Anda di halaman 1dari 11

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Jurnal - Universitas Bandar Lampung (UBL)

SERTIFIKASI ARSITEKTUR/BANGUNAN HIJAU:


MENUJU BANGUNAN YANG RAMAH LINGKUNGAN
Agung Cahyo Nugroho1

Abstraksi

Arsitektur / Bangunan hijau merupakan gerakan moral. Konsep green building yang telah
dirumuskan dalam sistem rating oleh lembaga-lembaga 'hijau', telah menjadi bagian dari market/pasar dan
tren bangunan yang dilatarbelakangi oleh kesadaran yang semakin tinggi dari warganya untuk mulai
peduli dengan lingkungan.

Konsep hijau bangunan dapat dikuantifikasikan berdasarkan pemeringkatan melalui beberapa


macam kriteria yang dirumuskan oleh lembaga-lembaga rating green building, melalui proses sertifikasi
hijau. Beberapa negara maju telah melaksanakan program ini yang pada perkembangannya diikuti oleh
negara-negara lain termasuk Indonesia.

Sertifikasi hijau pada bangunan di Indonesia sangat penting dilakukan mengingat perkembangan
konstruksi khususnya bangunan gedung sudah semakin maju. Dengan proses sertifikasi hijau ini sebagai
bagian dari bangunan hijau dunia, diharapkan pembangunan di Indonesia dapat selaras dengan
lingkungan dengan minimnya dampak yang ditimbulkan baik oleh proses perancangan, konstruksi
maupun rekonstruksinya.
Kata kunci : green, building, arsitektur

I. Latar Belakang
Faktor pemicu pemanasan global ini
Isu tentang Green Building – yang dalam disebabkan oleh semakin menurunnya daya
hal ini juga disebut sebagai Arsitektur Hijau dukung lingkungan akibat pencemaran/polusi
(Green Architecture)2 – mulai muncul setelah isu dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebih.
lingkungan yang bermuara pada pemanasan Pemenuhan kebutuhan untuk pembangunan
global (global warming) muncul. dalam kerangka pertumbuhan ekonomi sering
Arsitektur/bangunan hijau menjadi sebuah dilakukan tanpa mengindahkan kondisi
'gerakan' khususnya bagi para praktisi di bidang lingkungan. Begitu pula dengan sisa-sisa
arsitektur bangunan dan lingkungan binaan untuk proses/kegiatan dalam setiap bangunan yang
merespon dampak dari kondisi lingkungan yang tidak dikelola dengan benar akan dapat
terjadi dalam beberapa dekade ini. Gerakan mencemari lingkungan sekitar yang tentunya
arsitektur hijau merupakan upaya bagi para berdampak buruk terhadap kehidupan.
arsitek/developer untuk dapat lebih bijak dalam Berkurangnya lahan produktif serta
mengelola bangunan dan lingkungan, sehingga menyempitnya ruang terbuka hijau sebagai area
tidak saja dapat bermanfaat bagi generasi saat ini, resapan air juga menjadi faktor pendorong
namun juga bagi generasi mendatang. munculnya gerakan green building ini.

1
Staf Pengajar Program D3 Arsitektur Bangunan Gedung dan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung, anggota Ikatan
Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Lampung
2
Bangunan (building) lebih merujuk pada aspek upaya perwujudan bangunan mulai dari proses perencanaan hingga konstruksi, maupun dari
aspek mikro (bangunannya) hingga konteks lingkungan luarnya, sehingga definisi building perlu diperluas menjadi architecture.
Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung, Desember 2011 12
Dengan dalih untuk pembangunan, beberapa
kawasan yang kurang/tidak layak dan kawasan
lindung menjadi sasaran untuk dibangun.
Akibatnya terjadi ketimpangan pada lingkungan
sehingga menimbulkan dampak ikutan seperti
banjir dan sulitnya untuk mendapatkan air tanah.
Berkurangnya ruang terbuka hijau serta
tanaman/pepohonan hijau sebagai akibat Gambar 1. Proporsi penggunaan energi fosil pada negara-
negara maju, dimana bangunan menyumbang 50%
perluasan lahan untuk pembangunan memberikan
penggunaannya (Sumber : Roaf, S, Crichton, D, Nicol, F (2005),
kontribusi langsung terhadap pemanasan bumi.
Adapting Buidings and Cities for Climate Change, Architectural
Penurunan kondisi lingkungan ini
Press – Elsevier, UK)
semakin drastis pada akhir abad ini, yang dimulai
dari revolusi industri di awal abad ke-20. Beberapa hal mengapa bangunan merupakan
Pemanfaatan sumber daya alam semakin penyumbang terbesar adalah :
meningkat seiring dengan kebutuhan, yang 1 Pertumbuhan Bangunan dan Perkembangan Kota
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan Seiring dengan meningkatnya jumlah manusia,
maka jumlah bangunan juga meningkat.
politik perekonomian global. Kehidupan manusia
Perumahan, gedung perkantoran, perbelanjaan,
telah berubah dari yang semula agraris-
dan bangunan lain merupakan bangunan-bangunan
tradisional menjadi masyarakat industri-modern
yang lazim dibutuhkan manusia untuk beraktivitas.
dengan konsekuensi pemanfaatan sumber daya Peningkatan kebutuhan akan bangunan ini,
alam yang berlebih. Dampak dari eksploitasi terutama di perkotaan, menyebabkan peningkatan
sumber daya alam ini adalah semakin rusaknya suplai kebutuhan material, lahan serta proses
lingkungan, baik skala mikro maupun global, konstruksinya. Semakin banyak jumlah dan jenis
yang ditandai dengan meningkatnya suhu bumi. material, maka semakin banyak energi yang
Disamping faktor industri dan dibutuhkan untuk pengadaannya, yang berakibat
transportasi, ternyata bangunan juga berperan pada meningkatnya emisi karbon. Pertumbuhan
dalam menyumbang efek pemanasan global ini bangunan tidak saja terjadi di pusat kota, namun
dengan porsi lebih besar daripada industri dan juga melebar hingga ke daerah pinggiran/periferi
transportasi dalam mengkonsumsi energi fosil kota. Dampaknya adalah lahan produktif serta area
(Roaf, S, 2005).Bangunan mengkonsumsi lindung semakin menyempit serta peningkatan
setidaknya 32% dari sumber daya alam di bumi, pencemaran. Di sisi lain, dengan semakin luasnya
dan menghasilkan 40% sampah dan 40% kota/wilayah, maka jarak jangkau akan semakin
pencemaran udara (www.gbca.org.au). jauh yang konsekuensinya adalah meningkatnya
kebutuhan energi untuk transportasi.

JA! Vol.2 No.1 Agung Cahyo Nugroho 13


2. Aspek Penataan Kota/Kawasan sebagai sumber energi untuk kenyamanan
Penataan kota/kawasan juga memegang peran seperti untuk pencahayaan dan penghawaan
penting dalam menyumbang pemanasan bumi. buatan (lampu dan AC). Energi buatan ini juga
Penataan kota yang berorientasi pada berpengaruh pada penggunaan material
kendaraan bermotor akan menyebabkan bangunan seiring dengan ditemukannya
peningkatan konsumsi energi untuk mobilisasi berbagai macam material baru.
penduduk. Perancangan kota/kawasan yang
tidak memperhitungkan jarak jangkau dan
fasilitas bagi pejalan kaki dan non-motorized
vehicle menunjukkan bahwa penataan kota
tersebut tidak memperhatikan faktor
lingkungan kota yang manusiawi dan lebih
ramah lingkungan. Selain itu terjadinya
pemanfaatan lahan untuk pembangunan pada
lahan-lahan yang seharusnya menjadi kawasan
lindung serta terjadinya pembangunan yang
intensitasnya melebihi daya dukung
lingkungan juga menyebabkan meningkatnya
emisi karbon.
3. Aspek Perancangan dan Teknologi Bangunan
Aspek perancangan dan penerapan teknologi Gambar 2. Ekspresi bangunan pada generasi yang
pada bangunan tidak terlepas dari faktor berbeda, menggambarkan perkembangan material dan
arsitektur bangunannya. Perkembangan dunia teknologi yang diterapkan (Sumber : Roaf, S, Crichton, D,
arsitektur bangunan gedung selalu diwarnai Nicol, F (2005), Adapting Buidings and Cities for Climate
oleh perkembangan material dan teknologi Change, Architectural Press – Elsevier, UK)
konstruksi. Perkembangan ini pada
hakekatnya adalah untuk tetap menjaga II. Konsepsi Green Building/Green
kenyamanan huni serta 'selera' pengguna Architecture
bangunan. Sebelum listrik ditemukan, inovasi
untuk menciptakan kenyamanan termal II.1.Pengertian Green Building dan Green
dicapai dengan perancangan variasi bukaan Architecture
serta penataan ruang sedemikian sehingga Green Architecture muncul sebagai
terjadi aliran udara alami. Kondisi ini banyak trend/gerakan baru dalam perancangan bangunan
dijumpai pada bangunan lama dan bangunan dan lingkungan, terutama sejak munculnya
vernakular. Dengan ditemukannya motor formulasi Komisi PBB, Brundtland Commision
listrik dan pembangkit listrik, praktis juga tahun 1987 tentang Pembangunan Berkelanjutan
berpengaruh pada inovasi perancangan (Sustainable Development). Pembangunan
bangunan yang mulai memanfaatkan listrik berkelanjutan diterjemahkan sebagai-

Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung, Desember 2011 14


“development that meets the needs of the present mungkin.
without compromising the ability of future - Respect for user, memperhatikan semua
generations to meet their own needs”. Sejak saat pengguna bangunan dan memenuhi semua
itu, isu 'hijau' mulai menjadi perhatian di dunia kebutuhannya.
perancangan bangunan, sebagai bentuk D a l a m “ D e s i g n f o r E n v i ro n m e n t a l
kepedulian dan partisipasi dunia arsitektur dalam Sustainability” oleh Vezolli dan Manzini
menjaga kelestarian lingkungan. Arsitektur hijau disebutkan beberapa kriteria perancangan
merupakan konsekuensi dari konsep bangunan dan lingkungan yang mendukung
pembangunan berkelanjutan. Arsitektur hijau perwujudan lingkungan yang berkelanjutan,
meminimalkan penggunaan sumber daya alam yaitu:
oleh manusia untuk menjamin generasi - Minimise Materials Consumption,
mendatang dapat merasakan hal yang minimal meminimalisasi konsumsi terhadap material
sama dengan yang dirasakan saat ini. Arsitektur seperti efisiensi penggunaan, mengurangi
hijau adalah arsitektur yang minim sampah/sisa, menghindari kemasan serta
mengkonsumsi sumber daya alam, termasuk perancangan yang hemat energi.
energi, air, mineral, serta minim menimbulkan - Minimising Energy Consumption,
dampak negatif bagi lingkungan (Karyono, meminimalisasi penggunaan energi pada
2008). proses produksi, transportasi dan
Menurut Brenda dan Robert Vale dalam penyimpanan
bukunya “Green Architecture : Design for A - Minimising Toxic Emissions, pemilihan
Sustainable Future” ada 6 prinsip dasar dalam bahan/material dan sumer daya energi yang
perencanaan Green Architecture, yaitu : tidak beracun
- Conserving energy, pengoperasian - Renewable and Bio-compatible Resources,
bangunan harus meminimalkan penggunaan pemilihan material dan sumber daya energi
bahan bakar atau energi listrik dengan terbarukan
memaksimalkan energi alam sekitar lokasi - Optimisation of Product Lifespan,
bangunan. optimalisasi usia/umur produk melalui
- Working with climate, mendesain bangunan perancangan yang handal dan adaptif.
harus berdasarkan iklim yang berlaku di - Improve Lifespan of Materials, memilih
lokasi tapak bangunan itu berada. material yang efisien dan terbarukan dan
- Minimizing new resources, mendesain kompatibel
dengan meminimalisir kebutuhan - Design for Disassembly
sumberdaya alam, agar sumberdaya tersebut
tidak habis dan dapat digunakan di masa II.2. S t a n d a r i s a s i Perancangan
mendatang. Bangunan Hijau
- Respect for site, bangunan yang dibangun
jangan sampai merusak kondisi tapak Prinsip perwujudan bangunan/arsitektur
aslinya, dengan perubahan tapak seminimal- hijau adalah harus hemat dalam penggunaan-

JA! Vol.2 No.1 Agung Cahyo Nugroho 15


energi dan sumber daya alam. Lalu bagaimana
kita mengetahui jika bangunan/rancangan - Tata Guna Lahan, meliputi jenis tapak
bangunan telah mengadopsi prinsip-prinsip hijau dan intensitasnya
tersebut? Dalam hal ini diperlukan standar/tolok - Polusi, mengetahui tingkat polusi udara
ukur yang dapat digunakan sebagai panduan dan air di sekitar bangunan
(guidelines) dalam merancang atau mengukur - Ekologi, meliputi nilai ekologis,
tingkat ke-hijau-an sebuah bangunan atau konservasi dan peningkatan kualitas
lingkungan. Hasil dari pengukuran ini adalah tapak/lingkungan.
semacam pengakuandari pengukuran ini adalah Penilaian dalam bentuk rating/pemeringkatan
semacam pengakuan kehijauan bangunan dengan tingkatan Pass, Good, Very Good,
melalui penerbitan sertifikat hijau (semacam Excellent dan tertinggi Outstanding. (sumber
sertifikasi) bagi bangunan yang lulus penilaian. : http://www.breeam.org/)
Beberapa standar pengukuran ke-hijau-an suatu
produk perencanaan bangunan telah dirumuskan
pada beberapa negara, antara lain :
1. B R E E A M ( B u i l d i n g R e s e a r c h
Establishment's Environmental Assesment
Method)
BREEAM merupakan standar
pengukuran hijau untuk bangunan di Inggris,
yang dirumuskan pertama kali tahun 1990 oleh
Building Research and Establishment (BRE).
Parameter pengukuran hijau meliputi 10
aspek/sektor yaitu :
- Energi, mencakup energi operasional dan
emisi CO2 yang dihaslkan
- Manajemen, meliputi kebijakan dan
manajemen tapak/bangunan
- Kesehatan dan Kualitas Hidup,
meliputi kebisingan, pencahayaan,
kualitas udara, dsb Gambar 3. 201 Bishopsgate and The Broadgate Tower
London, mendapat rating Excellent dari BREEAM
- Transportasi, terkait dengan emisi CO2 (sumber : http://www.blmicrosite.com/)
- Air, terkait konsumsi dan efisiensi
penggunaannya 2. LEED (Leadership in Energy and
- Material, terkait dampak yang Environmental Design)
terkandung pada material bangunan Standar hijau lain adalah LEED
- Limbah, terkait pengelolaan dan (Leadership in Energy and Environmental
konstruksi yang efisien Design) yang dikeluarkan oleh United States-

Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung, Desember 2011 16


Green Building Council (USGBC) pada tahun Penilaian LEED dilakukan dengan
1998. LEED digunakan untuk menilai scoring/points, dengan tingkatan sebagai
bangunan atau lingkungan pada tahap pra- berikut :
perancangan maupun dalam kondisi telah - Certified, 40 – 49 points
terbangun. Parameter utama adalah seperti - Silver, 50 – 59 points
berikut : - Gold, 60 – 79 points
- Tapak/Lokasi yang Berkelanjutan - Platinum, 80 points ke atas.
(Sustainable Site), meliputi pemilihan
lokasi, kepadatan dan konektivitas dengan
lingkungan, transportasi alternatif,
pengembangan tapak, pengurangan polusi.
- Efisiensi Air (Water Efficiency), meliputi
pengurangan penggunaan air, penataan air
yang efisien, inovasi teknologi pengelolaan
air limbah.
- Energi dan Atmosfir (Energy and Gambar 4. Comcast Center sebagai “the tallest certified
Atmosphere), meliputi optimalisasi- LEED building in US” pada tahun 2009. (sumber :
kinerja energi, sistem energi terbarukan http://inhabitat.com/)
pada tapak, manajemen lanjut
AC,penggunaan energi ramah lingkungan. 3. GREEN STAR (Standar Bangunan Hijau
- Material dan Sumber Daya (Material and Australia)
Resources), meliputi konservasi bangunan, Standar penilaian bangunan hijau GREEN
manajemen pengelolaan sampah STAR dikeluarkan oleh Green Building
konstruksi, penggunaan ulang material, Council Australia (GBCA) pada tahun 2002.
daur ulang, material regional, material yang Perumusan standar hijau ini bertujuan untuk
terbaharukan, penggunaan kayu yang menciptakan sistem penilaian bangunan hijau
bersertifikasi. secara komprehensif terutama di dalam
- Kualitas Lingkungan Ruang Dalam industri properti.
(Indoor Environmental Quality), meliputi Kategori penilaian GREEN STAR terdiri dari :
optimalisasi ventilasi, manajemen kualitas - Management, untuk mengetahui tingkat
udara, material dengan emisi rendah (low- adopsi terhadap prinsip-prinsip
emitting), sistem yang terkontrol untuk pembangunan berkelanjutan mulai dari
pencahayaan dan penghawaan buatan, tahap perencanaan, pelaksanaan
optimalisasi pencahayaan alami dan konstruksi dan pengoperasian.
pemandangan luar. - Energy, terkait reduksi emisi gas rumah
- Inovasi Perancangan (Innovation in kaca, melalui efisiensi dan penggunaan
Design) energi alternatif.
- Prioritas Regional (Regional Priority) - Water, mengurangi penggunaan air-

JA! Vol.2 No.1 Agung Cahyo Nugroho 17


melalui perancangan sistem pelayanan Penilaian rating dilakukan dengan menentukan
bangunan yang efisien, penerapan sistem point/score, dengan kategori sebagai berikut :
daur ulang air dan sumber air lain (misal - One Star 10 – 19 points
air hujan). - Two Star 20 – 29 points
- Land Use and Ecology, mengurangi - Three Star 30 – 44 points
dampak negatif terhadap ekosistem - Four Star 45 – 59 points Best Practice
dengan merestorasi flora dan fauna. - Five Star 60 – 74 points A u s t r a l i a n
- IEQ, penerapan sistem utilitas bangunan Excellence
yang efisien seperti HVAC, pencahayaan - Six Star 75 + points World Leader
dan penghunian.
- Transport, pengurangan kendaraan III. Green Building di Indonesia
pribadi dengan menyediakan sistem
transportasi alternatif. Faktor iklim dan manajemen bangunan dan
- Material, pemilihan material yang sesuai, tapak/site menjadi kunci utama penilaian.
penggunaan material daur ulang serta Meskipun standar yang dirumuskan dapat berlaku
manajemen yang efisien. secara universal, kedua faktor tersebut menjadi
- Emissions, kontrol terhadap polusi dari unsur pokok penilaian/rating tingkat ke-hijau-an
bangunan serta kontribusi bangunan bangunan pada tiap lokasi. Dapat kita lihat dari
terhadap ekosistem sekitarnya. contoh bangunan-bangunan tersebut di atas
bahwa konsep transparansi dengan menggunakan
material kaca (glass) sebagai selubung bangunan
disamping untuk mengoptimalkan pencahayaan
alami juga membentuk efek 'rumah kaca' pada
bangunan untuk menghangatkan kondisi ruang
dalam jika tiba musim dingin atau saat terjadi
perbedaan suhu yang besar antara siang dan
malam hari. Hal ini merupakan upaya untuk
menciptakan kenyamanan huni bagi bangunan-
bangunan di daerah iklim sub tropis/dingin.
Inilah yang sering tidak disadari oleh para
perencana bangunan (arsitek) ketika bentuk dan
material yang digunakan tidak memperhatikan
konteks iklim setempat. Perancangan bangunan
dengan mengadopsi bentuk-bentuk bangunan di
benua lain yang berbeda iklim akan bertentangan
dengan konsepsi 'green' setempat, dan jika
dilakukan rating justru akan memiliki nilai
Gambar 5. 201 CH2 Building Melbourne dengan 6
Bintang dari Green Star (sumber : FuturArc, 3rd Quarter rendah. Demi tuntutan estetika dan tren, masih-
2009 vol 14)

Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung, Desember 2011 18


banyak bangunan yang didesain dengan citra perkotaan harus menyediakan ruang terbuka hijau
'universal', meskipun kurang sesuai dengan iklim sebesar 30% dari total luas wilayah. Ruang
lokal. terbuka ini dibagi ke dalam dua ranah yaitu 20%
Kriteria 'green' pada bangunan di Indonesia harus disediakan dalam ranah publik, sedangkan
harus mengacu pada kesesuaian bangunan 10% harus disediakan privat/swasta/kavling
dengan iklim di Indonesia yaitu tropis dengan lahan. Kawasan perlindungan setempat juga
kelembaban tinggi. Arsitektur tropis adalah suatu ditetapkan sebagai kawasan yang tidak boleh
karya arsitektur yang dapat mengatasi problem dibangun, untuk menjaga keberadaan kawasan
yang ditimbulkan akibat iklim tropis, melalui tersebut sebagai kawasan hijau.
rancangan arsitektur tropis. Rancangan arsitektur Pada Undang-undang No.28 Tahun 2002
tropis harus dapat mengatasi permasalahan tentang Bangunan Gedung, konsepsi hijau tersirat
seperti hujan deras, terik matahari, suhu udara dalam persyaratan pembangunan gedung yaitu
tinggi, kelembaban tinggi atau kecepatan angin harus memenuhi persyaratan Tata Bangunan dan
yang rendah (Karyono, 2000). persyaratan Keandalan Bangunan Gedung.
Persyaratan Tata Bangunan merupakan aspek
III.1. Aspek Legal Bangunan Gedung Terkait keterkaitan bangunan dengan lingkungan
Green Building di Indonesia sekitarnya, meliputi persyaratan peruntukan dan
intensitas bangunan, arsitektur bangunan dan
Selama ini aspek legal peraturan persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
pembangunan gedung ada pada tingkat undang- Sedangkan aspek hijau pada Keandalan
undang dan aturan turunannya seperti penataan Bangunan Gedung terdapat pada persyaratan
ruang, bangunan gedung, serta standar nasional kesehatan dan kenyamanan bangunan gedung.
Indonesia bidang konstruksi. Beberapa daerah Beberapa peraturan menteri juga dapat
telah menerapkan aturan lebih detil seperti Perda menjadi acuan perwujudan bangunan hijau,
Bangunan Gedung, Rencana Tata Bangunan dan seperti peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Lingkungan, atau Panduan Rancang Kota. Dalam terkait RTH, aksesibilitas bangunan dan tata
dokumen peraturan tata ruang, yang menjadi bangunan, peraturan Menteri Kesehatan terkait
aturan wajib sementara ini baru pada kesesuaian kesehatan dalam bangunan dan kualitas air.
tata guna lahan, intensitas bangunan (KDB, KLB, Standar Nasional Indonesia (SNI) juga dapat
ketinggian) dan sempadan bangunan. Sedangkan menjadi referensi/rujukan pembentukan
untuk lingkup bangunan gedung, baru pada bangunan hijau seperti SNI penyediaan air bersih,
standar yang terkait langsung dengan plumbing, ventilasi/penghawaan dan
keselamatan dan keamanan manusia di dalam pencahayaan, maupun bunyi.
gedung yang cenderung ditaati (Karyono, 2010).
Di dalam Undang-Undang No. 26 tahun III.2. Standarisasi Hijau di Indonesia
2007 tentang Penataan Ruang, konsepsi hijau
mulai dimasukkan untuk skala wilayah Mengikuti jejak beberapa negara yang telah
khususnya di perkotaan, yaitu setiap wilayah- merumuskan kriteria dan standar pengukuran-

Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung, Desember 2011 19


bangunan hijau, maka pada tahun 2009 di terhadap beberapa bangunan baru di Indonesia
Indonesia dibentuk Lembaga Green Building seperti Bakrie Tower, Ciputra World dan Kampus
Council Indonesia (GBCI) sebagai lembaga non ITSB, sebagai pilot project penilaian hijau di
pemerintah. GBCI tercatat sebagai anggota dari Indonesia.
World Green Building Council yang berpusat di
Kanada. Penyusunan sistem rating oleh GBCI IV. Studi Kasus
dilakukan untuk dua kategori utama bangunan
yaitu Bangunan Baru (New Building) dan Salah satu bangunan yang memperoleh
Bangunan Eksisting (Existing Building). Untuk peringkat silver oleh GBCI adalah bangunan
bangunan baru sudah tersusun sistem rating-nya, Gedung Teknologi Gas yang berfungsi sebagai
sedangkan untuk bangunan eksisting sedang laboratorium dan kantor milik Pusat Penelitian
dalam tahap diseminasi, yang diluncurkan pada dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
A p r i l 2 0 11 ( w w w. g b c i n d o n e s i a . o r g ) . Bumi (PPPTMGB) Lemigas. Gedung ini
GREENSHIP bersifat khas Indonesia seperti merupakan gedung pemerintah pertama yang
halnya perangkat penilaian di setiap negara yang berhasil mendapatkan sertifikasi bangunan hijau
selalu mengakomodasi kepentingan lokal kategori silver.Fokus gedung yang berada di Jalan
setempat. Program sertifikasi GREENSHIP Ciledug Raya Kav 109 Cipulir, Kebayoran Lama,
diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI secara ini adalah mampu menghemat energi sampai 30
kredibel, akuntabel dan penuh integritas. persen, menghemat air sampai 30 - 50 persen,
GREENSHIP sebagai sebuah sistem rating serta menghemat biaya operasional 50 - 90 persen
terbagi atas enam aspek yang terdiri dari : . Adapun untuk mengurangi penggunaan lampu di
• Tepat Guna Lahan (Appropriate Site ruangan, gedung ini memakai curtain wall pada
Development/ASD) dindingnya. Sebaliknya, untuk mengurangi
• Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy penyerapan panas, gedung ini dilengkapi roof
Efficiency & Refrigerant/EER) garden di lantai atap. Lobby dan koridor gedung
• Konservasi Air (Water Conservation/WAC) ini juga telah dilengkapi desain louver sebagai
• Sumber & Siklus Material (Material sirkulasi udara dari luar.
Resources & Cycle/MRC)
• Kualitas Udara & Kenyamanan Udara
(Indoor Air Health & Comfort/IHC)
• Manajemen Lingkungan Bangunan
(Building & Enviroment Management)

Masing-masing aspek terdiri atas beberapa


Rating yang mengandung kredit yang masing-
masing memiliki muatan nilai tertentu dan akan Gambar 6. Gedung Teknologi Gas sebagai gedung
pemerintah pertama yang bersertifikat hijau oleh GBCI.
diolah untuk menentukan penilaian. Saat ini
Sumber: http:
GBCI tengah melakukan proses penilaian- //www.108csr.com/home/berita_foto.php?id=416

JA! Vol.2 No.1 Agung Cahyo Nugroho 20


Dari enam kriteria hijau yang ditetapkan lembaga-lembaga 'hijau', telah menjadi bagian
GBCI sebagaimana pada gambar tabel di atas, dari market/pasar dan tren bangunan yang
gedung Laboratorium Teknologi Gas di Jalan dilatarbelakangi oleh kesadaran yang semakin
Ciledug Raya Kav 109 Cipulir, Kebayoran Lama, tinggi dari warganya untuk mulai peduli dengan
ini menerapkan beberapa kategori dan berhasil lingkungan. Kekhawatiran akan kondisi bumi
meraih kategori silver tersebut.Fokus gedung ini yang semakin menurun menjadi landasan gerakan
adalah pemilihan elemen yang memperhatikan green building ini.
efek perusakan lingkungan, terutama lapisan Bangunan hijau dapat dikuantifikasikan
ozon dan polusi, studi indikasi energi melalui berdasarkan pemeringkatan melalui beberapa
desain selimut bangunan, dan mengurangi macam kriteria yang dirumuskan oleh lembaga-
ketergantungan listrik.Gedung ini juga dikonsep lembaga rating green building. Karena itu tingkat
memadukan sistem aktif dan sistem pasif. Sistem hijau dari suatu bangunan dapat bermacam-
aktif pada gedung ini adalah teknologi macam, tergantung dari seberapa banyak kriteria
photovoltaic, HVAC, penerangan buatan, sensor yang dipenuhi oleh bangunan tersebut. Rating
dan monitor.Sistem pasifnya adalah dengan terhadap bangunan hijau tentunya akan berbeda-
adanya dinding insulasi bangunan bernuansa beda tergantung pada lokasi dimana bangunan
hijau, penangkal sinar matahari dengan louvre, tersebut berada, terkait kondisi iklim setempat.
cat akrab lingkungan, dan cermin reflektor. Kriteria yang dipergunakan untuk menilai dapat
berlaku secara universal, namun dapat berbeda
pada standarisasi pada masing-masing kriteria
tersebut.
Di Indonesia, gerakan Arsitektur/Bangunan
Hijau sudah mulai dilakukan dengan dibentuknya
Green Building Council Indonesia (GBCI)
dengan Greenship-nya. Kriteria-kriteria yang
dirumuskan memiliki kesamaan dengan kriteria
pada beberapa lembaga rating lain,namun
parameter yang ditetapkan tentunya diupayakan
Gambar 7. Beberapa bagian interior dan eksterior untuk mengadopsi faktor setempat yaitu tropis
bangunan Gedung Teknologi Gas.Sumber :http://www.iai- basah.Kondisi dan perkembangan bangunan
jakarta.org gedung di Indonesia yang tidak kalah dengan
yang ada di negara maju lain – universalisme
IV. Kesimpulan estetika dan arsitektural – dipandang perlu untuk
dikaji tingkat ke-hijauan-nya.
Arsitektur / Bangunan hijau merupakan Rancangan arsitektur bangunan gedung
gerakan moral. Pada negara-negara di Eropa, hijau di Indonesia harus mengacu pada kondisi
Amerika dan Australia, konsep green building iklimnya yaitu tropis. Arsitektur tropis harus
yang telah dirumuskan dalam sistem rating oleh- dapat mengatasi permasalahan seperti hujan-

Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung, Desember 2011 21


deras, terik matahari, suhu udara tinggi, http://www.gbca.org.au/
kelembaban tinggi atau kecepatan angin yang http://www.breeam.org/
rendah. Dengan demikian, pencapaian hijau http://www.usgbc.org/
untuk bangunan di Indonesia adalah terpenuhinya http://www.gbcindonesia.org/
kriteria perancangan bangunan tropis. http://www.iai-jakarta.org/
http://www.108csr.com/home/berita_foto.php?id
=416

Gambar 8. “from the melting mountains to the shores of the


rising seas climate change will require us to adapt our
buildings” (Associated Press in Roaf, S, Crichton, D, Nicol,
F, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

Roaf, S, Crichton, D, Nicol, F, 2005, Adapting


Buildings and Cities for Climate Change,
Archtectural Press - Elsevier, Oxford
Vezolli dan Manzini, 2008, Design for
Environmental Sustainability, Springer,
London
Karyono, Tri Harso, 2010, Green Architecture :
Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di
Indonesia, Rajagrafindo Perkasa, Jakarta
FuturArc, Green Issues 2009 : Discourse,
Application, Imagination, 3rd Quarter 2009,
Vol 14, PT. Indonesia Printer

JA! Vol.2 No.1 Agung Cahyo Nugroho 22

Anda mungkin juga menyukai