berfluktuasi. Namun menurut penelitiannya Peter sendiri mengungkapkan bahwa China bahkan menyediakan bentuk pinjaman dana. Akan tetapi dari pemerintah justru lebih tertarik dengan penanaman investasi asingnya China [ CITATION Pet13 \l 1033 ]. Adapun secara garis besar, gagasan dari tulisannya menunjukan bahwa bentuk dinamika hubungannya China dengan Indonesia justru lebih kepada Foreign Direct Investment (FDI), dan pada akhirnya membawa dampak bagi pembangunan di Indonesia.
Hal ini sendriri tidak dapat dipungkiri bahwasanya ekonominya China
meningkat pesat bahkan juga mampu mempengaruhi banyak kawasan lainnya. Termasuk Asia Tenggara. Bahkan terdapat beberapa pandangan yang mengatakan bahwa majunya ekonominya Tiongkok telah mampu mengeser Amerika Serikat dan China dinilai menjadi negara baru yang menghegemoni kawasan lainnya. Terkhususnya di Asia Tenggara yang mana Tiongkok telah menjadikan Asia Tenggara sebagai pasar yang berpotensi bagi negara Tiongkok [CITATION Dav18 \p 125 \l 1033 ]. Menurut laporan dari OECD sendiri, tahun 2018, China mempunyai 17,1% total perdagngannya di Asia Tenggara, bahkan menyumbang sebesar 6,5% FDI di kawasan ini % [ CITATION OEC201 \l 1033 ]. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan BRI, telah membuat Tiongkok semakin menguat di Asia Tenggara yang dibuktikan dengan meningkatnya FDI di negara-negara yang ada di Asia Tenggara, dan adanya pembangunan infrastruktur seperti di Indonesia yang terdapat kereta cepat Jakarta-Bandung [ CITATION Han20 \l 1033 ]. Pemerintah Indonesia saat ini sedang melaksanakan program pengembangan infrastruktur secara besar-besaran dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi negara di masa yang akan datang. Bahkan pemerintah, dalam hal kebijakan ekonomi, telah menetapkan pembangunan infrastruktur sebagai kebutuhan dasar. Namun dalam pelaksanaan program pembangunan dan pengembangan infrastruktur Indonesia terkendala oleh pembiayaan.
Sedangkan untuk adanya investasi di sektor infrastruktur, tentunya
membutuhkan dukungan modal yang besar. Namun, sejumlah negara tidak akan ragu untuk mengambil keputusan berinvestasi di suatu negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat mewujudkan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tidak lepas dari peran infrastruktur yang merupakan roda penggerak BRI, yang mana tujuannya itu sendiri adalah untuk memperkuat infrastruktur, perdagangan, investasi antara China dan beberapa 65 negara lainnya [ CITATION CAR18 \l 1033 ]. Maka BRI sesuai dan akan berpengaruh besar terhadap infrastruktur dan perekonomian Indonesia. Melalui adanya BRI ini sendiri bisa meningkatkan bentuk pembangunanya Indonesia serta juga bisa meningkatkan FDI di Indonesia. Maka dari itu pula bentuk kepentingannya Indonesia di dalam BRI ini pula tentunya mengarah kepada kepentingan ekonomi agar bisa meningkatkan pertumbuhan dari segi pembangunan infrastuktur di Indonesia serta juga meningkatkan FDI di Indonesia.
Namun dibalik itu semua, Indonesia sendiri harus mengkhawatirkan bentuk
bantuan dan FDI dari China. Kekhawatirkan ini penting untuk dilihat dari sisi dampak dari adanya FDI dan pinjaman luar negeri tersebut. Bentuk pernyataan ini sendiri di dukung dari penelitian yang ditulis oleh Hennida pada tahun 2018 yang dimana di dalam tulisannya sendiri dia mengungkapkan bentuk kekhawatirannya dari adanya pinjaman serta investasi asingnya China [ CITATION Cit181 \l 1033 ]. Secara garis besar gagasan tulisannya mencoba untuk menjabarkan bagaimana dampak dibalik adanya pinjaman asing tersebut yang justru hanya menguntangkan China. Akan tetapi jika merujuk secara data dilapangan sendiri, Indonesia hingga sekarang memiliki hubungan baik dengan China di dalam investasi asing. Hubungan diantara keduanya juga terbilang membawa keuntungan. DAFTAR PUSTAKA CARI. (2018). China's Belt and Road Intiative (BRI) and Southeast Asia. Kuala Lumpur: CIMB ASEAN Research Institute. Gammeltoft, P. (2013). Chinese foreign direct investment in Indonesia: trends, drivers and impacts. Int. J. Technological Learning, Innovation and Development, Vol. 6, Nos. 1/2. Hennida, C. (2018). Should We Worry about China? China's Outward FDI and Aid in Indonesia. n Proceedings of Airlangga Conference on International Relations (ACIR 2018) - Politics, Economy, and Security in Changing Indo-Pacific Region, 38-46. OECD. (2020). Covid-19 Crisis Response in ASEAN Member States. Retrieved from OECD: http://www.oecd.org/coronavirus/policy-responses/covid-19-crisis- response-in-asean-member-states-02f828a2/ Shambaugh, D. (2018). U.S.-China Rivalry in Southeast Asia: Power Shift or Competitive Coexistence? International Security, Vol. 42, No. 4, 125. Wijaya, H. (2020). Aktualisasi Kebijakan China One Belt and One Road di Indonesia Melalui Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Jurnal Dinamika Global Vol 5, No.1.