Anda di halaman 1dari 17

A.

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R

Umur : 12 Tahun

Tanggal Lahir : 21 Maret 2005

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : BTN Puri Tawang Alun No. 2 Blok F3

Agama : Islam

Suku : Bugis

BBL : 3400 gr

PBL : 52 cm

Masuk RS : 14 September 2017

Ruangan : Mawar

Nama Ayah : Tn. Hendra

Umur : 35 Tahun

Pekerjaan : Honorer

Nama Ibu : Ny. Irda

Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


B. ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak

Anamnesis Terpimpin : Pasien masuk dengan keluhan sesak yang dialami

sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan terus menerus

terutama saat berbaring. Pasien mengeluh sudah sering mengalami sesak yang

hilang timbul sejak 2 hari sebelumnya, sesak hilang sendiri saat beristirahat.

Namun sesak memburuk 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain

demam (-), kejang (-), batuk (+) memburuk terutama malam hari, dahak (+),

sesak (+) terutama bila udara dingin dan lingkungan berdebu. Nyeri perut (-),

muntah (-), BAK kesan normal, BAB kesan normal. Riwayat alergi makanan

(-). Riwayat keluhan sesak sebelumnya (+) 1 minggu yang lalu pasien

mengalami sesak sebanyak 4x/minggu. Riwayat penyakit lain (-). Riwayat

asma pada keluarga (+) tante pasien (saudara ibu pasien). Riwayat konsumsi

obat selama sakit (-). Riwayat imunisasi lengkap sesuai usia

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Status Gizi :

Berat Badan : 24 kg

Tinggi Badan : 144 cm

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 112 kali/menit

Pernapasan : 32 kali/menit
Suhu : 36,4 °C

Pucat : (-) sianosis : (-)

Ikterus : (-) Tonus : Baik

Busung/ edema : (-) Turgor : Baik

Keadaan Spesifik

Kulit : Scar BCG (+), Petechie (-)

Gigi : Caries : -

Kepala

Bentuk : Normosefal

Muka : simetris kanan = kiri

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah tercabut

Ubun-ubun : Tertutup

Telinga : Otorhea (-), perdarahan (-)

Mata : Edema palpebra (- / - ) Konjungtiva anemis (-),

Sklera ikterik (-)

Hidung : Rhinorhea (-), pernapasan cuping hidung (+)

Bibir : Kering (-)

Lidah : Kotor (-), tremor (-)

Mulut : Stomatitis (-) Ulcus (-)

Tenggorokan : Hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)

Leher : kaku kuduk (-) pembesaran KGB (-)


Dada

Paru-paru

- Inspeksi : simetris kiri = kanan, retraksi subcostal (+)

- Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

- Perkusi : Sonor kiri = kanan, batas paru hepar ICS VI kanan

- Auskultasi : Bronkovesikuler, ronki (-/-) wheezing (+/+)

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra

Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra

- Auskultasi : BJ I/II murni, regular, bunyi tambahan (-)

Abdomen

- Inspeksi : Datar ikut gerak napas

- Auskultasi : Pertaltik (+) kesan normal

- Perkusi : Tympani (+)

- Palpasi : Nyeri tekan (-) massa tumor (-)

Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Punggung : nyeri ketok CV (-)

Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran

Alat kelamin : tidak ada kelainan


Alat gerak : Edema Pretibial (-) Dorsum Pedis (-)

Tasbeh : (-)

Col. Vertebralis : (-)

APR : +/+ kesan normal

KPR : +/+ kesan normal

Refleks patologis : (-)

Lingk. Lengan Atas : 18 cm

Lingk. Kepala : 50,5 cm

Lingk. Dada : 63 cm

Lingk. Perut : 55 cm

D. RESUME

Pasien masuk dengan keluhan sesak yang dialami sejak 6 jam sebelum

masuk rumah sakit, sesak dirasakan terus menerus terutama saat berbaring.

Pasien mengeluh sudah sering mengalami sesak yang hilang timbul sejak 2

hari sebelumnya, sesak hilang sendiri saat beristirahat. Namun sesak

memburuk 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Batuk (+) memburuk terutama

malam hari, dahak (+), sesak (+) terutama bila udara dingin dan lingkungan

berdebu. Nyeri perut (-), muntah (-). Riwayat alergi makanan (-). Riwayat

keluhan sesak sebelumnya (+) 1 minggu yang lalu pasien mengalami sesak

sebanyak 4x/minggu. Riwayat asma pada keluarga (+) tante pasien (saudara

ibu pasien).

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum sakit sedang,

kesadaran compos mentis, tanda vital : Tekanan darah : 90/60 mmHg, nadi:
112 kali/menit, pernapasan: 32 kali/menit, suhu: 36,4 °C. pernapasan cupping

hidung (+), pemeriksaan inspeksi pada dada di dapatkan retraksi subcostal,

pada pemeriksaan auskultasi didapatkan bunyi pernapasan bronkovesikuler

(+), dan terdapat bunyi pernapasan tambahan yaitu wheezing (+) di kedua

lapangan paru.

E. DIAGNOSIS KERJA

Asma Bronkial

F. ANJURAN PEMERIKSAAN

- Darah rutin

- Uji fungsi paru

- Uji provokasi bronkhus

G. TERAPI

- IVFD RL 16 tpm

- Inj Dexamethasone 1 Amp/IV/8 jam

- Salbutamol 3 x 2 mg

- Inhalasi combivent ½ + NaCl 1 cc


BAB II

ANALISIS KASUS

A. DEFINISI

GINA mendifinisikan asma secara lengkap yaitu gangguan

inflamasi kronik saluran pernapasan dengan banyak sel yang berperan

diantaranya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. pada orang yang rentan,

inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada

tertekan, batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala sebagian

besar bersifat reversible baik spontan maupun dengan pengobatan.

Batasan tersebut sangat lengkap, namun dalam penerapan klinis

pada anak KNAA memberi batasan yaitu mengi berulang dan atau batuk

persisten yang mempunyai karakteristik yaitu timbul secara episodic,

cenderung pada malam hari, musiman, setelah aktivitas fisik, serta memiliki

riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga ataupun penderita sendiri.

B. EPIDEMIOLOGI

pada kasus, pasien merupakan anak perempuan berusia 12 tahun. Pada anak,

penyakit respiratori kronik ini merupakan salah satu penyakit yang paling

banyak dijumpai dan sejak dua dekade terakhir angka kejadiannya dilaporkan

meningkat baik pada anak maupun dewasa. Di Indonesia, berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angka kejadian asam pada anak
usia 0 – 14 tahun adalah 9,2%. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 300

juta orang sakit asma

C. ETIOLOGI

Pada kasus yang menjadi pencetus dari timbulnya sesak yang berulang

adalah suhu udara yang dingin, dan daerah atau lingkungan yang berdebu.

Faktor risiko untuk penyakit asma antara lain jenis kelamin, usia, riwayat

atopi, dan allergen sebagai faktor pencetus.

1. Jenis Kelamin

Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalensi

asma pada anak laki-laki usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat

daripada anak perempuan.

2. Usia

Umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asma

timbul pertama kali pada usia muda yaitu beberapa tahun pertama

kehidupan. Dari Australia dilaporkan bahwa sebesar 25% anak dengan

asma persisten mendapatkan serangan mengi pada usia <6bulan, 75%

anak dengan asma persisten mendapatkan serangan mengi sampai usia 3

tahun.

3. Riwayat Atopi

Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma persisten

dan beratnya asma. Menurut laporan dari inggris, pada anak usia 16

tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan mengalami dua kali lebih
banyak serangan mengi jika anak tersebut pernah mengalami rhinitis

alergi, dan eksema.

4. Alergen

Dikenal 2 macam allergen sebagai penyebab serangan asma yaitu:

 Alergi makanan

Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopic dan

serangan asma banyak ditemukan terutama saat bayi dan anak yang

masih muda. Pada bayi dan anak yang berumur dibawah 3 tahun

biasanya alergi makanan berupa susu sapi, telur, kedelai. Sementara

pada anak usia diatas 3 tahun biasanya penyebab alergi makanan

berupa ikan, kerang-kerangan, kacang-kacangan, dan biasanya

cenderung menetap.

 Alergi hirup

Umumnya dibagi atas dua kelompok yaitu allergen di dalam rumah

biasanya berupa debu, bulu dari binatang peliharaan. Kelompok

kedua yaitu allergen yang berasal dari luar rumah misalnya, asap

rokok, asap kendaraan bermotor, udara dingin, serbuk sari dari

tanaman, bahan iritan dan bahan kimia lainnya.

D. PATOFISIOLOGI

Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma diyakini

merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran respiratori


menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali baik secara

spontan maupun setelah pengobatan. Saluran respiratori pada asma

dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab utama penyempitan saluran

respiratori adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh

pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi.

E. DIAGNOSIS

1) Anamnesis

Pada kasus di dapatkan keluhan sesak yang dialami sejak 6 jam sebelum

masuk rumah sakit, sesak dirasakan terus menerus terutama saat berbaring.

Pasien mengeluh sudah sering mengalami sesak yang hilang timbul sejak 2

hari sebelumnya, sesak hilang sendiri saat beristirahat. Namun sesak

memburuk 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Batuk (+) memburuk terutama

malam hari, dahak (+), sesak (+) terutama bila udara dingin dan lingkungan

berdebu. Nyeri perut (-), muntah (-). Riwayat alergi makanan (-). Riwayat

keluhan sesak sebelumnya (+) 1 minggu yang lalu pasien mengalami sesak
sebanyak 4x/minggu. Riwayat asma pada keluarga (+) tante pasien (saudara

ibu pasien).

Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas,

rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough dapat

menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Gejala dengan

karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma.

Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:

 Gejala timbul secara episodic atau berulang.

 Timbul bila ada faktor pencetus.

 Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.

 Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,

bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari

(nokturnal).

 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau

dengan pemberian obat pereda asma.

2) Pemeriksaan Fisik

Pada kasus di dapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos

mentis, tanda vital : Tekanan darah : 90/60 mmHg, nadi: 112 kali/menit,

pernapasan: 32 kali/menit, suhu: 36,4 °C. pernapasan cupping hidung (+),

pemeriksaan inspeksi pada dada di dapatkan retraksi subcostal, pada

pemeriksaan auskultasi didapatkan bunyi pernapasan bronkovesikuler (+),

dan terdapat bunyi pernapasan tambahan yaitu wheezing (+) di kedua

lapangan paru.Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis


pasien biasanya tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang

bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar

langsung atau yang terdengar dengan stetoskop.

F. KLASIFIKASI ASMA

Penyakit asma di bagi dua menurut derajat berat ringannya yaitu:


 Klasifikasi deraat penyakit asma

Terbagi atas asma episodic jarang, persisten sering, persisten berat

 Klasifikasi derajat serangan asma

Terbagi atas serangan ringan, sedang, berat


G. TATALAKSANA

Serangan Ringan

Pada serangan ringan pemberian B2-agonis saja sudah cukup. Pemberian B2-

agonis sebaiknya diberikan secara inhalasi (baik dengan MDI= Metered Dose

Inhaler atau DPI=Dry Powder Inhaler atau nebulisasi). Pada pasien yang

menunjukkan respons baik (complete response) setelah pemberian nebulisasi

awal, mempunyai arti bahwa derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi

selama 1−2 jam, jika respons tersebut bertahan (klinis tetap baik), pasien

dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat bronkodilator (hirupan atau oral)

yang diberikan tiap 4−6 jam. Pada pasien dengan serangan ringan tidak
memerlukan kortikosteroid oral kecuali jika pencetus serangannya adalah

infeksi virus, dan ada riwayat serangan asma berat. Kortikosteroid oral

diberikan jangka pendek (3−5 hari), dengan dosis 1−2 mg/kgBB/hari.

Kortikosteroid oral yang dianjurkan adalah golongan prednison dan

prednisolon. Pemberian maksimum 12 kali (episode) pertahun tidak

mengganggu pertumbuhan anak. Pasien dianjurkan kontrol ke Klinik Rawat

Jalan dalam waktu 24−48 jam untuk re-evaluasi tatalaksananya. Apabila

dalam kurun waktu observasi gejala timbul kembali, maka pasien

diperlakukan sebagai serangan sedang.

Serangan sedang

Pasien diberikan oksigen, kemudian pasien diobservasi dan ditangani di

Ruang Rawat Sehari (RRS). Di RRS, nebulisasi dilanjutkan dengan -agonis

+ antikolinergik tiap 2 jam. Bila responsnya baik, frekuensi nebulisasi

dikurangi tiap 4 jam, kemudian tiap 6 jam. Jika dalam 12-24 jam klinis tetap

baik, maka pasien dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan

ringan. Bila dalam 12 jam responsnya tetap tidak baik, maka pasien dialih

rawat ke Ruang Rawat Inap, dan mendapat tatalaksana sebagai serangan

berat.

Serangan berat

Pemberian oksigen dilakukan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pasang

jalur parenteral dan lakukan foto toraks. Jika sejak penilaian awal pasien

mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan sekali langsung dengan


-agonis dan antikolinergik (ipratropium bromide), tidak perlu melakukan

tahapan seperti di atas(melalui serangan ringan lalu serangan sedang).

Pada pasien dengan gejala dan tanda Ancaman Henti Napas, pasien harus

langsung dirawat di Ruang Rawat Intensif. Apabila fasilitas nebulisasi tidak

tersedia, maka penggunaan obat adrenalin sebagai alternatif dapat digunakan.

Adrenalin 1/1000 diberikan secara intra muskuler, dengan dosis 0,01

ml/kgBB/kali, dengan dosis maksimalnya 0,5 ml/kali. Sesuai dengan panduan

tatalaksana di IGD, adrenalin dapat diberikan 3 kali berturut dengan selang 20

menit.
H. DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. 2016. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta

2. IDAI. 2010. Buku Ajar Imunologi Anak. Jakarta

3. IDAI. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta

4. Supriyatno,B. 2005. Diagnosis dan Penatalaksanaan terkini Asma pada

Anak. Universitas Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai