Anda di halaman 1dari 24

Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

GERAKAN SOSIAL DAN


PERUBAHAN KEBIJAKAN PUBLIK
Kasus Perlawanan Masyarakat Batak vs
PT. Inti Indorayon Utama,di Porsea, Sumatera Utara

Dimpos Manalu1

Abstract
A case study which comprehensively elaborated the role of Porsea people movement and its
surrounding to urge the present of government policy and decision series, considering with the
establishment of PT. Inti Indorayon Utama in Porsea, Toba Samosir, North Sumatra. Data collecting
was through literary works, institutional publishing, research documents, chronology, contact
report and investigation, news clipping, letters, press release and statement, and last but not
least was the participative observation and deep interview. Afterwards, the data was analyzed
and interpreted with reference to social movement theories and their relationship with the public
policy change. The finding of this research reveals that there has been no single factor or certain
theoretical approach monopoly in explaining social movement comprehensively. The movement
also has shown up two contributions all at once: trigging and influencing the government newly
released policies and stimulating the company’s new management to be more active in serving
and developing the surrounding people. Both of these were possible to happen because of the
people movement, without great expectancy to the complex and distortive state actors parliament
and bureaucracy.
Keywords: people movement, policy change

Pengantar perubahan kebijakan publik, yang disebut


Makalah ini bertujuan menunjukkan peran sebagai siklus dan tahap-tahap kebijakan yang
gerakan-gerakan sosial mendorong perubahan rigid dan rasional --di dalam teorisasi
politik dan kebijakan publik. Sebagaimana akan mainstream kebijakan publik-- tidak
dielaborasi lebih lanjut, gerakan sosial telah berlangsung sebagaimana mestinya. Seperti
menjadi jalur alternatif yang dilakukan berbagai dalam kasus perlawanan masyarakat Batak vs
kelompok masyarakat untuk mengatasi PT. Indorayon, di Porsea, Sumatera Utara,
kelemahan-kelemahan yang terdapat di dalam berbagai keputusan dan kebijakan publik
mekanisme politik formal. Dalam konteks berkaitan dengan keberadaan pabrik bubur

1
Staf di Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat, Organisasi Nonpemerintah yang berbasis
di Parapat, Sumatera Utara dan telah menyelesaikan S2-nya di Magister Studi Kebijakan (MSK), Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 27


Dimpos Manalu

kayu dan kertas tersebut terjadi secara “reaktif” Selain Soeharto, penguasa otoriter yang
dan “nonformal-prosedural” sebagai respons mampu bertahan cukup lama di Asia Tenggara
terhadap desakan gerakan sosial. lainnya, seperti Ne Win di Burma dan
Ferdinand Marcos di Filipina, juga tumbang
Gerakan Sosial dalam Perubahan setelah berhadapan dengan protes rakyat yang
Politik Nasional dan Global terjadi secara masif dan meluas. Sulit
Dewasa ini, kita menyaksikan meluasnya membayangkan tumbangnya rezim-rezim ini
gerakan perlawanan masyarakat atau gerakan tanpa gerakan rakyat, yang meskipun selama
sosial (social movements) dalam upaya kekuasaannya dibungkam dan direpresi
menentang dan mendorong perubahan (Boudreau, 2002).
kebijakan publik, perubahan politik dan sosial Sejak tahun 1960-an, gerakan sosial, aksi
secara luas, baik di tingkat lokal, nasional, protes, dan organisasi politik semakin
maupun global. Perlawanan semacam ini berkembang dan menjadi komponen yang tidak
bukan saja terjadi di negara-negara yang terpisahkan dalam perjalanan demokrasi di
tergolong masih menerapkan sistem politik negara-negara Barat. Kekuatan yang
otoritarian, transisional, dan tingkat ekonomi memengaruhi lanskap politik di sana tidak lagi
bangsa yang masih terbelakang dan didominasi kekuatan konvensional, yakni partai
berkembang. Hal yang sama juga terjadi di politik dan serikat-serikat pekerja. Kini gerakan
negara-negara yang selama ini tergolong maju sosial dinilai sebagai kekuatan yang tidak kalah
dan demokratis. pentingnya (della Porta dan Diani, 1999).
Di Indonesia, misalnya, tumbangnya rezim Dalam bukunya yang terbaru, ilmuwan
otoritarian Orde Baru Soeharto Mei 1998 sosiologi dan politik dari Universitas California,
kiranya tidak bisa dilepaskan dari peran David Meyer (2007: 1) mengatakan, “... protest
gerakan sosial, khususnya gerakan and social movements have become essential
mahasiswa, yang pada gilirannya features of contemporary American life.”
menghantarkan bangsa ini ke dalam kondisi Pada tahun 1970-an, Islam fundamentalis
yang lebih demokratis (Denny, 2006). Gerakan mengambil kekuasaan dari Shah Iran,
kaum muda ini sesungguhnya telah diawali Sandinista menggeser posisi Somoza di
oleh gerakan prodemokrasi sejak tahun 1970- Nikaragua, serta kelompok-kelompok teroris di
an, seperti gerakan petani, buruh, masyarakat Jerman dan Italia melakukan serangan-
adat, kaum miskin kota, pers, partai politik, serangan ke instalasi militer, politisi, dan
serta kelompok-kelompok intelektual dan simbol-simbol lembaga hegemonik (corporate
cendekiawan. Dengan kata lain, perlawanan- hegemony) lainnya. Sejak dekade 1980 hingga
perlawanan sporadis dan temporer ini telah 1990-an, perubahan politik dan demokratisasi
menciptakan prakondisi bagi gerakan juga terjadi negara-negara Asia Pasifik seperti
mahasiswa yang diibaratkan berada pada Cina, Korea Selatan, Taiwan, Thailand,
posisi “di puncak sebuah gelombang” sehingga Malaysia, dan Burma/Myanmar. Hal ini
memungkinkan mereka mencapai garis akhir merupakan akibat dari meluasnya gerakan
(Budiman dan Törnquist, 2001). sosial dalam berbagai varian, seperti gerakan

28 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

sosial lama, gerakan sosial baru, LSM, globalisasi dan neoliberalisme. Gerakan
masyarakat sipil, dan oposisi (Callahan, 1998). antiglobalisasi (korporasi) ini juga tidak hanya
Pada awal 1990-an, di Amerika Latin, kita dilakukan oleh warga di negara-negara miskin
menyaksikan bagaimana proyek neoliberal dan terbelakang, tetapi juga didukung sebagian
dilawan dengan perjuangan militer Zapatista warga di negara-negara maju. Elemen-elemen
dan pada tingkat tertentu berhasil memaksa gerakan sosial di seluruh dunia telah
pemerintah Meksiko merevisi agenda-agenda membentuk Forum Sosial Dunia sebagai
neoliberal di negeri itu. Selain itu, gerakan tandingan terhadap Forum Ekonomi Dunia
bersenjata yang kini dipimpin Subcomandante yang dibidani oleh negara-negara kaya.
Marcos itu juga bertujuan mewujudkan harga Agenda Forum Sosial Dunia yang terkenal
diri masyarakat adat Chiapas dan dengan slogan “ada kemungkinan bagi sebuah
membangkitkan inspirasi masyarakat sipil dunia baru” membuka kemungkinan terjadinya
untuk membentuk koalisi nasional menentang globalisasi yang mempunyai dampak yang jauh
otoritarianisme partai yang berkuasa (Castells, lebih adil bagi kesejahteraan mayoritas warga
1997; Marcos, 2003). dunia agar tidak didominasi segelintir
penguasa finansial dan korporasi
Secara global, perlawanan terhadap
multinasional.
dominasi Amerika dan negara-negara Barat
dalam percaturan politik dan ekonomi global Kekuatan-kekuatan masyarakat sipil yang
telah ditanggapi secara luas di berbagai tersebar di berbagai sudut bumi dengan
belahan dunia. Kasus penyerangan Irak yang mengusung isu-isu yang bersifat lokal,
dimotori oleh AS dan Inggris, misalnya, nasional, regional, dan global ini diyakini
ditentang jutaan manusia yang terlibat dalam menjadi modal sosial yang kuat untuk
demontrasi-demontrasi massal, yang tidak mendorong perubahan dunia yang lebih
hanya dilakukan oleh rakyat negara-negara berkeadilan ke masa mendatang. Ketika
berpenduduk mayoritas muslim, tetapi juga cengkeraman neoliberalisme semakin kuat,
warga negara Barat sendiri. Barangkali dan pada saat yang sama kedaulatan negara
demonstrasi menentang invasi ini merupakan semakin dilucuti, maka gerakan-gerakan sosial
aksi massa yang terbesar yang pernah transnasional dan global diyakini menjadi
berlangsung sepanjang sejarah di barat terkait kekuatan kontrol yang amat penting bagi
solidaritas terhadap warga dan negara lain. perjalanan politik global ke masa mendatang
Meningkatnya aksi-aksi terorisme menyerang (Smith, Chatfield, dan Pagnucco [eds.], 1997;
negara-negara Barat khususnya Amerika Gills [ed.], 2000).
barangkali juga tidak bisa dilepaskan dari Bagi kalangan ahli tertentu, hadirnya
upaya kelompok-kelompok tersebut varian-varian gerakan sosial dalam ranah
menentang hegemoni negara Barat khususnya politik nasional dan global ini dengan sendirinya
Amerika dalam percaturan ekonomi politik di membantah klaim yang diproklamasikan Daniel
Timur Tengah. Bell --dan diikuti banyak ilmuwan politik
Dapat dilihat pula di berbagai belahan bumi lainnya-- sebagai berakhirnya ideologi ketika
ini semakin meluas perlawanan terhadap menyatakan perkembangan masyarakat

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 29


Dimpos Manalu

modern akan ditandai dengan berakhirnya Kebijakan publik juga tidak merefleksikan
konflik-konflik ideologis dan akan digantikan kepentingan rakyat secara nyata ketimbang
dengan konsensus dan konflik-konflik yang kepentingan dan nilai yang dimiliki oleh para
lebih pluralistik (McAdam, McCarthy, dan Zald elite. Perubahan dan inovasi kebijakan publik
[eds.], 1996). sering kali terjadi ketika para elite meredefinisi
Demokrasi liberal yang kini diusung negara- nilai-nilai yang mereka anut. Menurut mereka,
negara Barat dinilai memiliki kelemahan di “Namun demikian, konservatisme secara
dalam dirinya. Meskipun ada “kesepakatan umum dari para elite --yang mereka gunakan
umum” yang menganggap demokrasi sejauh untuk melanggengkan sistem-- mengandung
ini masih merupakan pilihan terbaik dan sistem arti perubahan kebijakan publik akan
yang paling ideal, yang sering kali merupakan kejadian tambahan, bukannya
diproklamasikan sebagai pemerintahan “oleh terjadi secara revolusioner. Kebijakan publik
rakyat”, kelangsungan hidup demokrasi sering dimodifikasi, tetapi sangat jarang diganti”
tetaplah berada dalam genggaman para elite. (Dye dan Zeigler, 1997: 156).

Meskipun terdapat prosedur dan lembaga- Dari uraian di atas, kiranya kita sudah bisa
lembaga demokrasi seperti partai politik dan melihat rentangan peristiwa ketika gerakan
pemilu --bahkan dimungkinkannya kebebasan sosial dalam berbagai wujudnya ternyata telah
sipil dan politik, maupun kebebasan pers-- menjadi kekuatan yang amat signifikan dalam
tidaklah menjamin aspirasi rakyat yang konstelasi politik. Hal ini tidak saja di negara-
sesungguhnya menjadi mandat politik yang negara otoritarian di Asia maupun Dunia Ketiga
senantiasa diusung para elite. Inilah yang lainnya, namun juga menjadi kekuatan untuk
disebut Dye dan Zeigler (1997: 155) sebagai “mendemokratisasi” demokrasi di negara-
“ironi demokrasi”. “Ini adalah ironi demokrasi: negara Barat, baik dalam konteks politik
para elite harus memerintah dengan bijaksana nasionalnya maupun peranannya sebagai
jika ingin pemerintahan ‘oleh rakyat’ akan kekuatan utama dalam konteks ekonomi politik
bertahan. Massa tidak menjadi pemimpin, global.
sebaliknya mereka akan menjadi pengikut. Lalu apa yang dimaksud dengan gerakan
Mereka merespons tingkah laku, proposal, dan sosial? Mengapa gerakan sosial terjadi?
sikap dari para elite ...” tulis mereka. Faktor-faktor apa yang menimbulkannya?
Elitisme, yang diartikan sebagai Apakah meluasnya gerakan-gerakan sosial ini
penguasaan segelintir orang terhadap orang berkaitan dengan sistem dan struktur politik
kebanyakan lainnya, dengan demikian, tidak tertentu? Bagaimana kaitan gerakan sosial
hanya menjadi problem di negara-negara yang dalam perubahan kebijakan publik?
menganut rezim otoritarian dan semacamnya.
Namun hal itu diakui sebagai kelemahan yang
Pengertian Gerakan Sosial
diidap oleh demokrasi sendiri yang juga terjadi Gerakan sosial berbeda dengan berbagai
di negara-negara industri maju dan diklaim bentuk aksi massa, seperti kerumunan dan
demokratis. kerusuhan, pemberontakan, dan revolusi.

30 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

Kerumunan merupakan aksi massa yang tidak sosial, dan interaksi berkelanjutan. Wilson
memiliki sebentuk organisasi, sangat cair, (1973: 9-11) menekankan “cara-cara yang tidak
meletup, dan hilang secara tiba-tiba. melembaga”, gerakan ini tidak ditujukan untuk
Kerusuhan adalah kekacauan massal yang memperoleh posisi-posisi kekuasaan, tetapi
meletup secara tiba-tiba, dalam periode sebagai tawar-menawar untuk memengaruhi
singkat, dan melakukan perusakan atau pembuat kebijakan mengambil solusi yang
menyerang kelompok tertentu. Bedanya menguntungkan bagi mereka.
dengan kerumunan ialah kerusuhan selalu Della Porta dan Diani (1999: 13-16)
menggunakan kekerasan. Pemberontakan menawarkan sedikitnya empat karakteristik
merupakan aksi terorganisasi untuk utama gerakan sosial, yakni (1) jaringan
menentang atau memisahkan diri dari sistem interaksi informal; (2) perasaan dan solidaritas
dan otoritas yang dianggap mapan. Revolusi bersama; (3) konflik sebagai fokus aksi kolektif;
mengandaikan partisipasi seluruh masyarakat dan (4) mengedepankan bentuk-bentuk protes.
dalam keseluruhan wilayah suatu negara untuk Dengan kata lain, gerakan sosial merupakan
menggulingkan dan menggantikan tatanan jaringan-jaringan informal yang mendasarkan
politik dengan suatu yang baru. Revolusi, diri pada perasaan dan solidaritas bersama,
dalam pengertian ini, merupakan upaya yang bertujuan memobilisasi isu-isu konfliktual,
menyusun kembali tatanan sosial, politik, dan melalui berbagai bentuk protes yang dilakukan
ekonomi dengan memasukkan perubahan secara terus-menerus. Hal-hal ini pula yang
fundamental dalam struktur masyarakat (Singh, membedakan gerakan sosial dengan gerakan
2001: 29-37). yang dilakukan oleh partai politik, kelompok
Gerakan sosial, menurut Singh (2001: 36- kepentingan, sekte-sekte agama, protes
37), biasanya merupakan mobilisasi untuk sesaat, atau koalisi politik sesaat.
menentang negara dan sistem
pemerintahannya, yang tidak selalu Beberapa Pendekatan dalam
menggunakan kekerasan dan pemberontakan Memahami Gerakan Sosial
bersenjata, sebagaimana terjadi dalam Dalam khasanah gerakan sosial yang
kerusuhan, pemberontakan, dan revolusi. berkembang di Barat, secara umum terdapat
Menurutnya, umumnya gerakan sosial empat perspektif atau pendekatan dalam
menyatakan dirinya di dalam kerangka nilai memahami terjadinya gerakan-gerakan kolektif
demokratik. atau apa yang kemudian disebut sebagai
Tarrow (1998: 4-5) mendefinisikan gerakan gerakan sosial, yakni perspektif perilaku
sosial sebagai tantangan kolektif yang kolektif; mobilisasi sumber daya; proses politik;
dilakukan sekelompok orang yang memiliki dan gerakan sosial baru (Eyerman dan
tujuan dan solidaritas yang sama, dalam Jamison, 1991; Jenkins dan Klandermans,
konteks interaksi yang berkelanjutan dengan 1995; Klandermans, 1997; Canel, 1997; Tarrow,
kelompok elite, lawan, dan penguasa. Di sini 1998; della Porta & Diani, 1999; Singh, 2001).
terdapat empat kata kunci penting, yakni Dengan risiko penyederhanaan, beberapa
tantangan kolektif, tujuan bersama, solidaritas

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 31


Dimpos Manalu

pendekatan tersebut dapat diringkas sebagai yang rasional, mengikuti kepentingan-


berikut. kepentingan mereka, dan adanya peran sentral
Perspektif perilaku kolektif menekankan organisasi serta para kader dan pemimpin
aspek krisis perilaku, perasaan dipinggirkan, ‘profesional’ untuk memobilisasi sumber-
dan rasa frustrasi yang muncul sebagai sumber daya yang ada pada mereka.
dampak perubahan sosial, ekonomi, politik, Perspektif proses politik memberikan
dan budaya. Kondisi seperti ini mudah dipicu perhatian yang sistematis pada lingkungan
dan berubah menjadi aksi-aksi kolektif spontan, politik dan institusi tempat gerakan sosial
tidak terorganisasi, dan tidak menggunakan tersebut berlangsung. Maju-mundur maupun
saluran-saluran resmi. Dalam bahasa Ted Gurr, keberhasilan gerakan sosial ditentukan oleh
misalnya, kekerasan-kekerasan muncul karena peluang dan hambatan di dalam sistem politik
terjadinya deprivasi relatif. Perasaan tertentu dan lingkungan yang lebih luas, atau
terpinggirkan terjadi karena kesenjangan apa yang kemudian lebih dikenal secara luas
antara nilai-nilai ekspektasi dan nilai-nilai dengan konsep “struktur peluang politik”.
kemampuan. Kesenjangan antara harapan dan Sederhananya, perspektif ini memandang
kenyataan. Semakin besar dan serius lingkungan eksternal sangat memengaruhi
kesenjangan itu, maka potensi kekerasan akan gerakan sosial. Di negara yang menganut
semakin besar pula. Singkatnya, gerakan sistem demokrasi atau konfigurasi politik
sosial muncul sebagai akibat ketidakpuasan. demokratis, misalnya, terbuka kesempatan
Ia kemudian akan semakin berkembang ketika (peluang) bagi rakyat untuk melakukan
ketidakpuasan ini meluas dan pada saat yang berbagai bentuk partisipasi politik. Dengan
sama tidak terdapat lagi institusi-institusi yang demikian, elemen-elemen gerakan sosial
mampu berperan secara fleksibel yang mampu memperoleh keleluasaan mengembangkan
meresponsnya. dirinya. Sebaliknya, gerakan sosial akan
Perspektif mobilisasi sumber daya melihat berjalan lambat di dalam sistem politik yang
masalah dan ketegangan sosial sebagai tertutup dan represif, namun ketertutupan ini
sesuatu yang nyaris melekat di dalam bisa juga menstimulasi lahirnya gerakan-
masyarakat. Kenyataan bahwa ketidakpuasan gerakan tersembunyi, kekerasan yang brutal,
an sich sering kali tidak menimbulkan gerakan pemberontakan, dan radikalisme.
sosial dan tidak pada tempatnya bila kita Perspektif kultural (gerakan sosial baru/
menganggap ketidakpuasan selalu GSB) berkembang sebagai wujud
menghasilkan protes. Oleh karena itu, ketidakpuasan pada institusi-institusi sosial dan
perspektif mobilisasi sumber daya mengajukan politik masyarakat kapitalis maju, yakni
tesis baru, yaitu organisasi-organisasi gerakan transformasi dari masyarakat industrial ke
memberikan struktur mobilisasi yang sangat pascaindustrial yang semakin menisbikan
krusial bagi aksi kolektif dalam bentuk apa pun. batas-batas kelas. Perspektif ini menempatkan
Singkatnya, pendekatan ini menyatakan konstruksi dan politisasi identitas sebagai
gerakan sosial muncul sebagai konsekuensi perekat para partisipan di dalam
dari bersatunya para aktor dalam cara-cara keterlibatannya di dalam gerakan sosial.

32 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

Tabel 1
Berbagai Perspektif dalam Gerakan Sosial

Perspektif Ahli Pendukung Tesis Utama Kritik


Perilaku Le Bon (1960), Hoffer Gerakan sosial muncul sebagai Cenderung memandang
kolektif (1951), Blumer (1969), respons spontan karena gerakan sosial sebagai respons
Kornhauser (1959), ketidakpuasan terhadap situasi emosional dan irasional an
Smelser (1971), Toch baru yang diciptakan sich. Kurang memperhitungkan
(1966), Gurr (1970) modernisasi yang berlangsung basis atau organisasi gerakan
cepat dan keterkaitannya satu sama
lain dalam membangun
gerakan-gerakan yang lebih
besar.
Mobilisasi Mancul Olson (1965), Ketidakpuasan tidak selalu Terlalu menekankan aspek
Sumber Zald dan Ash (1966), melahirkan protes karena rasional. Kurang
Daya McCarthy and Zald individu merupakan aktor memperhitungkan aspek
(1977), Anthony rasional (mempertimbangkan kesadaran, cita-cita, kultur, dan
Oberschall (1973, untung dan rugi). Gerakan ideologi. Organisasi gerakan
1978), Charles Tilly sosial akan terjadi dan mampu menimbulkan gejala
(1978) bertahan dengan mobilisasi birokratisasi, oligarkisasi,
sumber daya (material dan institusionalisasi. Gerakan
nonmaterial) yang ada di dalam sosial diposisikan secara pasif,
organisasi. Organisasi gerakan sebagai “variabel dependen”.
menjadi pusat perhatian.
Proses Michael Lipsky (1970), Perhatian sistematis pada Konsep eksplanatorisnya kuat,
Politik Peter Eisinger (1973), “struktur peluang politik” yang namun lemah jika dipergunakan
Jenkins and Perrow memengaruhi kelangsungan pada kasus yang spesifik.
1977), McAdam (1982), gerakan sosial. Struktur Terbukanya “peluang” tidak
Tarrow (1983, 1989, peluang politik mencakup a.l. senantiasa menguntungkan
1998), Kitschelt (1986), tingkat keterbukaan, tingkat bagi gerakan sosial, tetapi dan
Brockett (1991), Kriesi, stabilitas susunan elite yang karena juga menjadi
et. all. (1992) berkuasa, adanya kesempatan bagi lawan-
pengelompokan dan lawannya untuk melemahkan
perpecahan elite, dan kapasitas gerakan.
negara serta
kecenderungannya untuk
menindas.
GSB Alain Touraine (1977, Perspektif ini melihat gerakan- Kurang mampu melihat
1981), Claus Offe gerakan kontemporer sebagai keterkaitan gerakan-gerakan
(1985), Laclau and respons terhadap sosial yang berlangsung
Mouffe (1985), Alberto ketidakcakapan struktur politik sepanjang masa. Menafikan
Melluci (1982, 1989, dan ekonomi masyarakat gerakan-gerakan kontemporer
1996), Inglehart (1990), pascaindustrial. Ia berbeda di negara-negara nonpasca-
Rajendra Singh (2001) dengan gerakan-gerakan lain industrial. Menafikan peran
karena struktur organisasinya organisasi gerakan dan
yang terdesentralisasi, bagaimana organisasi tersebut
menggunakan taktik memelihara dinamika gerakan
inkonvensional, dan fokusnya secara berkelanjutan.
pada isu-isu budaya dan Perspektif ini membesar-
identitas. besarkan seolah-olah
perubahan kultural bisa
dipisahkan dari isu-isu politik
konvensional seperti hukum
dan keadilan distributif.

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 33


Dimpos Manalu

Gerakan-gerakan seperti ini muncul dalam meninjau keterhubungan dan besarnya


beragam bentuk, seperti gerakan antirasisme, kemungkinan saling menguatkan tersebut.
antinuklir, pelucutan senjata, feminisme, Sejak awal, perspektif perilaku sosial telah
gerakan lingkungan, regionalisme dan memberikan kontribusi yang sangat baik,
etnisitas, kebebasan sipil, isu-isu kebebasan dengan menyatakan akar dari semua konflik,
individual, perdamaian, termasuk gerakan- kekerasan, dan gerakan sosial adalah
gerakan gay dan lesbian. Semuanya ketidakpuasan. Hampir selalu terjadi, gerakan
mengambil bentuk yang antiinstitusional, sosial dalam bentuk apa pun diawali oleh
nonhierarkis, terdesentralisasi, dan kaya ketidakpuasan, baik terhadap norma-norma
bentuk. Partisipan di dalam gerakan ini yang sedang berlaku, struktur sosial yang tidak
umumnya berasal dari ‘kelas menengah baru’, adil, sistem politik yang menindas, ekonomi
kaum terdidik, sering kali bekerja di sektor- yang eksploitatif, diskriminasi kelompok dan
sektor nonproduksi, seperti akademisi, identitas tertentu, dan yang keseluruhannya
seniman, pekerja sosial kemanusiaan, LSM, bisa pula dilihat dari kaca mata ideologi dan
dan kaum yang (relatif) terdidik lainnya. perspektif yang berbeda-beda.
Demikian pula, isunya mengalami pergeseran
Bert Klandermans (1997: 205), misalnya,
dari isu-isu redistributif ke isu-isu kualitas hidup
menguatkan Neidhart dan Rucht (1993)
dan pascamaterial. Ringkasnya, GSB melihat
menyatakan deprivasi relatif merupakan bahan
gerakan-gerakan kontemporer merupakan
baku yang memungkinkan individu untuk bisa
respons terhadap ketidakcakapan struktur
dimobilisasi. “Tidak dapat disangkal lagi,
politik dan ekonomi masyarakat
keluhan dikonstruksikan secara sosial, begitu
pascaindustrial. Ia berbeda dengan gerakan-
pula dengan deprivasi relatif, dan
gerakan lain karena struktur organisasinya
ketidakpuasan harus dikonversikan dalam
yang terdesentralisasi, menggunakan taktik
bentuk aksi, tetapi merasakan ketidakadilan
inkonvensional, dan fokusnya pada isu-isu
adalah akar dari protes dalam bentuk apa pun”.
budaya dan identitas.
Akan tetapi, Klandermans (2005: 376)
Sintesis Teori kembali menegaskan,
Para ahli gerakan sosial telah menyadari “Ketidakpuasan sendiri bukan merupakan
sepenuhnya begitu beragamnya perspektif di alasan yang cukup bagi gerakan sosial
antara mereka. Masing-masing telah untuk berkembang, atau bagi individu untuk
menciptakan model sui generis, yang memiliki berpartisipasi di dalam gerakan sosial.
keunggulan sekaligus keterbatasan dalam Sumber daya dan peluang penting untuk
menjelaskan varian-varian gerakan sosial pada memahami mengapa populasi tertentu
waktu, tempat, dan pelaku yang beragam pula. yang mengalami ketidakpuasan melakukan
Di tengah keragaman itu telah terjadi upaya mobilisasi, sementara yang lain tidak.
melakukan sintesi teoretis untuk menemukan Individu-individu memang membentuk
penjelasan yang lebih lengkap dan identitas yang sama ketika mereka
komprehensif. Pada bagian ini, marilah kita bersama-sama berbagi ketidakpuasan dan

34 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

bertindak secara kolektif. Ini tidak berarti Para kulturalis melihat pentingnya tradisi
menjustifikasi hak eksklusif apa pun dari ritual dan simbolisme di dalam membentuk
ranah ini. Sebaliknya, tiap-tiap pendekatan cara dan metode pagelaran perlawanan,
itu secara terpisah akan kurang berarti bentuk-bentuk mobilisasi dipelajari dan berakar
sebagai kerangka eksplanatoris bagi pada beragam tradisi dan budaya. Adanya nilai-
penelitian tentang gerakan sosial.” nilai di dalam suatu komunitas, termasuk norma
Gerakan sosial juga hampir selalu memiliki di dalamnya, menjadikan aksi kolektif menjadi
organisasi penggerak, betapa pun cairnya. sesuatu yang sulit dimengerti tanpa
Mereka juga sering kali memiliki pemimpin, pemahaman terhadap budaya itu. Bukan saja
meskipun sifatnya situasional, sementara, karena perilaku individu bisa lebih mudah
tanpa melalui proses pembentukan stuktur dimonitor di dalam komunitasnya, tetapi juga
organisasi yang formal dan baku. Demikian karena suatu komunitas yang solid memiliki
pula dalam setiap gerakan sosial senantiasa susunan aturan dan sanksi-sanksi sosial yang
ada identitas dan rasa solidaritas, perasaan negatif maupun positif (McAdam, Tarrow, dan
senasib, yang menjadi basis perlawanan, Tilly, 1997: 156-7).
membangun dan dikuatkan oleh gerakan sosial Singkatnya, berbagai perspektif ini
tersebut. Perasaan adanya “kita” dan “mereka”, sesungguhnya saling melengkapi. Gerakan-
misalnya, adalah juga manifestasi dari gerakan sosial yang terjadi sepanjang masa
ketidakpuasan dan ketidakadilan dari tidak pernah hanya mewakili satu perspektif
hubungan-hubungan sosial yang tercipta. tertentu. Yang terjadi sebenarnya adalah
Selain studi terhadap mobilisasi diperkaya perbedaan cara pandang para ahli untuk
dengan perkawinannya dengan perspektif memberi aksentuasi tertentu pada sisi-sisi
proses politik, aspek-aspek konstruksi budaya gerakan sosial. Bila berbagai perspektif itu
secara kental juga terdapat di dalam struktur dipergunakan secara sebagian atau
mobilisasi. Munculnya gerakan-gerakan keseluruhannya, akan memberikan penjelasan
lingkungan, gender, dan orientasi seksual yang lebih komprehensif.
dinilai sebagai bagian dari pentingnya budaya Oleh karena itu, studi gerakan sosial
politik dan konstruksi identitas kolektif baru sebaiknya meninggalkan parsialitas yang ada
yang memungkinkan terjadinya aksi-aksi dalam berbagai perspektif di atas. Upaya ini
kolektif. Oleh karena itu, “Gerakan sosial harus bisa disebut sebagai sintesis beragam aliran,
membentuk realita bagi pendukung perspektif, dan pendekatan dalam memahami
potensialnya, mengidentifikasi adanya gerakan sosial. Gerakan sosial harus dilihat
ketidakadilan, mengembalikannya pada sistem sebagai kendaraan bagi perubahan di tingkat
yang ada atau pihak yang kontra dan individu, kultur, dan politik. Teori-teori gerakan
memberikan simbol-simbol positif yang sosial mestinya mempertimbangkan dinamika-
biasanya, dan lebih seringnya dengan malu- dinamika yang ada pada seluruh tingkatan ini.
malu, dapat membuat orang-orang berkumpul Peneliti gerakan sosial diharapkan mampu
bersama” (McAdam, Tarrow, dan Tilly, 1997: mengembangkan perpaduan antara faktor-
149). faktor yang bersifat struktural dari aksi-aksi

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 35


Dimpos Manalu

kolektif, sekaligus memberikan perhatian pergeserannya); dan (3) jaringan sosial yang
khusus pada partisipasi individu dan ada (a.l. luasnya jaringan kerja, derajat jaringan
pembentukan identitas. mendukung munculnya pemimpin baru, jalur-
Dalam semangat seperti disebutkan di atas, jalur komunikasi, dan perasaan identitas
teori-teori gerakan sosial masa kini cenderung kelompok). Hanya dengan demikianlah kiranya
melakukan pendekatan eklektis dalam para peneliti gerakan sosial mampu
memahami gerakan sosial, dengan meminjam memberikan penjelasan yang baik dan
penjelasan-penjelasan yang relevan dari memadai.
semua perspektif yang ada. Kecenderungan
itu kemudian diarahkan secara lebih sistematis
Teori Gerakan Sosial dalam
pada dua level berikut ini (Canel, 1997: 217-8;
Perubahan Kebijakan Publik
Halcli, 2000: 470-2). Kebijakan publik dalam kaitan ini
merupakan esensi dari hubungan negara
Pertama, faktor-faktor yang berkaitan
dengan warganya di dalam suatu sistem politik
dengan proses makro. Teori gerakan sosial
tertentu. Ketika berbicara tentang negara, mau
diharapkan mampu memberikan penjelasan
tidak mau kita akan menyinggung secara lebih
pada faktor-faktor, antara lain, (1) potensi
spesifik kepada kebijakan publik. Seperti kata
struktural bagi aktivitas gerakan,
Arief Budiman (1996: 89), kebijakan
mengidentifikasi ketegangan sistemik,
merupakan keputusan-keputusan publik yang
kontradiksi, dan konflik yang dapat mendorong
diambil oleh negara dan dilaksanakan oleh
bertumbuhnya aktor-aktor baru; (2) penjelasan
aparat birokrasi. Prosesnya meliputi tujuan-
yang luas tentang sistem politik dan kaitan
tujuan negara dan cara pengambilan
antara negara dan masyarakat sipil, termasuk
keputusannya, orang-orang atau kelompok-
di dalamnya proses politik dan perubahan di
kelompok yang dilibatkan, dan bagaimana
dalam struktur peluang politik; dan (3) proses
kebijakan ini dilaksanakan oleh aparat
yang berlangsung ketika identitas kolektif
birokrasi. Batasan ini tampaknya berdekatan
dibentuk dan dilegitimasi, termasuk tradisi
dengan definisi Dye (1972), yang menyatakan
politik dan kultural, perasaan bersama,
kebijakan publik sebagai “apapun keputusan
ideologi, dan praktik-praktik hegemoni.
negara untuk melakukan atau tidak melakukan
Kedua, faktor-faktor yang berkaitan dengan sesuatu” atau Meyer (2007: 172) sebagai
proses mikro dan faktor-faktor yang meliputi “beraksi atau tidaknya pemerintah”.
aksi strategis-instrumental. Pada level ini
Meskipun belum menjadi titik fokus,
analisis teori diharapkan mampu memberikan
kebijakan publik sebenarnya telah menjadi titik
penjelasan yang baik pada (1) dinamika-
perhatian para sarjana gerakan sosial.
dinamika mobilisasi (a.l. manajemen sumber
Meskipun harus diakui, kebijakan publik masih
daya, strategi dan taktik, peran pemimpin,
menjadi kajian minor dalam studi-studi mereka,
respons lawan, dan prosesnya); (2) dinamika-
katakanlah bila dibandingkan dengan
dinamika organisasi (a.l. penjelasan yang luas
perubahan sosial, politik, kultur, dan
mengenai proses rekrutmen, peran pemimpin
sebagainya yang lebih makro.
dan pihak-pihak lain, jenis tujuan dan

36 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

Beberapa studi gerakan sosial di tahun sosial ini bisa dilihat dari adanya keputusan
1960 dan 1970-an, misalnya, sudah mulai baru dan apakah keputusan itu benar-benar
memberi fokus pada kebijakan sebagai hasil dilaksanakan.
mobilisasi protes sosial. Michael Lipsky (1970) Mengutip Gamson (1975), della Porta dan
dalam Meyer (2002) menyatakan protes Diani (1999: 228) menyebutkan keberhasilan
merupakan strategi politik bagi masyarakat gerakan sosial dapat dilihat dari dua sisi, yakni
yang diposisikan tidak adil untuk adanya capaian-capaian baru dan tingkat
memperjuangkan kepentingan mereka melalui akseptasi. Yang pertama menyangkut
cara-cara yang konvensional. Demikian pula perubahan nyata kebijakan publik untuk
Piven dan Cloward (1971) dalam Meyer (2002) merespons tuntutan dan protes, sedangkan
secara langsung menunjukkan kaitan antara yang kedua bagaimana gerakan membawa
kebijakan kesejahteraan pemerintah terhadap hasil nyata di dalam sistem perwakilan
kaum miskin, untuk memelihara ketentraman kepentingan. Oleh Gamson, kedua variabel itu
sosial dan menghindari protes. Menurut dibedakan menjadi empat tipologi kesuksesan:
mereka, “mempertahankan kesejahteraan (1) pencapaian dan akseptasi sekaligus; (2)
adalah usaha yang penting dari pemerintah pengakuan tanpa pencapaian; (3) pencapaian
untuk mempertahankan perdamaian sosial, tanpa pengakuan; dan (4) tanpa pengakuan
keputusan kebijakan untuk menghindari dan pencapaian sekaligus.
protes”. Mereka juga menunjukkan protes yang
Berangkat dari kaca mata kebijakan publik,
mengacaukan merupakan cara yang paling
Schumaker (1975) dalam Burstein, dkk. (1995:
baik yang tersedia bagi kaum miskin untuk
228-4) dan Della Porta dan Diani (1999: 234-
memengaruhi kebijakan pemerintah untuk
5) memberikan tipologi yang lebih spesifik
kepentingan mereka sebab kebijakan
menyangkut dampak atau keberhasilan
kesejahteraan adalah cara (yang dilakukan
gerakan sosial dalam memengaruhi kebijakan.
pemerintah) untuk membeli agar mereka diam.
Pertama, terbukanya akses, yakni
Menurut Meyer (2002), meskipun karya Piven
mengindikasikan tingkat ketika pemilik otoritas
dan Cloward ini ditentang oleh banyak ahli,
(target) bersedia mendengarkan tuntutan
karya mereka tetap memberikan sumbangsih
organisasi gerakan. Kedua, respons di tingkat
bagaimana protes bekerja memengaruhi
agenda ketika target atau pemilik otoritas rela
kebijakan.
menempatkan tuntutan gerakan pada agenda
Sementara itu, della Porta dan Diani (1999: politiknya. Ketiga, respons kebijakan, yakni
233) menyatakan hal pertama untuk melihat ketika pemilik otoritas mengadopsi kebijakan
sejauh mana dampak yang ditimbulkan oleh baru (khususnya legislasi) yang kongruen
gerakan sosial adalah perubahan kebijakan dengan manifestasi tuntutan gerakan.
yang kemudian ditimbulkannya. Umumnya, Keempat, hasil yang dicapai, yakni jika pemilik
menurut mereka, gerakan sosial dibangun otoritas secara efektif mengimplementasikan
untuk merefleksikan ketidakpuasan terhadap kebijakan baru. Kelima, dampak yang terjadi,
kebijakan yang sedang berlangsung. Lebih yakni tingkat ketika aksi-aksi maupun respons
konkret lagi, menurut mereka, dampak gerakan

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 37


Dimpos Manalu

sistem politik berhasil meredakan dan menawar terbukanya akses, tetapi tidak cukup
menjawab tuntutan gerakan. untuk menghasilkan respons kebijakan, hasil,
Berdasarkan skema yang ditawarkan dan dampaknya. Demikian pula taktik yang
Schumaker ini, kemudian Burstein, dkk. (1995: mengacaukan bisa membantu organisasi
284) mengembangkan respons kebijakan gerakan memenangkan ruang di dalam agenda
tersebut menjadi tipe-tipe, sebagai berikut. politik atau adopsi legislasi, namun harus
dicatat penyelenggaraan legislasi masih
Tipe Contoh membutuhkan kecakapan teknis dan legal,
serta kapasitas untuk memonitor aktivitas para
Akses Partisipan gerakan menyampaikan
petisi dalam rapat dengar pendapat pelaku legislasi tersebut (Burstein, dkk., 1995:
di parlemen/kongres 284).
Agenda Daftar tuntutan diperkenalkan di Namun demikian, pengukuran sedemikian
parlemen
ini tentu saja problematis dan terkesan
Kebijakan Legislasi yang diharapkan diadopsi positivistik, khususnya bagi ahli-ahli kulturalis
Hasil Legislasi diselenggarakan seperti dalam perspektif gerakan sosial baru.
sebagaimana diharapkan gerakan Bagi mereka, kesuksesan gerakan sosial
Dampak Legislasi mencapai konsekuensi- tidaklah harus selalu diukur dengan respons-
konsekuensi yang diharapkan respons yang bersifat struktural atau produk
Struktural Perubahan sistem dan kebijakan tertentu. Efek gerakan sosial bisa
meningkatnya pengaruh gerakan
juga dilihat dari pengaruhnya di dalam
perubahan kultural yang tidak selalu bisa diukur
Akan tetapi, berbeda dengan tahapan dan secara ajeg, yakni dengan memperkenalkan
siklus yang dikenal di dalam teori-teori istilah kode-kode baru. Gerakan sosial juga
kebijakan konvensional, dalam hal ini memiliki kapasitas dalam mendorong isu-isu
kesuksesan sebuah gerakan sosial dipahami tertentu menjadi tema dan dirasa penting di
tidak berlangsung secara linear. Pilihan-pilihan dalam perdebatan publik. Atau gerakan sosial
strategi gerakan dan besarnya sumber daya juga bisa memprovokasi sensitivitas aktor-aktor
yang dikerahkan, misalnya, amat berdampak di arena politik dan arena publik secara luas
pada hasil atau respons yang dicapai. Sumber untuk bekerja sesuai dengan tujuan-tujuan
daya dan strategi tertentu, dengan demikian, gerakan (Melluci dan Kriesi, dkk. dalam della
kemungkinan besar bisa menjadi lebih efektif Porta dan Diani, 1999: 236).
terhadap tercapainya respons-respons yang Selanjutnya, pertanyaan yang kemudian
berbeda. perlu ditelusuri lebih jauh adalah dalam kondisi
Protes yang disertai dengan kekerasan atau sistem politik seperti apakah gerakan
sebagai strategi akan cenderung memperoleh sosial diperlukan? Apakah gerakan sosial
kemenangan simbolis (terbukanya akses) menjadi ciri khas sebuah sistem politik tertentu?
ketimbang perubahan aktual. Kekerasan akan Menurut Jenkins dan Klandermans (1995),
memberikan sumber daya yang cukup bagi hakikat dan perkembangan gerakan sosial
organisasi gerakan untuk melakukan tawar- tidak bisa dipahami tanpa mengaitkannya

38 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

dengan sistem politik secara luas dan secara pada tuntutan perubahan sosial, menuntut
khusus menyangkut peran yang dimainkan perubahan keberadaan negara sendiri, atau
negara. Sebagai institusi yang memiliki pun perubahan menyangkut kelembagaan
legitimasi untuk melakukan kekerasan, negara yang lebih sempit. Kedua, negara menciptakan
merupakan penguasa yang paling tinggi dalam iklim politik tempat gerakan sosial berlangsung,
menentukan hal-hal yang bersifat umum. Oleh memberikan peluang atau sebaliknya
karena itu, secara bersamaan negara menjadi hambatan pada keberlangsungan gerakan itu,
target, sponsor, dan lawan bagi gerakan sosial yakni berupa akses institusional maupun
dalam peranannya sebagai organisator sistem perlindungan terhadap hak-hak sipil dan politik.
politik dan wasit kemenangan. Sebagai Secara khusus di negara-negara berkembang,
organisator sistem politik, negara membentuk perjuangan untuk meraih hak-hak ini telah
hubungan antara gerakan sosial dan sistem menjadi sasaran penting gerakan-gerakan
perwakilan kepentingan yang terlembaga. sosial. Ketiga, karena gerakan sosial
Menurut mereka, meskipun teori mobilisasi merupakan sebuah gugatan terhadap
sumber daya dan gerakan sosial baru representasi politik. Semua negara modern
menunjukkan keterkaitan politis dan membutuhkan sistem untuk
memberikan banyak gagasan yang menarik merepresentasikan kepentingan-kepentingan
tentang politik protes sosial, mereka tidak sosial berhadapan dengan negara. Di negara
mengembangkan analisis komparatif komunis, misalnya, partai mengklaim mewakili
hubungan antara negara dan gerakan sosial. seluruh kepentingan rakyat, sementara di
Di samping mereka tidak menguji struktur dan negara demokrasi liberal, partai politik dan
kepentingan negara itu sendiri, teori-teori ini asosiasi kepentingan mengklaim mewakili
juga kurang memperhitungkan politik asal- berbagai kelompok masyarakat. Dalam hal ini,
muasal protes sosial. Sementara teori gerakan sosial merupakan bentuk representasi
mobilisasi sumber daya mengabaikan langsung menyerupai konsep-konsep klasik
masalah-masalah ideologi dan kesadaran, demokrasi partisipatoris, alat untuk
gerakan sosial baru melakukan penekanan merepresentasikan yang tidak terwakili dan
yang berlebihan pada tujuan-tujuan apolitis menandingi oligarki yang telah berurat berakar
para pemrotes kontemporer. Dengan atau para elite yang hanya memperjuangkan
membangun teori tentang negara, kita berada nasibnya sendiri.
pada titik pusat perhatian politik modern: Hal ini kiranya menegaskan kembali
struktur kekuasaan dan perjuangan aktor-aktor peranan gerakan sosial tidak saja dibutuhkan
dan kelompok-kelompok baru dalam di dalam sistem politik yang otoritarian, tetapi
menempatkan pengaruh politiknya. juga di dalam sistem politik demokrasi. Jika di
Lebih jauh, Jenkins (1995) mengemukakan dalam sistem yang pertama berbagai bentuk
ada tiga alasan penting untuk mengaitkan studi dan mekanisme perwakilan politik tidak dapat
gerakan sosial dengan negara. Pertama, bekerja dengan baik, di dalam sistem politik
karena gerakan sosial amat bersifat politis. demokrasi pun gerakan sosial menjadi pilihan
Politis karena gerakan sosial mendasarkan diri politik representasi langsung bagi warga

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 39


Dimpos Manalu

negara untuk mengatasi adanya berlangsung sistem perwakilan politik secara


kecenderungan elitisme dan birokratisme yang mapan, terutama hadirnya partai-partai politik,
diyakini menjadi “penyakit” bawaan sistem ini. asosiasi-asosiasi kepentingan resmi, dan
Secara diagramatis, Jenkins dan lembaga-lembaga sosial lain yang mengklaim
Klandermans (1995: 5) kemudian diri sebagai agensi representasi sekaligus
menggambarkan hubungan gerakan sosial agregasi kepentingan-kepentingan publik.
dengan negara dan sistem politik secara luas Di sisi lain, hubungan yang ingin diajukan
sebagai berikut. dalam konteks ini adalah pada sisi tengah dan
Negara kanan (panah b, c, e), yakni pada upaya-upaya
gerakan dan dampak protes sosial pada sistem
a1 b2 politik dan sebaliknya dampak yang
a2 b1 ditimbulkan sistem politik pada gerakan sosial.
Dengan demikian, gerakan sosial merupakan
saingan potensial bagi sistem politik perwakilan
c1
Sistem
Perwakilan
Gerakan
Sosial
dan bisa memainkan peran besar dalam
Politik c2 merestrukturisasi hubungan negara dengan
warga negara, baik di negara-negara
d2 e1
e2 demokratis maupun di negara-negara
d1
otoritarian. Gerakan sosial sering kali
menciptakan isu-isu alternatif yang kemudian
Warga Negara diadopsi lembaga-lembaga perwakilan formal,
Permasalahan yang berkaitan di dalam bahkan mengintroduksinya ke dalam kebijakan
hubungan tiga arah antara gerakan sosial, publik, di pihak lain gerakan sosial juga bisa
perwakilan politik, dan negara adalah sejauh membentuk dan memengaruhi perilaku,
mana peluang yang diberikan perwakilan politik bentuk-bentuk aksi, maupun orientasi politik
pada gerakan sosial, dampak protes sosial publik.
pada partai politik dan proses-proses politik Dapat disimpulkan, diagram ini secara
resmi, dan implikasi yang ditimbulkan oleh sederhana dapat membantu pemahaman kita
hubungan-hubungan tersebut pada negara dalam melihat adanya dua pilihan bagi publik
demokratis modern. atau warga negara dalam memperjuangkan
Merujuk kepada Jenkins dan Klandermans, kepentingannya berhadapan dengan otoritas
segi empat berlian di atas menunjukkan negara, yakni sistem perwakilan poltik dan
perbedaan hubungan yang perlu ditempatkan gerakan sosial. Diagram ini juga menunjukkan
dalam mendiskusikan hubungan negara dan adanya kaitan korelasional antara berfungsi
gerakan sosial. Pada sisi kiri (panah a dan d) tidaknya lembaga-lembaga perwakilan politik
berkaitan dengan hubungan antara warga resmi (formal) di satu sisi dan peran gerakan
negara dengan negara melalui sistem politik sosial di sisi lain.
perwakilan, khususnya di dalam demokrasi Pertama, semakin sistem dan mekanisme
liberal. Dalam hal ini diasumsikan telah perwakilan politik berfungsi dengan baik dalam

40 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

kerangka mewakili dan memperjuangkan sebagainya yang juga mengancam eksistensi


kepentingan masyarakat, maka peran gerakan demokrasi itu sendiri. Dalam kaitan ini, di satu
sosial sebagai ‘substitusi’ atau alternatif jalur sisi gerakan sosial berfungsi --kalau bisa
representasi politik akan semakin kecil, dan menggunakan terminologi Anthony Giddens
demikian sebaliknya. Gerakan sosial dalam (1999)-- sebagai kekuatan untuk
kaitan ini tidak hanya menggiring negara dan “pendemokrasian demokrasi” dari
pemerintahan otoritarian ke dalam krisis politik, kecenderungan elitisme dan birokratisme, di
tetapi juga mendorong transformasi rezim sisi lain gerakan sosial berfungsi --dalam
otoritarian menuju demokrasi yang bahasa Pedro Ibarra-- sebagai para penantang
terkonsolidasi sebagaimana juga telah terjadi dan mereka yang mempertahankan demokrasi
dalam gelombang dan dinamika demokratisasi (Ibarra, 2003: 1).
di Amerika Latin, Eropa Timur dan Tengah, dan Singkatnya, kedua jalur politik yang tersedia
Afrika Selatan (Ibarra, 2003). Dalam konteks bagi warga negara tersebut --gerakan sosial
Indonesia, misalnya, gerakan sosial tidak saja dan mekanisme perwakilan politik-- bukan saja
diperlukan dan telah berhasil meruntuhkan saling berkompetisi, tetapi juga saling
pemerintahan Orde Baru yang otoritarian, melengkapi, serta selalu relevan di dalam
tetapi juga relevan dalam mempromosikan dan sistem politik, baik yang otoritarian maupun
membangun demokrasi di dalam proses demokratis.
pelembagaan politik pasca-Orde Baru.
Kecenderungan untuk menempuh jalur Berkaca dari Kasus Gerakan
gerakan sosial juga masih sangat relevan bagi Perlawanan Masyarakat di Toba
masyarakat dalam memperjuangkan hak- Samosir
haknya maupun mendorong perubahan
Gerakan perlawanan masyarakat di Porsea
kebijakan publik yang lebih adil dan demokratis
(Toba Samosir) sekitarnya adalah salah satu
pada era pasca-Orde Baru sekarang ini.
kasus yang hendak diajukan untuk
Kedua, sebagaimana disinggung di bagian menunjukkan relevansi peranan gerakan sosial
awal, sistem perwakilan politik di negara- dalam mengubah keputusan dan kebijakan
negara demokratis sekalipun bukannya tidak pemerintah, sekaligus mendorong perubahan-
memiliki problem (seperti birokratisme dan perubahan karakter manajemen dan operasi
elitisme). Itu sebabnya dalam hal ini peran perusahaan PT. Inti Indorayon Utama.
gerakan sosial menjadi penting, terutama Perlawanan masyarakat ini telah berlangsung
sebagai agensi untuk memperbaiki dan sejak berdirinya pabrik bubur kertas dan rayon
melengkapi sistem perwakilan politik (formal) tersebut di Sosorladang, Porsea, sejak tahun
itu. Demokrasi yang berkembang di negara- 1986 hingga saat ini.
negara Barat juga dihinggapi kompleksitas
Pada awalnya, pendirian pabrik ini menjadi
masalah dalam perkembangan selanjutnya
kontroversi di Kabinet Soeharto antara Menteri
berkaitan dengan globalisasi, fragmentasi
Lingkungan Hidup Emil Salim dan Menristek
posmodernitas, identitas kolektif yang semakin
B.J. Habibie. Lokasinya dinilai tidak layak dan
menguat dan ekslusif, kekerasan dan teror, dan

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 41


Dimpos Manalu

riskan karena berada di hulu sungai Asahan menggenjot pendapatan dari sektor-sektor
dan dekat dengan permukiman padat. Pabrik nonmigas, salah satunya adalah sektor
yang dalam proses produksinya sarat dengan kehutanan. Kemudian sejak awal tahun 1990-
penggunaan bahan kimia berbahaya an pemerintah mendukung perkembangan
dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi industri bubur kertas menggantikan ekpor kayu
manusia dan lingkungan sekitarnya. Namun lapis (Resosudarmo, 2003).
kontroversi ini berakhir dengan kompromi di Kekhawatiran banyak pihak pabrik ini
antara kedua menteri karena Indorayon sangat berpotensi mencemari lingkungan dan
mendapat dukungan dari Presiden Soeharto. kesehatan makhluk hidup terbukti kemudian.
Tidak ada yang mengetahui alasan dan Sejak uji coba operasi 1988, Indorayon sudah
kepentingan apa sesungguhnya di balik mencemari Sungai Asahan yang berdampak
dukungan ini. Salah satu informasi yang bisa terhadap kesehatan dan menurunnya
dipertimbangkan adalah keikutsertaan anak pendapatan masyarakat nelayan di sepanjang
tertua Soeharto, Sigit Hardjojudanto, dalam aliran sungai. Kemudian pabrik yang
kepemilikan awal saham perusahaan ini menggunakan klorin dalam proses produksinya
(Wawancara Prof. Dr. Ing. K.T. Sirait, Jakarta, juga mengeluarkan bau busuk dan menyengat
23 November 2005). Kemudian Presiden yang tercium hingga radius puluhan kilometer.
Soeharto pun meresmikan PT. Inti Indorayon Masyarakat sekitar keberatan. Selain itu,
Utama pada 14 Desember 1989 bersama berbagai izin pendukung yang diberikan
dengan tujuh pabrik bubur kertas dan rayon instansi-instansi pemerintah juga menimbulkan
lainnya, seperti di Aceh, Jawa Barat, Jawa masalah lain. Menteri Kehutanan, misalnya,
Timur, dan Riau. memberi konsesi penebangan hutan yang tidak
Selain dukungan personal penguasa nomor jelas batas-batasnya, bahkan mengenai hutan
satu ini, dukungan Pemerintah Orde Baru lindung di sekitar Daerah Tangkapan Air Danau
terhadap keberadaan perusahaan ini juga Toba. Hal ini menimbulkan konflik dan
berkaitan dengan kebijakan ekonomi makro. perlawanan dari masyarakat di sekitar hutan
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan karena kemudian tanahnya dilindas Indorayon,
negara tropis terbesar ketiga di dunia setelah perambahan menimbulkan kekeringan, dan
Brasil dan Kongo, serta memiliki potensi hutan lain sebagainya. Sepanjang operasi
yang cukup besar dibandingkan dengan perusahaan, terjadi lagi berbagai macam
negara-negara lainnya. Setelah era bom pencemaran lingkungan, pelanggaran, dan
minyak periode 1974-1982 yang sangat pengabaian terhadap hak-hak masyarakat.
menguntungkan Indonesia berakhir, ditandai Manajemen perusahaan juga acap melakukan
dengan penurunan komoditi ekspor ini di pasar manipulasi, tidak acuh, dan terkesan ekslusif
internasional, Pemerintah Orde Baru mulai terhadap masyarakat sekitar. Pelanggaran-
melirik sumber-sumber pendapatan dalam pelanggaran ini pun mendapat protes dan
negeri untuk mempertahankan pertumbuhan perlawanan yang semakin massif dan meluas.
ekonomi. Kebijakan ekonomi yang ditempuh Indorayon memang bukan industri pertama
untuk mengatasi situasi ini, antara lain, adalah di sekitar Porsea. Sebelumnya, Pemerintah

42 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

Indonesia dan Jepang telah membangun PLTA Gerakan perlawanan masyarakat terhadap
di Sungai Asahan untuk mendukung industri proyek PLTA Sigura-gura sudah terjadi sejak
peleburan aluminium di Kuala Tanjung, Asahan. akhir 1970-an. Saat itu, beberapa kelompok
Proyek milik PT. Inalum ini juga meninggalkan warga protes dan mengajukan petisi kepada
luka bagi masyarakat Toba Samosir dan pemerintah, menolak ganti rugi yang tidak
Tapanuli umumnya. Pemanfaatan Sungai layak. Bahkan ada seorang warga, Idris
Asahan sebagai satu-satunya saluran keluar Siahaan, yang menggugat pemerintah dan PT.
air Danau Toba untuk memutar turbin melalui Inalum ke pengadilan —sebuah perlawanan
pembangunan terowongan dan bendungan- yang tergolong ‘radikal’ pada masa itu.
bendungan telah mengorbankan dua air terjun Dengan demikian, perlawanan masyarakat
yang indah berpotensi pariwisata, sekaligus Porsea terhadap Indorayon bukan peristiwa
menjadi kebanggaan alam Toba, yakni air terjun yang berdiri sendiri. Bibit-bibit perlawanan ini
Sigura-gura (di masa kolonial dikenal dengan sudah mulai berkecambah jauh-jauh hari
Wilhelmina Waterfall) dan Tangga. sebelum perusahaan tersebut hadir di
Proses pembebasan tanah saat Sosorladang. Secara kultural, orang-orang
pembangunan proyek Asahan ini juga tidak Batak amat menggandrungi konflik, bahkan
dilakukan secara baik dengan masyarakat konflik merupakan bagian yang melekat dalam
sekitar, termasuk di dalamnya sebagian kehidupan mereka. Secara historis, orang-
masyarakat Porsea. Alih-alih menerima “ganti orang Batak juga sudah pernah mengusir
untung”, malahan masyarakat menerima ganti maskapai perkebunan asing yang hendak
rugi yang tidak layak, hanya senilai sebungkus beroperasi di Tapanuli pada tahun 1917
rokok murahan (“Union”) untuk setiap meter meskipun disokong pemerintahan kolonial
persegi tanah-tanah produktif. Permukaan Belanda (Castles, 2001).
Danau Toba menyusut, masyarakat di Dalam konteks Indorayon, dukungan rezim
beberapa kabupaten yang mengitari Danau Orde Baru dan pemerintahan-pemerintahan
Toba pun terkena dampaknya. sesudahnya ternyata tidak mampu (secara
Pembangunan dua industri raksasa ini mudah) meredam perlawanan masyarakat.
bukannya menaikkan taraf hidup masyarakat Perlawanan-perlawanan yang pada awalnya
di sekitarnya. Kerugian dan malapetaka justru kecil dan sporadis, meskipun dihadapi dengan
datang silih berganti. Masyarakat Porsea yang tangan besi kekuasaan, justru bermetamorfosis
berada tidak jauh dari kedua proyek merasakan menjadi perlawanan yang masif dan militan.
dampak yang lebih besar. Kedua korporasi ini Perlawanan yang sejak awal hingga saat ini
berada di “halaman rumah”, tetapi mereka tidak didominasi kaum perempuan, ibu-ibu
bisa mengecap hasilnya. Orang-orang Batak, perdesaan dan miskin, justru menjadi
penduduk mayoritas di wilayah ini, menjadi perlawanan yang fenomenal serta mampu
korban pembangunan dan industrialisasi, yang bertahan selama sekitar dua dasawarsa, dan
didengung-dengungkan Orde Baru sebagai karena itu --seperti kata George J. Aditjondro
pembawa kesejahteraan dan kemakmuran. (2006)-- amat jarang ditemukan duanya di
Sebuah impian kosong dan kenyataan pahit. Nusantara ini.

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 43


Dimpos Manalu

Tidak banyak pula gerakan perlawanan Pemda Provinsi Sumatera Utara.


masyarakat di perdesaan Nusantara ini yang Pemberhentian ini memang dicabut hanya
mampu memaksa perusahaan raksasa beberapa hari kemudian, namun Indorayon
berhenti beroperasi sekian kali hingga terpaksa tidak bisa beroperasi karena
menderita kerugian lebih dari 210 juta dolar AS, perlawanan dan blokade yang dilakukan
bahkan terancam tutup. Secara bersamaan masyarakat.
mampu memaksa pemerintah beberapa Keempat, Presiden B. J. Habibie
generasi menelurkan serangkaian keputusan memutuskan Indorayon berhenti operasi
dan kebijakan yang akhirnya mendorong sementara sejak 19 Maret 1999 sambil
perubahan karakter dan manajemen korporasi menunggu audit independen. Keputusan ini
swasta, sebagaimana dilakukan masyarakat diambil setelah YPPDT dan Gubernur
Porsea dan sekitarnya terhadap Indorayon. Sumatera Utara T. Rizal Nurdin mendesak
Dalam hal ini, beberapa keputusan dan presiden segera mengambil keputusan untuk
kebijakan penting yang diambil pemerintah menghindari kekerasan dan korban lebih besar
berkaitan dengan Indorayon sebagai hasil di Porsea.
perlawanan masyarakat adalah sebagai
Kelima, 10 Mei 2000, sidang kabinet
berikut.
pemerintahan Abdurahman Wahid-Megawati
Pertama, diakui dan diterimanya class Soekarnoputri akhirnya mengambil kebijakan
action menjadi mekanisme atau lembaga jalan tengah, yakni menghentikan pabrik rayon
hukum baru menyusul gugatan masyarakat secara permanen dan meneruskan pabrik
yang diwakili Walhi dan YLBHI berdasarkan UU bubur kertas, yang dinilai sebagai win-win
4/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok solution bagi perusahaan dan masyarakat yang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP 29/ menuntut seluruh operasi pabrik tersebut
1986 tentang Analisis Mengenai Dampak dihentikan secara permanen.
Lingkungan sejak tahun 1988. Meskipun
Perlawanan masyarakat juga mendorong
demikian, terobosan hukum yang dijadikan
terjadinya perubahan struktur operasi dan gaya
yurisprudensi ini dinilai banyak pihak sebagai
manajemen Indorayon. Yang paling penting
unintended consequences.
dicatat adalah berhentinya operasi perusahaan
Kedua, dihentikannya operasi perusahaan ini secara total selama sekitar 4 tahun (sejak
selama 15 hari (5-20 November 1993) oleh 19 Maret 1999-6 Februari 2003). Secara
Pemda Tapanuli Utara setelah ribuan massa berkala, sejak audit Labat Anderson berakhir
menyerbu perusahaan serta melakukan Oktober 1995, terjadi perubahan-perubahan
perusakan dan pembakaran terhadap sejumlah parsial dalam teknologi produksi dan
fasilitas perusahaan. Aksi massa rakyat ini juga pengolahan limbah. Terakhir adalah lahirnya
mendorong pemerintah untuk melakukan audit “paradigma baru” dan semakin menyadari
total terhadap Indorayon dengan menunjuk adanya tanggung jawab sosial bersamaan
auditor Labat Anderson dari Virginia, AS. dengan reoperasi pabrik pulp sejak 6 Februari
Ketiga, dihentikannya operasi Indorayon 2003.
selama 4 bulan (5 Juni-28 Oktober 1998) oleh

44 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

Tabel 2
Dialektika Gerakan Rakyat dengan Kebijakan Pemerintah dan Indorayon
Periode Situasi dan Respons
Bentuk-bentuk
Gerakan Bentuk Isu/Tuntutan Sistem Politik Kebijakan Respons Indorayon
aksi
Rakyat Ketidakpuasan Pemerintah
1986-1992: Pencaplokan Ganti rugi Petisi Otoritarian Mengakui Pendekatan elite
Perlawanan tanah (mayor) Perlawanan di Pendekatan berlakunya dan “budaya”
sporadis Pecahnya Pengembalian lahan kekuasaan, Class Action Manipulasi hukum
penampung tanah adat birokrasi, (gugatan adat (pago-pago)
Demo Walhi)
limbah (minor): kasus (Sugapa) polisi dan Bersedia secara
pencemaran Sugapa militer parsial menerima
Gugatan
sungai Asahan. Pencabutan Walhi ke tuntutan ganti rugi
Pencemaran izin pengadilan Mengembalikan
udara operasional tanah rakyat total
(gugatan Gugatan ke
Tanah longsor pengadilan 1.600 ha
Walhi)
Monopoli kayu (Samidun, cs)
dan hasil hutan
Ganti rugi tidak
memadai
Pembabatan
hutan
1993: Meledaknya Tutup Demo Otoritarian Pemkab. Pendekatan elite:
Embrio tabung klorin: Indorayon Petisi Pendekatan Tapanuli Kesepakatan YTP
perlawanan pengungsian (mayor) kekuasaan, Utara: Arjuna
besar-besaran Kerusuhan Berhenti
bersama Ganti rugi birokrasi, Memberikan janji-
Pencemaran (minor) polisi dan operasi janji yang tidak
Sungai Asahan militer sementara dipenuhi
Pencemaran Pemerintah
udara: bau Pusat:
Keputusan
audit total
1994-1997: Pencemaran Ganti rugi Dialog dengan Otoritarian Pemerintah Melakukan
Penurunan udara: bau (mayor) perusahaan Pendekatan Pusat: perubahan
dan Pendapatan: Audit total Petisi kekuasaan, pelaksanaan teknologi secara
deradikaliasi hasil pertanian (minor) birokrasi, audit total parsial
gerakan menurun, polisi dan oleh Labat Memberikan ganti
Tutup Anderson, AS
ternak mati. Indorayon militer rugi secara
(minor) parsial

1998-2002: Keresahan Tutup Demo Reformasi Pemda Total 4 tahun


Bangkitnya karena isu dan Indorayon Petisi Pendekatan Provinsi: tidak beroperasi
gerakan upaya secara kekuasaan, Tutup karena
reoperasi permanen dan Pengrusakan sementara 5 perlawanan
bersama rumah pro- birokrasi,
yang masif Indorayon. no audit polisi dan bulan masyarakat
(mayor) buka: konflik
dan solid Kekerasan, horizontal militer, dialog, BJ Habibie: Rekayasa
penangkapan, negosiasi Berhenti Kesepakatan
pemenjaraan Blokade sementara Mendorong
Konflik Ranjau Keputusan organisasi dan
horizontal Kerusuhan Gus Dur- LSM tandingan
Lingkungan Mega: Rayon Janji Paradigma
membaik, tutup Baru
pendapatan permanen,
meningkat pulp jalan
terus
2003-2005: Toba Pulp Tutup Demo Transisi Reoperasi Implementasi
Mengarah ke Lestari Indorayon Petisi Pendekatan pabrik pulp paradigma baru
stagnasi beroperasi: secara kekuasaan, tanggung jawab
gerakan pencemaran permanen Blokade sosial perusahaan
birokrasi,
lingkungan (mayor) Mogok pasar, polisi dan YPMT/S dan
kembali sekolah, aksi militer pengembangan
bugil masyarakat
Ranjau
Tulis dinding

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 45


Dimpos Manalu

Pemerintah Orde Baru dan pemerintahan- berangkat dari dua rasionalitas yang berbeda:
pemerintahan sesudahnya sesungguhnya rasionalitas ekonomi versus lingkungan dan
memiliki kecenderungan untuk kualitas hidup, rasionalitas penguasa dan
mempertahankan secara total operasi pabrik rakyat, cara pandang pelaksana kebijakan dan
Indorayon meliputi dua bidang besar usahanya: korban kebijakan, serta segala kompleksitas
pabrik bubur kertas dan rayon. Akan tetapi, yang ada di dalamnya.
sekali lagi, gerakan dan perlawanan Kebijakan pemerintah mempertahankan
masyarakat memaksa pemerintah untuk perusahaan pada kenyataannya tidak selalu
mengambil kebijakan win-win solution dengan dilandasi oleh rasionalitas murni di atas. Di
menutup pabrik rayon secara permanen dan dalamnya acap kali terselip kepentingan-
meneruskan pabrik bubur kertas untuk kepentingan tertentu para pelaksana kebijakan,
menjaga kelangsungan investasi Indorayon, apakah itu kepentingan politik kekuasaan,
sekaligus mengakomodasi tuntutan akses finansial, relasi individual, dan lain
masyarakat yang telah berlangsung sekitar 20 sebagainya. Di dalam kebijakan yang tampak
tahun. Walau harus dicatat kebijakan “jalan rasional, sesungguhnya melekat adanya
tengah” ini bukan merupakan solusi terbaik dan kepentingan-kepentingan di luar ideal
memuaskan terutama bagi masyarakat dan rasionalitas itu. Hal inilah yang acap kali
(mungkin) perusahaan. dinafikan ketika melakukan analisis kebijakan
Pemerintah mempertahankan operasi sehingga pemerintah, dalam hal ini sebagai
Indorayon atas nama investasi, penyediaan pembuat dan pelaksana kebijakan, seolah-olah
lapangan kerja, pendapatan, dan devisa selalu ditempatkan pada posisi memikirkan dan
negara. Terutama setelah diberlakukannya melakukan yang terbaik demi kepentingan dan
otonomi daerah sejak tahun 1999 dan mulai kesejahteraan umum sebagai pemerintah yang
berlaku efektif sejak tahun 2001, pemerintah baik dan negara yang budiman.
daerah berharap perusahaan ini memberikan Dengan demikian, gerakan perlawanan
kontribusi yang cukup besar mengisi masyarakat telah menunjukkan dua kontribusi
pendapatan asli daerah. Inilah aspek sekaligus: mendorong perubahan dan lahirnya
rasionalitas yang mendasari kebijakan keputusan maupun kebijakan baru pemerintah
pemerintah mempertahankan keberadaan serta mendorong perubahan perilaku
perusahaan tersebut. Di sisi lain, masyarakat pengusaha (bisnis) agar memiliki tanggung
Tapanuli, khususnya Toba Samosir, dan lebih jawab sosial terhadap masyarakat di
spesifik lagi masyarakat Porsea sekitarnya, sekitarnya. Perubahan-perubahan ini mustahil
merasakan kehadiran perusahaan terjadi karena niat baik pemerintah dan
menyebabkan pendapatan mereka menurun, perusahaan. Dalam konteks inilah peran
kualitas lingkungan hidup memburuk, gerakan perlawanan masyarakat dalam
kesehatan terganggu, terjadinya pelanggaran memengaruhi keputusan dan kebijakan
hak-hak asasi manusia, dan dampak-dampak pemerintah menjadi relevan.
lain sebagai akibat pencemaran udara dan air.
Meskipun perlawanan masyarakat belum
Dengan demikian, pemerintah dan masyarakat
meraih target maksimalnya menutup

46 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

perusahaan bubur kertas dan rayon tersebut melalui tahapan-tahapan berikut ini. Pertama,
secara keseluruhan dan permanen, harus pengenalan masalah dan identifikasi isu;
diakui perlawanan masyarakat Porsea telah kedua, penyusunan agenda; ketiga, formulasi
menorehkan catatan dan capaian-capaian kebijakan; keempat, adopsi kebijakan; kelima,
berharga dan fenomenal di tengah-tengah implementasi kebijakan; dan keenam, analisis
munculnya banyak perlawanan-perlawanan dan evaluasi kebijakan (Theodoulou, 1995: 86-
masyarakat di seluruh Nusantara. Apa yang 87; bdk. Dunn, 2000: 24-25). Tahapan-tahapan
telah dicapai, betapapun kecilnya, kiranya bisa ini, oleh beberapa ahli, disebut sebagai siklus
dijadikan inspirasi bagi gerakan-gerakan kebijakan (Lester dan Steward, 2000: 5) atau
perlawanan masyarakat kecil, petani, dan sebagai “siklus yang berlangsung secara
kaum marginal lainnya di tempat lain. Perlu dinamis” (Theodoulou, 1995: 87).
kiranya ditambahkan keputusan-keputusan ini Dalam konteks inilah tampak pentingnya
lahir selama rentang waktu era kekuasaan gerakan sosial dalam memengaruhi kebijakan
Orde Baru yang otoriter dan rezim-rezim publik. Gerakan sosial menjadi alternatif yang
sesudahnya yang secara ekonomi politik telah lebih efektif dalam mendesakkan terjadinya
tertawan oleh ideologi pembangunan neoliberal perubahan kebijakan publik ketika berbagai
yang mengagung-agungkan investasi dan mekanisme dan jalur formal amat minim,
korporasi swasta. bahkan tertutup. Di sisi lain, berbagai
perdebatan “rasional” dan ilmiah di media
Refleksi Teoretis massa, perdebatan para ahli, kontroversi di
Gerakan perlawanan masyarakat Porsea gedung parlemen, atau berbagai prosedur
dan Toba Samosir sekitarnya versus Indorayon formal pengambilan kebijakan publik --yang
menjadi salah satu kasus menarik, hak-hak berada di dalam domain negara-- menjadi
masyarakat sipil bisa digapai serta pembuatan variabel-variabel yang hanya berarti dan
dan perubahan kebijakan publik bisa terjadi mungkin terjadi karena desakan gerakan sosial
karena desakan gerakan sosial dan tidak harus tersebut.
menunggu inisiatif aktor-aktor negara (birokrasi
dan parlemen) yang biasanya rumit dan Daftar Pustaka
distortif. Demikian pula mekanisme perubahan Aditjondro, George J. 2006. “Kultur Batak,
dan lahirnya kebijakan publik tidak mengikuti pedang bermata dua: belajar dari gerakan
logika-logika rasional dan rigid yang secara anti Indorayon”, pengantar buku Victor
umum di kenal dalam teori-teori klasik Silaen, Gerakan Sosial Baru: Perlawanan
kebijakan publik. Komunitas Lokal pada Kasus Indorayon di
Dengan demikian, kita bisa melihat gerakan Toba Samosir. Yogyakarta: IRE Press.
sosial tidak selalu, bahkan mengacuhkan Boudreau, Vincent. 2002. “State repression and
tahap-tahap maupun siklus kebijakan yang democracy protest in three Southeast Asian
dikenal dalam mainstream teori-teori kebijakan countries”, in David S Meyer, Nancy
publik yang terlalu menekankan pada prosedur Whittier, Belinda Robnett (eds.), Social
linear, legal-formal, dan elitis, yang biasanya Movements: Identity, Culture, and the State.

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 47


Dimpos Manalu

New York: Oxford University Press. Pp. 28- Della Porta, Donatella and Mario Diani. 1999.
46. Social Movements: An Introduction. Oxford:
Budiman, Arief dan Olle Törnquist. 2001. Aktor Blackwell.
Demokrasi: Catatan tentang Gerakan Denny J. A. 2006. Democratization from Below:
Perlawanan di Indonesia. Jakarta: Institut Protest Events and Regime Change in
Studi Arus Informasi (ISAI). Indonesia 1997-1998. Jakarta: Pustaka
Budiman, Arief. 1996. Teori Negara: Negara, Sinar Harapan.
Kekuasaan dan Ideologi. Jakarta: Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis
Gramedia Pustaka Utama. Kebijakan Publik. (Penyunting Muhadjir
Burstein, Paul, et. all. 1995. “The success of Darwin). Yogyakarta: Gadjah Mada
political movements: a bargaining University Press.
perspective”, in J Craig Jenkins and Bert Dye, Thomas R. 1972. Understanding Public
Klandermans (eds.), The Politics of Social Policy. New Jersey: Prentice-Hall.
Protest: Comparative Perspective on States Dye, Thomas R. and Harmon Zeigler. 1997.
and Social Movements. Minneapolis: “The irony of democracy”, in Eva Etzioni-
University of Minnesota Press. Halevy (ed.), Classes and Elites in
Callahan, William A. 1998. “Challenging the Democracy and Democratization: A
political order: social movements”, in Collection Reading. New York/London:
Richard Maidment et. all. (ed.), Governance Garland Publishing.
in The Asia-Pacific. London and New York: Eyerman, Ron and Andrew Jamison. 1991.
Roudledge and The Open University. Pp. Social Movements: a Cognitive Approach.
150-171. Pennsylvania: Pennsylvania University
Canel, Eduardo. 1997. “New social movement Press.
theory and resource mobilition theory: the Giddens, Anthony. 1999. The Third Way: Jalan
need for integration”, in Michael Kaufman Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial.
and Haroldo Dilla Alfonso, Community Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Power and Grassroot Democracy: The
Gills, Barry K. (ed.). 2000. Globalization and
Transformation of Social Life. London &
Politics of Resistance. New York: Palgrave.
New Jersey: Zed Books. Pp. 189-221.
Halcli, Abigail. 2000. “Social movements”, in
Castells, Manuel. 1997. The Power of Identity.
Gary Browning, et. all., (eds.),
Massachusetts: Blackwell Publiser.
Understanding Contemporary Society:
Castles, Lance. 2001. Kehidupan Politik Suatu Theories of The Present. London/Thousand
Keresidenan di Sumatera: Tapanuli 1915- Oaks/New Delhi: Sage Publications.
1940. Jakarta: Kepustakaan Populer
Ibarra, Pedro (ed.). 2003. Social Movements
Gramedia.
and Democracy. New York: Palgrave
Macmillan.

48 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262


Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik

Jenkins, J. Craig and Bert Klandermans (eds.). Alan S. Zuckerman (eds.), Comparative
1995. The Politics of Social Protest: Politics: Rationality, Culture, and Structure.
Comparative Perspective on States and Cambridge: Cambridge University Press.
Social Movements. Minneapolis: University Pp. 142-173.
of Minnesota Press. Meyer, David S. 2002. “Social movements and
Jenkins, J. Craig. 1995. “Social movements, public policy: eggs, chicken, and theory”,
political representation, and the state: an paper prepared for the workshop Social
agenda and comparative framework”, in J. Movements, Public Policy, and Democracy,
Craig Jenkins dan Bert Klandermans (eds.), University of California, Irvine, January 11-
The Politics of Social Protest: Comparative 13.
Perspective on States and Social ———————. 2007. The Politics of Protest:
Movements. Minneapolis: University of Social Movements in America. New York/
Minnesota Press. Oxford: Oxford University Press.
Klandermans, Bert. 1997. The Social Resosudarmo, Ida Aju Pradnja. 2003. “Tinjauan
Psychology of Protest. Oxford/Cambridge, atas kebijakan sektor perkayuan dan
MA: Blackwell. kebijakan terkait lainnya”, dalam Ida Aju
———————. 2005. Protes dalam Kajian Pradnja Resosudarmo dan Carol J Pierce
Psikologi Sosial. (Terjemahan Helly P. Colfer, Ke Mana Harus Melangkah?
Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Masyarakat, Hutan, dan Perumusan
Lester, James P. and Joseph Steward. 2000. Kebijakan di Indonesia. Jakarta: Yayasan
Public Policy: An Evolutionary Approach (2nd Obor Indonesia. Hlm. 156-175.
Edition). USA: Wadsworth. Silaen, Victor. 2006. Gerakan Sosial Baru:
Marcos, Subcomandante. 2003. Bayang Tak Perlawanan Komunitas Lokal pada Kasus
Berwajah: Dokumen Perlawanan Tentara Indorayon di Toba Samosir. Yogyakarta: IRE
Pembebasan Nasional Zapatista 1994- Press.
1996. Yogyakarta: Insist Press. Singh, Rajendra. 2001. Social Movements, Old
McAdam, Doug, John D McCarthy, and Mayer and New: a Post-Modernist Critique. New
N Zald (eds.). 1996. Comparative Delhi/Thousand Oaks/London: Sage
Perspectives on Social Movements: Publications.
Political Opportunities, Mobilizing Smith, Jackie, Charles Chatfield, and Ron
Structures, and Cultural Framing. Pagnucco (eds.). 1997. Transnational
Cambridge/New York: Cambridge Social Movements and Global Politics:
University Press. Solidarity Beyon the State. New York:
McAdam, Doug, Sidney Tarrow, and Charles Syracuse University Press.
Tilly. 1997. “Toward an integrated Tarrow, Sidney. 1998. Social Movements and
perspective on social movements and Contentious Politics. Cambridge:
revolution”, in Mark Irving Lichbach and Cambridge University Press.

Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262 49


Dimpos Manalu

Theodoulou, Stella Z. 1995. “How public policy Wilson, John. 1973. Introduction to Social
is made”, in Stella Z Theodoulou and Movements. New York: Basic Books.
Matthew A Chan (eds.), Public Policy: The
Essential Readings. New Jersey: Prentice
Hall. Pp. 86-96.

50 Populasi, 18(1), 2007, ISSN: 0853 - 0262

Anda mungkin juga menyukai