Anda di halaman 1dari 8

RESUME ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

Tugas Mata Kuliah:


Landasan Ilmu Pendidikan

Oleh:
Annisa Aulia (20176001)

Dosen Pengampu Matakuliah:


1. Prof. Dr. Ellizar, S.Pd.
2. Dr. Yerimadesi, S.Pd., M.Si.

PROGRAM PASCA SARJANA


PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
1. Pengertian Landasan Antropologi
Antropologi adalah kajian tentang manusia dan cara-cara hidup mereka.
Antropologi mempunyai dua cabang utama, yaitu antropologi yang mengkaji
evolusi fisik manusia dan adaptasinya terhadap lingkungan yang berbeda-beda,
dan antropologi budaya yang mengkaji baik kebudayaan-kebudayaan yang masih
ada maupun kebudayaan yang sudah punah. Secara umum antropologi budaya
mencakup antropologi bahasa yang mengkaji bentuk-bentuk bahasa, arkeologi
yang mengkaji kebudayaan-kebudayaan yang masih punah, etnologi yang
mengkaji kebudayaan yang masih ada atau kebudayaan yang hidup yang masih
dapat di amati secara langsung.
Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Lahir atau muncul berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya
yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal di daerah yang sama, antropologi mirip
seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitikberatkan pada masyarakat dan
kehidupan sosialnya.
Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan percobaan
yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai praktek pendidikan dalam
perspektif budaya, sehingga antropolog menyimpulkan bahwa sekolah merupakan
sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing
masyarakat. Namun ada kalanya sejumlah metode mengajar kurang efektif dari
media pendidikan sehingga sangat berlawanan dengan data yang didapat di
lapangan oleh para antropolog. Tugas para pendidik bukan hanya mengeksploitasi
nilai kebudayaan namun menatanya dan menghubungkannya dengan pemikiran
dan praktek pendidikan sebagai satu keseluruhan.
Sebagai suatu disiplin ilmu yang sangat luas cakupannya, maka tidak ada
seorang ahli antropologi yang mampu menelaah dan menguasai antropologi
secara sempurna. Demikianlah maka antropologi dipecah – pecah menjadi
beberapa bagian dan para ahli antropologi masing – masing mengkhususkan diri
pada spesialisasi sesuai dengan minat dan kemampuannya untuk mendalami studi
secara mendalam pada bagian – bagian tertentu dalam antropologi. Dengan
demikian, spesialisasi studi antropologi menjadi banyak, sesuai dengan
perkembangan ahli – ahli antropologi dalam mengarahkan studinya untuk lebih
mamahami sifat – sifat dan hajat hidup manusia secara lebih banyak.

2. Sejarah Perkembangan Antropologi


Tahap pertama, antropologi muncul ketika orang pribumi di Asia, Afrika
dan Amerika didatangi oleh orang Eropa. Orang Eropa tertarik kepada orang
pribumi karena kebudayaan orang Eropa sangat berbeda dengan kebudayaan
orang pribumi.
Tahap kedua, antropopologi telah berkembang dengan tujuan utama
untuk mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah dan evolusi
dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Tahap ketiga, pada fase perkembangan ketiga ini, antroplogi menjadi
suatu ilmu yang praktis, dengan tujuannya adalah mempelajari masyarakat dan
kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan kolonial dan guna
mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
Tahap keempat, antropologi mengalami masa perkembangan yang paling
luas, baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti
maupun mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Pada masa
perkembangan ini, antropologi mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan akademis dan
tujuan praktis.
Tujuan akademis dari ilmu ini adalah mencapai pengertian tentang
makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk
fisiknya, masyarakat serta kebudayaan, sedang tujuan praktis dari ilmu
antropologi adalah mempelajari manusia dalam aneka warna masyarakat suku
bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.
Dari tahap-tahap perkembangan ilmu antropologi tampak bahwa sebagaimana
halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain ilmu pengetahuan antroplogi pun
terus mengalami perkembangan.
Pada tahap awal sejarah perkembangannya, antropologi hanya
bersifat deskripsi, kemudian dalam perkembangannya bahasan/ulasan
antropologi disertai penjelasan atas dasar analisis dari interaksi antara manusia
dengan kebudayaannya. Di samping itu, antropologi mempunyai perhatian utama
adanya perbedaan dan persamaan (keanekawarnaan) berbagai manusia (ras) dan
budaya di muka bumi.

3. Manfaat Landasan Antropologi dalam Pendidikan


Memahami latar siswa yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa. Oleh karena itu,
antropologi dibutuhkan sebagai landasan dalam pendidikan. Antropologi dalam
pendidikan memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1) Dapat mengetahui pola perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat
secara Universal maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap masyarakat
(suku bangsa).
2) Dapat mengetahui kedudukan serta peran yang harus kita lakukan sesuai
dengan harapan warga masyarakat dari kedudukan yang kita sandang.
3) Dengan mempelajari antropologi akan memperluas wawasan kita terhadap
tata pergaulan umat manusia diseluruh dunia khususnya Indonesia yang
mempunyai kekhususankekhususan yang sesuai dengan karakteristik
daerahnya sehingga menimbulkan toleransi yang tinggi
4) Dapat mengetahui berbagai macam problema dalam masyarakat serta
memiliki kepekaan terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang
menyenangkan serta mampu mengambil inisiatif terhadap pemecahan
permasalahan yang muncul dalam lingkungan masyarakatnya.
Dari manfaat diatas dapat disimpulkan bahwa, antropologi dapat menjadikan
bangsa Indonesia yang memiliki jiwa nasionalis.
4. Pengaruh Antropologi Terhadap Lingkungan dan Masyarakat
Perbedaan geografis mencakup perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh
faktor geografis seperti letak daerah, misalnya: pantai, daerah pegunungan, daerah
tropis, daerah sub tropis, daerah subur, daerah tandus, dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan tersebut melahirkan pula perbedaan kebudayaan, baik
dalam wujud ide-ide, pola, tingkah laku maupun kebudayaan. Di daerah subur
seperti di Indonesia, dimana manusia tidak perlu berjuang keras untuk
mempertahankan hidupnya, dimana sumber-sumber alam relatif mudah diambil,
membuat manusia juga bermurah hati terhadap sesamanya, sehingga bila ada
seorang warga masyarakat yang mengalami kekurangan, orang launn dengan
mudahnya membantu orang yang menderita tersebut. Karena itu terutama di
pedesaan, dimana kebutuhan hidup dari alam sekitar relatif lebih mudah
didapatkan, perasaan gotong-royong antar warga masyarakat sangat tinggi.
Sebaliknya di daerah perkotaan dimana manusia harus berusaha lebih keras untuk
mempertahankan hidupnya, maka perasaan gotong-royong itu makin menipis, dan
perasaan individualitasnya lebih tinggi.
Landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
kaidahkaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh :
perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: system mata
pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). Mengimplikasikannya perlu diberlakukan
kurikulum muatan lokal. Dari paparan diatas pendidikan perlu dilandasi
antropologi karena melalui antropologi bisa membuka diri tentang
keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia dan menghargai
kebudayaan orang lain.

5. Implikasi Landasan Antropologi dalam Pendidikan


1) Identifikasi kebutuhan belajar masyarakat
Identifikasi kebutuhan masayarakat ini bersumber dari informasi masyarakat
sekitar. Masyarakat tersebut terdiri dari tokoh masyarakat, baik secara formal
maupun informal, tokoh agama, dan perwakilan masyarakat kelas bawah. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh informasi dan data yang dijadikan bahan
pengembangan kurikulum.
2) Keterlibatan partisipasi masyarakat
Setelah mengidentifikasi kebutuhan belajar, maka masyarakat ikut serta
dalam merancang kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, menentukan
nara sumber sebagai fasilitator, dan ikut menilai hasil belajar.
3) Pemberian pendidikan kecakapan hidup
Pendidikan kecakapan hidup merupakan pendidikan dalam bentuk pemberian
keterampilan dan kemampuan dasar pendukung fungsional, membaca, menulis,
berhitung, memcahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam
kelompok, dan menggunakan teknologi

6. Aplikasi Landasan Antropologi dalam Pendidikan Saat Ini

1) Model pembelajaran berbasis budaya lokal.


Model pembelajaran ini diterapkan melalui muatan lokal. Materi disesuaikan
dengan potensi lokal masing-masing daerah di lingkungan sekolah. Sehingga
siswa dapat mengenali potensi budayanya sendiri, mengembangkan budaya,
menumbuhkan cinta tanah air, dan mempromosikan budaya lokal kepada daerah
lain.
2) Metode pembelajaran karya wisata
Guru mengajak siswa ke suatu tempat ( objek ) tertentu untuk mempelajari
sesuatu dalam rangka suatu pelajaran di sekolah. Metode karyawisata berguna
bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam lingkungan
beserta segala masalahnya . Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor,
percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai
sejarah/kebudayaan tertentu.
3) Pembelajaran dengan modeling
Modelling adalah metode pembelajaran dengan menggunakan model (guru)
sebagai obyek belajar perubahan tingkah laku yang kemudian ditiru oleh siswa.
Modelling bertujuan untuk mengembangkan keterampilan fisik dan mental siswa.
DAFTAR PUSAKA

Alam, B. (2006). Antropologi dan Civil Society: Pendekatan Teori Kebudayaan.

Antropologi Indonesia, 30(2), 193–200. https://doi.org/10.7454/ai.v30i2.3564

Mahmud, & Suntana, I. (2012). Antropologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Mardia, & Rahmat, A. (2018). Sosio Antropologi Pendidikan. Yogyakarta: Zahir

Publishing.

Rohmad, Z. (2018). Problematika Pendidik Sosiologi Antropologi Di Masyarakat

Multikultural. Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi Dan Antropologi, 2(1),

151–172.

Supardan, H. D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.


Mind Mapping

Anda mungkin juga menyukai