Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Metode Ijtihad


Kata ijtihad menurut Bahasa berarti “daya atau upaya” atau “kerja keras”.
Dengan demikian ijtihad berarti berusaha keras untuk mencapai atau
memperoleh sesuatu. Dalam istilah fiqih ijtihad berarti berusaha keras
untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama. Pengertian
ijtihad menurut para ahli yaitu:
 Pengertian Ijtihad menurut Hanafi adalah mencurahkan tenaga
(memeras pikiran) untuk menemukan hukum agama (Syara') melalui salah
satu dalil syara' dan dengan cara-cara tertentu. Selanjutnya para pakar
yang lain memberikan pendapatnya mengenai pengertian ijtihad di bawah
ini.
 Pengertian Ijtihad Menurut Yusuf Qardlawi adalah mencurahkan
semua kemampuan dalam segala perbuatan. Penggunaan kata ijtihad hanya
terhadap masalah-masalah penting yang memerlukan banyak perhatian dan
tenaga.
 Menurut Al-Amidi, Pengertian Ijtihad ialah mencurahkan semua
kemampuan untuk mencari hukum syara' yang bersifat dhonni, sampai
merasa dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemammpuannya
itu.
 Imamal-Gazali mengungkapkan, Pengertian Ijtihad merupakan upaya
maksimal seorang mujtahid dalam mendapatkan pengetahuan tentang
hukum-hukum dan syarak.
 Zuhdi mengatakan, Pengertian Ijtihad ialah mengerahkan segenap
kemampuan berpikir untuk mencari dan menetapkan hukum-hukum Syara'
dari dalil-dalilnya yang tafshily.
 Menurut Para Sahabat Pengertian Ijtihad adalah penelitian dan
pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan kitab Allah
dan Sunnah Rasul, baik melalui suatu nash, yang disebut "qiyas" (ma'qul
nash) maupun melalui maksud dan tujuan umum hikmah syariat, yang
disebut "maslahat".

2. Metode Ijtihad
 Ijma’ Menurut para ahli ushul, Ijma’ adalah kesepakatan seluruh
mujtahid dari kaum muslimin pada suatu massa setelah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam wafat terkait hukum syara yang tidak
diatur dalam Al Qur’an dan Hadits.
Contoh ijma’  adalah ijma’ sahabat yakni ijma yang dilakukan oleh
para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
 Qiyas adalah hukum tentang suatu kejadian atau peristiwa yang
ditetapkan dengan cara membandingkannya dengan hukum kejadian
atau peristiwa lain yang telah ditetapkan berdasarkan nash karena
adanya kesamaan ‘illat.
 Istihsan adalah berpindahnya seorang mujtahid dari ketentuan hukum
yang satu ke hukum yang lain karena ada dalil yang menuntut
demikian. Contoh istihsan adalah wasiat. Waluun qiyas tidak
dibolehkan, namun karena adalanya dalil dari Al Qur’an maka wasiat
dibolehkan.
 Maslahah mursalah atau istislah adalah diberlakukannya suatu
hukum atas dasar kemaslahatan yang lebih besar dengan
mengesampingkan kemudaratan karena tidak adanya dalil yang
menganjurkan atau melarangnya.
Contoh maslahah mursalah adalah membuat akta nikah, akta
kelahiran, akta kematian, dan lain sebagainya.
 Istishab  adalah metode ijtihad yang dilakukan dengan cara
menetapkan hukum yang telah ada sebelumnya hingga ada dalil baru
yang merubahnya.
Contoh istishab adalah setiap makanan atau minuman boleh

dikonsumsi hingga ada dalil yang mengharamkannya.

 ‘Urf adalah segala sesuatu berupa perkataan atau perbuatan yang


sudah dikenal masyarakat dan telah dilakukan secara turun temurun.
Contoh ‘urf adalah acara halal bi halal yang kerap dilakukan pada
Hari Raya Idul Fitri atau setelahnya.
 Sadzzui dzariah adalah sesuatu yang secara lahiriah hukumnya boleh,
namun dapat mengarah pada kemaksiatan.
Contoh sadzzui dzariah adalah bermain kuis yang dapat mengarah
pada perjudian.
 Qaul al-Shahabi adalah pendapat para sahabat terkait hukum suatu
perkara yang dirumuskan setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam wafat.
Contoh qaul al-shahabi adalah pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan
bahwa kesaksian dari seorang anak kecil tidak bisa diterima.
 Syar’u man qablana adalah hukum Allah yang isyariatkan kepada
umat terdahulu, yang diturunkan melalui nabi-nabi sebelum Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Contoh syar’u man qablana adalah kewajiban berpuasa bagi orang-
orang beriman (QS. Al Baqarah : 183).
3. Sejarah Ijtihad
4. Arti Ijtihad
Ijtihad pengertiannya menurut buku Ijtihad dan Legislasi Muslim
Kontemporer (Amir Mu’alim, ill: 2005) adalah pengerahan kemampuan
untuk memikirkan hal apa saja yang tidak mendatangkan celaan, perkataan
apa saja mencakup fiqh, ilmu kalam dan tasawuf. Diizinkannya melakukan
ijtihad dalam Islam didasarkan pada sejumlah ayat Alquran dan hadits. Di
antara ayat Alquran yakni, Qs. An-Nisa’ (4): 59 dan 105; Qs. Ar-Rum
(30): 21; Qs. Az-Zumar (39): 42; dan Qs. al-Jatsiyah (45): 13.
Firman Allah SWT dalam Qs. an-Nisa’ (4) dimaksud adalah:
‫يا أيها الذ ين أ منوا أ طيعوا هلال و أطيعوا الرسول وأولي األمر منكم فإن تنا زعتم في شيئ فرد‬
‫ ذ لك خير و أ حسن تأويال‬,‫وه إلي هلال والرسول إن كنتم تؤ منو ن باهلل واليوم األ خر‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-
(Nya) dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu (urusan) maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnah-Nya, jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya. (Qs. an-Nisa’/4: 59)

Namun dalam melakukan ijtihad tidak boleh merambah ranah aqidah dan
ibadah pokok (sholat, rukan iman, puasa dan sebagainya).

 Fungsi Ijtihad sebagai sumber hukum


Adapun fungsi ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum
apabila menemukan suatu masalah di mana harus ada hukumnya tapi tidak
ditemukan di Alquran dan hadist.
Seperti yang diketahui Alquran diturunkan secara sempurna dan lengkap
oleh Allah SWT. Namun ada perbedaan keadaan saat turunnya Alquran
dengan kehidupan modern sekarang ini. Sehingga akan muncul masalah
baru dan terus berkembang, di sinilah dibutuhkan aturan-aturan turunan
dalam melaksanakan ajaran Islam.
Apabila terjadi masalah baru di kalangan umat msulim di satu
masa, maka akan dikaji apakah perkara tersebut sudah ada atau tidak di
Alquran dan hadits. Jika sudah ada maka masalah tersebut harus mengikuti
ketentuan yang disebutkan dalam Alquran dan hadist.
Tapi, apabila masalah tersebut tidak jelas dan belum ada
ketentuannya dalam Alquran dan hadist, maka umat Islam membutuhkan
ketetapan ijtihad. Dan perlu diketahui lagi, yang berhak membuat ijtihad
adalah mereka yang mengerti dan sangat paham Alquran dan hadist.
Contoh ijtihad yang dilakukan para ulama adalah perkara muamalah
kontemporer yaitu hukum transaksi pinjaman di lembaga keuangan (bank).
Dilakukannya ijtihad karena di zaman Nabi Muhammad SAW tidak ada
bank seperti halnya sekarang ini. Karena itu diperlukan untuk penggalian
hukum syariat apakah halal atau haram meminjam uang di bank.

Anda mungkin juga menyukai