2) Tempat plasenta
Dengan terjadinya involusi uterus, maka lapisan luar desidua yang mengelilingi
tempatatau situs plasenta akan menjadi nekrotik (mati). Deeidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah dan yang dimulai lochea. Penyebab
terjadinya jaringan nekrotik tersebut adalah karena pertumbuhan endometrium pada hari ke
16 pascapersalinan, regenerasi endometrium, kecuali pada tempat plasenta melekat.
Regenerasi pada tempat tersebut terjadi perlahan dan biasanya baru selesai sampai dengan 6
minggu setelah melahirkan (Blackburn,2013)
3) Afterpains
Afterpains merupakan rasa mulas akibat relaksasi dan kontraksi otot uterus yang
terjadi secara periodik, menimbulkan nyeri yang bertahan pada masa awal peurperium.
Peristiwa ini merupakan hal yang sering dialami oleh multipara, yang otot-otot uterusnya lagi
tidak dapat mempertahankan retraksi yang tetap karena penurunan tonus dari proses
sebelumnya. Pada primipara, tonus uterus meningkat, dan otot-ototnya masih dalam keadaan
kontraksi dan retraksi yang tonik, oleh karena itu, primipara umumnya tidak mengalami
afterpain. Namun, jika rahim sangat besar, seperti pada kasus kehamilan multiple atau
pholihidraion maka akan terjadi kontraksi intermiten, yang menyebabkan afterpain
(Maryunani, 2016). Afterpain dengan menyusui, saat kelenjar hipofisi posterior sering kali
terjadi bersamaan melepaskan oksitosin yang disebabkan oleh isapan bayi. Oksitosin
menyebabkan kontraksi lakteal pada payudara, yang mengeluarkan kolostrum atau air susu,
dan menyebabkan otot-otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpain dapat terjadi selama
kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan-bekuan darah dari rongga uterus (Bobak &
Lowdermilk,2005)
4) Lochea
Lochea merupakan ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea memiliki bau yang
amis atau anyir meskipun tidak terlalu menyenangkan dan volumenya berbeda pada setiap
wanita (Sulistyawati, 2015).
Pengeluaran lochea dapat dibagi menjadi (Maryunani, 20009):
a) Lochea rubra
Darah segar selama 3 hari dan terutama terdiri dari darah dengan sejumlah lendir,
partikel desidua, dan sisa sel dari tempat plasenta.
b) Lochea Sanguinolenta berwarna merah kecokelatan Berlendir berisi darah dan vernik
kaseosa, berlangsung sekitar 4-7 hari.
c) Lochea serosa, Rabas cair berwarna merah muda terjadi seiring endometrium dengan
perdarahan dari berkurang, kondisi ini berlangsung sampai 10 hari setelah lahir dan
terdiri atas darah yang sudah lama, serum, lekosit, dan sisa jaringan.
d) Lochea alba, Rabas coklat keputih-putihan yang encer dan lebih trasnparan ini terjadi
setelah hari ke 10 dan mengandung lekosit, sel desidus, sel epitel, lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati. Pada akhir minggu ke-3 rabas biasanya hilang, walaupun
rabas mukoid berwarna coklat mungkin terjadi sampai minggu (Sulistyawati ,2015).
5) Serviks
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanar serta peregangan,
setelah beberapa hari organ ini kembali dalam keadaan kendor. Perubahan pada perineum
pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Jubah jalan lahir dapat
terjadi secara spontan atau dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu (Nugroho,2014)
7) Abdomen
Pada wanita berada pada hari-hari setelah lahir, perutnya menonjol dan memberinya
penampilan yang masih hamil.Selama 2 minggu pertama setelah lahir, dinding perut rileks.
Dibutuhkan 6 minggu hingga dinding perut kembali kekeadaan sebelum hamil.
8) Payudara
Menurut Nurjannah (2014) payudara mengalami perubahan yang meliputi hal-hal sebagai
berikut :
b) Kolostrum sudah ada saat persalinan, produksi ASI terjadi pada hari kedua atau hari ketiga
setelah persalinan .
Pada proses persalinan normal dapat terjadi kehilangan sebanyak 200-500ml, sedangkan pada
persalinan seksio sesarea bisa mencapai 700- cc. Kehilangan darah ini menyebabkan
erubahan pada kerja jantung (Maryunani, 2016). Peningkatan kerja jantung hingga 80% juga
disebabkan oleh autotransfusi dari uteroplacenter. Resistensi pembuluh darah perifer
meningkat karena proses uteroplacenter dan kembali normal setelah 3 minggu (Sutanto,
2018). Pada 2-4 jam pertama hingga beberapa hari pascapersalinan, akan terjadi diuresis
secara cepat karena pengaruh rendahnya estrogen (estrogen bersifat resistensi cairan) yang
menyebabkan volume plasma mengalami penurunan. Keadaan ini akan kembali normal padn
minggu kedua postpartum. Perubahan pun terjadi pada volume darah dan hemokonsentrasi.
Pada persalinan normal hemo- konsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4- 6
minggu. Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba bertambah. Keadaan ini
menimbulkan beban pada jantung dan dapat menimbulkan dekompensasi kordis pada
penderita vitium kordis. Umumnya ini terjadi pada hari ketiga sampai lima hari post partum
(Ambarwati & Wulandari, 2010).
Frekuensi jantung volume sekuncup dan curah jantung akan meningkat selama kehamilan.
Curah jantung akan tetap meningkat minimal sampai 48 jam pertama pascapartum karena
peningkatan volume sekuncup. volume sekuncup 16 ini disebabkan oleh kembalinya darah
masuk sirkulasi Ibu, karena penurunan yang cepat dari aliran darah uterus dan mobilitas
cairan ekstravaskuler (Blackburn,2013).
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan antara lain
(Rukiyah, 2010):
Buang air kecil dapat dilakukan sendiri. kadang ibu nifas mengalami kesulitan
buang air kecil karena sfingter uretra diteka oleh kepala janin dan adanya edema
kandung kemih selama persalinan. Kandung kemih pada masa nifas sangat kurang
sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sebelum
buang air kecil masih tertinggal residu urin. Sisa urin dan trauma kandung kemih
waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi (Ambarwati, 2010).
Setelah melahirkan fungsi ginjal akan kembali normal dalam waktu 2 sampai
8 minggu. Pelvis ginjal dan ureter yang meregang serta berdilatasi selama proses
kehamilan dan akan kembali normal pada minggu keempat (Saleha, 2009).
Pada saat persalinan ligamen, fasia, dan diafragma elvis yang meregang. Setelah
lahir, secara-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke
belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. Akan stabil
sekitar 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastis kulit dan
distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding perut masih
lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan ibu dapat dibantu dengan latihan
(Ambarwati, 2010).
Selama masa post partum terjadi perubahan hormon estrogen dan progesteron.
Perubahan kadar estrogen dan progesteron terjadi fluktuasi dalam tubuh. Kadar hormon
kortisol pada tubuh mengalami peningkatan hingga mendekati kadar orang yang mengalami
depresi (Maryunani, 2016).
1) Hormon Plasenta
Hormon plasenta menurun setelah persalinan. HCG (Human Chorionie
Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam
hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai permulaan pemenuhan mamae pada hari
ke-3 postpartum.
2) Hormon Pituitari
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak sedang
menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH 16 akan
meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada (minggu ke-3) dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
3) Hipotalamik Pituitari Ovarium
Lamanya wanita mendapat seorang wanita menstruasi juga dipengaruhi oleh
faktor menyusui. Kadang-kadang menstruasi pertama bersifat anovulasi karena
rendahnya kadar estrogen dan progesteron.
4) Kadar Esterogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar esterogen yang berpengaruh sehingga
aktivitas prolaktin yang sedang meningkat dapat mempengaruhi menghasilkan
ASI.
Selama akhir masa kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma, serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama 18 postpartum, kadar fibrinogen dan plasma
akan sedikit menurun, tetapi darah lebih mengental dan terjadi peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dengan
jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetap tinggi
dalam beberapa hari post partum. Jumlah sel darah tersebut masih dapat naik sampai 25.000-
30.000 yang merupakan manifestasi adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini
dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut.
Jumlah Hemoglobin, Hematokrit, dan eritrosit sangat bervariasi pada saat awal
partum sebagai akibat dari volume darah, plasenta, dan tingkat volume darah yang berubah-
ubah. Selama kelahiran dan post partum, terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Pada
2-3 hari post partum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih. Penurunan
volume dan peningkatan Hemoglobin dan Hematokritada hari ke-3 sampai hari ke-7
postpartum, yang akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum (Sulistyawati, 2015).
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), ibu post partum mengalami perubahan
pada tanda tanda vitalnya yaitu:
1) Suhu badan pada 24 jam post partum suhu akan naik sedikit (37°- 38°C)sebagian akibat
kerja keras melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan bila keadaan suhu badanakan biasa
lagi.
2) Nadi Denyut nadi normal dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya
jenyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini
mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang terjadi.
3) Tekanan darah biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah
melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan darah tinggi pada masa nifas dapat menandakan
terjadinya preeklamsi post partum.
4) Pernafasan. Kedaaan penafasan selalu berhubungan dengan keadaaan suhu dan denyut
nadi. Jika suhu dan denyut nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya kecuali
ada gangguan khusus pada saluran pernapasan.
Masalah perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi yang baik dapat
mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Kebutuhan gizi
ibu saat menyusui adalah sebagai berikut :
2. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) dapat ditemukan agar dapat memantau kesehatan
ibu dari tempat tidur petunjuk untuk membantu berjalan. Ibu post partum sudah
diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum. Hal ini dilakukan
bertahap. Ambulasi dini tidak dibenarkan pada ibu post partum dengan penyulit misalnya
anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam dan sebagainya. Keuntungan dari
ambulasi dini
3. Eliminasi
Setelah 6 jam post partum diharapkan ibu berkemih, jika kandung kemih penuh atau lebih
dari 8 jam belum berkemih disarankan untuk melakukan kateterisasi.
Hal-hal yang menyebabkan kesulitan berkemih (retensio urin) pada post partum:
Berkurangnya tekanan intra abdomen.
4. Kebersihan diri
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu kebersihan
tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk menjaga terjaganya.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Menganjurkan ibu istirahat yang cukup dan dapat melakukan kegiatan rumah tangga
secara bertahap. Kurang istirahat dapat mengurangi produksi ASI, memperlambat proses
involusi dan depresi pasca persalinan. Selama masa post partum, alat-alat interna dan
eksternal-angsur kembali ke keadaan sebelum hamil (involusi).
Wahyuningsi, Sri. 2019. Asuhan Keperawatan Post Partum. Universitas Jember : Penerbit
Deepubish
Kustriyani, Menik dan Priharyanti wulandari. 2021. Post Partum, Menyusui dan Cara
meningkatkan produksi ASI. Pasuruan,Jawa Timur : Penerbit Qiara Media