Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung yaitu akibat penyempitan atau penyumbatan pada
pembuluh darah koroner. Menurut laporan American Heart Association
(AHA), setiap tahun di Amerika ada sekitar 700.000 penderita baru masuk
rumah sakit disebabkan oleh penyakit jantung koroner, dan 40% dari
jumlah tersebut meninggal dunia. Persentasi ini di beberapa negara maju
sama besar. Prevalensi PJK di Indonesia adalah 18,3/100.000 penduduk
pada golongan usia 15−24 tahun, meningkat menjadi 174,6/100.000
penduduk pada golongan usia 45-54 tahun, dan meningkat menjadi
461,9/100.000 penduduk pada usia >55 tahun (Geeta, Reza & Ruli 2017).
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2008)
dalam (Redho, Sofiani & Warongan 2019). Organization (WHO)
memperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di
seluruh dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup. Penelitian di 56 negara
dari 192 negara diperkirakan ada 234,2 juta prosedur pembedahan
dilakukan setiap tahun dan berpotensi menimbulkan komplikasi dan
kematian. Sedangkan di Indonesia terjadi peningkatan pembedahan setiap
tahunnya dimana pada tahun 2009 terdapat 46,87% kasus pembedahan,
tahun 2010 sebesar 53,22%, tahun 2011 sebesar 51,59%, dan tahun 2012
sebesar 53,68% (Potter & Perry, 2010) dalam (Redho, Sofiani &
Warongan 2019).
Masalah yang timbul setelah post op adalah nyeri. nyeri pasca
bedah mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi, tetapi kemungkinan
sebab lain harus dipertimbangkan. Sebaiknya pencegahan nyeri
direncanakan sebelum operasi agar penderita tidak terganggu pasca
bedah.Analgesik sebaiknya diberikan sebelum nyeri timbul dengan dosis
yang memadai. Dimensi kesadaran akan nyeri, pengalaman nyeri, dan
tingkah laku penderita sangat dipengaruhi oleh antisipasi dan harapan
penderita. Proses timbulnya keluhan nyeri terdapat rangsang nosisepsi
yang disebabkan noksa, setelah itu penderita menyadari adanya noksa,
baru kemudian mengalami sensasi nyeri dan akhirnya timbul reaksi
terhadap nyeri dalam bentuk sikap dan perilaku verbal maupun nonverbal
dalam menyampaikan apa yang dirasakannya (Sjamsuhidajat 2013).
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu Intensitas bervariasi mulai
dari nyeri ringan sampai nyeri berat namun menurun sejalan dengan proses
penyembuhan (Astuti, 2016) (dapus: Astuti. (2016). Pengaruh Music
Klasik terhadap Penurunan Tingkat Skala Nyeri Pasien Post Operasi.
Jurnal Ipteks Terapan, 10). Secara garis beras ada fua manajemen nyeri
ada nyeri farmakologis dan non farmakologis. Manajemen nyeri non
farmakologi perlu dilakukan oleh perawat di ruang bedah ataupun di
ruangan perawatan bedah meskipun sering ditemui kendala beban kerja
yang tinggi. Intervensi manajemen nyeri nonfarmakologi hasil dari
beberapa banyak sekali yang bisa dilakukan terutama keluarga seperti
dengan memberikan pelukan, dukungan, distraksi dan lain-lain (Ilmiasih,
2013) dalam (Ulwiya 2014).
Penanganan nyeri yang bisa dilakukan pasien sendiri akan
meringankan beban kerja pertugas yang bisa dilakukan pasien secara
mandiri. Riset modern menemukan bahwa sistem tubuh manusia tidaklah
seperti yang dipercaya oleh para pakar pada era sebelumnya. Pada era
sebelumnya, diyakini bahwa jiwa dan tubuh senantiasa terpisah dan
memiliki mekanisme kerjanya sendiri-sendiri yang tidak memengaruhi
satu sama lain. Hari ini, dunia kedokteran menemukan bahwa sistem tubuh
manusia merupakan jaringan elemen-elemen yang membentuk kesatuan
integral, yang mekanisme kerjanya saling mempengaruhi (Ulwiya 2014).

B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan dan jelaskan masalah keperawatan yang mungkin muncul?
2. Apakah jenis terapi modalitas yang tepat untuk mengatasi masalah
pasien tersebut ?
3. Jelaskan rasionalisasi memilih terapi modaitas tersebut?
4. Jelaskan mekanisme kerja terapi tersebut dalam mengatasi masalah
pasien tersebut ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada pasien
2. Untuk dapat memberikan terapi modalitas yang tepat untuk pasien
3. Untuk mengetahui rasionalisasi memilih terapi modalitas
4. Untuk mengetahui melanisme kerja terapi dalam mengatasi masalah
pasien
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Nyeri Pasca Operasi
Nyeri paska operasi didefinisikan sebagai nyeri yang dialami
setelah intervensi bedah. Kedua faktor pra operasi, perioperatif, dan paska
operasi mempengaruhi pengalaman nyeri (Magidy, Warrén-Stomberg &
Bjerså 2016). Nyeri akut berasal dari cara normal sistem saraf memproses
trauma pada kulit, otot, dan organ viseral. Istilah lain untuk nyeri akut
adalah nyeri nosiseptif (Rosdahl & Kowalski 2012). Salah satu penelitian
di Amerika Serikat menyatakan hampir >80% pasien mengalami nyeri
pasca operasi (Garcia et al. 2017). Nyeri ini masuk dalam klasifikasi nyeri
akut nosisepetif. Masalah nyeri pada paska operasi merupakan pengalaman
yang umum terjadi sehari-hari, namun hanya 30 hingga 50% dari kasus
menerima perawatan yang efektif (Barbosa et al. 2014). Nyeri akut dapat
mengancam proses pemulihan seseorang yang berakibat pada
bertambahnya waktu rawat, peningkatan resiko komplikasi karena
imobilisasi, dan tertundanya proses rehabilitasi. Tujuan dari perawatan
adalah mengurangi ambang nyeri sampai pada tingkat yang dapat
ditoleransi sehingga pasien dapat berpartisipasi dalam proses
pemulihannyan(Potter & Perry 2010).
B. Operasi Jantung
Operasi jantung merupakan suatu tindakan untuk mengatasi
gangguan pada jantung, ketika terapi medikamentosa dan terapi suportif
tidak dapat mengatasi lagi. Operasi jantung digunakan untuk menangani
penyakit jantung bawaan dan penyakit jantung didapat. Operasi jantung
bawaan dilakukan pada usia anak kurang dari 1 tahun. Operasi jantung
yang paling banyak untuk orang dewasa adalah Coronary Artery Bypass
Graft (CABG). Pasien menjalani operasi CABG biasanya disebabkan
penyakit jantung koroner. Rerata usia pasien laki-laki yang menjalani
operasi CABG diatas 40 tahun, sedangkan rerata usia pasien wanita diatas
50 tahun. Dokter menggunakan operasi jantung untuk memperbaiki,
mengganti, menanam, mengobati dan mengontrol penyakit jantung
(Nissinen, 2013) dalam (Prasetyo 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Barbosa, M.H., Araújo, N.F., Silva, J.A.J., Corrêa, T.B., Moreira, T.M. & Andrade, E.V.
2014, “ Pain assessment intensity and pain relief in patients postoperative
orthopedic surgery,” Esc Anna Nery Rev Enferm., vol. 18, no. 1, pp. 143–7.
Garcia, J.B., Bonilla, P., Kraychette, D.C., Flores, F.C., Perez de Valtolina, E.D. &
Guerrero, C. 2017, “Optimizing postoperative pain management in Latin
America,” Rev Bras Anestesiol, vol. 67, pp. 395–403.
Geeta, M.A., Reza, W.S. & Ruli, H.S. 2017, “Angka Mortalitas pada Pasien yang
Menjalani Bedah Pintas Koroner berdasar Usia, Jenis Kelamin, Left Ventricular
Ejection Fraction, Cross Clamp Time, Cardio Pulmonary Bypass Time, dan
Penyakit Penyerta,” Jurnal Anestesi Perioperatif, vol. 5, no. 3, pp. 155–62.
Magidy, M., Warrén-Stomberg, M., & Bjerså, K. 2016, “Assessment of post operative
pain management among acutely and electively admitted patients - A Swedish
ward perspective,” Journal of Evaluation in Clinical Practice, vol. 22, no. 1, pp.
283–9.
Potter, P.A. & Perry, A.G. 2010, Fundamental Keperawatan, 7th edn, Salemba
Medika, Jakarta .
Prasetyo, A. 2018, “PENGARUH TERAPI MUROTAL Al-QURAN TERHADAP
PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN POST OPERASI BEDAH
JANTUNG DI RUANG HCU RSUP DR. KARIADI SEMARANG,” Semarang.
Redho, A., Sofiani, Y. & Warongan, A.W. 2019, “PENGARUH SELF HEALING
TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PASIEN POST OP,” Journal of
Telenursing (JOTING), vol. 1, no. 1, pp. 205–14.
Rosdahl, C.B. & Kowalski, M.T. 2012, Buku Ajar Keperawatan Dasar, 10th edn, vol. 3,
EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat 2013, Buku Ajar Ilmu Bedah, 3rd edn, EGC , Jakarta.
Ulwiya 2014, Mengapa Self Healing.
 

Anda mungkin juga menyukai