Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI


“Taktik-taktik Koruptor Untuk Mengelabui Aparat Pemeriksa dan Masyarakat”

OLEH:
KELOMPOK 7
1. Sutarto
2. Yusak
3. Dance
4. Maya Sermumes
5. Herlina Rumbiak
6. Rachel Kakisina
7. Lelaki Dowansiba
8. Yulius Mandacan
9. Christi H Monim
10.Laurina Demonggreng

STIKES AMANAH MAKASAR


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Taktik-taktik Koruptor
untuk Mengelabui Aparat Pemeriksa dan Masyarakat yang Semakin Canggih”  tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Pendidikan Anti Korupsi . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Adnan Lira, SH., MH,
selaku dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan dalam hal pendidikan anti korupsi.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Konawe, Maret 2021


Penulis,

Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan suatu bentuk kejahatan sosio-ekonomi dan kejahatan jabatan


yang sangat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, bagaikan virus ganas
yang mematikan. Virus ini sangat mudah menyerang birokrasi pemerintah terutama di
negara-negara berkembang. Menurut survey PERC (Politcal and Economic Risk
Consultancy), sebuah Biro Konsultasi Risiko Politik dan Ekonomi yang bermarkas di
Hongkong, menunjukkan bahwa dari 13 negara-negara Asia yang disurvey, Indonesai
menduduki peringkat ke-3 sebagai negara yang terkorup di Asia setelah Filipina dan
Thailand.

Di televisi, surat kabar, majalah, sering kita lihat, dengar, kita baca banyak pejabat
negara maupun penyelenggara negara di Indonesia ini melakukan tindak pidana korupsi.
Harta Negara yang di korupsi, tidak hanya jutaan, miliaran, bahkan sampai triliunan. Kasus
bank Century, proyek Hambalang, Simulator SIM, pejabat daerah yang korupsi dan masih
banyak yang lainnya, ini menunjukan korupsi di negara Indonesia sudah menjadi sebuah
penyakit yang kronis. Walaupun perkara-perkara korupsi diatas, sudah ditangani oleh
lembaga-lembaga yang berwenang menangani hal tersebut.

Tindak pidana korupsi di Indonesia Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke


tahun. Tindak pidana korupsi telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa. Dengan
demikian upaya pemberantasannya Tugas dan Wewenang Lembaga-Lembaga Penanganan
tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. Korupsi
dapat menimbulkan bahaya terhadap kehidupan umat manusia, karena telah merambah ke
dunia pendidikan, kesehatan, penyediaan sandang pangan rakyat, keagamaan, dan fungsi-
fungsi pelayanan sosial lain.

Beberapa kasus korupsi yang telah terungkap tidak membuat jera para pelaku korupsi
lainnya, dan semakin gencarnya pemerintah melakukan pemberantasan terhadap aksi
korupsi maka semakin cerdik pula tindakan para pelaku korupsi untuk mengelabui para
aparat pemrintahan khususnya. Kedudukan dan jabatan yang dipunyai menjadi senjata
ampuh di samping beberapa alasan untuk mengelabui para aparatur hukum Negara di bidang
pemberantasan korupsi.

Masalah korupsi memang merupakan masalah yang besar dan menarik sebagai
persoalan hukum yang menyangkut jenis kejahatan yang rumit penanggulangannya, karena
korupsi mengandung aspek yang majemuk dalam kaitannya dengan (konteks) politik,
ekonomi, dan sosial-budaya. Berbagai upaya pemberantasan sejak dulu ternyata tidak
mampu mengikis habis kejahatan korupsi. Karena dalam Masalah pembuktian dalam tindak
pidana korupsi memang merupakan masalah yang rumit, karena pelaku tindak pidana
korupsi ini melakukan kejahatannya dengan rapi. Sulitnya pembuktian dalam perkara
korupsi ini merupakan tantangan bagi para aparat penegak hukum untuk tetap konsisten
dengan penuh rasa tanggung jawab.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana taktik-taktik koruptor
untuk mengelabui aparat pemeriksa dan masyarakat yang semakin canggih?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin, corruptio atau corruptus. Corruptio sendiri berasal
dari kata corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun ke
bayak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Perancis yaitu corruption; dan
Belanda yaitu cnorruptie. Dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia
yaitu korupsi. (Andi Hamzah, 2005:4). Dalam Kamus Hukum (2002), kata korupsi berarti
buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan
atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
The Lexicon, 1979, mengartikan kata corruption berarti suatu perbuatan busuk, buruk, bejat,
tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, dan kata-kata atau
ucapan yang menghina atau memfitnah.

Kata korupsi dalam Webster’s Third New International Dectionary (1961) diartikan
sebagai “perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad buruk (seperti suap)
agar ia melakukan pelanggaran terhadap kewajibannya”. Sedangkan “suap” (sogokan)
didefinisikan sebagai “hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang
dianugerahkan atau dijanjikan, dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku,
terutama dari seseorang dalam kedudukan terpercaya (sebagai pejabat pemerintah).” Korupsi
juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan kepada kerabat dan famili saja,
serta penggelapan uang negara. Dalam kedua hal ini terdapat “perangsang dengan
pertimbangan tidak wajar.” Jadi korupsi, sekalipun khusus terkait dengan penyuapan dan
penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai hasil
pertimbangan demi mengejar keuntungan pribadi, keluarga dan kelompok.

Menurut laporan Pemerintah India, Report of the Committee on Prevention of


Corruption, “korupi menyangkut penyalahgunaan kekuasaan serta pengaruh jabatan atau
kedudukan istimewa dalam masyarakat untuk maksud-maksud pribadi. (Bayley, 1995),
Menurut Johnson (1993), korupsi adalah penyalahgunaan peran dan sumber daya
pemerintah atau oleh mereka yang berusaha untuk mempengaruhi orang-orang tadi. Tetapi,
standar apa yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi “penyalahgunaan” itu? Boleh jadi
adalah “norma” atau “kepentingan umum”. Tetapi kedua-duanya memiliki kelemahan yang
serius sebagai suatu standar. Norma berdasarkan standar yang tidak tetap, kabur dan
acapkali bertentangan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang
lain, sedang “kepentingan umum” berdasarkan standar yang tidak ada dalam sebagian besar
masalah dan keadaan serta lingkungan. Tetapi Johnson menegaskan bahwa standar yang
lebih mantap dan tepat untuk mengidentifikasi penyalahgunaan adalah standar hukum.
Definisi korupsi yang lain dikemukakan oleh Klitgaard (1998), korupsi adalah tingkah laku
yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status
atau uang untuk pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri). Menurut Klitgaard,
konsep korupsi tersebut sekaligus merujuk pada tingkah laku politik dan seksual. Kata lain
corruptus, “corrupt” menimbulkan serangkaian gambaran jahat; kata “corrupt” berarti apa
saja yang merusak keutuhan. Ada dimensi moral pada kata tersebut. Namun Klitgaard
menegaskan bahwa definisi tentang korupsi tidaklah statis tetapi berkembang sepanjang
perjalanan waktu.

Masyarakat lambat laun akan mampu membuat pembedaan yang lebih tajam antara
“suap” dan “transaksi”, dan semakin mampu membuat pembedaan-pembedaan ini dalam
praktek. Dan dalam setiap zaman, suatu masyarakat cenderung menemukan sekurang-
kurangnya empat definisi suap yang berbeda: definisi dari kaum moralis yang lebih maju”,
definisi hukum sebagaimana tertulis”, definisi hukum sejauh ditegakkan, dan definisi
praktek yang lazim.

Berdasarkan latar belakang sejarahnya, pengertian korupsi itu sangat berkaitan erat
dengan Sistem kekuasaan dan pemerintahan di zaman dulu maupun di zaman modern ini.
Adapun pengertian korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan pertama kali dipopulerkan
oleh E. John Emerich Edwards Dalberg Acton, yang mengatakan: “The Power tends to
corrupt, but absolute power corrupts absolutely” (Kekuasaan cenderung korupsi, tetapi
kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula).
B. Kendala-kendala yang dihadapi dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Korupsi dapat terjadi di Negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia,
adapun hambatan-hambatan ataupun kendala-kendala dalam upaya pemberantasan korupsi
di Indonesia adalah:
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah;
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung
terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur;
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga
tidak ada check and balance;
4. Banyaknya celah/lubanglubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik
dan sistem administrasi Indonesia;
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh
kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang
diajukan oleh jaksa;
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan rasti yang
semakin canggih; dan
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah
yang diemban (I Putu Hedi Sasrawan et.al, 2012: 6).

C. Taktik-taktik Koruptor Untuk Mengelabui Aparat Pemeriksa dan Masyarakat

Upaya untuk meminimalisir terjadinya korupsi di Indonesia sudah banyak dilakukan.


Tidak saja melalui aspek yuridis formal, melainkan juga melalui berbagai kampanye anti
korupsi lewat posterposter dan famlet-famlet. Bahkan terbaru mulai diselenggarakannya
mata pelajaran Pendidikan Anti Korupsi di sekolah-sekolah formal. Berbagai kegiatan ini
menunjukkan bukti bahwa korupsi merupakan musuh bersama yang dapat mengancam masa
depan bangsa Indonesia ini. Sebagai musuh, maka wajar jika korupsi harus selalu diperangi
dan diberantas hingga ke akar-akarnya. Namun demikian, pendekatan di atas belum
menunjukkan hasil yang memuaskan. Buktinya berbagai tindakan korupsi tetap banyak
terjadi. Hampir setiap hari kita menyaksikan di telivisi atau membaca di media massa
korupsi masih tetap terjadi, dimanapun dan kapanpun. Setiap ada koruptor ditanggkap,
meski itu dianggap sebagai prestasi penegaka hukum, tapi dari sisi kebudayaan, hal ini
merupakan sisi tragis mentalitas korup yang tidak terbendung. Dalam konteks demikian,
maka korupsi merupakan tragedi moralitas kebudayaan yang sedang bermasalah. Ada suatu
kondisi dalam alam kebudayaan kita yang mendorong orang melakukan tindakan korupsi.
Begitu pula, ada kendala kendala kultural mengapa korupsi tetap begitu masif terjadi,
sehingga pemberantasan terhadap korupsi selalu tidak pernah tuntas.
Selain itu, keprofesionalan koruptor umumnya bukan ditentukan ole kemarnpuannya
dalam melakukan korupsi, tetapi juga kepiawaiannya (kelihaian dalam berkelit dan
meloloskan diri dari jeratan hukum. Kepiawaian ini dimulai dengan mengatur mutasi,
reposisi, restrukturisasi, dan seleksi atas sosok yang hendak memimpin instansi penegakan
hukum (law enforcement), termasuk sosok yang memimpin KPK. Kasus-kasus korupsi
melibatkan banyak kalangan yang selama ini tidak tersentuh hukum. Di antaranya,
melibatkan orang (penguasa) yang tega melakukan intirnidasi hingga teror bagi siapa saja
yang hendak mengusik mereka.
Beberapa contoh cara koruptor mengelabui aparat yang terjadi di Indonesia adalah
dengan menggunakan laporan palsu, contoh kasus yang terjadi di Indonesia adalah kasus
Mantan Ketua PSSI Kota Pasuruan Edi Hari Respati yang ditetapkan tersangka kasus
korupsi dana hibah PSSI. Edi disebut membuat laporan palsu hingga menilep uang pemain.
Saat membuat laporan palsu, Edi melakukan mark up dana. Laporan tersebut merupakan
pertanggungjawaban (LPJ) yang dibuat untuk merinci penggunaan dana dari KONI di tahun
2013 hingga 2015. Sebelumnya, pihak PSSI sempat mengajukan proposal yang totalnya dari
2013 hingga 2015 mencapai Rp 15 Miliar. Namun dari perhitungannya, diduga uang Rp 3,8
Miliar masuk ke kantong Edi.
Modus pencucian uang adalah salah satu taktik lain yang digunakan oleh koruptor
untuk mengelabui masyarakat. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
mengungkap modus pencucian uang (money laundering) lewat kasino di luar negeri yang
diduga dilakukan beberapa kepala daerah. Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin,
mengatakan para terduga pelaku memakai kasino untuk menyimpan uang hasil tindak
pidana mereka ke dalam bentuk valuta asing. Mekanisme pencucian uang melalui kasino
sendiri dapat dilakukan dengan membeli chip menggunakan uang hasil tindak pidana, lalu
'mempertaruhkan' chip seperlunya di meja judi.
Terdapat berbagai kasus pencucian uang yang terdapat di Indonesia selain
menggunakan modus kasiono, secara umum para pelaku koruptor memakai tiga modus,
yakni penempatan (placement), transaksi berlapis-lapis (layering), dan penggabungan
dengan bisnis sah (integration). Indikasi pencucian uang lainnya adalah tidak memasukkan
aset itu ke dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Ada beberapa placement
dalam pencucian uang, antara lain menyimpan uang dalam rekening bank, menyimpan
barang berharga dalam safe deposit box, serta membeli properti atau mobil mewah
mengatasnamakan orang lain.
Dalam layering, koruptor biasanya melakukan transfer, penarikan, pemindahbukuan
dengan frekuensi tinggi dan berulang-ulang agar hasil korupsi tidak mudah terlacak. Dalam
integration, hasil korupsi ditanamkan atau diinvestasikan dalam perusahaan atau bisnis sah
dengan tujuan hasil kekayaannya seolah-olah berasal dari sumber yang halal.
Perkembangan teknologi saat ini sudah semakin pesat dimana segala nya serba
digital, dizaman yang serba canggih ini bahkan korupsi pun bisa bersifat digital, oleh karena
itu kemampuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diupgrade sesuai
perkembangan zaman agar mampu mendeteksi dan memecahkan kasus korupsi yang smakin
rumit transaksinya.“Digital Economy era cashless society seperti saat ini, dimna modus
operan di transaksi keuangan pelaku korupsi semakin canggih dan rumit. Koruptor dewasa
ini sangat canggih sehingga kalau mereka merasa sudah dicurigai oleh instansi penegak
hukum, secepat kilat mereka akan menghilangkan jejak.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu kendala dari pemberantasan korupsi adalah taktik-taktik para koruptor
dalam mengelabui apparat dan masyarakat yang semakin canggih, keprofesionalan koruptor
umumnya bukan ditentukan oleh kemarnpuannya dalam melakukan korupsi, tetapi juga
kepiawaiannya (kelihaian dalam berkelit dan meloloskan diri dari jeratan hukum.
Kepiawaian ini dimulai dengan mengatur mutasi, reposisi, restrukturisasi, dan seleksi atas
sosok yang hendak memimpin instansi penegakan hukum (law enforcement). Ada beberapa
cara koruptor untuk mengelabui apparat, salah satunya adalah modus pencucian uang,
modus pencucian uang yang sering terjadi di Indonesia secara umum yaitu para pelaku
koruptor memakai tiga modus, yakni penempatan (placement), transaksi berlapis-lapis
(layering), dan penggabungan dengan bisnis sah (integration). Indikasi pencucian uang
lainnya adalah tidak memasukkan aset itu ke dalam laporan harta kekayaan penyelenggara
negara serta membuat laporan keuangan palsu.

B. Saran

Adapun saran saya dalam makalah kali ini adalah diharapkan kepada Instansi
Pendidikan Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana prasarana yang merupakan
fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya
dalam praktik klinik dan pembuatan makalah serta diharapkan penulis dapat menggunakan
atau memanfaatkan waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien secara optimal.

Anda mungkin juga menyukai