Anda di halaman 1dari 14

PERTEMUAN III

Program Studi : S1 Arsitektur


Nama Mata Kuliah/Kode : Komposisi Warna

Jumlah SKS : 3

Pengajar : 1. Dr. Ir. Triyatni Martosenjoyo, MSi


2. Syahriana Syam, ST. MT
Mata Kuliah Bersyarat : -
Deskripsi Mata Kuliah : Membahas tentang peranan, manfaat, dan cara
menggunakan komposisi warna dan dalam perancangan
arsitektur.
Sasaran Pembelajaran Umum : Dengan mengikuti mata kuliah ini selama 1 (satu)
semester, maka:
1. Mengerti tentang pentingnya peran warna dalam
kehidupan manusia.
2. Mengerti tentang konsep sistem warna.
3. Memahami dan mampu menggunakan warna sebagai
simbol komunikasi.
4. Memahami peran warna dalam spiritualitas dan
kesehatan seseorang
5. Memahami hubungan warna dengan kepribadian
seseorang.
6. Mengerti cara memadu-padankan warna dalam suatu
komposisi.
7. Mengerti cara membuat konsep rancangan warna
dalam disain arsitektur.

1
SASARAN
POKOK SUB POKOK ESTIMASI
MINGGU PEMBELAJAR LATIHAN PUSTAKA
BAHASAN BAHASAN WAKTU
AN KHUSUS
I Mahasiswa Kuliah GBRP 3 x 50 menit 1, 2, 3
mengetahui dan Pengantar
memahami
GBRP.

Mahasiswa Peran warna 1. Pengertian Warna 3 x 50 menit Membuat tulisan 1, 2, 3


mampu dalam 2. Bagaimana
memahami dan kehidupan Manusia Melihat
menjelaskan peran manusia. Warna
warna dalam
kehidupan
manusia.
II Mahasiswa Konsep dan 1. Rona dan Warna 3 x 50 menit Dialog 1, 2, 3
mampu Teori Warna 2. Warna Primer
memahami dan (1) 3. Hitam, Putih, dan
menjelaskan Abu-abu.
konsep sistem 4. Warna Netral
warna.

III Mahasiswa Konsep dan 5. Warna Semburat, 3 x 50 menit Membuat model 1, 2, 3


mampu Teori Warna Warna Naungan, warna
memahami dan (2) dan Warna Nada
menjelaskan 6. Model Warna
konsep sistem
warna.
IV Mahasiswa Warna Sebagai 1. Simbol Komunikasi 3 x 50 menit Studi Pustaka 1, 2, 3
mampu Simbol 2. Simbol dan Asosiasi
memahami dan Komunikasi Warna
menggunakan 3. Tradisi Warna
warna sebagai 4. Kecenderungan
simbol Warna
komunikasi.
V Mahasiswa Warna, 1. Peran Warna dalam 3 x 50 menit Dialog 1, 2, 3
mampu Spritualitas, Spiritualitas
memahami dan dan Kesehatan
menjelaskan peran (1)
warna dalam
spiritualitas 2
seseorang
POKOK BAHASAN:
II. KONSEP DAN TEORI WARNA (2)

I. Warna Semburat (Tint), Warna Naungan (Shade), dan Warna Nada (Tone)

 Warna semburat (tint) adalah percampuran antar rona murni dengan putih yang akan
menghasilkan warna terang. Rona merah yang diberi tambahan putih kemudian menghasilkan
warna merah muda disebut warna semburat merah (tint of red).
 Warna naungan atau warna bayangan atau warna nuansa (shade) adalah percampuran
antar rona murni dengan hitam dan akan menghasilkan warna gelap. Rona biru yang diberi
tambahan hitam yang kita sebut biru pelaut (navy blue) adalah warna naungan biru (shade of
blue).
 Warna nada (tone) adalah percampuran rona murni dengan abu-abu. Warna yang
dihasilkan akan memiliki nada (tone) sesuai skala abu-abu yang terletak antara putih dengan
hitam.

II. Model Warna


Model warna dibuat dengan tujuan untuk memahami hubungan antara satu warna
dengan warna lainnya dan untuk menghasilkan pencampuran warna yang semirip mungkin
dengan yang ditampilkan oleh alam. Model warna yang awalnya dimotivasi untuk
mendefinisikan persepsi warna dan mendapatkan kemungkinan warna tunggal, kemudian
berkembang dengan tujuan memberi kemudahan dalam proses pencampuran warna serta
mendapatkan aturan dan rumus pencampuran warna yang dapat dijadikan acuan identifikasi
warna bagi ilmu pengetahuan dan industri.
Sejarah menunjukkan bahwa model warna mayoritas dibuat berbasis pada bentuk-
bentuk geometrik seperti lingkaran, segitiga, bujur sangkar atau kubus. Walaupun demikian,
model warna yang paling banyak digunakan adalah bentuk lingkaran yang disebut juga
bentuk cakram atau roda. Model ini dianggap paling mudah digunakan orang awam dalam
memahami cara mengkreasikan pencampuran warna. Karena itu untuk pembahasan memadu-
padankan warna, juga akan dilakukan dengan menggunakan model cakram warna.

III. Teori Aristoteles

Dalam risalah Aristoteles dalam De Coloribus (Warna) juga tertulis bahwa semua warna
(kuning, merah, ungu, hijau, dan biru) adalah berasal dari campuran hitam dan putih. Model
warna Aristoteles bermula dari ekstrem putih dan hitam. Dari hitam dan putih ini kemudian
dihasilkanlah kuning, merah, ungu, hijau, dan biru.

3
Gambar 2.1 Sistem warna linier Aristoteles

IV. Tradisi Budaya Islam

Tiga konsep dasar Islam yaitu tubuh, pikiran, dan jiwa tercermin dalam sistem segitiga
warna yang disimbolkan bahwa warna hitam adalah proses pendakian dan aktif, warna putih
adalah proses penurunan dan pasif, serta warna kayu cendana (sandalwood) memastikan
ekspansi yang diperlukan dari gradasi kecerahan alami, horisontal, dan netral. Prinsip ini
berbasis pada gerakan dalam tata cara shalat.
Uraian mendalam dari model warna yang mengacu kepada tiga warna yaitu putih,
hitam, dan kayu cendana sebagai berikut:
 Putih adalah cahaya matahari, diterima sebagai suatu manifestasi dari kekuatan Illahi
yang memungkinkan warna mengalir ke luar. Semua warna ada di dalam putih, karena warna
putih itu murni dan tidak berubah.
 Hitam adalah bagian dari emanasi Illahi (berasal dan menjadi bagian kesatuan Illahi
sebagai realitas pertama), tempat kualitas Illahi menarik dan menyembunyikan diri (Allah
tersembunyi dalam cahaya-Nya). Hitam melambangkan penghancuran diri sebagai prasyarat
untuk reintegrasi. Dalam tradisi Islam, warna merupakan instrumen memulai perjalanan
untuk merebut atau mendapatkan kembali Illahi-Nya. Dalam hitam, warna tetap sembunyi
dari kecerahan mereka sendiri.
 han mereka sendiri.
 Kayu cendana adalah ketiadaan warna bumi dan kenetralan yang berbasis pada alam
seperti terlihat pada sistem empat warna. Sistem warna ini juga menunjukkan berlakunya
polaritas hitam-putih. Pembagian model mewakili dunia materi. Hijau kekuningan sampai
cokelat keemasan sesuai karakter kayu cendana yang keras dan beraroma, cocok untuk
pekerjaan pertukangan dan ekstraksi sari.
Model segi empat warna, berbasis pada keberlawanan dan terkait dengan model
segitiga warna. Pada model segi empat warna, kualitas pasif materi disimbolkan oleh merah,
kuning, hijau, dan biru. Merah adalah api, kuning adalah udara, hijau adalah air, dan biru
adalah bumi. Keempat kualitas aktif jiwa universal yaitu panas, dingin, basah, dan kering
ditempatkan berlawanan dengan keempat kualitas pasif materi. Dengan demikian api bersifat
panas dan kering, udara bersifat panas dan basah, air bersifat basah dan dingin, serta bumi
bersifat dingin dan kering.
Jika sistem segitiga dan segi empat digabungkan, akan menghasilkan sistem tujuh
warna. Angka tujuh signifikan dengan kosmologis besar. Di Mesir setiap warna tradisional
diberikan kepada ketujuh planet. Hitam menandakan Saturnus, kuning dengan matahari, hijau
dengan bulan, merah dengan Mars, biru dengan Mercury, dan cendana dengan Jupiter.
Warna juga dikaitkan dengan tujuh logam yaitu timah, besi, timah, emas, tembaga, merkuri,
dan perak.
Dalam sistem 28 warna, lingkaran dibagi dalam empat kuadran. Empat titik kompas
ditempatkan pada masing-masing diagonal. Pada keliling lingkaran, tujuh warna
digambarkan empat kali bersama dengan simbol yang berhubungan dengan planet. Sistem

4
segi empat warna yang ditempatkan pada sistem 28 warna menunjukkan dengan jelas bahwa
makrokosmos dan mikrokosmos berada pada struktur yang sama.
Sistem 28 warna menunjukkan hitam dan putih saling mengikuti, dalam transisi dari
satu kuadran ke kuadran berikutnya. Setiap kuadran diawali dengan hitam dan diakhiri
dengan putih mengikuti arah jarum jam. Sumbu sistem sekunder dibentuk oleh garis tengah
diagonal dari empat putih, yang menunjukkan akselerasi dinamis dari model 28 warna
sebagai hasil dari tujuh kali empat.

5
a b c

Gambar 2. 2. Model warna tradisi budaya Islam.


Daksina: Colorsystem1

V. Teori Goethe

Sejak Newton menemukan warna spectrum, hingga tahun 1800-an tidak ada
perubahan yang berarti dengan tentang teori warna. Tahun 1810 sastrawan Jerman
Johann Wolfgang Goethe (1749-1932) membuat sistem warnanya sendiri yang sangat
berbeda dengan yang dibuat oleh Newton. Bila Newton melakukan studi warna dari
sudut sains, Goethe melakukannya dari sudut persepsi manusia terhadap warna. Dia
mencari tahu bagaimana menggunakan warna secara artistik.
Teori Newton merujuk pada cahaya dan warna, yang melalui optik baru tiba ke
fisik. Bagi Goethe cahaya tidak berdiri sendiri. Warna awalnya muncul dari
penerimaan mata manusia. Oleh karena itu Goethe melakukan penelitian teori
warnanya dengan melepaskan warna dari pengaruh optik. Dia meneliti hal-hal yang
berkaitan dengan persepsi warna, bagaimana sifat-sifat yang melekat dengan warna,
hubungan warna, kemiripan warna, kontras warna, dan sebagainya. Baginya ada
kebenaran yang tidak dapat dicapai dengan teori Newton. Goethe menawarkan untuk
mengisi kesenjangan tersebut dengan menggunakan analisis fenomenologis
pengalaman manusia terhadap warna.
Selain penggunaan cakram warna seperti yang telah digunakan oleh para ahli
sebelumnya, ide Goethe juga dikreasikan dalam bentuk berbeda yaitu dengan
menggunakan segitiga sama sisi. Dia memilih warna merah-biru-kuning sebagai
warna primer yang dihubungkan dengan emosi manusia.

1
Anonim. “Islamic Tradition”. Situs daring Colorsystem. http://www.colorsystem.com/?page_id=1274&lang=en.
Diakses tanggal 19 Agustus 2011.

6
a

b
Gambar 2.3 Cakram warna Goethe. Warna komplimenter adalah biru
dengan jingga, merah dengan hijau, kuning dengan ungu.

Gambar 2.4 Segitiga warna Goethe

7
Penelitian Goethe merupakan awal dari psikologi warna modern. Konsep
Goethe tentang warna yang dikaitkan dengan emosi manusia inilah yang
dimanfaatkan oleh para seniman dalam ekspresi lukisan-lukisan mereka.

VI. Teori d'Aguilon

Diketahui bahwa François d'Aguilon (1567-1617) dalam Opticorum Libri Sex


menyatakan bahwa warna primer adalah hitam, dan putih. Dari sinilah asal warna
merah-kuning-biru. Dengan mencampurkan warna-warna mulia tersebut, kita akan
mendapatkan warna sekunder yaitu jingga (emas), hijau, dan ungu.
Kuehni dalam On the Source of d’Aguilon’s Arc Color Mixture Diagram
mengutip pernyataan John Gage dalam buku Color and Culture bahwa diagram
percampuran warna d’Aguilon mirip dengan ide harmoni musikal pada diagram
Pythagorean2. Model diagram ini banyak ditemui pada manuskrip filsuf abad
pertengahan, yang mengacu pada pemikiran dari negarawan dan filsuf Roma yaitu
Anicius Manlius Severinus Boethius (480-524M). Boethius sangat terkenal dengan
bukunya De Consolatione Philosophiae yang ditulis selama setahun dipenjara Pavia
di Italia Utara, sebelum dieksekusi tahun 524M. Perhatikan grafik oktaf musikal
yang merupakan intepretasi dari Boethius.

Gambar 2.5 Model warna François d'Aguilon dalam Opticorum Libri Sex
(1613). Albvs (putih), flavv (kuning), avrevs (jingga), rvbevs (merah), viridis
(hijau), pvrpvrevs (ungu), carvlevs (biru).

2
Kuehni, Rolf G. “On the Source of d’Aguilon’s Arc Color Mixture Diagram”. Situs daring Chromatikon.
http://www4.ncsu.edu/~rgkuehni/PDFs/Boethius.pdf. Diakses 23 Maret 2010.Halaman 2.

8
Gambar 2.6 Grafik oktaf musikal dari Boethius abad ke-5 mirip
dengan model warna d’Aguilon ke-16.

Karya Boethius ini membuka jalan bagi quadrivium3, program studi skolastik dalam
aritmatika, geometri, astronomi, dan musik. Boethius sendiri mengomentari hubungan
antara warna dengan musik sama seperti ketika mengamati pelangi. Warna-warna
begitu dekat satu sama lain dan tak ada garis pasti yang memisahkan satu warna dari
yang lain. Perubahan dari merah ke kuning, bermutasi terus menerus menjadi warna
berikutnya. Ini juga sering terjadi dengan pitch pada musik. Pitch adalah persepsi
pendengaran manusia terhadap perbedaan frekuensi suatu suara. Apabila frekuensi
lebih tinggi maka dikatakan pitchnya lebih tinggi. Pitch biasa dikenal dalam bentuk
nada seperti C, D, E, dan seterusnya.
VII. Teori Newton
Ketika Newton menemukan teori warna, dia juga membuat cakram warna yang
berbasis pada tujuh warnanya yang terlihat dalam spektrum yaitu merah, jingga,
kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Warna-warna itu dialokasikan sesuai dengan
urutan proporsi intensitas masing-masing warna dalam spektrum. Titik konsentrasi
lingkaran ditandai dengan Z. Pada garis lurus yang terhubung dengan pusat warna
putih O. Pusat konsentrasi Z, memotong lingkaran di Y. Percampuran warna
dilakukan dengan membuat segitiga yang dibentuk oleh tiga warna primer merah-
biru-hijau.
Agar bisa memahami cakram warna Newton harus dengan memahami jalan
pikirannya. Newton memperlakukan harmonikalitas cahaya seperti yang dilakukan
orang-orang terhadap suara. Karena itu tujuh warna dalam cakram warna Newton
sama dengan tujuh interval suara dalam satu oktaf. Alokasi bagian-bagian juga
disesuaikan dengan skala musik Dorian. Masing-masing nada suara berbatasan
dengan gradasi warna. D terletak di batas ungu dengan merah, G di batas kuning
dengan hijau dan A di batas hijau dengan biru.

3
Empat studi yang disusun oleh Plato di Republik.

9
Gambar 2.7 Cakram warna Newton berbasis pada warna spektrum.
Daksina: Colorsystem4

Gambar 2.8 Skema cakram warna Newton

Sebagai rasa hormat pada Newton, seniman Perancis Claude Boutet melukiskan
cakram warna Newton dalam versi berwarna. Cakram warna ini menggunakan tujuh
warna spektrum Newton.

VIII. Cakram Warna Itten


Johannes Itten (1888-1967) adalah guru dan seniman dari Sekolah Bauhaus
Jerman yang memberikan gambaran tentang warna dalam buku The Art of Color (Seni
Warna) dan The Element of Color (Elemen Warna). Dia memikirkan dua hal yaitu
warna dan desain melalui pendekatan pada pendidikan termasuk tentang kondisi
mental dan fisik.
Tahun 1919 Itten membangun model bola dan bintang warna. Itten
menempatkan tiga warna dasar merah-biru-kuning pada segitiga. Kuning berada pada
bagian puncak segtiga karena kuning adalah warna yang paling benderang secara
visual ke cahaya matahari. Dari segitiga warna dasar ini Itten menunjukkan
percampuran dua warna dasar menghasilkan tiga warna sekunder. Percampuran warna
dasar dan sekunder menghasilkan 12 warna tersier yang berada pada lingkran
warnanya. Sistem percampuran warna Itten tidak dilakukan oleh model warna yang
lain. Sampai saat ini model percampuran yang sederhana ini paling banyak digunakan
dalam pemahaman tentang percampuran warna.

4
Anonim. “Isaac Newton”. Situs daring Colorsystem. http://www.colorsystem.com/?page_id=683&lang=en.
Diakses tanggal 19Agustus 2011.

10
Itten meramu berbagai teori karakteristik dan pengaruh warna dari para ahli
sebelumnya seperti Goethe, Chevreul, dan yang lainnya. Dia mengambil kesimpulan
bahwa dalam teori kontras ada tujuh kontras warna yang unik ditinjau dari nilai
karakter dan artistik yang memengaruhi warna secara visual, ekpresif, dan simbolik.
Warna kontras tersebut terdiri dari kontras rona, kontras terang-gelap, kontras sejuk-
hangat, kontras komplementer, kontras simultan, kontras saturasi, dan kontras
ekstension. Teori warna kontras ini kemudian menjadi peraturan dasar dalam desain
warna.5

Gambar 2.9 Model warna Itten. Warna kuning terletak pada puncak segitiga dengan
memeprtimbangkan bahwa kuning adalah warna yang paling benderang dan dekat
dengan warna matahari.

IX. Model Kubus Warna RGB (red, green, blue)

Model warna RGB umumnya dianggap ideal dan digunakan pada sistem
komputer berbasis pada prinsip yang mirip dengan sistem visual manusia. Model
yang paling sederhana adalah kubus warna yang mengunakan warna hitam, tiga warna
primer RGB, tiga warna sekunder CMY, dan warna putih.
Prinsip kubus warna RGB bahwa dalam suatu ruang yang sama sekali tidak ada
cahaya, maka ruangan tersebut akan gelap total. Tidak ada signal gelombang cahaya
yang diserap oleh mata kita atau RGB (0 0 0). Apabila kita menambahkan cahaya
merah pada ruangan tersebut, maka ruangan akan berubah warna menjadi merah
misalnya RGB (255 0 0) dan semua benda dalam ruangan tersebut hanya dapat
terlihat berwarna merah. Demikian halnya hijau (0 255 0) atau biru (0 0 255).
Warna sudut kubus pada sumbu utama menyatakan warna primer merah, hijau,
biru (red, green, blue). Warna sudut kubus diluar sumbu utama menyatakan warna
komplimenter cyan, magenta, dan yellow. Warna abu-abu bergerak pada sumbu
antara putih dengan hitam.
5
Itten, Johannes & Birren, Faber. 1970. “The Elements of Color. A Treatise on the Color System of Johannes
Itten Based on His Book The Art of Color. (Terjemahan dari Kun Der Farbe)”. John Wiley & Sons Inc. New York
Halaman 33-63.

11
Gambar 2.10 Model kubus warna RGB.
Daksina: Koenderink, Jan J. & van Doorn, Andrea J.6

Gambar 2.11 Kubus warna dengan kontribusi RGB pada sudut-sudut kubus (kiri) dan
hasil rona (kanan).
Daksina: Koenderink, Jan J. & van Doorn, Andrea J.7

X. Model Ruang Warna HSL (hue, saturation, lightness) dan HSV


(hue, saturation, value)
Ruang warna HSL (hue, saturation, lightness) juga sering disebut HLS (hue,
lightness, saturation). Ruang warna HSV diciptakan tahun 1978 oleh Alvy Ray Smith
seorang insinyur Amerika yang merupakan pionir dari komputer grafis. Ruang warna
HSV kadang-kadang disebut sebagai HSI (hue, saturation, intensity) atau HSB (hue,
saturation, brightness). Disini intensity dan brightness diartikan sama dengan value.
Ruang warna HSL dan HSV dikembangkan bagi kebutuhan aplikasi komputer
dan digunakan untuk pemetik warna (color pickers) dalam perangkat modifikasi
warna pada perangkat lunak penyuntingan citra, analisis citra dan visi komputer.
Tujuan dari model ini adalah untuk menyeleksi, membandingkan, dan memodifikasi
warna dengan mengorganisasi mereka ke dalam bentuk silinder yang lebih sesuai
dengan persepsi visi manusia. Kedua model dikembangkan dari bentuk kubus warna
RGB, menempatkan warna netral pada sumbu vertikal pusat dengan hitam di bagian
dasar dan putih di bagian atas silinder, serta rona mengelilingi. silinder.
Deskripsi atribut pada model warna HSL dan HSV sebagai berikut:

6
Koenderink, Jan J. & van Doorn, Andrea J. 2003. “Perspectives On Colour Space” dalam Mausfeld, Rainer &
Heyer, Dieter. 2003. “Colour Perception Mind And The Physical World”. Oxford University Press. Halaman 48.
7
Ibid. Halaman 49.

12
 Rona pada cakram warna mengikuti derajat dengan tingkatan 0-360 0. Tingkatan
00 adalah merah, 600 kuning, 1200 adalah hijau, 1800 adalah sian (cyan), 2400 adalah
biru, dan 3000 adalah majenta.

Gambar 2.12 Tingkatan derajat rona

 Saturasi menunjukkan berapa banyak suatu warna dipengaruhi oleh putih, berada
pada jarak dari sumbu vertikal ke tepi silinder dengan skala 0,00-1,00.
 Kecerahan atau kecahayaan (lightness) pada HSL dan nilai (value) pada HSV
berada pada jarak sepanjang sumbu vertikal. Pusat sumbu vertikal dikomparasikan
sebagai warna netral, akromatik atau abu-abu. Kecerahan atau nilai 0,00-1,00, dengan
0,00 yang terletak pada bagian bawah silinder adalah hitam dan 1,00 pada bagian atas
adalah putih.
Ruang warna HSL memiliki kecerahan 0,50 sedangkan HSV memiliki nilai
1,00. Pada HSL baik warna semburat (tint) maupun warna naungan (shade) memiliki
saturasi penuh dan hanya percampuran dengan putih dan hitam yang menghasilkan
nada (tone) yang memiliki saturasi kurang dari 1,00. Pada HSV percampuran warna
murni dengan putih menghasilkan warna semburat yang mereduksi saturasi,
sedangkan percampuran dengan hitam akan menghasilkan warna naungan dengan
saturasi yang tidak berubah.
Perbedaan yang tampak pada ruang warna HSL dengan HSV terletak pada
kecerahan atau lightness dan nilai atau value. Kecerahan akan semakin memperterang
tiap warna dari paling gelap (hitam) hingga ke tingkat warna paling terang (putih),
sedangkan nilai mempercerah tiap warna dari posisi paling bawah yang berwarna
gelap (hitam).
Beberapa diagram sering mengacaukan penggunaan kroma pada HSL atau
HSV, padahal yang seharusnya adalah saturasi. Jika kita meletakkan rona dan
kecerahan pada HSL serta rona dan nilai pada HSV, kemudian memilih kroma
dibandingkan saturasi sebagai atribut kedua, maka hasilnya adalah bentuk kerucut
tunggal atau ganda, bukan bentuk silinder.

a b

13
Gambar 2.13 Model silender warna HSL (a) dan HSV (b).
Daksina: Wikipedia.8

a b

Gambar 2.14 Model kerucut warna tidak menggunakan atribut saturasi


melainkan kroma.
Daksina: Wikipedia9

LATIHAN:
Buatlah rumus-rumus percampuran warna dengan menggunakan salah satu model
warna. Percampuran warna minimal menghasilkan 5(lima) tingkatan percampuran
warna. Disajikan di atas kertas tebal putih menggunakan cat warna.

8
Anonim. “HSL and HSV”. Situs daring Ensiklopedia Wikipedia. http://en.wikipedia.org/wiki/HSL_and_HSV.
Diakses tanggal 19 Agustus 2011.
9
Ibid.

14

Anda mungkin juga menyukai